Anda di halaman 1dari 7

ANNUAL INTERNATIONAL CONFERENCE

On Religious Moderation
e-ISSN: xxxx-xxxx
by Universitas Islam Zainul Hasan Genggong

ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA YANG TERDAPAT DALAM


TRADISI TEDHAK SITEN DI DESA BULANG GENDING PROBOLINGGO
Mufidatul Ula1, Meylinda Hartini2, Husnul Hasanah3, Eka Rahayu4*
Universitas Islam Zainul Hasan, Kraksaan, Indonesia
Email : mufidatulula63@gmail.com1, meylindahartini@gmail.com2, husnulkarimah3112@gmail.com3, eka.rahayu0792@gmail.com4*
Abstract:
This research aims to analyze the meaning of the Tedhak Siten tradition in Bulang
Gending Village, Probolinggo. The research method used is descriptive qualitative
using a phenomenological approach. The subjects in this research were the Bulang
Gending Probolinggo community. The stages carried out in this research include
observation, documentation and interviews. The results of this research are that the
Tedhak siten tradition is a cultural heritage from ancestors, where babies who are 8
months old step on the ground for the first time. The Tedhak siten tradition has
become a symptom and social reality that has been passed down from generation
to generation. The Tedhak siten tradition is a series of activities that symbolize the
guidance of parents to their children in pursuing life. However, not all people in
Bulang Gending Village, Probolinggo, carry out Tedhak siten in the way taught by
their ancestors. Due to the decline in people's sense of trust in ancestral traditions
and the introduction of modern traditions which are considered more practical by
society.
Keywords: Tedhak Siten, Ancestors, Baby, 8 Months, culture value

Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makna tradisi Tedhak Siten di Desa
Bulang Gending Probolinggo. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif melalui pendekatan fenomenologis. Subyek dalam penelitian ini adalah
masyarakat Bulang Gending Probolinggo. Tahapan yang dilakukan dalam
penelitian ini antara lain adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Hasil
dari penelitian ini yaitu tradisi Tedhak siten adalah warisan budaya nenek moyang,
dimana bayi yang sudah berumur 8 bulan menginjak tanah untuk yang pertama
kali. Tradisi Tedhak siten menjadi gejala dan realitas sosial yang dilakukan secara
turun temurun. Tradisi Tedhak siten merupakan serangkaian kegiatan yang
menyimbolkan bimbingan orang tua kepada anaknya dalam meniti kehidupan.
Akan tetapi tidak semua masyarakat di Desa Bulang Gending Probolinggo
melakukan Tedhak siten dengan cara yang di ajarkan nenek moyang. Karena
turunnya rasa kepercayaan masyarakat pada tradisi nenek moyang dan masuknya
tradisi-tradisi modern yang dianggap lebih praktis oleh masyarakat.
Keywoard: Tedhak Siten, Nenek Moyang, Bayi, 8 Bulan, Nilai Budaya

*Corresponding author.
E-mail addresses: author1@email.com (First Author)
AICROM UNZAH 2024
e-ISSN: xxxx-xxxx 2

PENDAHULUAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang saling membutuhkan antara satu dengan
yang lainnya sehingga terbentuk menjadi suatu masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok
manusia yang hidup bersama yang saling membutuhkan satu sama lain dan bisa menghasilkan
kebudayaan. Terdapat hubungan timbal balik antara masyarakat dengan kebudayaan. Dengan
hadirnya masyarakat maka kebudayaan dapat dihasilkan, dan kebudayaan itu menentukan
corak kehidupan di masyarakat. Jadi keterkaitan antara masyarakat dengan kebudayaan adalah
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Budaya yang dihasilkan oleh masyarakat
yang sudah turun temurun sejak dulu akan melekat di hati masyarakat dan akan terkonsep di
kehidupan mereka. Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa. Indonesia terdiri
dari banyaknya kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Sebagiannya adalah Jawa,
merupakan salah satu pulau besar yang ada di Indonesia, terkenal dengan jumlah masyarakat
yang banyak. Jawa juga memiliki tradisi di masing-masing daerahnya, semua masyarakatnya
hidup dalam tradisi yang kental.
Tradisi merupakan adat kebiasaan masyarakat yang diturunkan secara turun-temurun
(dari nenek moyang) yang masih dijalankan hingga kini yang dinilai atau dianggap bahwa
cara-cara yang sudah ada adalah cara yang paling baik dan benar(Jawa adalah suatu pulau di
Indonesia yang masih memiliki kepercayaan terhadap sesuatu hal mistis yang dianut oleh para
leluhur. Banyak sekali tradisi Jawa yang masih cukup kental hingga saat ini seperti hitung
weton, selametan, tedak siten dan masih banyak lagi yang lainnya. Kelahiran manusia dan
proses berkembangnya manusia menampakan peristiwa penting yang harus didoakan atas
keselamatanya. Salah satu peristiwa penting dalam perjalanan manusia adalah ketika
peralihan dari masa bayi menuju ke balita yang ditandai adanya kemampuan berjalan bagi
seorang balita. Peristiwa tersebut oleh masyarakat Jawa diadakan ritual “tedak siten” Salah
satu tradisi ritual dalam adat Jawa yaitu tedak siten yang termasuk dalam peristiwa kelahiran.
Tedak siten adalah tradisi yang dilakukan saat anak memasuki usia tujuh atau delapan bulan
(245 hari/7 x 35 hari) kalender Masehi. Orang tua melakukan tradisi tersebut bertujuan untuk
berdoa kepada Allah agar anak menjadi anak yang jujur, ahli ibadah, senang kepada ilmu,
dermawan, selalu sehat, selamat dan sejahtera dalam menapaki jalan kehidupannya. Dalam
menyelenggarakan ritual ini ada beberapa rangkaian yang harus disediakan, yaitu adanya
sesajen-sesajen yang mempunyai makna dan simbolik-simbolik tertentu.
Dalam kepercayaan Jawa, bahwa manusia hidup dipengaruhi oleh empat unsur, yaitu
bumi, api, angin, air (lihat masa kehamilan), maka untuk menghormati bumi inilah upacara
tedak siten diadakan. Setiap tradisi muncul atau dibuat memiliki arti atau ajaran atau nilai
yang diusung oleh suatu masyarakat. Pandangan yang terdapat dalam sebuah tradisi
menampakkan harapan dan pola pemikiran bagi masyarakat. Hal yang penting bagi
masyarakat adalah masalah keberadaan “manusia”. Adapun prosesi upacara tradisi tedak siten
yaitu yang pertama mendoakan, kemudian orang tua menuntun anaknya berjalan diatas jadah
7 warna, dilanjutkan menaiki anak tangga yang terbuat dari tebu merah hati, dan turun
menginjak-injak pasir, kemudian memasuki kurungan ayam berisi benda-benda yang
bermanfaat, dan mandi di air bunga setaman, setelah itu menyebar udhik-udhik, dan yang
terakhir memotong tumpeng. Masyarakat Jawa di Dusun Purwodadi masih banyak yang
menggunakan tradisi tedak siten, Kepala Desa Ciptodadi menegaskan bahwa sampai
kapanpun tradisi tedak siten akan tetap digunakan oleh masyarakat Jawa Dusun Purwodadi
sebagai upaya melestarikan tradisi peninggalan nenek moyang. Namun seiring perkembangan
zaman tidak sedikit juga masyarakat Jawa dan lainnya belum mengetahui seperti apa bentuk,
makna, dan fungsi simbolik dari tradisi tedak siten tersebut.
AICROM UNZAH
20xx, pp. xx-yy 3

METODE
penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif melalui pendekatan
fenomenologis. Penelitian ini di lakukan di Bulang Gending probolinggo jawa timur. Subjek
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah ()selaku Kepala Desa Ciptodadi, serta bertujuan
untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, subyek penelitian dan mengetahui sekilas
tentang penggunaan tradisi tedak siten. Teknik pengumpulan data ini berdasarkan hasil
wawancara terhadap masyarakat. Instrumen yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan
dokumentasi. Kemudian Prosedur penelitian meliputi; persiapan, pelaksanaan, penyusunan
laporan. Tahap persiapan penelitian dengan menyiapkan beberapa pertanyaan kepada
masyarakat tersebut mengenai nilai nilai budaya yang terdapat dalam tradisi tedhak siten,
kemudian tahap pelaksanaan penelitian di lakukan di bulang gending, kemudian tahap
penyusunan laporan di lakukan dengan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

1. Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi tedhak siten


Tradisi merupakan adat kebiasaan masyarakat yang diturunkan secara turun-temurun
(dari nenek moyang) yang masih dijalankan hingga kini yang dinilai atau dianggap bahwa
cara-cara yang sudah ada adalah cara yang paling baik dan benar(Roby Darwis, 2017).
Berdasarkan hasil wawancara siswa terkait pemecahan factor yang menyebabkan mereka sulit
dalam pemecahan masalah dapat di lihat dari hasil wawancara berikut:
Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat . Tradisi tedhak siten memiliki nilai-nilai
sosial dalam masyarakat yang meliputi nilai moral, nilai biologis, nilai kebendaan, nilai
kepatuhan hukum , nilai pengetahuan, nilai agama, dan nilai estetika. Seperti terori yang telah
di kemukakan oleh ahmad risdi dalam bukunya yaitu macam-macam nilai sosial. Nilai sosial
adalah suatu penghargaan kepada suatu kelompok atau masyarakat, yakni kepada hal yang
mengandung unsur baik, luhur, pantas, dan selain itu mempunyai kegunaan atau fungsi dalam
kebaikan bersama. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam tradisi tedhak siten sesuai dengan
hasil wawancara dan sesuai dengan teori, yakni nilai moral merupakan salah satu nilai teori
yang terkandung dalam macam nilai sosial. Nilai yang berkaitan adanya hubungan dengan
masyarakat dan kehidupannya. Nilai yang terkandung didalamnya antara lain adalah:

a) Memiliki sikap dermawan, suka membantu sasama manusia dan memiliki rasa kepedual
ian dengan sesama. Hal itu bisa dilihat dari adanya prosesi menyebar uang yang dicamp
ur dengan beras kuning. Dalam prosesi tersebut memiliki filosofiyakni agar kelak si ana
k memiliki sikap dermawan.
b) Sikap semangat dalam menapaki proses kehidupan, dalam kehidupan tentunya anak aka
n menghadapi proses dari bawah hingga atas atau hingga tercapainya cita-cita yang diin
ginkan, dalam mencapai sebuah tujuan atau apa yang di cita- citakan sang anak maka ha
rus diimbangi dengan nilai semangat. Nilai ini dapat kita lihat pada prosesi anak menaik
i tangga yang berasal dari tebu. Naik menaiki tangga dari bawah hingga atas sebagai tan
da anak berproses semakin tinggi hinggatercapai apa yang anak cita-citakan.
c) Dapat menghadapi berbagai masalah yang ada pada kehidupannya kelak. Tentunya man
usia hidup di dalam masyarakat akan mengahadapi banyak permasalahan, dan adanya h
al itu di harapkan seorang anak nantinya dapat menghadapi masalahmasalah tersebut. P
ada tradisi tedhak siten hal itu merupakan filosofi dari anak dibimbing orang tua untuk
menginjakkan kaki atau berjalan diatas 7 macam warna kue jadah.

