Biopsi
Biopsi
ABSTRAK
Stroke merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian yang menduduki peringkat atas di wilayah
perkotaan yaitu sekitar 28,5% penderita stroke meninggal dunia di Indonesia tahun 2011. Stroke mulai terjadi
pada usia produktif. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang stroke pada pekerja institusi pendidikan di Surabaya. Jenis Penelitian ini adalah penelitian
observasional analitik dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Kuesioner diberikan kepada
142 responden. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah pengetahuan mengenai faktor resiko stroke,
tingkat pengenalan gejala awal stroke, dan cara penanganannya. Variabel bebas adalah umur, jenis kelamin,
dan tingkat pendidikan. Analisis data dengan menggunakan uji chi square dan uji Spearman. Hasil penelitian
menunjukan tingkat pengetahuan faktor risiko stroke 78,9% responden dalam tingkat pengetahuan “baik”
mengenai faktor risiko stroke, tingkat pengenalan gejala awal stroke metode Face, Arm, Speech, and Time
(FAST) dari responden sebagian besarnya dalam kategori “tidak baik”, dan 63,4% dari responden telah
mengetahui cara penanganan dengan benar. Hasil analisis yang menunjukan adanya hubungan yang signifikan
adalah antara jenis kelamin dengan tingkat pengetahuan faktor risiko stroke (p = 0,020) dan antara tingkat
pendidikan dengan tingkat pengenalan gejala awal stroke (p = 0,006; r = 0,229). Kesimpulan dari penelitian
ini adalah responden dalam tingkat pengetahuan dalam kategori baik mengenai faktor risiko stroke, cara
penanganan yang dilakukan sudah benar, layanan kesehatan yang dipilih juga sudah benar yaitu rumah sakit,
lama waktu penanganan kurang dari 3 jam dan hanya tingkat pengenalan gejala awal stroke yang masih
kurang diketahui dengan baik.
Kata Kunci: faktor risiko, gejala awal, pengetahuan, stroke, pekerja, pendidikan tinggi
ABSTRACT
Stroke is a non-communicable disease that causes death in the top ranks in urban areas which around 28.5%
in Indonesia at 2011. Strokes begin at the productive age. This study aims to determine factors associated
with knowledge about stroke in workers of educational institutions in Surabaya. This type of research is an
observation analytic study using a cross-sectional study design. The questionnaire was given to 142
respondents. Dependent variables in this study were knowledge of stroke risk factors, level of initial stroke
recognition, and how to handle it. The independent variables are age, sex, and level of education. Data
analysis using chi-square test and spearman test. The results showed a level of knowledge of stroke risk
factors 78.9% of respondents in the level of "good" knowledge about stroke risk factors, the level of
recognition of early symptoms of the Face, Arm, Speech, and Time (FAST) method of respondents mostly in
the category of "not good", and 63.4% of respondents had knowing how to handle it properly. The analysis
showed that there was a significant relationship between sex with the level of knowledge of stroke risk factors
(p = 0.020) and between the level of education with the level of recognition of early symptoms of stroke (p =
0.006; r = 0.229). The conclusion of this study is that respondents in the level of knowledge in both categories
regarding stroke risk factors, how to do the treatment is correct, the health service chosen is also correct that
is the hospital, the duration of treatment is less than 3 hours and only the level of recognition of early
symptoms of stroke still not well known.
13
14 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 13-23
Key words : risk factors, first symtomps, knowledge, stroke, employee, higher education
total. Menurut data WHO, stroke merupakan salah sebesar 4,7 per 1000 penduduk, pada kelompok usia
satu dari tiga besar penyebab kematian di dunia 45-54 tahun sebesar 11,3 per 1000 penduduk dan
diantara penyakit-penyakit berbahaya lainnya seperti pada usia 55-64 tahun sebesar 20,2 per 1000
kanker dan jantung (Depkes, 2008) penduduk. Di Indonesia prevalensi stroke ditemukan
Stroke iskemik (penyumbatan) memiliki sebesar 8,3 per 1.000 penduduk dan yang telah
persentase terbesar, yaitu sekitar 80%. Insiden terdiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000
penyakit stroke hemoragik antara 15-30 % dan untuk penduduk. Pada propinsi Jawa Timur, penyakit
stroke iskemik antara 70-85%. Sedangkan, insiden stroke yang berdasarkan diagnosa dan gejala di
stroke di negara- negara berkembang atau Asia untuk masyarakat prevalensinya 0,8 per 1.000 penduduk.
