Anda di halaman 1dari 8

Obat Ototoksik

Ototoxic Medications
Shafira Nurul Rifha Meutia , Rabiatul Adawiyah2, Densy Tette1,3, Asrawati Sofyan1,4
1

1
Medical Profesion Program,Faculty Of Medicine, Tadulako University – Palu, Indonesia
2
Department Of Biochemistry, Faculty Of Medicine, Tadulako University – Palu, Indonesia
3
Department Of ORL - HNS, Faculty Of Medicine, Tadulako University – Palu, Indonesia
4
Department Of Pharmacology , Faculty Of Medicine, Tadulako University – Palu, Indonesia
*Correspondent Author : ch.lapadji@gmail.com
ABSTRACT
Introduction : Hearing loss causes a person to have difficulty hearing, speech resulting in communication
disorders which can have a negative impact. Ototoxicity is the cellular degeneration of the cochlea and/or
vestibular tissue, leading to its functional decline, due to the use of certain therapeutic agents. Drugs that
have the potential to cause a toxic reaction to the structures of the inner ear, including the cochlea, vestibule,
circular canal, and otoliths are said to be ototoxic. Damage to these structures due to the influence of drugs
causes hearing loss, tinnitus, disequilibrium.
Aim : To increase knowledge about ototoxic medications that have a negative impact on hearing.
Methods : This study uses a literature review using the keywords "ototoxic medications", "ear disorders"
from the EBSCO and Scopus databases that meet the inclusion criteria in the 2019-2022 range.
Result : Based on data obtained from analysis of journals and other sources, it shows that ototoxic
medications can be found in antibiotics, diuretic drugs, non-steroidal anti-inflammatory drugs, antimalarial
drugs, and anti-tumor drugs. Toxicity can cause temporary or permanent loss of hearing, balance, or both.
The mechanism of hearing loss due to ototoxic medications is still unclear. The pathology includes loss of the
more apical outer hair cells, followed by the inner hair cells. This initially causes high-frequency hearing loss
that can progress to low-frequency hearing loss.
Conclusion : Ototoxicity can cause hearing loss if the drug is taken for a long time and until now the
mechanism of interference due to ototoxic medications is still unclear.
Keywords: Ototoxic medications, Hearing loss.
ABSTRAK
Pendahuluan : Gangguan pendengaran mengakibatkan seseorang kesulitan mendengar
pembicaraan sehingga terjadi gangguan komunikasi yang dapat berdampak negatif. Ototoksisitas
adalah degenerasi seluler koklea dan/atau jaringan vestibular yang menyebabkan penurunan
fungsionalnya, karena penggunaan agen terapeutik tertentu. Obat-obatan yang berpotensi
menyebabkan reaksi toksisitas terhadap struktur telinga dalam, termasuk kokhlea, vestibular,
kanalis sirkularis, dan otolit disebut bersifat ototoksik. Kerusakan terhadap struktur tersebut karena
pengaruh obat-obatan menyebabkan gangguan pendegaran, tinnitus, disekulibrium.

Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 49


Tujuan : Untuk menambah pengetahuan mengenai obat ototoksik yang berdampak buruk pada
pendengaran.
Metode : Penelitian ini menggunakan kajian pustaka dengan menggunakan keyword “obat
ototoksik”, “gangguan telinga” dari database EBSCO dan Scopus yang memenuhi kriteria
inklusi pada rentang tahun 2019-2022.
Hasil : Berdasarkan data yang diperoleh dari analisis jurnal dan sumber lainnya menunjukkan
bahwa obat ototoksik dapat ditemukan pada antibiotik, obat diuretic, obat anti inflamasi non
steroid, obat anti malaria, dan obat anti tumor. Otoksisitas dapat menyebab gangguan pendengaran,
keseimbangan, atau keduanya baik untuk sementara waktu atau permanen. Mekanisme gangguan
pendengaran akibat obat ototoksik masih belum begitu jelas. Patologinya meliputi hilangnya sel
rambut luar yang lebih apikal, yang diikuti oleh sel rambut dalam. Hal ini permulaannya
menyebabkan gangguan pendengaran frekuensi tinggi yang dapat berlanjut berlanjut ke frekuensi
rendah.
Kesimpulan : Ototoksiksitas dapat menyebabkan gangguan pendengaran bila obat dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lama dan sampai saat ini mekanisme gangguan akibat obat ototoksik
masih belum begitu jelas.
Kata Kunci : Obat Ototoksik, Gangguan pendengaran.
I. PENDAHULUAN Ototoksisitas adalah degenerasi seluler
koklea dan/atau jaringan vestibular yang
Telinga manusia adalah organ
menyebabkan penurunan fungsionalnya, karena
pendengaran dan keseimbangan. Ini mendeteksi
penggunaan agen terapeutik tertentu. Obat
dan menganalisis suara dengan mekanisme
ototoksik dapat bekerja pada koklea, sistem
transduksi, yang merupakan proses mengubah
vestibular atau keduanya.(3) Obat-obatan yang
gelombang suara menjadi impuls
berpotensi menyebabkan reaksi toksisitas
elektrokimia.(1) Gangguan pendengaran
terhadap struktur telinga dalam, termasuk
mengakibatkan seseorang kesulitan mendengar
kokhlea, vestibular, kanalis sirkularis, dan otolit
pembicaraan sehingga terjadi gangguan
disebut bersifat ototoksik. Kerusakan terhadap
komunikasi yang dapat berdampak negatif
struktur tersebut karena pengaruh obat-obatan
terhadap pekerjaan, pendidikan dan hubungan
menyebabkan gangguan pendegaran, tinnitus,
sosial , hal tersebut dapat menimbulkan depresi.
disekulibrium atau dizziness. Berbagai jenis
Gangguan pendengaran pada anak yang
obat-obatan yang menyebabkan ototoksisitas
didapatkan sejak lahir akan menjadi penderita
telah diketahui sebanyak hampir 100 jenis obat-
tuli dan bisu.(2)
obatan.(4)

50 Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro)


Kasus ototoksisitas menjadi perhatian ototoksik”, “gangguan telinga” dari database
utama dengan penemuan streptomisin di tahun Obat Cochleotoxixity
1944. Streptomisin bermanfaat dalam terapi Reversible Irreversible
tuberkulosis, namun beberapa pasien kemudian Furosemide √ -
ditemukan mengalami disfungsi kokhlear dan Bumetadine √ -
vestibular yang irreversible. Saat ini agen Torasemide √ -
farmakologis dengan efek samping ototoksisitas Acetazolamid √ -
telah banyak diketahui dan terdiri dari golongan Dorzolamid - -
aminoglikosida dan antibiotikgolongan lainnya, Amiloride - -
agen antineoplastik berbasis platinum, salisilat, Spironolacton - -
(4)
kuinin, dan loop diuretics.
EBSCO dan Scopus yang memenuhi kriteria
Meskipun gangguan pendengaran yang
inklusi pada rentang tahun 2019-2022.
disebabkan oleh obat bukanlah kondisi yang
mengancam jiwa, hal itu dapat berdampak
III. HASIL
negatif pada komunikasi dan kualitas hidup
yang berhubungan dengan kesehatan, dengan Pada pembahasan dilakukan analisis dari
konsekuensi kejuruan, pendidikan dan sosial jurnal/sumber yang diakses dari EBSCO dan
yang signifikan. Paparan awal obat ototoksik Scopus dari tahun 2019-2022. Pokok bahasan
biasanya memengaruhi daerah basal koklea. yang didapatkan dari kajian pustaka ini adalah
Paparan lanjutan menyebabkan penyebaran keterkaitan obat ototoksik dan ganggguan
kerusakan ke arah apeks. Seiring meningkatnya telinga sehingga diharapkan dapat membantu
tingkat kerusakan pada sel rambut luar, penggunaannya bagi yang membutuhkan.
perubahan degeneratif ikut terlibat dan dapat
Tabel 1. Obat ototoksik antibiotik
memengaruhi sel rambut dalam. Berbagai
Obat Cochleotoxity
derajat atrofi pada stria vaskularis dapat terlihat
Reversible Irreversible
berhubungan dengan perubahan sel rambut.(4) Amikacin - √
Gentamicin - -
II. METODE (cantumkan sumber Streptomycin - √
literature dr mana saja beserta rentang Netilmicin - √
tahun)
Neomycin - √
Tobramycin - √
Penelitian ini menggunakan kajian pustaka Erithromycin √ -
dengan menggunakan keyword “obat

Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 51


Obat Cochleotoxixity Tabel 3. Obat ototoksik anti inflamasi non
Reversible Irreversible steroid
(Sumber: Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
Cisplatin - √
Carboplatin - √ 2014)
Oxaloplatin - √ Tabel 4. Obat ototoksik anti malaria
Vincristine - √ (sumber: Ramma, 2019)
Vinblastin - √
Capecitabine - - Tabel 5. Obat ototoksik anti tumor
Methorex - - (Sumber: Perhimpunan Reumatologi Indonesia,
Cytarabine - - 2014)
Etoposide - -
Hydroxyurea - -
IV. PEMBAHASAN
Procarbazine - -
Docetaxel - - Obat ototoksik di definisikan sebagai
Azithromycin √ - obat yang memiliki potensi menimbulkan reaksi
Clarithromycin √ - Obat Cochleotoxixity
Vancomycin - √ Reversible Irreversible
Ciprofloxacin - - Aspirin √ -
Indomethacin √ -
Obat Cochleotoxixity Ibuprofen √ -
Reversible Irreversible Diclofenac √ -
Chloroquine √ -
Sulindac √ -
Mefloquine √ -
Quinine √ - Naproxen √ -

Arthemether - - Celecoxib √ -

Lumefantrine - - Asam √ -
Mefenamat
Levofloxacin - -
toksik pada struktur di telinga dalam seperti
Ofloxacin - - koklea, vestibulum, kanalis semi sirkularis, dan
Norfloxacin - - otolit. Kerusakan pada struktur ini dapat
Amoxicillin - - memberikan gejala berupa gangguan
Piperacillin - - pendengaran, tinitus dan juga gangguan
(sumber: Ramma, 2019) keseimbangan. Kerusakan pada telinga dalam
Tabel 2. Obat ototoksik diuretik yang di sebabkan oleh obat ototoksik seringkali
(sumber: Ramma, 2019) di temukan di dalam praktik kedokteran sehari-
hari.(7)

52 Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro)


Ototoksik sudah lama dikenal sebagai Obat-obatan seperti dihidro streptomisin telah
efek samping pengobatan kedokteran, dan dilarang karena efek jangka panjangnya
dengan bertambahnya obat-obatan yang lebih terhadap sistem pendengaran. (10)
poten daftar obat-obatan ototoksik makin Aminoglikosida sangat efektif dan relatif
bertambah. Pada abad ke 19 Kina, Salisilat dan murah, diketahui dapat terakumulasi di telinga
Oleum chenopodlum telah diketahui dapat bagian dalam dan sulit untuk dimetabolisme,
menimbulkan tinitus, kurang pendengaran dan menyebabkan gangguan pendengaran
(8)
gangguan vestibuler. permanen. Obat aminoglikosida yang paling
Pada tahun 1990 Worner melakukan umum adalah streptomisin, gentamisin,
tinjauan pustaka yang terdahulu dan neomisin, penggunaan jangka panjang akan
menerangkan efek ototoksik dari berbagal menyebabkan tinnitus neurologis, tuli saraf, dan
macam zat termasuk arson, etil dan metil bahkan kehilangan memori, gangguan
alkohol, nikotin, toksin bakteri dan senyawa- pendengaran, pusing dan kondisi lainnya.(11)
senyawa logam berat. Dengan ditemukannya Secara klinis, obat aminoglikosida
antibiotika streptomisin, kemoterapi pertama terutama masuk ke telinga bagian dalam
yang efektif terhadap kuman tuberkulosis, melalui jalur sistemik dan topikal. Pada jalur
menjadi kenyataan juga terjadinya penyebab sistemik, obat melewati sawar labirin darah
gangguan pendengaran dan vestibuler.(9) (BLB) dan masuk ke telinga bagian dalam
Setiap obat atau zat kimia yang melalui stria vaskularis. Dalam pemberian
menimbulkan efek toksik terhadap ginjal dapat topikal, obat dapat melewati BLB ke telinga
dan biasanya juga bersifat ototoksik. Masing- tengah dan kemudian melalui jendela bundar ke
masing obat dapat menimbulkan gejala telinga bagian dalam. Obat diserap baik oleh
vestibular dan pendengaran. Umumnya efek endositosis pada permukaan apikal atau melalui
yang ditimbulkan ireversibel, kendatipun bila saluran transduksi.(4)
dideteksi cukup dini, sebagian ketulian dapat Ethycrynic acid, furosemide dan
dipulihkan. Obat-obatan dengan efek ototoksik bumetanide adalah diuritik yang kuat yang
yang terutama reversibel termasuk salisilat.(10) disebut loop diuretik karena dapat menghambat
Keracunan salisilat menyebabkan reabsorpsi elektrolit-elektrolit dan air pada
ketulian datar 30 hingga 40-dB yang reversibel cabang naik dari lengkungan Henle. Walaupun
bilamana obat dihentikan. Eritromisin hanya diuretik tersebut hanya memberikan sedikit efek
menyebabkan ketulian bila diberikan secara samping tetapi menunjukkan derajat potensi
intravena dengan dosis yang relatif tinggi. Bila ototoksisitas, terutama bila diberikan kepada
obat ini dibentikan, ketulian akan dapat pulih. pasien dengan insufisiensi ginjal secara

Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 53


intravena. Biasanya gangguan pendengaran kasus tentang tuli kongenital dan hipoplasia
yang terjadi ringan, tetapi pada kasus-kasus koklea karana pengobatan malaria waktu ibu
tertentu dapat menyebabkan tuli permanen. (6) yang sedang hamil.(5)
Efek ototoksik loop diuretic muncul Gejala yang ditinbukan cisplatin sebagai
terutama di kokhlea, meskipun beberapa kasus ototoksisitas adalah menyebabkan tinitus dan
vertigo dilaporkan. Sekitar 6% pasien yang otalgia, tetapi dapat juga disertai dengan
diterapi dengan furosemide menjadi tuli gangguan keseimbangan. Tuli biasanya bilateral
temporer yang bersifat reversible. Obat dimulai dengan frekuensi antara 6 KHz dan 8
golongan diuretic terbaru, bumetanide dan KHz, kemudian terkena trekuensi yang lebih
piretanide, tampaknya memiliki efek rendah. Kurang pendengaran biasanya
kokhleotoksis lebih rendah pada percobaan mengakibatan menurunnya hasil speech
manusia dan hewan. Penggunaan loop diuretic discrimination acora. Tinitus biasanya samar-
yang dikombinasi dengan aminoglikosida dapat samar. Bila itu ringan pada penghentian
meningkakan efek ototoksisitas.(4) pengobatan pendengaran akan pulih, tetapi bila
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) tulinya berat biasanya bersifat menetap.(6)
merupakan obat yang paling sering digunakan Akibat penggunaan obat-obat yang
untuk mengatasi nyeri khususnya nyeri bersifat ototoksik akan dapat menimbulkan
reumatik, namun obat ini bukanlah obat yang terjadinya gangguan fungsional pada telinga
tanpa efek samping sehingga diperlukan dalam yang sebabkan telah terjadi perubahan
pemahaman yang baik dalam pemanfaatannya struktur anatomi pada organ telinga dalam.
sehingga akan memberikan hasil yang Kerusakan yang ditimbulkan oleh preparat
memuaskan.(6) Salisilat termasuk aspirin dapat ototoksik tersebut antara lain adalah:
mengakibatkan tuli sensorineural berfrekuensi Degenerasi stria vaskularis (kelainan patologi
tinggi dan tinitus. Tetapi bila pengobatan ini terjadi pada penggunaan semua jenis obat
dihentikan pendengaran akan pulih dan tinitus ototoksik); Degenerasi sel epitel sensori
akan hilang.(9) (kelainan patologi ini terjadi pada organ corti
Kina dan Idonokuin adalah obat anti dan labirin vestibular, akibat penggunaan
malaria yang biasa digunakan efek antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih
ototoksisitasnya berupa gangguan pandengaran terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan
dan tinitus. Tetapi bila pengobatan dihentikan perubahan degeneratif ini terjadi dimulai dari
biasanya pendengaran akan pulih dan tinitusnya basal koklea dan berlanjut terus hingga
hilang. Perlu dicatat bahwa kina dan klorokuin akhirnya sampai ke bagian apeks); Degenerasi
dapat melalui plasenta. Pernah ada laporan sel ganglion (kelainan ini terjadi sekunder

54 Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro)


akibat adanya degenerasi dari sel epitel secara medikamentosa seperti konseling,
sensori).(9) strategi komunikasi, dan amplifikasi atau alat
Pada anamnesis didapatkan suara bantu dengar.(7)
berdenging yang dapat terjadi hilang timbul Tujuan pemantauan efek samping
pada saat terapi atau bahkan menjadi intens dan ototoksik adalah untuk mencegah kalainan yang
persisten pada saat terapi dihentikan. Penurunan berat dan menetap. Bila ototoksik ditemukan
pendengaran mungkin terjadi asimtomatik dan sudah berupa kelainan berat maka pemantauan
selanjutnya disadari setelah mengganggu bertujuan untuk membantu fungsi
(13)
frekuensi percakapan. Hal ini semakin berat komunikasi. Penilaian ototoksik tidak hanya
bila obat diteruskan. Pada pemakaian topikal dilakukan pada subjek dengan pendengaran
telinga yang mengandung aminoglikosida, normal namun juga dilakukan pada subjek yang
penurunan pendengaran unilateral lebih telah terjadi gangguan pendengaran pada awal
mungkin terjadi dan gejala ini tidak seberat pengobatan. Ototoksik ditentukan bila terjadi
pada manifestasi ototoksisitas vestibuler pada penurunan ambang dengar sesuai kriteria
telinga tersebut. Obat yang memengaruhi fungsi ASHA 1994. Ototoksik dapat terjadi meskipun
keseimbangan akan menyebabkan gangguan tanpa disertai penurunan derajat ambang
keseimbangan dengan gejala kepala terasa pendengaran.(14)
ringan dan bila melihat obyek jauh terlihat
berlompatan pada saat kepala digerakkan.(12) REFERENSI
Saat ini tidak terdapat terapi untuk dapat 1. de Nava, Arturo S.L, Savita L. Physiology
menyembuhkan kerusakan akibat obat-obatan Ear. Stat Pearls [Internet]. 2020.
ototoksik, akan tetapi peneliti dan juga klinisi 2. Nugroho P.S,Wiyai, H.M.S. Anatomi dan
mencoba untuk menemukan metode baru untuk Fisiologi Pendengaran Perifer. Jurnal THT-
meminimalisir cedera ototoksik, salah satunya KL. 2019; 2(2).
menggunakan monitoring audiologi. 3. Ganesan, Purushothaman, et al. Ototoxicity:
Monitoring audiologi pada ototoksisitas a challenge in diagnosis and treatment.
memiliki dua tujuan utama, yaitu deteksi dini Journal of audiology & otology.
gangguan pendengaran serta intervensi 2018; 22(2): 59.
audiologi jika sudah timbul gangguan 4. Setiani P, Widyastuti K, Witari N.I. Drug
pendengaran. Apabila tujuan utama monitoring Induced Vestibulotoksik dan Ototoksik.
audiologi sudah tercapai maka dapat dilakukan Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf.
tujuan berikutnya, yaitu penatalaksanaan
gangguan dengar yang tidak dapat diobati

Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro) 55


Universitas Udayana: Fakultas Kedokteran. 13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
2017. (PDPI). Majalah Resmi Perhimpunan Dokter
5. Ramma., dkk. Prevention of Treatment Paru Indonesia. Jurnal Respirologi
Induced Ototoxicity : An Update For Indonesia. 2019; 39(3).
Clinicians. SAMJ. 2019; 109(3). 14. FK UNHAS. Buku Penuntun Kerja
6. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Keterampilan Klinik Pemeriksaan Fisis
Penggunaan Obat Anti Inflamasi Non Telinga Hidung Dan Tenggorok. Makassar:
Steroid. Perhimpunan Reumatologi FK UNHAS. 2015.
Indonesia. 2014.
7. Rakhmawati L, Agustian R.A., Wijana.
Peluang Kejadian Ototoksisitas pada
Pengguanaan Kanamisin Dalam Pengobatan
Tuberculosis Resisten Obat Ganda Selama
Satu Bulan. MKB. 2018; 27(4).
8. Putra, I,M,C,D, Tirtayasa, K. Tajam Dengar
Pada Pekerja Klub Malam Full Musik. 2014;
9. Soepardi E.A, Iskandar N, dkk. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
2007.
10. Adams, Boines, Higler. Boines: Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.
1997.
11. Purmasari C, Manggau M.A, Kasim, H.
Studi Pengaruh Dosis dan Lama Penggunaan
Terapi Aminoglikosida Terhadap Fungsi
Ginjal. Majalah Farmasi dan Farmakologi.
2018; 22(3).
12. Fransiska. Ototoksisitas
Aminoglikosida. Jurnal Kesehatan dan
Kedokteran. 2019; 1(1).

56 Vol. 4 | No. 1 | februari 2022 | Jurnal Medical Profession (MedPro)

Anda mungkin juga menyukai