Anda di halaman 1dari 10

Dampak Penggunaan Laporan Keuangan UMKM Menggunakan Sak EMKM

Abstract:

This study seeks to ascertain how important bookkeeping and financial reporting are for
entrepreneurs in relation to The quantity of credit that was granted to MSMEs, as well as the
possibility of putting into practice the SAK EMKM (Financial Accounting Standards for
Micro, Small, and Medium Entities) in 2017 and how this will affect the quality of financial
reporting from MSME finance. The study's research sample included the following MSME
entrepreneurs in the Semarang City area who answered the questionnaire used for primary
gathering of data. The study's conclusions demonstrate that business owners still do not value
financial reports, which means that the quality of financial reports produced by MSME
owners has little influence on the quantity of credit that these companies can obtain. Existing
bookkeeping knowledge among entrepreneurs makes it unlikely SAK EMKM is going to
have a big effect on the standard of financial reporting.

Keywords : SAK EMKM, Credit, MSMEs, Accounts Payable.

Abstrak

Analisis ini berupaya demi memastikan Betapa pentingnya pelaporan dan pencatatan
keuangan bagi pengusaha dalam kaitannya dengan jumlah kredit yang diperoleh UMKM dan
potensi penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK
EMKM) 2017 dan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan
dari keuangan UMKM. Sampel penelitian pada penelitian ini terdiri dari para pengusaha
UMKM di wilayah Kota Semarang yang menjawab kuesioner yang digunakan untuk
pengumpulan data primer. Temuan studi ini menunjukkan bahwa pemilik usaha masih kurang
menghargai laporan keuangan, yang berarti bahwa besar kecilnya kredit yang dapat diperoleh
tidak banyak dipengaruhi oleh kualitas laporan keuangan yang disampaikan para pemilik
UMKM. perusahaan-perusahaan tersebut. Pengetahuan pembukuan yang ada di kalangan
pengusaha membuat kecil kemungkinan SAK EMKM akan mempunyai pengaruh besar
terhadap seberapa baik pelaporan keuangan dilakukan.

Keywords : SAK EMKM, Perkreditan, UMKM, Laporan Keuangan.

PENDAHULUAN

UMKM atau Pentingnya Pentingnya usaha mikro, kecil, dan menengah sangatlah
penting dalam perluasan serta pembangunan perekonomian domestik. Di samping itu, fungsi
UMKM untuk menyebarkan hasil pengembangan dan menyerap tenaga kerja Sekitar 97%
angkatan kerja tercakup dalam tingkat penyerapan tenaga kerja di negara ini dan
menyumbang sekitar 57% terhadap PDB. Berdasarkan pricing tahun 2011, porsi UMKM
terhadap PDB nasional setara dengan Rp4.321,8 triliun atau 58,05%, sedangkan pada tahun
2012 sebesar Rp4.869,5 triliun atau 59,08%. (Bank Indonesia, 2015).
Selama beberapa Tahun lama nya, total UMKM mengalami peningkatan yang
menyebabkan munculnya permasalahan pembiayaan tradisional dan pengembangan usaha.
Hanya tiga puluh persen pada 56,4 juta UMK di Indonesia yang telah mampu memperoleh
pendanaan pada tahun 2014, menurut data yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dari kelompok
ini, 23,9% memperoleh kredit dari sumber non-bank seperti koperasi dan simpan pinjam,
sedangkan 76,1% memperoleh kredit dari perbankan. Dengan kata lain, antara 60 dan 70
persen industri UMKM secara keseluruhan tidak memiliki akses terhadap pendanaan bank.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan kebijakan pembiayaan bagi UMKM
juga telah dikucurkan pemerintah. Sasaran penyebaran KUR pemerintah di tahun 2016 adalah
antara Rp 100 hingga 120 triliun, dengan debitur membayar tingkat bunga tahunan sebesar
9%. Dibandingkan periode sebelumnya yang hanya disalurkan maksimal Rp 40 triliun,
penyaluran ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Peraturan Menteri
Koordinator Nomor 8 Tahun 2015 dengan mengacu pada Penyelenggaraan Kredit Usaha
Rakyat mencantumkan peningkatan daya saing usaha kecil dan menengah dan berpromosi
penyerapan tenaga kerja serta pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu tujuan KUR.