stroke hemoragik sekitar 30% dan iskemik 70%. Prevalensi stroke di Kota Surabaya tidak terpaut jauh
Kejadian stroke iskemik memiliki proporsi lebih dari angka prevalensi stroke Jawa Timur, Kota
besar dibandingkan dengan stroke hemoragik Surabaya memiliki prevalensi 0,7 persen per 1000
(Soeharto, 2004). penduduk. Penelitian yang dilakukan pada tahun
Penyebab utama stroke diantaranya pasien 2007 menunjukkan bahwa sekitar 72,3% kasus stroke
stroke yang terbiasa mengkonsumsi makanan yang di masyarakat telah terdiagnosis oleh tenaga
mengandung lemak jenuh yang menimbulkan kesehatan. Meskipun dapat terdiagnosis oleh para
aterosklerosis, yaitu menyempitnya pembuluh arteri tenaga kesehatan di setiap wilayah Indonesia, namun
disebabkan lemak yang menempel pada dinding angka kematian akibat stroke tetap tinggi. Data
arteri. Para ahli menganggap bahwa aterosklerosis menunjukkan bahwa stroke menempati urutan
merupakan penyebab utama stroke pada umumnya. pertama sebagai penyebab kematian utama di
Dijaman sekarang, pengobatan dan pencegahan Indonesia (Depkes, 2008).
stroke sudah semakin maju walaupun masih tetap Dilihat dari kelompok umur,di Indonesia,
mahal (Yugiantoro, 2006). penderita stroke tersebut terbanyak pada kelompok
Gejala-gejala ringan stroke dapat dikenali umur yang produktif. Apabila mortalitas dan cacat
seperti seringnya kesemutan ringan tanpa sebab, sakit yang terjadi dapat diatasi maka penderita stroke yang
kepala atau vertigo ringan, tiba-tiba sulit produktif tersebut masih dapat meneruskan kariernya
menggerakkan mulut dan sulit berbicara, lumpuh untuk mendapatkan penghasilan dalam menghidupi
sebelah serta mendadak pikun dan cadel. Bagi keluarganya, menyumbangkan pikiran dan darma
mereka yang pernah mengalami serangan stroke lalu baktinya kepada nusa dan bangsa. Dengan
dikemudian hari terkena serangan stroke yang kedua, penanganan stroke yang baik, cepat dan tepat, berarti
maka serangan stroke ulangan ini lebih berbahaya dapat mengatasi berkurangnya sumber daya manusia
dan dapat menyebabkan kematian (Sutrisno, 2007). yang potensial dalam masyarakat Indonesia
Tindakan pengobatan sendiri di rumah (Lumbantobing, 2007).
dilakukan berdasarkan pengalaman yang lalu karena Pencegahan yang dilakukan dalam penelitian
merasa sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini dengan pengenalan gejala awal stroke yang
ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak bertujuan untuk dapat diberikan penanganan secara
diperlukan (Notoatmodjo, 2007). Setelah merasa tepat dam cepat. Berkaitan dengan time window yang
tidak berhasil melakukan pengobatan karena bertujuan untuk pengobatan stroke adalah tiga jam,
penderita stroke tidak kunjung sembuh, maka maka pengenalan sedini mungkin gejala stroke
pelayanan kesehatan dipilih untuk mengobati kepada masyarakat sangat penting karena pengobatan
penderita storke yang pada saat itu sudah dalam sedini mungkin akan sangat memberikan hasil yang
kondisi parah oleh karena terdapat kerusakan pada paling optimal sehingga dapat menurunkan angka
otak. Oleh karena itu pada kasus penyakit stroke ini, kematian serta mengurangi kecacatan yang akan
waktu adalah otak. Semakin cepat penderita dibawa terjadi (Purwanto, 2003).