Author
Judul Artikel
AICROM UNZAH 2024
e-ISSN: xxxx-xxxx 4

d) Anak menginjakkan kaki ke tanah, yang memiliki makna di bumi lah anak akan menjala
ni kehidupannya bersama masyarakat.
Nilai moral yang terkandung dalam tradisi tedhak siten merupakan kehidupan
dengan masyarakat, dan yang akan di hadapi yang ada pada kehidupan anak nantinya.
dengan harapan kelak ketika sudah besar sang anak dan peserta didik dapat menjalani
kehidupan dengan menanamkan apa yang diharapkan orang tuanya. Nilai moral yang
diterapkan dalam tradisi tedhak siten ini yakniberupa hidup rukun bersama dengan
masyarakat dan kerabat, hal itu ditunjukkan dalam prosesi mencampur uang dengan beras
kuning yang memiliki makna agar manusia memiliki sikap dermawan perduli terhadap
sesama dan mimiliki sikap tolong menolong. Tolong menolong adalah nilai moral yang ada
pada tradisi tedhak sitenini. Dalam tradisi tedhak siten makna dari prosesi menaiki tangga
yang berasal dari tebu memiliki makna yakni agar manusia memiliki ketetapan hati yang
mantap.
2. Tidak terlaksananya di desa
Berdasarkan hasil wawancara siswa terkait pemecahan factor yang menyebabkan
mereka sulit dalam pemecahan masalah dapat di lihat dari hasil wawancara berikut:
Peneliti : “Mengapa sebagian masyarakat tidak melakukan tradisi Tedhak Sinten ?
Narasumber : “Adat Tedhak Sinten banyak dilakukan oleh orang Kota yang mana
Mereka melakukan dan merayakan dengan adat yang sudah ada. Orang
Desa pun melakukan tapi tidak merayakannya sesuai adat yang sudah adat.
Peneliti : “Bagaimana cara orang desa melakukan Tedhak Sinten tersebut ?”
Narasumber : “Cara orang desa melakukannya yang pertama adalah membuat
Bumbur Candil
Berdasarkan hasil yang diperoleh tidak semua masyarakat desa melakukan tradisi
tersebut di karenakan kekurangan biaya. Ritual ini mempunyai harapan agar kelak si bayi
tidak mudah menyerah dalam meraih cita-citanya. Dalam prosesi ini anak dimasukkan
sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan, terdapat berbagai benda seperti
perhiasan, buku tulis, beras, mainan, dan lain sebagainya. Tedhak siten dalam bahasa
Indonesia memiliki arti “turun tanah”. Tedhak siten berasal dari dua kata Bahasa Jawa
yaitu “tedak atau tedhak” berarti menampakkan kaki, dan “siten” berasal dari kata “siti”
yang berarti tanah. Secara garis besar tedhak siten adalah upacara adat yang dilakukan oleh
bayi yang berusia tujuh bulan (245 hari) yang mulai bisa menampakkan kaki di tanah.
Upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
anaknya yang dapat berjalan. Selain itu, tedhak siten memiliki tujuan agar si anak kelak
diharapkan menjadi seseorang yang mandiri dalam menghadapi kehidupannya.
Tradisi tedhak siten merupakan tradisi yang memiliki manfaat yang baik, dan
tradisi ini penting dilakukan karena sebagai peringatan bahwa anak telah berumur 7 bulan,
tradisi tedhak siten ini pantas untuk tetap di lestarikan karena upacara adat yang dilakukan
pada tradisi tedhak siten ini tidak menyimpang. Tradisi ini menurut beberapa masyarakat
wajib dilakukan oleh semua anak yang memilik darah Jawa. Upacara ini telah mengalami
akulturasi dengan agama Islam yaitu disalah satu kegiatan terdapat acara selamatan dan
doa bersama meminta pertolongan kepada Allah SWT agar si anak kelak mendapatkan
perlindungan dan keselamatan dalam menjalani hidup di masa depan. Tedhak siten
memiliki nilai sosial-budaya di masyarakat, nilai sosial dalam tradisi tedhak siten diartikan
sebagai upacara yang dapat mempererat tali persaudaraan dengan sesama, dengan artian
bahwa dalam setiap proses kegiatannya memerlukan bantuan masyarakat, keluarga, dan
kerabat yang bersangkutan serta memiliki filosofi dalam setiap prosesnya memberikan
pelajaran hidup bagi sang anak untuk selalu beradaptasi dan bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar. Sedangkan nilai budaya dalam tradisi tedhak siten adalah tradisi ini
merupakan tradisi yang harus kita lestarikan sebagai warisan dari nenek moyang kita,
AICROM UNZAH
20xx, pp. xx-yy 5

karena dengan budaya kita dapat memahami agama dengan sudut pandang yang berbeda.
Selain itu, agar generasi penerus bangsa dapat melestarikan tradisi tedhak siten dan
menjunjung nilai luhur budaya bangsa.