Ketika pelaku usaha UMKM mencari pinjaman ke lembaga pembiayaan,


persyaratannya akan lebih mudah dipenuhi dengan informasi akuntansi yang transparan dan
akuntabel. Namun, mengingat laporan keuangan tidak diperlukan untuk pengoperasian proses
bisnis yang efisien, teknik ini sangat menantang untuk diterapkan dalam kenyataan. Kendala
lain yang harus diatasi oleh UMKM antara lain kurangnya disiplin dalam pembukuan dan
akuntansi, latar belakang pendidikan yang kurang memahami akuntansi, dan kurangnya dana
untuk mempekerjakan akuntan. Rizki (2012).

Dewan Standar Akuntansi Keuangan menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan


Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM) pada tahun 2016 (DSAK). Agustus 2016
adalah saat SAK ini mulai berlaku. Sak ETAP adalah singkatan dari Standar Akuntansi
Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, SAK sebelumnya, diterapkan sebagai
atas penerbitan SAK ini. Sebelum tahun 2016, SAK ETAP tersedia untuk diterapkan pada
entitas UMKM; Namun, sebab bertambah efisien dan efektif untuk organisasi kecil,
penggunaan SAK ETAP kehilangan arti pentingnya. Oleh karena itu, dirilislah Standar yang
disebut SAK EMKM berfokus pada pengendalian pelaporan keuangan usaha UMKM.
Berbeda pada SAK ETAP, SAK EMKM diharapkan dapat melancarkan pembuatan
pembukuan atau akuntansi pelaporan keuangan bagi pelaku usaha UMKM.

Hal ini membuat penelitian menjadi menarik dengan mereplikasi temuan sebelumnya
yang dilakukan oleh Rizki (2012). Melihat potensi SAK ETAP dan kualitas pemberitaan
UMKM. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian tambahan dan penelitian
ulang sebelumnya sekaligus menentukan sejauh mana penerapan SAK—SAK EMKM—yang
terbaru.

TINJAUAN TEORETIS

Usaha kecil dan menengah didefinisikan. Definisi UKM dan industri kecil berikut ini
dikemukakan oleh sejumlah penulis buku tentang usaha kecil dan menengah:
a. Menurut M. Tohar, usaha kecil adalah usaha perekonomian rakyat dalam skala
kecil yang memenuhi syarat kepemilikan sah, syarat kekayaan bersih, dan hasil
penjualan tahunan. (Tohar, 2001,1)
b. Menurut Ahmed Riahi Balkaoui, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB)
mendefinisikan usaha kecil seperti terlihat di bawah. Sebuah bisnis rendah
dengan aktivitas yang lebih sederhana yang kebanyakan menghasilkan penjualan
kurang dari $5 juta secara keseluruhan.
c. Kementerian Usaha kecil (Inggris) didefinisikan oleh negara-negara koperasi dan
usaha kecil dan menengah, yang juga mencakup usaha mikro (UMI), sebagai
badan bisnis yang penjualan tahunannya tidak termasuk tanah dan bangunan,
tidak lebih dari Rp1.000.000.000,00 dan kekayaan bersih tidak lebih dari
Rp200.000.000,00, di mana bisnis tersebut berada. Sebaliknya, penduduk
Indonesia yang memiliki usaha menengah (UM) atas kekuasaan bersih antara
Rp200.000.000 sampai Rp200.000.000 dianggap sebagai warga negara
IndonesiaRp 10.000.000.000 belum termasuk tanah dan bangunan.
d. UKM didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan jumlah
pegawai, menurut badan tersebut. Perusahaan yang tergolong kecil mempunyai
lima sampai sembilan belas karyawan, sedangkan perusahaan yang tergolong
menengah mempunyai dua puluh sampai sembilan belas karyawan. 99 individu.

Standar Akuntansi Keuangan Usaha Kecil dan Menengah (SAK EMKM). Dalam
rangka melengkapi persyaratan pelaporan keuangan dari usaha kecil dan menengah yang
tidak mampu mau mematuhi standar akuntansi sebagaimana tercantum dalam SAK ETAP
Ikatan Akuntan Indonesia (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) (IAI) 2016 mengembangkan
SAK EMKM.

Asumsi dasar akrual dan kelangsungan bisnis yang digunakan oleh organisasi selain
usaha dan konsep mikro, kecil, dan menengah badan usaha digunakan dalam SAK EMKM
untuk menyusun laporan keuangan suatu entitas. Laporan keuangan terdiri dari laporan laba
rugi, laporan posisi keuangan, dan catatan atas laporan keuangan suatu entitas.