ke Rumah Sakit, maka lebih banyak jaringan otak Berdasarkan latar belakang tersebut di atas
yang dapat diselamatkan (Feigin, 2007). maka penelitian ini dilakukan untuk menganalisis
Berdasarkan data Departemen Kesehatan faktor yang berhubungan dengan pengetahuan stroke
tahun 2008, stroke merupakan peringkat pertama pada pekerja Institusi Pendidikan Tinggi.
penyebab kematian semua umur dengan presentase
15,4 persen, dan stroke juga menduduki peringkat
METODE
pertama diantara penyakit mematikan yang tidak
Jenis Penelitian ini adalah penelitian analitik,
menular. Prevalensi penyakit stroke pada kelompok
yaitu suatu bentuk penelitian yang bertujuan untuk
usia 18-24 tahun sebesar 1,7 per 1000 penduduk,
menguji hipotesis dan mengadakan interpretasi yang
pada kelompok usia 25- 34 tahun sebesar 2,5 per
lebih mendalam mengenai hubungan antar variabel.
1000 penduduk, pada kelompok usia 35- 44 tahun
16 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 13-23
Tabel 1. Gambaran karakteristik responden Tabel 3. Tingkat pengenalan gejala awal stroke
Tingkat Tingkat
Pendidikan Pendidikan
SD-SMP 4 2,8 SD-SMP 1,4 % 1,4 % 0,411
40-50 tahun dengan pengetahuan faktor risiko yang laki - laki dengan tingkat pengenalan gejala awal
baik (38,7%). Dengan tabel diatas hasil analisis yang penyakit stroke yang tidak baik (52,8%) lebih besar
dilakukan dengan menggunakan uji Fisher Exact dibandingkan responden yang berjenis kelamin
adalah 0,063 maka lebih besar dari titik kritis 0,05 perempuan dengan tingkat pengenalan gejala awal
(0,063 > 0,05). Menurut hasil analisis statistik dapat penyakit stroke yang tidak baik (37,3%). Dengan
diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan tabel diatas hasil analisis yang dilakukan dengan
yang signifikan antara umur responden dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh signifikansi
tingkat pengetahuan faktor risiko kelompok pekerja 0,398 sehingga nilai p > α (0,05). Menurut hasil
Institusi Pendidikan di Surabaya. analisis statistik dapat diperoleh kesimpulan bahwa
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh data tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
bahwa diantara responden yang berjenis kelamin laki kelamin responden dengan tingkat pengenalan gejala
- laki dengan tingkat pengetahuan faktor risiko yang awal penyakit stroke kelompok pekerja Institusi
baik (49,3%) lebih besar dibandingkan responden Pendidikan.
yang berjenis kelamin perempuan dengan Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh data
pengetahuan faktor risiko yang baik (29,6%). bahwa diantara responden yang pendidikan terakhir
Dengan tabel diatas hasil analisis yang Perguruan Tinggi dengan tingkat pengenalan gejala
dilakukan dengan menggunakan uji Chi Square awal yang tidak baik (60,6%) lebih besar
diperoleh signifikansi 0,020 sehingga nilai p < α dibandingkan responden yang pendidikan terakhirnya
(0,05). Menurut hasil analisis statistik dapat SD - SMP dengan tingkat pengenalan gejala awal
diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang stroke yang tidak baik (1,4%) dan responden yang
signifikan antara jenis kelamin responden dengan pendidikan terakhirnya SMA dengan tingkat
tingkat pengetahuan faktor risiko kelompok pekerja pengenalan gejala awal stroke yang tidak baik
Institusi Pendidikan. (28,2%) Berdasarkan hasil analisis statistik yang
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh data dilakukan menggunakan metode korelasi Spearman
bahwa diantara responden yang pendidikan terakhir maka diperoleh signifikansi p = 0,286 sehingga nilai
Perguruan Tinggi dengan tingkat pengetahuan faktor p > α (0,05) dan nilai r yang didapatkan sebesar
risiko yang baik (52,8%) lebih besar dibandingkan 0,090. Menurut hasil analisis statistik dapat diperoleh
responden yang pendidikan terakhirnya SD - SMP kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang
dengan tingkat pengetahuan faktor risiko yang baik signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
(1,4%) dan responden yang pendidikan terakhirnya pengenalan gejala awal stroke kelompok pekerja
SMA dengan tingkat pengetahuan faktor risiko yang Institusi Pendidikan.