KESIMPULAN
Tradisi merupakan adat kebiasaan masyarakat yang diturunkan secara turun-
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan hingga kini yang dinilai atau
dianggap bahwa cara-cara yang sudah ada adalah cara yang paling baik dan benar. Tedhak
siten dalam bahasa Indonesia memiliki arti “turun tanah”. Tedhak siten berasal dari dua
kata Bahasa Jawa yaitu “tedak atau tedhak” berarti menampakkan kaki, dan “siten” berasal
dari kata “siti” yang berarti tanah. Secara garis besar tedhak siten adalah upacara adat yang
dilakukan oleh bayi yang berusia tujuh bulan (245 hari) yang mulai bisa menampakkan
kaki di tanah. Upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengucapkan syukur kepada
Allah SWT atas anaknya yang dapat berjalan. Selain itu, tedhak siten memiliki tujuan agar
si anak kelak diharapkan menjadi seseorang yang mandiri dalam menghadapi
kehidupannya.
Tradisi tedhak siten memiliki nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang meliputi
nilai moral, nilai biologis, nilai kebendaan, nilai kepatuhan hukum , nilai pengetahuan,
nilai agama, dan nilai estetika. Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam tradisi tedhak siten
sesuai dengan hasil wawancara dan sesuai dengan teori, yakni nilai moral merupakan salah
satu nilai teori yang terkandung dalam macam nilai sosial. Nilai yang terkandung
didalamnya antara lain adalah:
a. Memiliki sikap dermawan
b. Sikap semangat dalam menapaki proses kehidupan
c. Dapat menghadapi berbagai masalah yang ada pada kehidupannya kelak
d. Anak menginjakkan kaki ke tanah
Tradisi tedhak siten merupakan tradisi yang memiliki manfaat yang baik, dan
tradisi ini penting dilakukan karena sebagai peringatan bahwa anak telah berumur 7
bulan, tradisi tedhak siten ini pantas untuk tetap di lestarikan karena upacara adat yang
dilakukan pada tradisi tedhak siten ini tidak menyimpang.

DAFTAR PUSTAKA

Aisiyah, Susianti. nilai-nilai sosial yang terkandung dalam cerita rakyat “ence sulaiman”
pada Masyarakat Tomia, Jurnal Humanika.
Dewi Kadita Probowardhani, Artikel: Prosesi Upacara Tedhak Siten Anak Usia 7 Bulan
dalam Tradisi Adat Jawa (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016),
6-9.
Kadita Probowardhani, Dewi,. (2016). Prosesi Upacara Tedhak Siten Anak Usia 7 Bulan
dalam Tradisi Adat Jawa . Artikel. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Risdi, Ahmad. Nilai-nilai sosial : tinjuan dari sebuah novel. (Lampung: CV Iqro, 2019).
Nuryah, “Tedhak Siten: Akulturasi Budaya Islam-Jawa (Studi Kasus di Desa Kedawung,
Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen”, (Jurnal Fikri Vol. 1 No. 2, 2016), 327.
Yana. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. (Yogyakarta: Absolut,2010).
Robi Darwis, “Tradisi Ngaruwat Bumi dalam Kehidupan Masyarakat”, Jurnal Studi
Agama-Agamadan Lintas Budaya 2, vol. 75 no. 83(September 2017): h. 1.

Author
Judul Artikel
AICROM UNZAH 2024
e-ISSN: xxxx-xxxx 6
AICROM UNZAH
20xx, pp. xx-yy 7

Author
Judul Artikel

Anda mungkin juga menyukai

  • Hasil USBK
    Hasil USBK
    Dokumen3 halaman
    Hasil USBK
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • Latihan 3
    Latihan 3
    Dokumen1 halaman
    Latihan 3
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • Latihan 7
    Latihan 7
    Dokumen1 halaman
    Latihan 7
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • Latihan 4
    Latihan 4
    Dokumen3 halaman
    Latihan 4
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • B 4
    B 4
    Dokumen5 halaman
    B 4
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • A 7
    A 7
    Dokumen3 halaman
    A 7
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • Soal Aswaja IX
    Soal Aswaja IX
    Dokumen6 halaman
    Soal Aswaja IX
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat
  • Aplikasi RPP 1 Semester II
    Aplikasi RPP 1 Semester II
    Dokumen107 halaman
    Aplikasi RPP 1 Semester II
    Prioritas Depan
    Belum ada peringkat