Tujuan dan ciri-ciri laporan keuangan dari SAK EMKM

Tujuan penyampaian informasi finansial sesuai SAK EMKM sama dengan tujuan
keseluruhan laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan menurut SAK EMKM adalah
memberikan informasi mengenai kinerja serta posisi keuangan suatu entitas sehingga
membantu banyak pengguna dalam mengambil keputusan keuangan. Siapapun yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan informasi tersebut dengan meminta laporan keuangan khusus. Di
antara para pengguna ini adalah mereka yang memasok sumber daya ke organisasi seperti
kreditor dan investor. Laporan keuangan menunjukkan akuntabilitas penatausahaan harta
kekayaan yang diberikan kepadanya dalam mencapai tujuannya. (IAI, 2013).

Struktur

Banyak pelaku modernisasi UMKM di masa kini hanya sekadar mencatat jumlah
uang masuk dan keluar komoditas untuk mereka peroleh serta berikan kepada pelanggan,
pada permintaan serta tanggung jawab mereka. Sebagai pelaku usaha, Saat ini, banyak pelaku
modernisasi UMKM yang sekedar mencatat berapa banyak uang yang masuk dan keluar
berupaya untuk mempekerjakan spesialis akuntansi sebagai respons terhadap tuntutan
penyusunan laporan keuangan dari pihak eksternal, seperti bank. Di sisi lain, mereka
berpendapat bahwa mempekerjakan staf akuntansi akan meningkatkan biaya operasional dan
dapat menimbulkan masalah pada perhitungan laba rugi UMKM.

Dengan menggunakan ilustrasi sebesar 283 pemilik usaha berukuran kecil dan
sedang, Muniarti (2002) dalam Rizki (2012) menyelidiki variabel-variabel Hal ini
mempengaruhi bagaimana data akuntansi disiapkan dan digunakan di usaha kecil di Jawa
Tengah. Bersiap dan menggunakan data perusahaan dan keuangan ternyata sangat
dipengaruhi oleh karakteristik usaha kecil dan menengah (ukuran perusahaan, industri, dan
usia perusahaan), serta karakteristik pemilik/manajer (waktu). penanggung jawab, pendidikan
formal, dan manajer/pemilik mengikuti pelatihan akuntansi).

Menurut Rizki (2012), Gelar pendidikan terkini, sejarah pendidikan, perawakan


bisnis, dan selama berdirinya bisnis merupakan beberapa unsur-unsur yang diyakini
mempengaruhi betapa pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan di mata pengusaha
pertumbuhan dan perkembangan suatu bisnis.

Menurut Rizki (2012), sejumlah faktor antara lain tingkat pendidikan tertinggi, latar
belakang pendidikan, ukuran usaha, dan lama berdirinya usaha diduga mempengaruhi
persepsi pengusaha mengenai pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan bagi
pertumbuhan usaha dan perkembangan. Mendapatkan lebih banyak pendidikan akan
meningkatkan kapasitas seseorang untuk menerima informasi baru. (Gray 2006; Van Hermert
et al 2011).

Seperti yang ditemukan Muniarti (2002), dibandingkan dengan pengusaha dengan


tingkat individu yang berpendidikan rendah dan yang berpendidikan formal lebih tinggi
cenderung kurang mempunyai persiapan dan penerapan informasi akuntansi yang diperlukan.

Pinasti (2011) menemukan bahwa sulit untuk mengisolasi pengaruh ukuran


perusahaan dari lingkungan pengusaha UMKM. Hal ini diyakini bahwa ketika sebuah bisnis
tumbuh besar, lebih banyak orang akan terinspirasi untuk mempertimbangkan dan
mendapatkan solusi untuk menangani kompleksitasnya yang semakin meningkat.
Pertumbuhan bisnis juga dapat berdampak pada perspektif pengusaha terhadap kompleksitas.
Sebuah bisnis yang besar menunjukkan bahwa mereka dapat mempekerjakan pekerja dengan
tingkat keterampilan yang lebih tinggi dan memiliki akses terhadap lebih banyak sumber
daya. Terkait SAK EMKM, pengusaha UMKM dipengaruhi oleh lama berdirinya
perusahaannya. Manfaat memiliki struktur dan prosedur teratur yang mendisiplinkan setiap
operasi perusahaan meningkat seiring dengan bertambahnya umur perusahaan. Prosedur
pembukuan adalah bagian dari proses ini.