baik (24,6%). Berdasarkan hasil analisis statistik Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh
yang dilakukan menggunakan metode korelasi data bahwa diantara responden yang rentang umur
Spearman maka diperoleh signifikansi p = 0,411 28-39 tahun dengan cara penanganan penyakit stroke
sehingga nilai p > α (0,05) dan nilai r yang yang benar dibawa ke UGD / IGD Rumah Sakit dan
didapatkan sebesar -0,069. Menurut hasil analisis sebelum dari 3 jam (32,4%) lebih dilakukan dengan
statistik dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada menggunakan uji Chi Square diperoleh signifikansi
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan 0,200 sehingga nilai p > α (0,05). Menurut hasil
tingkat pengetahuan faktor risiko kelompok pekerja analisis statistik dapat diperoleh kesimpulan bahwa
Institusi Pendidikan. tidak ada hubungan besar dibandingkan rentang umur
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh data 40-50 tahun dengan cara penanganan penyakit stroke
bahwa diantara responden yang rentang umur 40-50 yang benar dibawa ke UGD / IGD Rumah Sakit dan
tahun dengan tingkat pengenalan gejala awal yang sebelum dari 3 jam (31,0%). Dengan hasil analisis
tidak baik (46,5%) lebih besar dibandingkan rentang yang signifikan antara umur responden dengan cara
umur 28-39 tahun dengan tingkat pengenalan gejala penanganan penyakit stroke kelompok pekerja
awal yang tidak baik (43,7%). Dengan tabel diatas Institusi Pendidikan.
hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh
uji Chi Square diperoleh signifikansi 0,257 sehingga data bahwa diantara responden yang berjenis kelamin
nilai p > α (0,05). Menurut hasil analisis statistik laki - laki dengan cara penanganan penyakit stroke
dapat diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada penyakit stroke yang benar dibawa ke UGD / IGD
hubungan yang signifikan antara umur responden Rumah Sakit dan sebelum dari 3 jam (33,1%) lebih
dengan tingkat pengenalan gejala awal penyakit besar dibandingkan responden yang berjenis kelamin
stroke kelompok pekerja Institusi Pendidikan. perempuan dengan cara penanganan penyakit stroke
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh data penyakit stroke yang benar dibawa ke UGD / IGD
bahwa diantara responden yang berjenis kelamin Rumah Sakit dan sebelum dari 3 jam (30,3%).
Novida dkk., Faktor Yang Berhubungan.... 19
Dengan tabel diatas hasil analisis yang dilakukan pada usia tersebut diharapkan telah mempersiapkan
dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh upaya pencegahan stroke karena stroke yang semula
signifikansi 0,177 sehingga nilai p > α (0,05). dianggap sebagai penyakit yang didominasi orang tua
Menurut hasil analisis statistik dapat diperoleh ternyata stroke dapat menyerang siapa saja.
