PPKN 123
PPKN 123
"Saya lebih menyukai wanita kolot yang setia menjaga suaminya dan senatiasa
mengambilkan alas kakinya. Saya tidak menyukai wanita Amerika dari generasi baru, yang
saya dengar menyuruh suaminya mencuci piring," tambahnya. Mungkin saat itu Fatmawati
begitu terpesona mendengar jawaban Soekarno yang lugas. Sampai pada akhirnya jodoh
mempertemukan keduanya. Soekarno menikah dengan Fatmawati pada tahun 1943, dan
dikarunia 5 anak yakni Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. "Saya
menyukai perempuan yang merasa bahagia dengan anak banyak. Saya sangat mencintai
anak-anak,"katanya.
Menurut pengakuan Ibu Fatmawati, dia dan Bung Karno tidak pernah merayakan ulang
tahun perkawinan, Jangankan kawin perak atau kawin emas, ulang tahun pernikahan ke-1,
ke-2 atau ke-3 saja tidak pernah. Sebabnya tak lain karena keduanya tidak pernah ingat
kapan menikah. Ini bisa dimaklumi karena saat berlangsungnya pernikahan, zaman sedang
dibalut perang. Saat itu Perang Dunia II sedang berkecamuk dan Jepang baru datang untuk
menjajah Indonesia.
"Kami tidak pernah merayakan kawin perak atau kawin emas. Sebab kami anggap itu soal
remeh, sedangkan kami selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan besar yang hebat dan
dahsyat," begitu cerita Ibu Fatmawati di buku Bung Karno Masa Muda. Kehidupan
pernikahan Bung Karno dan Fatmawati memang penuh dengan gejolak perjuangan. Dua
tahun setelah keduanya menikah, Indonesia mencapai kemerdekaan. Tetapi ini belum
selesai, justru saat itu perjuangan fisik mencapai puncaknya. Bung Karno pastinya terlibat
dalam setiap momen-momen penting perjuangan bangsa. Pasangan ini melahirkan putra
pertamanya yaitu Guntur Soekarnoputra. Guntur lahir pada saat Bung Karno sudah berusia
42 tahun. Berikutnya lahir Megawati, Rachmawati, Sukmawati, dan Guruh. Putra-putri
Bung Karno dikenal memiliki bakat kesenian tinggi. Hal itu tak aneh mengingat Bung
Karno adalah sosok pengagum karya seni, sementara Ibu Fatmawati sangat pandai menari.
Sejak kecil, Soekarno sangat menyukai cerita wayang. Dia hapal banyak cerita wayang
sejak kecil. Saat masih bersekolah di Surabaya, Soekarno rela begadang jika ada
pertunjukan wayang semalam suntuk. Dia pun senang menggambar wayang di batu
tulisnya. Saat ditahan dalam penjara Banceuy pun kisah-kisah wayanglah yang memberi
kekuatan pada Soekarno. Terinspirasi dari Gatot Kaca, Soekarno yakin kebenaran akan
menang, walau harus kalah dulu berkali-kali. Dia yakin suatu saat penjajah Belanda akan
kalah oleh perjuangan rakyat Indonesia.
"Pertunjukan wayang di dalam sel itu tidak hanya menyenangkan dan
menghiburku. Dia juga menenangkan perasaan dan memberi kekuatan pada diriku.
Bayangan-bayangan hitam di kepalaku menguap bagai kabut dan aku bisa tidur nyenyak
dengan penegasan atas keyakinanku. Bahwa yang baik akan menang atas yang jahat," ujar
Soekarno dalam biografinya yang ditulis Cindy Adams "Bung Karno, Penyambung Lidah
Rakyat Indonesia yang diterbitkan Yayasan Bung Karno tahun 2007.