Hipotesis.

Berdasarkan pembenaran yang diberikan, dikemukakan teori sebagai berikut:


H1a: Pendapat pengusaha tentang betapa pentingnya dampak terhadap pembukuan
dan pelaporan keuangan secara positif pada tingkat pendidikan akhir mereka.

H1b: Sikap pengusaha tentang betapa pentingnya dampak terhadap pembukuan dan
pelaporan keuangan bagi usahanya secara positif oleh latar belakang pendidikannya.

H1c: Pendapat pengusaha mengenai nilai pembukuan dan pelaporan keuangan bagi
perusahaannya dipengaruhi secara positif oleh ukuran perusahaannya.

H1d: Pendapat pengusaha terhadap pentingnya pembukuan dan pelaporan keuangan


dipengaruhi secara positif oleh lamanya keberadaan perusahaan.

Berdasarkan survei Bank Indonesia pada tahun 2015, terdapat sejumlah hambatan
internal yang menghalangi 60% hingga 70% pembiayaan UMKM untuk terserap dan
mengakses layanan perbankan. Tantangan administratif, seperti sistem pembukuan manual
yang kuno, menjadi salah satu penyebabnya. Uang belum dapat dipisahkan untuk digunakan
dalam kegiatan rumah tangga dan komersial melalui pengelolaan keuangan.

Peminjaman laporan keuangan merupakan salah satu teknik pemberian kredit yang
paling banyak digunakan, menurut Baas dan Shrooten (2006) dalam Rizki (2012). Metode ini
mengandalkan keputusan kredit pada data keuangan yang diberikan oleh debitur. Namun,
karena UMKM tidak mampu menyediakan data keuangan, hal ini menimbulkan tantangan
tersendiri. Menurut Rizki (2012), laporan keuangan masih sering berkualitas buruk. Karena
buruknya kualitas laporan keuangan UMKM, kuantitas pinjaman dan jangka waktu yang
diberikan tidak terpengaruh secara positif oleh kualitas laporan.

Teori mengenai besaran Pinjaman bank yang diberikan kepada UMKM adalah
sebagai berikut:

H2a: Kuantitas kredit perbankan yang diperoleh UMKM dipengaruhi secara positif
oleh karakteristik informasi keuangan.

H2b: Kuantitas UMKM memperoleh pembiayaan perbankan berkorelasi positif


dengan besar kecilnya usaha mereka.

H2c: Besarnya kredit perbankan yang diperoleh UMKM berhubungan positif lama
berdirinya suatu perusahaan.

H2d: Kuantitas agunan mempunyai dampak positif terhadap jumlah kredit bank
diberikan kepada UMKM

H2e: persyaratan pembiayaan berdampak buruk pada akses UMKM terhadap


pembiayaan bank.

METODE PENELITIAN

Sampel dan Populasi


Populasi sasaran penelitian adalah sekitar 40 pengusaha UMKM asal Semarang dan
sekitarnya. Dengan melakukan observasi pada skala bisnis yang dapat dikelola, maka sampel
dipilih.

Jenis dan Sumber Data.

Jenis penelitian primer ini melibatkan melakukan wawancara langsung atau menggunakan
kuesioner untuk mengumpulkan data. Sumber data diakses melalui kunjungan atau
menghubungi responden untuk melakukan survei. Akan ada beberapa pertanyaan tentang
faktor-faktor Hal ini akan dievaluasi dalam kuesioner.

Teknik mengumpulkan Data

Tujuan Tujuan pengumpulan data adalah untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan
untuk penelitian. Kuesioner dan wawancara ialah metode yang digunakan. Informasi
mengenai pertumbuhan UMKM sebagai perantara antara UMKM dan pihak peneliti
dikumpulkan melalui wawancara.

Definisi variabel operasional dan penelitian disediakan

Definisi tentang Bagaimana variabel yang digunakan dalam penelitian ini digunakan diukur
disajikan di bawah ini.

Persepsi Pengusaha UMKM (PERSP).

Terdapat perbedaan persepsi terhadap pengusaha UMKM menjaring pendapat mereka


mengenai pentingnya pelaporan keuangan dan pembukuan bagi pertumbuhan perusahaannya.
Skala 1-4 digunakan untuk pengukuran, mulai dari sangat tidak relevan atau tidak terjawab
hingga sangat signifikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Hipotesis Model 1.