kesimpulan bahwa atau tidak ada hubungan yang Berdasarkan Depkes tahun 2011 menyatakan bahwa
signifikan antara jenis kelamin responden dengan pada usia produktif sangat berpotensi terserang
cara penanganan penyakit stroke kelompok pekerja penyakit tidak menular khususnya stroke. Umur
Institusi Pendidikan. dalam penelitian ini terbanyak pada rentang umur >
Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh 31 tahun yang merupakan rentang usia dewasa muda
data bahwa diantara responden yang pendidikan dengan persentasenya 53,5 %. Distribusi responden
terakhir Perguruan Tinggi dengan cara penanganan berdasarkan jenis kelamin yang ditampilkan pada
penyakit stroke yang benar dibawa ke UGD / IGD tabel 5.2 menunjukan bahwa jenis kelamin laki – laki
Rumah Sakit dan sebelum dari 3 jam (45,1%) lebih lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada saat
besar dibandingkan responden yang pendidikan penelitian, perempuan kebanyakan sedang sibuk
terakhirnya SD - SMP dengan dengan cara dengan tugas – tugas mereka, sehingga responden
penanganan penyakit stroke yang benar dibawa ke mayoritas adalah laki – laki.
UGD / IGD Rumah Sakit dan sebelum dari 3 jam Berdasarkan tingkat pengetahuan responden
(1,4%) dan responden yang pendidikan terakhirnya mengikut kelompok jenis kelamin, didapati
SMA dengan dengan cara penanganan penyakit perempuan mempunyai pengetahuan yang baik
stroke yang benar dibawa ke UGD / IGD Rumah berbanding laki-laki yang mempunyai pengetahuan
Sakit dan sebelum dari 3 jam (16,9%). Berdasarkan yang sedang terhadap stroke. Hal ini mungkin karena
hasil analisis statistik yang dilakukan menggunakan laki-laki lebih peka terhadap stroke berbanding
metode korelasi Spearman maka diperoleh perempuan akibat dari epidemiologi yang
signifikansi p = 0,457 sehingga nilai p > α (0,05) dan menyatakan lelaki lebih rentan untuk mendapat
nilai r yang didapatkan sebesar -0,063. Menurut stroke disebabkan faktor hormon. Menurut Anwar
hasil analisis statistik dapat diperoleh kesimpulan B.T. (2004), laki-laki mempunyai risiko stroke dua
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara hingga tiga kali lebih besar daripada perempuan.
pendidikan responden dengan cara penanganan Angka kematian pada laki-laki didapatkan lebih
penyakit stroke kelompok pekerja Institusi tinggi daripada perempuan akan tetapi setelah
Pendidikan. menopause hampir tidak didapatkan perbedaan
dengan laki-laki. Sebagian besar responden memiliki
PEMBAHASAN pengetahuan mengenai faktor risiko stroke pada
Responden dalam penelitian ini berjumlah kategori kurang. Faktor risiko adalah ciri sekelompok
142 pekerja yang terdiri dari 81 pekerja laki –laki individu yang menunjuk mereka sebagai high-risk
dan 61 pekerja perempuan. Responden diambil dari 8 terhadap penyakit tertentu.
fakultas yang ada di Institusi Pendidikan di Surabaya Selanjutnya menurut Amir (2010)
berdasarkan metode pengambilan sampel multistage pengetahuan masyarakat tentang stroke dinilai masih
cluster sampling. Ketujuh fakultas tersebutt adalah minim, akibatnya banyak penderita stroke yang tidak
fakultas Kedokteran Gigi, fakultas Ilmu Sosial dan tertangani dengan baik. Tidak sedikit juga pasien
Ilmu Politik, fakultas Psikologi, fakultas Hukum, stroke yang tidak ditangani dengan baik karena
fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan ketidaktahuan masyarakat terutama keluarga pasien
Masyarakat, dan Fakultas Perikanan dan Kelautan. bagaimana memperlakukan dan melayani penderita
Ketujuh fakultas tersebut mewakili 3 wilayah stroke tersebut.