Soekarno tidak hanya mencintai budaya Jawa. Dia juga mengagumi tari-tarian dari
seantero negeri. Soekarno juga begitu takjub akan tarian selamat datang yang dilakukan
oleh penduduk Papua. Karena kecintaan Soekarno pada seni dan budaya, Istana Negara
penuh dengan aneka lukisan, patung dan benda-benda seni lainnya. Setiap pergi ke daerah,
Soekarno selalu mencari sesuatu yang unik dari daerah tersebut. Dia menghargai setiap
seniman, budayawan hingga penabuh gamelan. Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan
krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya -
Sejarah Singkat Ir. Soekarno. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat
Presiden. Saat-saat diasingkan di Istana Bogor selepas G-30S/PKI, Soekarno membunuh
waktunya dengan mengiventarisir musik-musik keroncong yang dulu populer tahun
1930an dan kemudian menghilang.
Atas kerja kerasnya dan beberapa seniman keroncong, Soekarno berhasil
menyelamatkan beberapa karya keroncong. Setlah itu Kesehatannya terus memburuk, yang
pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di
Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu
Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi".
Sejarah Dan Perjungan Ki Hajar Dewantara Pahlawan Indonesia
Beliau adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang
memberikan kesempatan bagi rakyat jelata adat untuk dapat memperoleh hak atas
pendidikan serta aristokrasi dan Belanda. Tanggal lahir sekarang diperingati di Indonesia
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagian dari penciptaan slogan, tut wuri handayani,
menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia. Namanya diabadikan sebagai
salah satu nama dari kapal perang Indonesia KRI Ki Hajar Dewantara. Gambar dirinya
diabadikan pada tagihan 20.000 dolar tahun 1998 emisi. Beliau dikukuhkan sebagai
pahlawan nasional untuk-2 oleh Presiden, Soekarno, pada 28 November 1959 (Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Kemudian ia bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain,
Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer,
dan Poesara. Pada saat itu, ia diklasifikasikan sebagai penulis handal. Tulisan-tulisannya
komunikatif dan tajam semangat anti-kolonial.
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial
dan politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo BO pada tahun 1908, ia aktif di bagian
propaganda untuk bersosialisasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia
khususnya Jawa pada saat tentang pentingnya persatuan di negara ini. BO kongres pertama
di Yogyakarta juga diselenggarakan oleh Beliau. Muda Soewardi Insulinde juga anggota
organisasi, organisasi multi-etnis yang didominasi Indo memperjuangkan pemerintahan
sendiri di Hindia Belanda, pada pengaruh Ernest Douwes Dekker DD. Ketika kemudian
DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diundang pula.
Als ik een Nederlander adalah
Tapi kolom KHD yang paling terkenal adalah “Jika aku A Belanda” judul asli: “Als ik een
Nederlander adalah”, yang diterbitkan dalam surat kabar De Expres pimpinan DD, 13 Juli
1913. Isi artikel ini adalah pedas sekali di antara pejabat dari Hindia Belanda, kutipan
artikel adalah sebagai berikut.
Pejabat Belanda menyangsikan tulisan ini awalnya dibuat oleh Soewardi sendiri karena
gaya bahasa yang berbeda dari tulisan-tulisannya sebelum. Bahkan jika benar ia menulis,
mereka menganggap peran DD di menghasut Soewardi untuk menulis dengan gaya seperti
itu. Sebagai hasil dari tulisan ini ia ditangkap dengan persetujuan Gubernur Jenderal
Idenburg dan akan diasingkan ke Pulau Bangka atas permintaan sendiri. Namun demikian
kedua orang, DD dan Tjipto Mangoenkoesoemo, memprotes dan akhirnya mereka bertiga
diasingkan ke Belanda 1913. Ketiga karakter yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.
Soewardi kala itu berusia 24 tahun.
Di Pengasingan
Taman Siswa
Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera setelah itu
beliau bergabung dengan saudaranya di sekolah binaan. Pengalaman mengajar kemudian
digunakan untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada 3
Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Tamansiswa National
University. Saat Beliau mencapai usia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia
mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Dia tidak lagi menggunakan gelar
kebangsawanan di depan namanya. Ini berarti bahwa dia bisa bebas dekat dengan rakyat,
baik fisik dan mental.