Bagan 1 menunjukkan bahwa menemukan nilai probabilitas signifikan sebesar 0,320,


melebihi tingkat nyata ditemukan nilai probabilitas signifikan sebesar 0,320 tidak mampu
memprediksi apakah pandangan pengusaha (PERSP) terhadap pentingnya laporan keuangan
dipengaruhi oleh latar belakang Usia, ukuran perusahaan (SCALE), pendidikan
(PDDK_LTR), dan (AGE), atau tingkat pendidikan. (PDDK_JJG).

Berdasarkan pengujian parsial model 1 pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat korelasi positif antara variabel tingkat pendidikan (PDDK_JJG) dengan pandangan
tentang proses pembuatan laporan keuangan. (H1a tidak diterima). Hal ini mungkin
disebabkan oleh sebagian besar responden bukanlah ilmuwan akuntansi dan terdaftar di
sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan. Oleh karena itu, persepsi penyusunan laporan
keuangan tidak dipengaruhi oleh keunggulan sekolah. Hasil pengujian tersebut sejalan
menggunakan penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2012) yang menunjukkan hal itu
persepsi terhadap penyusunan laporan moneter tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
seseorang. Berdasarkan pengujian parsial model 1 pada Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat korelasi positif antara variabel tingkat pendidikan (PDDK_JJG) dengan
pandangan tentang proses pembuatan laporan keuangan. (H1a tidak diterima). Hal ini
mungkin disebabkan oleh sebagian besar responden bukanlah ilmuwan akuntansi dan
terdaftar di sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan.

Menurut pengaturan ini, cara pandang pembuatan laporan keuangan tidak dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan. Hasil pengujian tersebut sejalan menggunakan penelitian yang
dilakukan oleh Rizki (2012) yang menunjukkan hal itu persepsi terhadap penyusunan laporan
moneter tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.

Persepsi pengusaha dipengaruhi secara negatif oleh ukuran usaha (SKALA) (H1b
ditolak). Ini mungkin saja terjadi besar dihasilkan dari sebagian besar responden yang
berpendapat bahwa pembukuan dan pelaporan keuangan tidak terlalu penting karena masih
beroperasi pada skala usaha mikro dan kecil. Hal ini berdasarkan temuan survei yang
menunjukkan bahwa 25 responden tidak pernah menyimpan buku. Namun hal ini
bertentangan dengan eksperimen yang dilakukan Rizki (2012) yang menemukan bahwa
kebutuhan informasi keuangan meningkat seiring dengan pertumbuhan UMKM. Variabel
durasi usaha (AGE) ditolak karena tidak memiliki dampak menguntungkan pendapat
mengenai pembuatan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda bisnis
tersebut, semakin tinggi opini penyusunan laporan keuangan; sebaliknya, semakin tua umur
perusahaan maka semakin buruk pula opini penyusunan laporan keuangannya. Hal ini sejalan
dengan temuan penelitian Rizki (2012), yang mengungkapkan dampak buruk yang patut
dicatat.

Sikap pengusaha UMKM terhadap penyusunan laporan keuangan tidak dipengaruhi


oleh variabel latar belakang pendidikan. (H1d tidak diterima). Mungkin karena sebagian
besar responden tidak mengenyam pendidikan di bidang akuntansi atau ekonomi, sehingga
membuat mereka beranggapan bahwa membuat laporan keuangan bukanlah suatu hal yang
sulit dan tidak perlu dilakukan secara rutin. Temuan ini mendukung Menurut penelitian Rizki
(2012), pembuatan laporan keuangan tidak dipandang sebagai suatu hal dipengaruhi oleh
latar belakang pendidikan.

Uji Hipotesis Model 2.

Berdasarkan tabel Uji F yang tersaji di atas dapat disimpulkan bahwa nilai
probabilitas signifikan sebesar 0,000 kurang dari ambang batas nyata 0,05. Mengingat hal ini,
maka dapat dikatakan bahwa keseluruhan model dapat digunakan untuk meramalkan apakah
syarat (JWK), aset yang dijaminkan (JAMINAN), ukuran perusahaan (SCALA), umur
(AGE), dan kualitas laporan keuangan. (KUALTS_LK) akan berdampak pada kredit yang
diberikan (KREDIT).