kampus di salah satu institusi pendidikan di Pengetahuan terhadap faktor risiko tentunya
Surabaya.Responden yang menjadi sampel penelitian sangat penting karena dengan pahamnya seseorang
ini yang berumur 15 – 30 tahun sebanyak 66 terhadap faktor risiko suatu penyakit, maka upaya
responden dan yang berumur > 31 tahun sebanyak 76 pencegahan secara tidak langsung akan dilakukan
responden. Dari 142 responden yang memiliki oleh individu tersebut. Faktor risiko akan muncul
pendidikan terakhir SD – SMP sebanyak 4 responden menjadi penyakit dalam jangka waktu yang cukup
dan untuk pendidikan terakhirnya SMA – PT lama, sehingga jika upaya pencegahan dilakukan
sebanyak 138 responden. secara dini kemungkinan bermanifestasi menjadi
Dalam penelitiaan ini umur sampel penyakit semakin kecil. Senada dengan yang tertulis
ditentukan mulai dari 15 tahun hingga 64 tahun. Pada dalam sebuah artikel bahwa saat ini upaya untuk
umur tersebut dapat digunakan untuk melihat pencegahan stroke sekunder adalah dengan kontrol
seberapa besar pengetahuan responden. Responden terhadap faktor – faktor risiko, penggunaan
20 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 13-23
antiplatelet dan revaskularisasi karotis dianggap akan tertangani dengan baik. Pada penderita stroke yang
memberikan hasil yang optimal. Pengetahuan tidak tertangani tersebut dikarenakan salah satunya
responden mengenai faktor risiko stroke dalam ketidaktahuan masyarakat terutama keluarga
penelitian ini dilihat menurut seluruh karakteristik penderita dalam memperlakukan dan melayani
demografi masih berada pada kategori kurang. Maka penderita stroke dengan baik.
dari itu perlu adanya tindak lanjut untuk peningkatan Penelitian Sudarminta (2009) yang
pengetahuan masyarakat terkait hal ini, mengingat mengambil sampel sejumlah 250.000 orang secara
faktor risiko merupakan salah satu hal yang masih acak dapat disimpulkan bahwa umumnya masyarakat
bisa dikontrol oleh masyarakat. Pengetahuan mengetahui dengan baik tanda dan gejala stroke
(knowledge) merupakan terminologi generik yang meskipun pengetahuan tentang apa yang
mencakup seluruh hal yang diketahui manusia. menyebabkan stroke (faktor risiko) masih rendah.
Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan Gambaran responden menurut tingkat pengenalan
manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman, gejala awal stroke, responden lebih banyak dalam
pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap kategori tidak baik. Sebesar 90,1% pada kategori
alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya tidak baik dalam pengenalan gejala awal stroke.
untuk mencapai suatu tujuan. Gambaran responden Sisanya sebesar 9,9% pada kategori baik dalam
menurut tingkat pendidikan, responden lebih banyak pengenalan gejala awal stroke. Pada penelitian ini
pada tingkat pendidikan Perguruan Tinggi dengan menggunakan metode FAST yang merupakan
persentase sebesar 69,0 %. Sisanya sebesar 2,8 % singkatan dari Facial Weakness (kelemahan wajah),
pada tingkat SD hingga SMP dan pada tingkat SMA Arm Weakness (kelemahan lengan), Speech
sebesar 28,2%. Pendidikan adalah suatu usaha yang Disturbances (kesulitan bicara), dan Time is Brain
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan (Berpacu dengan waktu).
di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsng Pada penelitian ini hasil yang diperoleh
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
belajar, semakin tinggi pendidikan seseorang makin Anggraini (2010) yang menyatakan tingkat
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. pengenalan gejala awal stroke termasuk dalam
Dengan itu seseorang akan cenderung unntuk kategori baik. Perbedaan ini karena responden pada
mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun tingkat penyerapan pengetahuan setiap individu dan
dari media massa. Semakin banyak informasi yang dari segi tingkat pendidikan yang berbeda setiap
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang individu. Pada penelitian ini dilihat juga bagaimana
didapat. Hal ini sesuai dengan teori yang kemukakan pengetahuan pekerja tentang cara penanganan
oleh Notoatmodjo (2007) bahwa aspek pengetahuan penyakit stroke. Cara penanganan ini terbagi menjadi
merupakan domain yang sangat penting untuk 2 bagian yaitu mengenai tempat dan waktu
terbentuknya perilaku seseorang di mana semakin penanganan. Kedua bagian tersebut meupakan hal
tinggi tingkat pengetahuan seseorang akan dapat yang terpenting dalam cara penanganan yang benar
mempengaruhi pola pikir dan sikap terhadap sesuatu yang harus dilakukan oleh keluarga terhadap pasien
hal ini akan mempengaruhi perubahan perilaku. yang terkena penyakit stroke. Pada penelitian ini
Berdasarkan data dari data kuesioner responden yang terambil sebesar 63,4% responden
sebagian besar responden telah mengetahui tanda dan menjawab benar dan sebesar 36,6% menjawab salah.
gejala stroke. Paralisis maupun kelemahan di suatu Hal ini menunjukan sebagian besar dari responden
sisi tubuh kejadian stroke adalah hal yang umum telah mengetahui dan memiliki pengetahuan
diketahui oleh masyarakat awam (American Heart mengenai cara penanganan stroke dengan benar.
Association, 2011). Penanganan yang benar adalah dengan
Gambaran responden menurut tingkat membawa seseorang yang terkena serangan stroke ke
pengetahuan faktor risiko stroke, responden lebih instalasi gawat darurat rumah sakit terdekat dalam
banyak pada kategori baik. Sebesar 78,9% pada tempo waktu kurang dari 3 jam (Garnadi, 2005).
kategori baik dalam mengetahui faktor- faktor apa Hasil penelitian mengenai pengetahuan cara
saja yang termasuk risiko terkena penyakit stroke. penanganan penyakit stroke ini sama dengan
Sisanya sebesar 21,1% pada kategori tidak baik penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
dalam mengetahui faktor- faktor apa saja yang Anggraini (2010), yaitu cara penanganan stroke oleh
berisiko terkena penyakit stroke. Pada penelitian masyarakat sudah benar dan tepat. Pada penelitian ini
sebelumnya yang dilakukan oleh Amir (2010) yang menghasilkan bahwa tidak adanya hubungan antara
dilakukan pada masyarakat menyatakan bahwa umur dengan tingkat pengetahuan faktor risiko stroke
pengetahuan masyarakatnya dinilai masih minim pada kelompok pekerja institusi pendidikan di
yang sangat berakibat pada penderita yang akan tidak Surabaya.
Novida dkk., Faktor Yang Berhubungan.... 21
Pada penelitian yang telah dilakukan setiap individu dan dari segi tingkat pendidikan yang
sebelumnya oleh Rismanto (2006) menyatakan berbeda setiap individu. Sehingga hasilnya tidak ada
bahwa umur responden ada hubungan dengan hubungan antara umur dengan tingkat pengenalan
pengetahuan faktoor risiko penyakit stroke. gejala awal penyakit stroke. Pada penelitian ini tidak
Perbedaan hasil yang di dapatkan dari penelitian ini menunjukan bahwa adanya hubungan antara jenis
dan penelitian sebelumnya mungkin dikarenakan dari kelamin dengan tingkat pengenalan gejala awal
faktor umur seseorang yang semakin rendah semakin stroke pada kelompok pekerja institusi pendidikan di
kurang informasi yang didapatkan, begitupun Surabaya. Sebagian besar dari kelompok laki – laki
sebaliknya semakin tinggi umur seseorang semakin dan perempuan, tingkat pengenalan gejala awal
banyak informasi yang didapatkan oleh seseorang stroke tidak baik.