Hasil pengujian model 2 yang ditampilkan pada tabel di atas menunjukkan bahwa
variabel kualitas laporan keuangan tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit yang diterima.
(H2a ditolak). Hal ini mungkin disebabkan oleh bank yang tidak menggunakan laporan
keuangan berkualitas sebagai strategi dalam memberikan pinjaman kepada UMKM. Besaran
Kita dapat melihat lebih dekat kebutuhan modal kerja dan omzet yang ingin dimanfaatkan
oleh UMKM. Hasil pengujian tersebut sejalan dengan penelitian Rizki (2012) yang
menunjukkan bahwa persetujuan kredit tidak dipengaruhi oleh kualitas laporan keuangan.

Besar kecilnya pinjaman yang diperoleh dipengaruhi secara positif oleh variabel skala
usaha H2b disetujui. Hal ini sejalan dengan penelitian Rizki (2012) yang menunjukkan
bahwa bank mengutamakan skala usaha dalam menentukan besaran pinjaman yang akan
disalurkan. yang akan diberikan. Jumlah kredit yang disalurkan (H2c ditolak) tidak
dipengaruhi secara signifikan oleh umur pendirian usaha (AGE). Hal ini disebabkan bank
tidak menjadikan usia suatu entitas sebagai faktor penentu dalam pemberian kredit. Jumlah
kredit yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh berapa lama perusahaan tersebut telah
beroperasi atau kapan perusahaan tersebut didirikan. Kesimpulan ini bertentangan
berdasarkan penelitian Rizki (2012), yang menunjukkan bahwa perusahaan yang sudah lama
berdiri dapat memperoleh pembiayaan bank yang besar karena risiko bisnisnya lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan yang baru didirikan.

Besarnya kredit yang diperoleh (H2d diperoleh) dipengaruhi secara positif dan
signifikan oleh kuantitas agunan yang ditawarkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rizki (2012) yang menunjukkan kuantitas aset yang dijaminkan oleh UMKM
mempengaruhi jumlah kredit yang diperoleh.

Uji Hipotesis Model 3

Bagan 5 menunjukkan bahwa nilai signifikan probabilitas yang diperoleh sebesar


0,837 lebih besar dari tingkat signifikansi sebenarnya (0,05). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa model tersebut tidak mampu memprediksi secara bersama-sama apakah
pengetahuan pengusaha UMKM terhadap SAK EMKM dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan (PDDK_LTR), ukuran usaha (SKALA), informasi (INFO), atau tingkat
pendidikan (PDDK_JJG).

Pemahaman SAK EMKM oleh pelaku UMKM tidak dipengaruhi secara signifikan
oleh variabel informasi dan sosialisasi (INFO) (H3a Ditolak). Hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan dan sosialisasi SAK EMKM. Terbukti 52% responden yang disurvei
belum mengetahui tentang SAK EMKM. Selain itu mayoritas responden bukan berasal dari
sektor akuntansi atau ekonomi, sehingga latar belakang pendidikan mereka menunjukkan
bahwa pengetahuan mengenai SAK EMKM tidak terlalu penting bagi mereka. Namun
sebagian besar responden menyatakan bahwa pembukuan masih sangat penting, sehingga
menunjukkan bahwa responden masih menganggap penting sosialisasi SAK EMKM
berdasarkan jawaban kuesioner. Temuan ini bertentangan dengan penelitian Rizki (2012)
yang menunjukkan manfaat pengetahuan terhadap pemahaman SAK ETAP.