tersebut. Sehingga hasil yang didapatkan dari Hal ini sangat berbeda dengan penellitian
penellitian ini dengan penelitian sebelumnya yang sebelumnya dilakukan oleh Goetz (2007) yang
berbeda.Pada penelitian ini menghasilkan bahwa ada menyatakan bahawa ada hubungan antara jenis
hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kelamin laki – laki dan perempuan dengan
pengetahuan faktor risiko stroke pada kelompok pengenalan gejala awal stroke. Perbedaan ini
pekerja institusi pendidikan di Surabaya. mungkin dikarenakan oleh perbedaan kriteria
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suharni responden dalam kedua penelitian tersebut. Sehingga
(2010) menyatakan bahwa antara jenis kelamin hal tersebut menghasilkan bahwa penelitian ini
dengan tingkat pengetahuan faktor risiko penyakit berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada
stroke berhubungan. Sehingga dengan hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak adanya
penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
sama antara jenis kelamin dengan tingkat pengenalan gejala awal stroke pada kelompok
pengetahuan faktor risiko. Pada penelitian ini pekerja institusi pendidikan di Surabaya. Sebagian
menghasilkan bahwa ada tidak ada hubungan antara besar responden terdapat pada tingkat Perguruan
tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan Tinggi.
faktor risiko stroke pada kelompok pekerja institusi Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
pendidikan di Surabaya. oleh Anggraini (2010) menyatakan bahwa adanya
Pada penelitian yang dilakukan oleh hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
Anggraini (2010) menyatakan bahwa antara tingkat pengenalan gejala awal penyakit stroke. Sehingga hal
pendidikan dengan tingkat pengetahuan faktor risiko tersebut menghasilkan bahwa penelitian ini dengan
penyakit stroke berhubungan. Sehingga dengan hasil penelitian sebelumnya itu sama. Cara penanganan
penelitian ini dengan hasil penelitian sebelumnya stroke yang tepat yaitu dengan membawa penderita
tidak sama antara tingkat pendidikan dengan tingkat ke rumah sakit yang memiliki fasilitas yang memadai
pengetahuan faktor risiko. Pengenalan gejala awal dalam jangka waktu kurang dari 3 jam. Penderita
stroke terdiri dari : kelemahan wajah (wajah tampak stroke harus segera dirujuk ke rumah sakit yang
abnormal dilihat dari senyum penderita), kelemahan mempunyai fasilitas dan adanya unit stroke sesudah
genggaman tangan (apakah penderita dapat dilaksanakan penanganan dasar dan stabilisasi fungsi
mengepalkan tangannya dengan lemah atau justru vital. Secara umum pengetahuan mengenai cara
tidak bisa menggenggam sama sekali) dan kelemahan penanganan stroke oleh responden sudah benar
lengan yang dilihat dari bisa tidaknya lengan seorang dalam semua karakteristik demografi.
penderita diangkat ke atas. Dari ketiga poin tersebut Sebuah artikel mengemukakan bahwa sisi
kemudian diukur tingkat pengenalan gejala awal negatif dari rt-PA terkait dengan sempitnya waktu
stroke oleh responden. Pada penelitian ini tidak jendela pengobatan pemberian obat ini yaitu 3 jam
menunjukan bahwa adanya hubungan antara umur setelah serangan dan efek samping obat yaitu
dengan tingkat pengenalan gejala awal stroke pada perdarahan serta harga obat yang mahal, sehingga
kelompok pekerja institusi pendidikan di Surabaya. penggunaan obat ini sangat terbatas, yaitu 3% dari
Pada penelitian sebelumnya yang telah semua penderita stroke akut Anggraeni (2009). Hasil
dilakukan oleh Anggraeni (2009) bahwa daya ingat penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan
seseorang dipengaruhi oleh faktor umur. Semakin antara umur dengan cara penanganan penyakit
tinggi umur seseorang, maka pengetahuan yang stroke. Hal ini menunjukan bahwa perilaku
diperoleh juga akan semakin bertambah. Karena penanganan penyakit stroke pada kelompok pekerja
dalam penelitian ini yang digunakan untuk sampel institusi pendidikan di Surabaya tidak bergantung
penelitian adalah kelompok pekerja institusi pada umur responden. Dalam penelitian ini rentang
pendidikan, maka perbedaan ini dikarenakan umur yang terpilih sebagian besar memilih cara
responden pada tingkat penyerapan pengetahuan penanganan yang benar. Faktor usia akan
22 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 2 Nomor 1, Januari 2014, hlm. 13-23