Pemahaman SAK EMKM oleh pengusaha UMKM tetap tidak dipengaruhi oleh
variabel latar belakang pendidikan (PDDK_LTR) (H3b tidak diterima). Memahami
pembukuan membutuhkan waktu, hal ini ditunjukkan oleh mayoritas responden yang berlatar
belakang ekonomi dan akuntansi. Ujian ini sesuai dengan penelitian Rizki (2012) yang
menunjukkan bagaimana ilmu SAK ETAP hasil yang sama.
Tingkat pendidikan (PDDK_JJG) menjadi variabel berikutnya dan tidak ada
hubungannya dengan pemahaman SAK EMKM (H3c ditolak). Hal ini disebabkan karena
individu tersebut kurang memiliki pengalaman di bidang akuntansi dan ekonomi dan hanya
menyelesaikan sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan. Mengenali variabel EMKM
AGE dan SKALA tidak mempunyai pengaruh nyata terhadap SAK (H3d dan H3e
dihilangkan). Hal ini menunjukkan bahwa dampak UMKM terhadap kesadaran masyarakat
terhadap SAK EMKM akan semakin menurun seiring dengan lamanya dan besarnya SAK
EMKM. UMKM telah mengalami kemajuan pesat dari waktu ke waktu. mungkin belum
merasa perlu untuk memahami SAK EMKM secara menyeluruh. Namun, UMKM yang
masih tergolong baru dan baru membuka usaha biasanya mencari cara untuk mendongkrak
penjualan dan mempertahankan operasional dibandingkan belajar tentang pembukuan dan
SAK EMKM. Pengujian ini memberikan hasil yang sama seperti yang dilakukan Rizki
(2012) yang menggunakan pemahaman SAK ETAP untuk menarik kesimpulan serupa untuk
faktor usia, pencapaian pendidikan, dan skala.

Niat untuk menggunakan SAK EMKM pada Upaya peningkatan kualitas pelaporan
keuangan pada tahun 2017 masih belum berjalan memuaskan, sesuai data di atas. Mengingat
saat ini masih sangat sedikit pengetahuan dan persepsi di kalangan pengusaha mengenai
pentingnya pelaporan keuangan. Pelaku usaha biasanya fokus mengembangkan
perusahaannya dibandingkan mengatur akuntansinya sesuai dengan SAK EMKM. Hal ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rizki pada tahun 2012 yang menunjukkan
bahwa UMKM belum bisa menggunakan SAK ETAP. yang saat itu menggunakan SAK
ETAP.

KESIMPULAN

Standar akuntansi bernama SAK EMKM diciptakan untuk membantu Pelaku UMKM
menangani pembukuan Pelaku UMKM menyelesaikan tugas pembukuan dengan cermat dan
teliti. memberikan latar belakang pendidikan secara akurat dan lengkap. latar belakang
pendidikan dan pencapaian. Pendapat pemilik usaha mengenai pembukuan sebagian besar
tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran dan durasi operasi, dan biasanya terkena
dampak negatif. Hal ini disebabkan karena para pelaku UMKM biasanya mengutamakan
pertumbuhan perusahaannya dibandingkan dengan pembukuan yang akurat dan menyeluruh.

Hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh negatif, namun kuantitas penyaluran


Kredit yang diberikan oleh perbankan cenderung tidak dipengaruhi oleh kualitas laporan
keuangan. Kuantitas agunan dan ukuran perusahaan biasanya berdampak pada jumlah kredit
yang ditawarkan bank.

Minimnya pengetahuan mengenai SAK EMKM menunjukkan masih sedikitnya


pemikiran pengusaha terhadap SAK EMKM. Gelar dan latar belakang Pendidikan juga tidak
banyak berpengaruh terhadap pemahaman seorang wirausaha terhadap SAK EMKM. Hal ini
dikarenakan mayoritas responden adalah lulusan, hal ini menjelaskan latar belakang dan
tingkat pendidikan mereka sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan non-akuntansi
ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman responden terhadap aturan akuntansi
masih kurang. Pengetahuan pengusaha tentang SAK EMKM juga tidak dipengaruhi oleh
besar kecilnya perusahaan dan lama berdirinya perusahaan tersebut. Sebab, menurut SAK
EMKM, UMKM yang baru dibuka mengutamakan pertumbuhan omzet dan pertumbuhan
kelangsungan perusahaan dibandingkan pemahaman sistem pembukuan, sedangkan UMKM
yang sudah lama beroperasi cenderung kurang memperhatikan pembukuan. Keadaan ini
menunjukkan bahwa ambisi Penerapan SAK EMKM terhadap pembukuan sederhana bagi
UMKM terbukti di bawah standar.

Selain itu, hasil penelitian ini sejalan memanfaatkan penelitian yang dilakukan oleh
Rizki (2012) dan model SAK ETAP. Melalui beberapa pengujian diketahui bahwa pelaku
UMKM masih belum mengetahui cara menggunakan SAK, baik SAK ETAP maupun SAK
EMKM, untuk menyusun laporan keuangan. Hal ini disebabkan tidak semua unsur diuji
signifikansi positifnya untuk menentukan validitas SAK ETAP dan SAK EMKM.
dilaksanakan oleh UMKM layak dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai