Anda di halaman 1dari 71

i

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN


KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU
MASTURBASI PADA SANTRI MADRASAH
TSANAWIYAH DAN ALIYAH DI PONDOK
PESANTREN X, BOGOR

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN

OLEH :
M. Nabil Shahab
NIM: 11141030000011

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

l. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 di Universitas
Isla.m Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam


Negeri Syarif Hidayatull ah Jakarta.
J. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerirna sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Oktober 2017


LENIBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

TIUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEfIATAN REPRODUKSI DENGAN


PERILAKU MASTURBASI PADA SANTRI NIADRASAH TSANAWIYAH DAN
ALIYAII DI PONDOK PESANTREN X, BOGOR

Laporan penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran dan
lhnu Kesehatan untuk Mernenuhi Persyaratan Mernperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
(S.Ked)

Oleh
M. Nabil Shahab
NIM: 11141030000011

Pembimbing I Pembimbing II

drg. I-aifa Annisa Hendarrnin, Ph.D. Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi
NIP: 1978040'2 200901 2 001 NIP: 19710608 200501 2 003

PROGRAM STUDI KEDOKTBRAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEIIATAN
UNryERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438H/2017 M
'!:.:i.j::.'-i:ai.:i=_:jf :::l:l-1::i.:i:=:;l::::j=::::

LEMBAR PENGESAHAN

LAPOTAn Penelitian beTJudul HUBUNGAN TINGKAT PENGETAFIUAN KESEHATAN


REPRODUKSI DENGAN PERILAKU MASTURBASI PADA SANTRI MADRASAH
TSANAWTYAH DAN ALryAH Dr PoNDoK PESANTREN x, BoGoR yang diajukan
oleh M. Nabil Shahab (MM:11141030000011), telah diajukan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada23 Ollober 2017.I-aporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi
Kedokteian dan Profesi Dokter.

Jakarta, 23 Oktober 2017


DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D.


NIP: i9780402 200901 2 001
I II

W@
Pembimbing Pernbimbing

drg. I-aifa Annisa Hendarmin, Ph.D. Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi
NIP: 19780402 200901 2 001 NIP: 19770608 200501 2 003

Penguji I Penguji II

&c?
dr. Marita Fadhilah, ph. D dr. Sayid Ridho, Sp.PD, FINASIM
NIP: I 978031 4 200604 2 OOl NIP: 19660629 199807 | 003

PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN Kaprodi PSKPD

LA-
ri, S.KM, M.Kes dr. Nouval hab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS
8 198803 1 002 NI 19721103 200604 I 001
v

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Penyayang, puji dan syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga laporan penelitian ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi panutan kehidupan.

Penulis menyadari laporan penelitian ini tidak dapat tersusun sedemikian


rupa tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter yang telah membimbing saya selama
menjalani pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D. selaku Pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga serta memberi motivasi untuk
membimbing penulis baik dalam pengambilan data, penyusunan laporan,
hingga laporan ini dapat terselesaikan.
4. Dr. Yunita Faela Nisa, M.Psi selaku Pembimbing II yang membatu dalam
pengolahan data serta terus memberikan bimbingan, arahan, dan saran-saran
yang sangat membangun dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
laporan penelitian.
5. Bapak Chris Adianto, M.Biomed, Ph.D selaku penanggung jawab modul riset
angkatan 2014 yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.
6. Achmad bin Abu Bakar Shahab dan Nelly Alkaff yang memotivasi penulis
untuk meyelesaikan penelitian ini.
vi

7. Bapak dan Ibu yang tercinta, M. Anis Shahab dan Wardah Alwi SE yang
memberikan dukungan dan semangat terus menerus, dan lantunan do’a yang
tak pernah putus untuk penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Mbak Pipit selaku admin yang telah membantu dalam mengurus persiapan
ujian sidang, serta Pak Yunus yang telah membantu dalam pengambilan dan
pengurusan data di Pondok Pesantren X, Bogor.
9. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia menjadi sampel penelitian
sehingga penulis bisa mendapatkan ilmu yang baru dari hasil penelitian ini.
10. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini yang terus berjalan bersama,
menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan semangat bersama dalam
menyelesaikan penelitian ini.
11. Teman-teman PSKPD 2014 yang terus mengingatkan, menemani dan
memberikan semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
12. Seluruh pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan baik
langsung maupun tak langsung yang tentunya tidak dapat disebutkan satu
persatu.

Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari


kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak dalam mewujudkan laporan penelitian yang jauh lebih baik. Hasil
laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.
Semoga penelitian yang telah dilakukan ini mendapat barokah dan Ridho dari
Allah SWT, Aamiin.

Wassalamualaikum wr. wb.


Jakarta, 16 Oktober 2016

Penulis
vii

ABSTRAK

M. Nabil Shahab. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan


Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Masturbasi pada
Santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren X, Bogor.

Latar Belakang: Pengetahuan kesehatan reproduksi merupakan salah satu pengetahuan


penting yang harus dimiliki remaja, yang dapat mempengaruhi perilaku masturbasi.
Masturbasi adalah kegiatan menyentuh bagian tubuh dengan tujuan merangsang diri
sendiri, perilaku ini tidak disukai dalam agama. Tujuan: Mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan reproduksi dengan perilaku masturbasi pada santri di Pondok Pesantren X,
Bogor. Metode: penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang terdiri
dari 400 subjek penelitian. Seluruh subjek penelitian mengisi kuesioner untuk menilai
tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi, serta perilaku masturbasi. Hasil: Sebanyak
52,25% santri memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan reproduksi, terdapat
25,5% santri yang pernah melakukan masturbasi. Tidak terdapat hubungan bermakna
antara tingkat pengetahuan reproduksi dan perilaku masturbasi pada santri (p = 0,243)
maupun santriwati (p = 0,940). Simpulan: Terdapat lebih dari setengah populasi Pondok
Pesantren X, Bogor yang memiliki pengetahuan reproduksi yang baik. Santri yang
pernah melakukan masturbasi tergolong sedikit. Tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi tidak berpengaruh terhadap perilaku masturbasi.

Kata Kunci: pengetahuan kesehatan reproduksi, masturbasi, pondok pesantren

ABSTRACT

M. Nabil Shahab. Medical Study Program and Doctor Profession. Correlation


Between The Level of Reproduction Health Knowledge Against Masturbation
Behavior on Santri Madrasah Tsanawiyah and Aliyah at Pondok Pesantren X,
Bogor.

Background: Knowledge of reproductive health is one of the important information that


teenagers should know, which can affect their masturbation behavior. Masturbation is the
activity touching intimate parts of the body on purpose to get self-satisfaction. This
behavior is not allowed in islamic religion. Objective: To know the correlation of
reproductive health knowledge level againts masturbation behaviour of the santri at
Pondok Pesantren X, Bogor. Methods: This study is cross sectional research that
involved of 400 subjects. All research subjects filled out a questionnaire to know the level
of reproductive health knowledge and masturbation behavior. Results: Almost half of
the santri (52,25%) have a good level of knowledge about reproductive health.
Moreover, 25,5% both, santri and santriwati are known to have masturbation behaviour.
But in the other hand, bivariate analysis showed that no significant correlation between
reproductive knowledge level and masturbation behavior in santri (p = 0,243) and
santriwati (p = 0,940). Conclusions: More than half of the population of Pondok
Pesantren X, Bogor has a good level of reproductive knowledge. Students who have
masturbation behaviour are relatively few. Furthermore, the level of knowledge of
reproductive health has no correlation againts the behavior of masturbation.

Keyword: reproduvtive health knowledge, masturbation, pondok pesantren


viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .............................................................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3.Hipotesis........................................................................................................ 4
1.4.Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4.1.Tujuan Umum ........................................................................................ 4
1.4.2.Tujuan Khusus ....................................................................................... 4
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.5.1.Manfaat Peneliti ..................................................................................... 4
1.5.2.Manfaat Institusi ..................................................................................... 5
1.5.3.Manfaat Masyarakat ................................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 6


2.1.Kerangka Teori.............................................................................................. 6
2.1.1.Kesehatan Reproduksi............................................................................. 6
2.1.1.1.Definisi Kesehatan Reproduksi ......................................................... 6
2.1.1.2.Definisi Kesehatan Reproduksi Menurut International Conference ..
nnn Population and Development (ICPD). .............................................. 6
2.1.1.3.Definisi Kesehatan Reproduksi Menurut KBBI ............................... 7
2.1.1.4.Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi ............................................. 7
2.1.1.5.Pengaturan Kesehatan Reproduksi di Indonesia ............................... 7
2.1.2.Organ Reproduksi Laki-Laki .................................................................. 8
2.1.2.1.Skrotum ............................................................................................. 8
2.1.2.2.Testis ................................................................................................. 9
2.1.2.3.Duktus Ejakulatorius ......................................................................... 9
2.1.2.4.Uretra............................................................................................... 10
2.1.2.5.Kelenjar Aksesoris .......................................................................... 10
2.1.2.6.Penis ................................................................................................ 11
2.1.3.Organ Reproduksi Perempuan .............................................................. 11
2.1.3.1.Mons Pubis ...................................................................................... 12
ix

2.1.3.2.Labia Mayora (bibir kemaluan besar) ............................................. 12


2.1.3.3.Labium Minora (bibir kemaluan kecil) ........................................... 12
2.1.3.4.Klitoris (kelentit) ............................................................................. 12
2.1.3.5.Vestibula ......................................................................................... 12
2.1.3.6.Orifisium Uretra .............................................................................. 13
2.1.3.7.Mulut Vagina .................................................................................. 13
2.1.3.8.Perineum ......................................................................................... 13
2.1.3.9.Ovarium .......................................................................................... 13
2.1.3.10.Tuba Uteri (Tuba falopii) .............................................................. 13
2.1.3.11.Uterus ............................................................................................ 14
2.1.3.12.Vagina ........................................................................................... 14
2.1.4.Pubertas ................................................................................................. 14
2.1.4.1.Perubahan Fisik Laki-Laki Selama Pubertas ................................. 15
2.1.4.2.Perubahan Fisik Perempuan Selama Pubertas ................................ 18
2.1.5.Menstruasi ............................................................................................. 21
2.1.6.Masturbasi ............................................................................................. 21
2.1.6.1.Definisi Masturbasi ......................................................................... 21
2.1.6.2.Faktor yang Mempengaruhi Mastrubasi ......................................... 22
2.1.6.3.Masturbasi Menurut Islam .............................................................. 23
2.1.7.Mimpi Basah ......................................................................................... 24
2.1.11.Penyakit Kelamin ................................................................................ 24
2.1.11.1.Infeksi Menular Seksual (IMS) ..................................................... 26
2.1.11.2.Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS) ................................. 29
2.1.12.Pemeliharaan Organ Reproduksi......................................................... 30
2.2.Kerangka Teori............................................................................................ 32
2.3.Kerangka Konsep ....................................................................................... 33
2.4.Definisi Operasional.................................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 36


3.1.Desain Penelitian ......................................................................................... 36
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 36
3.2.1.Lokasi Penelitian ................................................................................... 36
3.2.2.Waktu Penelitian ................................................................................... 36
3.3.Populasi Penelitian ..................................................................................... 36
3.4.Sampel Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel...................................... 37
3.5.Besar Sampel ............................................................................................... 37
3.5.1.Perhitungan Besar Sampel .................................................................... 37
3.5.2.Sampel yang Diambil .......................................................................... 38
3.6.Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ......................................................... 38
3.6.1.Kriteria Inklusi ..................................................................................... 38
3.6.2.Kriteria Esklusi...................................................................................... 38
3.7.Variabel Penelitian ...................................................................................... 38
3.7.1.Variabel Bebas ...................................................................................... 38
3.7.2.Variabel Terikat .................................................................................... 38
3.8.Cara Kerja Penelitian .................................................................................. 39
3.8.1.Alur Penelitian ...................................................................................... 39
3.8.2.Instrumen penelitian .............................................................................. 39
3.9.Manajemen data .......................................................................................... 39
x

3.9.1.Pengumpulan Data ................................................................................ 40


3.9.2.Analisis Data ......................................................................................... 40
3.10.Etika Penelitian ......................................................................................... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 41


4.1.Uji Validitas dan Reliabilitas ...................................................................... 41
4.1.1.Uji Validitas .......................................................................................... 41
4.1.2.Uji Reliabilitas ...................................................................................... 41
4.2.Analisa Univariat ........................................................................................ 43
4.2.1.Karakteristik Responden Penelitian ...................................................... 43
4.2.2.Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ...................... 44
4.2.3.Gambaran Variabel Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ....... 45
4.2.4.Perilaku Masturbasi............................................................................... 47
4.3.Analisa bivariat ........................................................................................... 49
4.3.1.Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan .............
nnPerilaku Masturbasi ....................................................................................... 49
4.4.Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 52


5.1.Kesimpulan ................................................................................................. 52
5.2.Saran ............................................................................................................ 52

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 54


xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.Tahapan Perkembangan Genitalia pada Anak Laki-Laki ............. 17


Gambar 2.2.Tahapan Pertumbuhan Rambut Pubis pada Anak Laki-Laki ........ 18
Gambar 2.3.Tahapan Perkembangan Payudara pada Anak Perempuan ........... 19
Gambar 2.4.Tahapan Pertumbuhan Rambut Pubis pada Anak Perempuan ...... 20
xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Tahap Perkembangan Genitalia pada Anak Laki-Laki ..................... 16


Tabel 2.2.Tahap Perkembangan Rambut Pubis pada Anak Laki-Laki ............. 17
Tabel 2.3.Tahap Perkembangan Payudara pada Anak Perempuan ................... 19
Tabel 2.4.Tahap Perkembangan Rambut Pubis pada Anak Perempuan ........... 20
Tabel 2.5.Hubungan Antara Penyebab dan IMS ............................................... 25
Tabel 2.6.Variabel yang Diteliti ........................................................................ 34
Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas pada Item Kuesioner .......................................... 41
Tabel 4.2.Hasil Uji Reliabilitas pada Item Kuesioner ...................................... 42
Tabel 4.3.Karakteristik Responden Penelitian .................................................. 43
Tabel 4.4.Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi .................. 44
Tabel 4.5.Gambaran Variabel Pengetahuan Kesehatan Reproduksi ................. 45
Tabel 4.6.Gambaran Perilaku Masturbasi ......................................................... 48
Tabel 4.7.Sebaran Responden berdasarkan Hubungan Tingkat Pengetahuan .. 50
nnnnnnnnKesehatan Reproduksi dengan Perilaku Masturbasi
xiii

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
SDKI : Survei Demografi Kesehatan Indonesia
KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja
UNFPA : United Nation Population Fund
HIV : Human Immunodeficiency Virus
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
ICPD : International Conference Population and Development
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia
LH : Luteinezing Hormone
FSH : Follicle Stimulating Hormone
DHEA : Dehydroepiandrosterone
DHEA-S : Dehydroepiandrosterone Sulfate
IMS : Infeksi Menular Seksual
PSK : Pekerja Seks Komersial
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
UIN : Universitas Islam Negeri
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Kesehatan reproduksi merupakan salah satu parameter kesehatan tubuh.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai
keadaan fisik, mental, dan sosial yang baik dan utuh. Tidak hanya terlepas dari
tidak adanya penyakit, kesehatan reproduksi juga mencakup proses, fungsi, dan
sistem reproduksi pada seluruh tahap kehidupan. Karena itu kesehatan reproduksi
menyiratkan bahwa seseorang dapat menjalankan kehidupan seksual secara aman,
memuaskan, dan bertanggung jawab serta memiliki kapabilitas dalam reproduksi
dan kebebasan untuk memilih kapan serta seberapa sering melakukannya.1
Kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang
berfokus pada organ reproduksi, dimana organ reproduksi mulai berkembang saat
embrio dan proses ini terhenti ketika janin dilahirkan, perkembangan ini dimulai
kembali ketika seseorang beranjak remaja yang ditandai oleh matangnya organ
reproduksi. Menurut WHO remaja diartikan sebagai penduduk yang berusia 10-19
tahun. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun, dan menurut
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja
adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Menurut sensus penduduk tahun 2010
kelompok usia 10-19 tahun yang didefinisikan WHO sebagai remaja berjumlah
sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk Indonesia.2
Masa remaja, selain ditandai dengan perkembangan organ reproduksi,
ditandai juga oleh berkembangnya psikologis dimana remaja cenderung
mengambil tindakan yang beresiko tanpa berpikir matang, perilaku ini tercermin
dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terutama komponen
Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yang mewawancarai remaja usia 15-24
tahun dan belum menikah mendapatkan peningkatan jumlah seks pranikah tahun
2012 dibandingkan dengan tahun 2007, dari survei yang sama didapatkan alasan
hubungan seksual pranikah sebagian besar karena penasaran/ingin tahu (57,5%

1
2

pria), terjadi begitu saja (38% perempuan), dan dipaksa oleh pasangan (12,6%
perempuan).2
Disamping itu hasil SDKI 2012 KRR juga menunjukan bahwa
pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat
dilihat bahwa hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki laki usia
15-19 tahun yang mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali
berhubungan seksual, beguti pula gejala sindrom pramenstruasi yang masih
kurang diketahui oleh remaja.2 pernyataan ini juga didukung oleh United Nation
Population Fund (UNFPA) Indonesia yang mendapatkan data bahwa hanya 20%
remaja Indonesia yang mengerti bagaimana caranya mencegah penularan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) secara seksual yang tercerminkan dari 40% kasus
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) baru ditemukan pada usia 20-29
tahun yang artinya infeksi HIV terjadi pada usia antara 15-24 tahun.3
Dari hasil survey diatas, mencerminkan bahwa masih kurangnya
pengetahuan remaja mengenai pengetahuan kesehtan reproduksi, hal ini mungkin
terjadi akibat kurangnya sumber pengetahuan reproduksi, dimana dari data SDKI
mengenai kesehatan reproduksi remaja tahun 2013, remaja laki-laki dan
perempuan usia 15-19 tahun mendapatkan informasi mengenai kesehatan
reproduksi dari teman sebaya dan hanya sedikit yang mendapatkan informasi dari
petugas kesehatan.2
Perkembangan organ reproduksi juga menyebabkan munculnya dorongan
seksual pada remaja dan keinginan untuk mencari tahu perubahan yang terjadi
pada tubuhnya, yang kemudian menybabkan mereka untuk melakukan perilaku
seksual salah satunya masturbasi. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Asri
(2015) yang dilakukan pada 100 santri berusia 13 – 18 tahun pada 6 pondok
pesantren dimana didapatkan 7,7% santri dan 10,9% santriwati memilih
mennyalurkan dorongan seksualnya melalui masturbasi. Dari penelitian ini juga
didapatkan bahwa pengetahuan santri mengenai kesehatan reproduksi masih
rendah dengan santri yang berpengetahuan baik hanya 13% dari keseluruhan
respoden.4
Kurangnya pengetahuan kesehatan reproduksi dan perilaku masturbasi ini
seharusnya dapat ditangani oleh lembaga pendidikan, dimana remaja
3

menghabiskan sebagian besar waktunya di lembaga-lembaga pendidikan ini.


Salah satu lembaga pendidikan yang sudah lama ada dan banyak terdapat di
Indonesia adalah pesantren, tidak sedikit remaja yang memilih untuk melanjutkan
pendidikannya di pondok pesantren, pondok pesantren sendiri didefinisikan
sebagai lembaga pendidikan yang memiliki 5 elemen pokok yaitu pondok/asrama,
masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri, dan kyai. (Zamakhsyari, 1982).5
Remaja yang melanjutkan ke pondok pesantren (santri) mendapatkan pengetahuan
kesehatan reproduksi hampir seluruhnya dari kitab kuning atau kitab lain yang
digunakan, hal ini disebabkan karena peraturan di pondok pesantren yang
melarang para santri untuk membawa alat komunikasi (hanphone, laptop, dll)
sehingga mereka tidak dapat mengakses artikel mengenai kesehatan reproduksi.
Disamping itu, pelajaran kesehatan reproduksi yang diberikan hanya sebatas
aturan-aturan yang berasal dari kitab-kitab tersebut, ini dikarenakan
membicarakan tentang kesehatan reproduksi masih merupakan hal yang tabu di
lingkungan pesantren, sehingga ini berdampak pada rendahnya pengetahuan para
santri (remaja) terhadap kesehatan reproduksi. Permasalahan ini dapat dilihat dari
data yang menunjukan masih banyak sekali permasalahan kesehatan reproduksi di
pesantren dimana pelajaran yang diberikan berbasis agama, suatu jurnal yang
melakukan penelitian pada Pondok Pesantren di Sidoarjo, mendapatkan 68%
remaja mengalami masalah pada kesehatan reproduksinya, dengan faktor yang
paling berhubungan adalah komunikasi teman sebaya.6
Dari latar belakang masalah diatas dirasa perlu dilakukan suatu penelitian
mengenai hubungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi terhadap perilaku
masturbasi pada remaja, dalam hal ini remaja pesantren atau santri. Penelitian ini
dilakukan pada santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren X,
Bogor.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi santri Madrasah
Tsanawiyah dan Aliyah pada Pondok Pesantren X, Bogor?
2. Bagaimana perilaku masturbasi santri Madrasah Tsanawiyah dan
Aliyah pada Pondok Pesantren X, Bogor?
4

3. Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan


reproduksi dengan perilaku masturbasi pada santri Pondok Pesantren
X, Bogor?

1.3. HIPOTESIS
1. Tingkat pengetahuan santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah pada
Pondok Pesantren X, Bogor rendah karena terbatasnya sumber dan
pengajaran pengetahuan reproduksi.
2. Terdapat santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah pada Pondok
Pesantren X, Bogor yang melakukan perilaku masturbasi.
3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan perilaku masturbasi pada santri Pondok Pesantren X, Bogor.

1.4. TUJUAN
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan: organ reproduksi, fungsi organ
reproduksi, menstruasi, pubertas, masturbasi, dan penyakit kelamin serta
perilaku masturbasi pada santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah pada
Pondok Pesantren X, Bogor.

1.4.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dengan perilaku masturbasi di kalangan santri Madrasah Tsanawiyah dan
Aliyah pada Pondok Pesantren X, Bogor.

1.5. MANFAAT
1.5.1 Manfaat Peneliti
Mendapatkan informasi dan wawasan mengenai hubungan tingkat
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku masturbasi pada
santri Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pondok Pesantren X, Bogor.
5

1.5.2 Manfaat Institusi


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam perkembangan
ilmu pendidikan khususnya di bidang kesehatan reproduksi mengenai tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi serta perilaku masturbasi pada santri dan
santriwati.

1.5.3 Manfaat Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru,
orang tua, dan santri tentang tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dan
perilaku masturbasi sehingga dapat meningkatkan status kesehatan
reproduksinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KERANGKA TEORI


2.1.1. Kesehatan Reproduksi
2.1.1.1. Definisi Kesehatan Reproduksi
United Nations Population Fund (UNFPA) mendefinisikan kesehatan reproduksi
sebagai keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang utuh secara
keseluruhan yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Hal ini termasuk
dimana seseorang bisa memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan,
kapabilitas untuk reproduksi, serta kebebasan untuk melakukan reproduksi.7 WHO
juga mendefinisikan kesehatan reproduksi sebagai keadaan fisik, mental, dan
kesejahteraan sosial yang utuh secara keseluruhan terkait kesehatan reproduksi
bukan hanya tebebas dari kecacatan dan keterbatasan namun juga termasuk
proses, fungsi, dan sistem reproduksi yang berjalan dengan baik pada setiap tahap
kehidupan.1 Selain itu Departemen Kesehatan mendefinisikan kesehatan
reproduksi sebagai keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan
sistem, fungsi, dan proses reproduksi.8

2.1.1.2. Definisi Kesehatan Reproduksi Menurut International Conference


Population and Development (ICPD).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan fisik, mental, dan kesejahteraan sosial yang
utuh secara keseluruhan terkait kesehatan reproduksi bukan hanya tebebas dari
kecacatan dan keterbatasan namun juga termasuk proses, fungsi, dan sistem
reproduksi yang berjalan dengan baik pada setiap tahap kehidupan. Tersirat dalam
penyataan ini adalah hak seseorang baik pria maupun wanita untuk mendapatkan
informasi dan memiliki akses terhadap metode perencanaan keluarga yang aman,
efektif, terjangkau, dan dapat diterima yang menjadi pilhan mereka. Termasuk
juga metode lain untuk regulasi kesuburan sesuai pilihan mereka yang tidak
melanggar hukum, dan hak untuk mengakses pelayanan kesehatan yang sesuai
yang akan memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan

6
7

kelahiran serta memberikan kesempatan terbaik kepada pasangan untuk memiliki


bayi yang sehat.9

2.1.1.3. Definisi Kesehatan Reproduksi Menurut KBBI


a. Kesehatan: keadaan sehat, kebaikan keadaan (badan dan sebagainya). Jasmani
keadaan sehat badan (tubuh); jiwa keadaan sehat jiwa; masyarakat kesehatan
jasmani bagi rakyat: Pusat-masyarakat (puskemas), balai pengobatan (poliklinik)
di tingkat kecamatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.10
b. Reproduksi: pengembangbiakan; tiruan; hasil ulang; aseksual perbanyakan
jasad hidup tanpa terjadinya fusi dari benih jantan dan benih
betina; seksual perbanyakan melalui penggabungan benih jantan dan benih
betina.11

2.1.1.4. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Menurut International Conference Population and Development (ICPD) yang
diadakan di Kairo pada tahun 1994, telah disetujui ruang lingkup kesehatan
reproduksi yang meliputi:9
 Kesehatan ibu dan anak.
 Keluarga berencana.
 Pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
 Kesehatan reproduksi remaja.
 Pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi.
 Pencegahan dan penanganan infertilitas.
 Kesehatan reproduksi usia lanjut.
 Deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya
seperti kekerasan seksual, sunat perempuan, dan sebagainya.

2.1.1.5. Pengaturan Kesehatan Reproduksi di Indonesia


Kesehatan reproduksi di Indonesia diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi mengenai:12
a. Pelayanan kesehatan ibu, yang didalamnya mencakup:
1). Pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
8

2). Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, hamil, persalinan, dan sesudah
melahirkan;
3). Pengaturan kehamilan, pelayanan kontrasepsi dan kesehatan seksual; dan
4). Pelayanan kesehatan sistem reproduksi.
b. Indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan
aborsi.
c. Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara alamiah, dimana yang
dimaksud adalah:
1). Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah dengan
menggunak hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri
yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum
berasal;
2). Reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah dilakukan
seusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak
bertentangan dengan norma agama; dan
3). Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi dan
kewenangan.

2.1.2. Organ Reproduksi Laki-Laki


Sistem reproduksi laki-laki terdiri atas skrotum, testis, duktus ejakulatorius,
uretra, kelenjar aksesoris, dan penis.13

2.1.2.1. Skrotum
Adalah kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos yang
membungkus dan menopang testis di luar tubuh yang merupakan suhu optimum
untuk produksi spermatozoa.13 Suhu di dalam testis biasanya lebih rendah dari
suhu di dalam abdomen.14 Terdapat otot dartos yaitu lapisan serat dalam fasia
dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit skrotal sebagai
respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual. Ada dua kantong skrotal, yang
setiap skrotal berisi satu testis tunggal yang dipisahkan oleh septum internal.13
9

2.1.2.2. Testis
Adalah organ lunak, berbentuk oval dengan panjang 4-5 cm dan diameter 2,5 cm.
Berfungsi untuk menghasilkan hormon testosteron dan sperma. Pada bagian
kelenjar testis ada beberapa bagian yaitu:13
a. Tunika albuginea, yaitu kapsul yang membungkus testis yang merentang ke
arah dalam yang terdiri sekitar 250 lobulus.
b. Tubulus seminiferus, yaitu tempat berlangsungnya spermatogenesis yang
terlilit dalam lobulus. Didalamnya terdapat sel sertoli yang berfungsi memberi
nutrisi pada spermatozoa yang sedang berkembang, pembentukan hormon
testosteron dan estrogen serta produksi hormon inhibin (negative feedback)
sehingga FSH turun.
c. Duktus aferen, berfungsi membawa sperma matur dari testis ke bagian
eksterior tubuh. Dalam testis sperma bergerak ke lumen tubulus seminiferus,
kemudian menuju tubulus rekti, kemudian menuju jaring-jaring kanal testis
yang bersambungan dengan 10-15 duktulus eferen yang muncul dari bagian
atas testis.
d. Epididimis, yaitu tuba terlilit yang panjangnya mencapai 4-6 meter yang
terletak disepanjang sisi posterior testis. Di bagian ini menerima sperma dari
duktus aferen. Fungsi epididimis sebagai tempat pematangan sperma.
Epididimis menyimpan sperma dan mampu mempertahankannya sampai
enam minggu. Selama enam minggu ini sperma akan menjadi motil, matur,
sempurna dan mampu melakukan fertilisasi.
e. Duktus deferen, adalah kelanjutan dari epididimis yang berupa tuba lurus yang
terletak dalam korda spermatikus yang mengandung pembuluh darah dan
pembuluh limfatik, sistem saraf otonom, otot kremaster dan jaringan ikat.
Duktus ini mengalir dibalik kandung kemih bagian bawah dan untuk
bergabung dengan duktus ejakulatorius. Duktus deferen berfungsi untuk
mengalirkan sperma.

2.1.2.3. Duktus Ejakulatorius


Merupakan tempat pertemuan pembesaran (ampula) pada kedua ujung duktus
deferen dan duktus dari vesika seminialis. Panjangnya sekitar 2 cm dan
10

menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang berasal dari
kandung kemih.13

2.1.2.4. Uretra
Merupakan organ berbentuk pipa dengan panjang sekitar 20 cm dan menyerupai
huruf S terbalik dalam kedudukan horizontal.15 Uretra merentang dari kandung
kemih sampai ujung penis sebagai saluran sperma dan urine.13 Menurut letaknya
uretra dibedakan menjadi tiga, yaitu:
 Uretra pars prostatika, terletak dalam glandula prostata dan merupakan
uretra terlebar dengan daya dilatasi terbesar.
 Uretra pars membranasea, mulai dari ujung prostat hingga umbi zakar,
merupakan uretra terpendek dan tersempit.
 Uretra pars spongiosa, dari fasia diafragma urogenitale inferior sampai
ostium uretra eksternum, merupakan uretra terpanjang.16

2.1.2.5. Kelenjar Aksesoris


a. Sepasang vesikula seminalis, yang merupakan kantong terkonvulsi (berkelok-
kelok) yang bermuara kedalam duktus ejakulatorius menghasilkan sekret
berupa cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa, yang berfungsi
melindungi dan memberi nutrisi sperma, meningkatkan pH ejakulat dan
mengandung prostaglandin yang menyebabkan gerakan spermatozoa lebih
cepat sampai ke tuba falopii. Sekret vesikula seminalis merupakan komponen
terbesar semen.14
b. Kelenjar prostat, merupakan organ yang sebagian strukturnya merupakan
kelenjar dan sebagian lagi otot.14 Organ ini berukuran sekitar 4 x 4 cm, terletak
dibawah kandung kemih, diatas diafragma urogenitale dan meiputi bagian
pertama uretra. Terdiri atas 2 lobus lateral dan 1 lobus medial.16 Prostat
mengeluarkan cairan basa yang menyerupai susu yang menetralisir asiditas
vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas sperma yang optimum
pada pH 6.0 sampai 6.5.13
c. Kelenjar bulbouretral (cowper), adalah sepasang kelenjar kecil yang ukuran
dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa
11

yang mengandung mukus ke dalam uretra penis untuk melumasi dan


melindungi, serta ditambahkan pada semen (spermatozoa + sekret).13

2.1.2.6. Penis
Penis berfungsi sebagai tempat keluar urine, semen serta sebagai organ kopulasi.
Penis terdiri dari 3 bagian, yaitu akar, badan, dan glans penis yang banyak
mengandung ujung-ujung saraf sensorik. Badan penis dibentuk dari tiga massa
jaringan erektil silindris, yang terdiri dari 2 korpus kavernosum dan satu korpus
spongiosum.13 Kedua korpus kavernosum penis di akar penis berpencar, masing
masing membentuk krus penis yang memperoleh fiksasi ramus inferior osis pubis
dan ramus superior osis iskii. Korpus spongiosum meliputi uretra, ujungnya
membentuk umbi zakar (bulbus penis) di akar penis dan kepala zakar (glans
penis) di ujung bebasnya, glans penis diliputi oleh kulup (preputium).16 Ereksi
adalah salah satu fungsi vaskular korpus kavernosum di bawah pengendalian
sistem saraf otak. Saat terdapat stimulasi mental atau seksual, stimulasi
parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arterial yang memasuki penis sehingga
lebih banyak darah yang memasuki vena dibandingkan yang dapat di drainase
vena. Sinusoid korpus kavernosum berdistensi karena berisi darah dan menekan
vena yang dikelilingi tunika albugenia non-distensi. Setelah ejakulasi, impuls
simpatis menyebabkan terjadinya vasokonstriksi arteri dan darah mengalir ke
vena untuk dibawa menjauhi korpus. Penis mengalami detumesensi, atau kembali
ke kondisi lunak.13

2.1.3. Organ Reproduksi Perempuan


Sistem reproduksi perempuan terdiri atas genitalia eksterna dan genitalia interna.
Genitalia eksterna terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, klitoris,
vestibula, orifusium uretra, dan mulut vagina dimana terdapat himen, dan
perineum.13 Genitalia eksterna secara kolektif disebut sebagai vulva yang terbagi
atas sepertiga bagian bawah vagina, klitoris, dan labia mayora serta minora.14
Sementara genitalia interna terdiri atas ovarium, dua tuba uterin (tuba falopii),
uterus, dan vagina.13
12

2.1.3.1. Mons Pubis


Adlah bantalan jaringan lemak dan kulit yang terletak di atas simpisis pubis,
bagian ini tertutup rambut pubis setelah pubertas.13

2.1.3.2. Labia Mayora (bibir kemaluan besar)


Adalah dua lapisan kulit longitudinal yang merentang kebawah dari mons pubis
dan sisi posterior perineum. labium mayor analog dengan skrotum pada alat
kelamin laki-laki.13

2.1.3.3. Labium Minora (bibir kemaluan kecil)


Adalah lipatan kulit diantara labium mayor, tetapi mengandung kelenjar sebasea
dan beberapa kelenjar keringat. Pertemuan lipatan-lipatan labia minora di bawah
klitoris disebut prepusium dan area lipatan di bawah klitoris disebut frenulum.13

2.1.3.4. Klitoris (kelentit)


Klitoris homolog dengan penis pada laki-laki, tetapi lebih kecil dan tidak memiliki
mulut uretra. Klitoris terdiri dari dua krura (akar), satu batang dan satu glans
klitoris bundar yang mengandung banyak ujung saraf dan sangat sensitif. Batang
klitoris mengandung dua korpora kavernosum yang tersusun dari jaringan erektil.
Saat menggembung dengan darah selama eksitasi seksual, bagian ini bertanggung
jawab untuk ereksi klitoris.13

2.1.3.5. Vestibula
Adalah daerah yang dikelilingi oleh labia minora yang menutupi mulut uretra,
mulut vagina dan duktus kelenjar bartholini. Kelenjar bartholini homolog dengan
kelenjar bulbouretral pada laki-laki. Kelenjar ini memproduksi beberapa tetes
sekresi mukus untuk membantu melumasi orifisium vaginal saat eksitasi vaginal
seksual. Bulbura vestibular adalah massa jaringan erektil dalam disubstansi
jaringan labial bagian ini sebanding dengan korpus kavernosum penis.13
13

2.1.3.6. Orifisium Uretra


Adalah jalur keluar urine dari kandung kemih, tepi lateralnya mengandung duktus
untuk kelenjar parauretral (skene) yang dianggap homolog dengan kelenjar
prostat pada laki laki.13

2.1.3.7. Mulut Vagina


Mulut atau bukaan vagina terletak dibawah orifisium uertra. Himen (selaput
darah) adalah suatu membran yang bentuk dan ukurannya bervariasi, melingkari
mulut vagina.13

2.1.3.8. Perineum
Yaitu kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayora dan anus yang merupakan
area berbentuk seperti intan yang terbentang dari simpisis pubis di sisi anterior
sampai ke koksiks disisi posterior dan ke tuberositas iskial disisi lateral.13

2.1.3.9. Ovarium
Ovarium merupakan dua struktur kecil berbentuk oval, masing-masing berukuran
sekitar 2 4 1,5 cm, berada jauh di dalam pelvis, sedikit lateral dan di
belakang uterus. ovarium berfungsi memproduksi telur yang matang untuk
fertilisasi dan membuat hormon steroid dalam jumlah besar.14 Jaringan ovarium
tersusun dari medula dan korteks. Medula merupakan area terdalam yang
mengandung pembuluh darah dan limfatik, serabut saraf, sel-sel otot polos dan
jaringan ikat. Korteks merupakan lapisan stroma luar yang mengandung folikel
ovarium (unit fungsional pada ovarium).13

2.1.3.10. Tuba Uteri (Tuba falopii)


Tuba uteri memiliki panjang sekitar 10 cm dan diameter 0,7 cm, yang ditopang
ligamen besar uterus. Salah satu ujungnya melekat pada uterus dan ujung
lainnya membuka ke dalam rongga pelvis. Organ ini berfungsi menerima dan
mentransport oosit ke uterus setelah ovulasi. Tuba uteri terdiri dari infundibulum
yaitu ujung terbuka yang menyerupai corong dengan jaring (fimbriae) yang
merentang di atas permukaan ovarium untuk membantu menyapu oosit terovulasi
14

ke dalam tuba, ampula yang merupakan bagian tengah segmen tuba, dan istmus
yang merupkan segmen terdekat dari uterus.13

2.1.3.11. Uterus
Merupakan organ tunggal muskular dan berongga berbentuk seperti buah pir
terbalik dengan ukuran saat tidak hamil panjang 7 cm, lebar 5 cm, dan diameter 2-
3 cm. Organ ini terletak dibagian dalam rongga pelvis diantara rektum dan
kandung kemih. Bagian-bagian uterus terdiri dari:
a. Dinding uterus, yang terdiri dari bagian terluar serosa (perimetrium), bagian
tengah (miometrium) yang merupakan lapisan otot polos, dan bagian terdalam
(endometrium) yang menjalani perubahan siklus selama menstruasi dan
membentuk lokasi implantasi untuk ovum yang dibuahi.
b. Fundus uterus, yang merupakan bagian bundar yang letaknya superior terhadap
mulut tuba uteri.
c. Badan uterus, merupakan luas berdinding tebal yang membungkus rongga
uterus.
d. Serviks, merupakan leher bawah uterus yang terkontriksi.
e. Portio vaginalis, merupakan bagian serviks yang menonjol kedalam ujung
bagian atas vagina.13

2.1.3.12. Vagina
Vagina adalah tuba fibromuskularis yang dapat berdistansi, dan merupakan jalan
lahir bayi serta aliran menstrual yang fungsinya sebagai organ kopulasi
perempuan. Ukuran vagina bervariasi tetapi panjangnya sekitar 8-10 cm. Organ
ini menghadap uterus pada sudut sekitar 45 derajat. Vagina ini dilembabkan dan
dilumasi oleh cairan yang berasal dari kapiler pada dinding vaginal dan sekresi
dari kelenjar-kelenjar serviks.13

2.1.4. Pubertas
Pubertas adalah proses di mana seorang individu yang belum dewasa akan
mendapatkan ciri-ciri fisik dan sifat yang memungkinkannya mampu
bereproduksi. Pada anak laki-laki, pubertas sebgaian besar merupakan respons
15

tubuh terhadap meluasnya kerja androgen yang disekresi oleh testis yang mulai
aktif atas pengaruh gonadotropin. Sementara, pada anak perempuan kerja hormon
yang meluas sehingga menyebabkan sebagian besar pubertas adalah estrogen,
dimana hormon ini diskeresi oleh ovarium yang mulai aktif dibawah pengaruh
gonadotropin. Gonadotropin ini dikeluarkan oleh hipofisis anterior. Walaupun
progresi perubahan yang terjadi pada pubertas dapat diprediksi, namun banyak
terdapat perbedaan onset usia di berbagai tempat dan di dunia.14

2.1.4.1. Perubahan Fisik Laki-Laki Selama Pubertas


Dimulainya pubertas diperkirakan akibat lepasnya generator denyut GnRH di
hipotalamus dari inhibisi sistem saraf pusat. Pubertas mulai terlihat saat testis
membesar di usia antara 9-14 tahun. Ciri-ciri seksual sekunder yang lain akan
tampak secara progresif dalam 2-2,5 tahun kemudian, disusul oleh rambut wajah
yang tampak paling akhir dan belum tumbuh sempurna hingga usia 20-25 tahun.
Pematangan testis saat pubertas meliputi dimulainya produksi androgen oleh sel
leydig berupa testosteron, pertumbuhan tubulus seminiferus, dan dimulainya
spermatogenesis. Ketiga kejadian ini dikontrol oleh gonadotropin seperti FSH
(follicle stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). Meningkatnya
ukuran testis pada awal pubertas sebagian besar adalah hasil dari peningkatan
massa tubulus seminiferus dan dimulainya spermatogenesis. Stimulasi pada sel
leydig selama proses pubertas meningkatkan produksi testosteron hingga 10 kali
lipat namun hanya sedikit mempengaruhi ukuran testis, hal ini karena sel-sel
leydig hanya mengisi kurang dari 10% massa testis total. Testosteron dan
metabolitnya yang dihasilkan menyebabkan munculnya ciri seksual sekunder pada
anak laki-laki dalam masa pubertas, antara lain:
 Pembesaran laring.
 Suara yang lebih dalam (berat).
 Peningkatan massa tulang.
 Peningkatan massa dan kekuatan otot skelet.
 Penebalan kulit.
 Peningkatan dan penebalan rambut pada batang tubuh, pubis, aksila, dan
wajah.14
16

Marshall dan Tanner membagi perubahan fisik selama pubertas pada anak laki-
laki menjadi 5 tahap, dimana pola gambaran perubahan pada pubertas ini adalah
tetap namun ciri-ciri serta waktu dari perubahan ini dipengaruhi oleh ras, nutrisi,
faktor genetik maupun faktor lingkungan lainnya.

Tabel 2.1. Tahap Perkembangan Genitalia pada Anak Laki-Laki


Tahap Deskripsi Usia saat onset (tahun)
Rerata Kisaran
1 Pra remaja: ukuran dan proporsi testis,
skrotum, dan penis kira-kira sama
seperti kanak-kanak awal.
2 Skrotum dan testis membesar, tekstur 11,6 9,5-13,8
kulit skrotum berubah. Panjang testis
2,0-3,2 cm.
3 Penis bertambah panjang. Testis dan 12,9 10,8-14,9
Skrotum membesar. Panjang testis
3,3-4,0 cm.
4 Penis semakin memanjang dan 13,8 11,7-15,8
membesar, Glans berkembang.
Pembesaran testis dan skrotum
berlanjut. Skrotum menghitam.
5 Ukuran dan bentuk genitalia dewasa. 14,9 12,7-17,1
Panjang testis >5 cm.
Sumber : Heffner, Linda J. At a glance sistem reproduksi. 2006 14
17

Gambar 2.1 Tahapan Perkembangan Genitalia pada Anak Laki-Laki.


Sumber: W.A.Marshall, J.M.Tanner, 1969

Tabel 2.2. Tahap Perkembangan Rambut Pubis pada Anak Laki-Laki


Tahap Deskripsi Usia saat onset (tahun)
Rerata Kisaran
1 Pra remaja: tidak terdapat rambut
pubis.
2 Pertumbuhan tipis dan rambut halus, 13,4 11,2-15,6
lurus, dan sedikit berpigmen di dasar
penis.
3 Rambut menghitam, menebal, dan 13,9 11,9-16,0
sebagian besar keriting.
4 Rambut tampak seperti pada orang 14,4 12,2-16,5
dewasa. Tidak ada penyebaran ke
medial paha.
5 Penampakan dan jumlah rambut 15,2 13,0-17,3
seperti pada orang dewasa.
Penyebaran ke medial paha.
Penyebaran ini belum sempurna
hingga usia pertengahan 20-an.
Sumber : Heffner, Linda J. At a glance sistem reproduksi. 2006 14
18

Gambar 2.2. Tahapan Pertumbuhan Rambut Pubis pada Anak Laki-Laki.


Sumber: W.A.Marshall, J.M.Tanner, 1969

2.1.4.2. Perubahan Fisik Perempuan Selama Pubertas


Pada anak perempuan, pubertas sebagian besar merupakan respons tubuh terhadap
kerja estrogen yang meluas, yang disekresi oleh ovarium yang baru aktif dibawah
pengaruh gonadotropin yang disekresi oleh hipofisis anterior. Pubertas terlihat
saat dimulainya perkembangan payudara pada usia antara 8 dan 10 tahun. Ciri-ciri
seksual sekunder lain akan tampak dalam 2,5 tahun kemudian, pubertas mencapai
puncaknya saat terjadi menstruasi. Kelenjar adrenal mensekresi sejumlah kecil
androgen (DHEA, DHEA-S) secara lemah 2 tahun sebelum onset pubertas,
peristiwa ini disebut adrenarke, androgen inilah yang bertanggung jawab terhadap
awal pertumbuhan rambut pubis dan aksila serta pertumbuhan dan sekresi
kelenjar sebasea. Rambut pubis dan aksila tumbuh bersamaan dengan dimulainya
perkembangan payudara dan menandai onset pubertas pada anak perempuan.
Pematangan ovarium saat pubertas menyebabkan dimulainya produksi estrogen
oleh sel-sel granulosa yang mengelilingi ovum, estrogen ini menginduksi
pertumbuhan sistem duktus laktiferus, duktus-duktus ini bercabang-cabang selama
pertumbuhannya dan unung duktus ini membentuk suatu massa sel kecil dan
padat yang disebut alveoli lobular, payudara dan alveoli kemudian membesar.
Estrogen ovarium juga menghasilkan perubahan selama pubertas sebagai berikut:
 Pertumbuhan rambut pubis.
 Keratinisasi (kornifikasi) mukosa vagina.
 Pembesaran labia mayor dan minor.
 Pembesaran uterus.
19

 Peningkatan timbunan lemak di pinggul dan paha.14

Marshall dan Tanner membagi perubahan fisik selama pubertas pada anak
perempuan menjadi 5 tahap, dimana pola gambaran perubahan pada pubertas ini
adalah tetap namun ciri-ciri serta waktu dari perubahan ini dipengaruhi oleh ras,
nutrisi, faktor genetik maupun faktor lingkungan lainnya.

Tabel 2.3. Tahap Perkembangan Payudara pada Anak Perempuan.


Tahap Deskripsi Usia saat onset (tahun)
Rerata Kisaran
1 Pra remaja: Hanya papila yang
terangkat.
2 Tahap permulaan/pucuk payudara: 11,2 9,0-13,3
payudara dan papila menonjol seperti
gundukan kecil. Diameter areola
membesar.
3 Pembesaran lebih lanjut pada payudara 12,2 10,0-14,3
dan areola tanpa perbedaan kontur.
4 Areola dan papila menonjol untuk 13,1 10,8-15,3
membentuk gundukan sekunder diatas
payudara.
5 Tahap matur: penonjolan hanya pada 15,3 11,9-18,8
papila karena kembalinya areola ke
kontur umum payudara.
Sumber : Heffner, Linda J. At a glance sistem reproduksi. 2006 14

Gambar 2.3 Tahapan Perkembangan Payudara pada Anak Perempuan.


Sumber: W.A.Marshall, J.M.Tanner, 1969
20

Tabel 2.4. Tahap Perkembangan Rambut Pubis pada Anak Perempuan.


Tahap Deskripsi Usia saat onset (tahun)
Rerata Kisaran
1 Pra remaja: tidak terdapat rambut
pubis
2 Pertumbuhan tipis dan rambut halus, 11,7 9,3-14,1
lurus, dan sedikit berpigmen terutama
di sepanjang labia.
3 Rambut menghitam, menebal, dan 12,4 10,2-14,6
sebagian besar keriting. Menyebar
jarang disepanjang sambungan labia.
4 Rambut tampak seperti pada orang 13,0 10,8-15,1
dewasa. Tidak ada penyebaran ke
medial paha.
5 Penampakan dan jumlah rambut 14,4 12,2-16,7
seperti pada orang dewasa. Bentuk
menyerupai segitiga terbalik.
Penyebaran ke permukaan medial
paha namun tidak melebihi dasar
segitiga.
Sumber : Heffner, Linda J. At a glance sistem reproduksi. 200614

Gambar 2.4. Tahapan Pertumbuhan Rambut Pubis pada Anak Perempuan.


Sumber: W.A.Marshall, J.M.Tanner, 1969
21

2.1.5. Menstruasi
Menstruasi merupakan perdarahan yang teratur dari uterus yang keluar melalui
vagina sebagai tanda organ kandungan telah berfungsi matang. Menstruasi dapat
terjadi akibat korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan
implantasi ovum oleh sperma pada siklus sebelumnya, yang menyebabkan kadar
progesteron dan estrogen turun tajam, sehingga endometrium yang kaya akan
vaskular dan nutrien ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya. Turunnya
hormon-hormon ini juga merangsang pengeluaran prostaglandin uterus yang
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah endometrium sehingga terjadi
penurunan penyaluran O2 dan menyebabkan matinya jaringan endometrium,
jaringan endometrium dan pembuluh darah yang mati kemudian tersapu kedalam
lumen uterus. Prostaglandin uterus tersebut juga merangsang kontraksi ringan
ritmik miometrium yang membantu mengeluarkan sisa darah dan jaringan mati
tersebut dari rongga uterus melalui vagina sebagai darah haid.15 Mensturasi
terjadi selama 3-7 hari. Pada wanita biasanya mengalami menstruasi pertama kali
di usia 12-16 tahun, kejadian ini disebut menarche. Sedangkan menstruasi
biasanya berhenti pada usia sekitar 50 tahun yang biasanya disebut menopause.17

2.1.6. Masturbasi
2.1.6.1. Definisi Masturbasi
Masturbasi atau onani adalah kegiatan menyentuh bagian tubuh dengan tujuan
merangsang diri sendiri. Kegiatan ini dapat dilakukan baik oleh laki-laki maupun
perempuan. Remaja yang suka melakukan masturbasi terus menerus biasanya
akan ketagihan. Bila ditinjau dari segi medis, masturbasi tidak akan menyebabkan
kebutaan, kemandulan, atau gangguan saraf. Namun, dari segi psikologis orang
yang melakukan masturbasi biasanya akan merasa bersalah dan tertekan setelah
melakukan kegiatan ini. Jika kegiatan ini dilakukan secara berlebihan atau
menggunakan alat-alat tertentu akan menyebabkan lecet pada alat kelamin yang
kemudian dapat menyebabkan infeksi atau juga keadaan infertil sementara akibat
produksi sperma makin lama makin berkurang karena dikeluarkan terus
menerus.17
22

2.1.6.2. Faktor yang Mempengaruhi Masturbasi


Menurut Sarwono (dalam Sekarrini, 2012) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku seksual remaja, yaitu:

1. Perubahan hormonal
Peningkatan hormon seks pada laki-laki dan perempuan dapat
menimbulkan hasrat (libido) seksual remaja. Hasrat seksual yang muncul
membutuhkan penyaluran dalam bentuk perilaku seksual tertentu.

2. Penundaan usia perkawinan


Merupakan penundaan penyaluran hasrat seksual yang terjadi
akibat adanya penundaan usia perkawinan, oleh karena undang-undang
yang menetapkan adanya batas usia perkawinan yaitu sedikitnya 16 tahun
untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.

3. Norma di masyarakat
Norma agama yang menetap di masyarakat dimana seseorang
dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah, larangan
ini berkembang lebih jauh kepada tingkah laku seksual seperti masturbasi.
Sehingga remaja yang tidak dapat menahan diri cenderung untuk
melakukan perilaku seksual yang lain.

4. Penyebaran informasi melalui media masa


Penyebaran informasi dan rangsang seksual yang cepat mealui
media massa dengan adanya teknologi yang canggih merupakan
kecenderungan untuk makin maraknya perilaku seksual yang tak
terbendung lagi. Remaja yang berada dalam fase ingin tahu dan ingin
mencoba akan meniru apa yang didengar dan dilihatnya, khususnya karena
mereka pada umumnya belum pernah mengetahui secara lengkap masalah
seksual dari orang tuanya.

5. Tabu-larangan
Baik karena ketidaktahuan dan sikapnya yang mentabukan
pembicaraan mengenai seks, orang tua cenderung tertutup dan tidak
membicarakan masalah yang berhubungan dengan seksual pada anak.
23

6. Pergaulan dan akses yang semakin mudah


Akibat dari berkembangnya zaman dan peran serta pendidikan
perempuan yang makin sejajar dengan laki-laki, terjadi kecenderungan
pergaulan yang makin bebas antara perempuan dan laki-laki sehingga
menyebabkan rangsangan seksual yang semakin sering terjadi.18

2.1.6.3. Masturbasi Menurut Islam

Masturbasi atau onani (dalam bahasa Arab disebut dengan Istimna) adalah suatu
perbuatan merangsang diri sendiri dengan tujuan mencapai kepuasan tanpa
pasangan yang sah. Dalam agama Islam, menurut kebanyakan ulama masturbasi
adalah suatu perbuatan yang dipandang sebagai dosa besar. Menurut Imam
Ashafie dan Imam Maliki perbuatan ini diharamkan berdasarkan surat Al-
Mu’minun ayat 5-7, penjelasan ini diperkuat oleh riwayat yang dikemukakan
Imam azd-Dzahabi dalam Al-Ka’bar, 59: “di hari akhirat tuhan tidak akan melihat
golongan-golongan ini lantas terus berfirman: Masuklah kalian ke dalam api
neraka bersama-sama mereka yang (berhak) memasukinya. Golongan-golongan
tersebut ialah orang-orang homoseksual, orang yang bersetubuh dengan hewan,
orang yang mengawini istri dan juga anak perempuannya pada waktu yang sama
dan, orang yang kerap melakukan onani, kecuali jikalau mereka semua bertaubat
dan memperbetulkan diri sendiri (maka tidak lagi akan dihukum)”.19

Menurut Shah Waliallah Dahlawi, masturbasi diharamkan karena akan berdampak


negatif pada psikologis orang yang melakukannya seperti perasaan malu, kotor,
dan berdosa. Melakukan masturbasi secara sering juga akan berdampak terhadap
fisik seperti badan lemah, anggota tubuh kaku dan bergetar, perasaan tak menentu,
mempengaruhi produksi berbagai organ reproduksi normal, hingga tak bergairah.
Namun, sebagian ahli fiqh berpendapat bahwa masturbasi dibolehkan bila
seseorang menghadapi keadaan yang gawat karena luapan syahwat dan dia
berkeyakinan bahwa dengan melakukan hal ini dapat meredakan syahwatnya serta
mencegah dari perbuatan zina atau pelacuran. Masturbasi diperbolehkan oleh
ulama atas dasar kaidah usul fiqh yang menyatakan: “dibolehkan melakukan
24

bahaya yang lebih ringan supaya dapat menghindari bahaya yang lebih berat.”
Setelah tentunya seseorang melakukan tindakan preventif seperti puasa, dzikir,
dan shalat. Sehingga, masturbasi diperbolehkan atas dasar pertimbangan maslahat
agama, dan juga diharamkan atas dasar pertentangan dengan perintah dan nilai-
nilai agama.19

2.1.7. Mimpi Basah

Mimpi basah merupakan pengeluaran cairan sperma yang tak diperlukan akibat
dari berlebihnya produksi oleh testis. Pada remaja laki-laki mimpi basah terjadi
kira-kira pada usia 9-14 tahun setiap 2 hingga 3 minggu sekali. Testis mulai
memproduksi sperma setiap hari, ketika produksi sperma tidak disalurkan keluar
(misalnya melalui senggama atau masturbasi) maka sperma akan keluar pada saat
tidur baik melalui mimpi maupun tidak. Ereksi dapat terjadi ketika tidur, ereksi
adalah aksi refleks yang terjadi ketika otak menafsirkan “gejolak birahi” berupa
rangsang fisik ataupun mental termasuk ingatan fantasi dan masukan dari organ
seks. Otak mengirimkan rangsang melalui sumsum tulang belakang utnuk
memulai kejadian ereksi, darah yang masuk ke dalam panggul akan dialirkan dan
mengisi rongga di dalam penis, perintah dari otak juga menhgambat kemampuan
pembuluh darah untuk mengeluarkan darah dari rongga penis, sehingga penis
tetap ereksi, laki-laki yang sehat mengalami ereksi selama sembilan hingga
sepuluh menit sekali selama tidur, ereksi yang terakhir biasanya terjadi ketika
menjelang subuh.17

2.1.8. Penyakit Kelamin


Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan
seksual. Cara hubungan kelamin tidak hanya terbatas secara genito-genital saja
tetapi dapat juga dengan cara oro-genital atau ano-genital, sehingga kelainan yang
timbul akibat penyakit kelamin tidak hanya terdapat pada daerah genital saja,
namun juga pada daerah ekstra genital. Meskipun demikian tidak berarti bahwa
semuanya harus melalui hubungan kelamin, tetapi beberapa ada yang dapat juga
ditularkan melalui kontak langsung dengan alat-alat, seperti handuk, termometer,
pakaian dalam, dan sebagainya. Selain itu penyakit kelamin ini juga dapat
25

ditularkan kepada bayi dalam kandungan. Di Indonesia, penyakit kelamin lebih


dikenal dengan istilah IMS (Infeksi Menular Seksual), IMS mempunyai beberapa
ciri, yaitu:

1. Penularan infeksi tidak selalu melalui hubungan kelamin.


2. Infeksi dapat terjadi pada orang-orang yang belum pernah melakukan
hubungan kelamin atau orang-orang yang tidak promiskus.
3. Sebgaian penderita adalah akibat korban keadaan di luar kemampuan
mereka, dalam arti mereka sudah berusaha sepenuhnya untuk tidak
mendapat penyakit, tetapi kenyataannya masih juga terjangkit.16
Bila dilihat dari penyebabnya, maka IMS ini dapat dikelompokan sebagai berikut:

Tabel 2.5. Hubungan Antara Penyebab dan IMS.


Mikroorganisme Penyakit yang disebabkan

1. Bakteri:
Neisseria gonnorhoeae Gonore (kencing nanah)

Chlamydia trachomatis Klamidia

Treponema pallidum Sifilis (raja singa)

Gardanella vaginalis Vaginosis bakterial

Donovania granulomatis Granuloma inguinale

2. Virus:
Herpes simplex virus Herpes genitalis
Herpes b virus Hepatitis fulminan
Human papiloma virus Kondiluma akuminatum
Human immunodeficiency virus AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)

3. Protozoa:
Trichomonas vaginalis Trikomoniasis

4. Fungus:
Candida albicans Vulvovaginitis (keputihan)

5. Ektoparasit:
Phtirus pubis Pedikulosis pubis
Sacroptes scabiei var. Hominis Skabies
26

Sumber : Djuanda, A. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6. 2010 16

2.1.8.1. Infeksi Menular Seksual (IMS)


Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyakit kelamin atau IMS disebabkan oleh
mikroorganisme berupa bakteri, virus, protozoa, jamur, dan ektoparasit. Berikut
adalah jenis penyakit menular seksual, gejala, tanda-tanda, serta komplikasi yang
banyak ditemukan di Indonesia.16

A. Gonore
Gonore atau lebih dikenal dengan istilah kencing nanah disebabkan oleh bakteri
Neisseria gonnorhoeae. Masa inkubasi 2-10 hari setelah kuman masuk. Pada
umumnya penularan melalui hubungan seksual, namun dapat terjadi juga melalui
pakaian atau barang-barang yang sudah terkontaminasi. Gejala dan tanda
terseringnya adalah rasa gatal, panas di bagian distal uretra, dengan keluarnya
duh tubuh (nanah) dari ujung uretra yang kadang disertai darah, dan perasaan
nyeri ketika ereksi, pada perempuan lebih sering ditemukan tanpa keluhan atau
gejala. Gonore dapat diobati dengan pemberian antibiotik berupa penisilin.16

B. Klamidia
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Chlamydia trachomatis, sering menyebabkan
uretritis nonspesifik (U.N.S) karena sebelum tahun 1970, sebanyak 90% kasus
uretritis tidak diketahui penyebabnya akibat tidak bisa didiagnosis dengan
pemeriksaan sederhana. Masa inkubasi kuman ini 1-3 minggu setelah kontak.
Gejala pada laki-laki berupa disuria (nyeri berkemih) ringan, perasaan tidak enak
pada uretra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh (nanah) seropurulen. Pada
perempuan sering tidak menunjukan gejala, sebagian kecil keluhannya serupa
dengan yang terjadi pada laki-laki. Pada pemeriksaan serviks tampak tanda-tanda
radang serviks yang disertai adanya folikel-folikel kecil yang mudah berdarah.
Pengobatan klamidia dapat tercapai dengan pemberian antibiotik golongan
tetrasiklin atau eritromisin.16
27

C. Sifilis (Raja Singa)


Sifilis atau yang lebih dikenal dengan raja singa adalah penyakit kelamin yang
disebabkan oleh Treponema pallidum. Perjalanan penyakit ini sangat kronik dan
dapat menyerang berbagai organ tubuh, masa inkubasi kuman sekitar 2-6 minggu
namun dapat mencapai 3 bulan. Penularannya bisa melalui hubungan seksual,
transfusi, ataupun dari ibu ke janin. Penyakit ini dapat berlalu beberapa tahun
tanpa gejala. Secara klinis sifilis dibagi menjadi tiga tahap yaitu sifilis primer,
sekunder, dan tersier. Sifilis primer ditandai oleh luka pada kemaluan tanpa rasa
nyeri, sifilis sekunder ditandai dengan bintil/bercak merah di tubuh, tahap terakhir
adalah sifilis tersier dimana terjadi kelainan saraf, jantung, pembuluh darah, dan
kulit. Obat yang merupakan pilihan pada sifilis adalah penisilin intramuskular,
selain pasien pasangannya juga harus diobati, dan selama belum sembuh dilarang
bersenggama.16

D. Vaginosis bakterial
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Gardnerella vaginalis. Biasanya penyakit ini
tidak hanya disebabkan oleh kuman ini sendiri namun bersimbiosis dengan
Bacteriodes dan Peptococcus sehingga menimbulkan gejala klinis. Penyakit ini
lebih sering ditemukan pada perempuan yang aktif seksual, pada laki-laki yang
berhubungan dengan perempuan yang terinfeksi, didapatkan 90 % positif
terinfeksi G. vaginalis tetapi jarang yang menunjukan gejala klinis. Keluhan pada
perempuan biasanya berupa terdapat duh tubuh pada vagina ringan atau sedang
disertai dengan bau yang tidak enak (amis), terdapat rasa terbakar dan gatal pada
vagina dan sekitarnya. Dari pemeriksaan terlihat duh tubuh vagina berwarna abu-
abu, viskositas rendah atau normal, berbau dan jarang berbusa. Pengobatan
penyakit ini dapat diberikan dalam bentuk topikal yaitu supositoria vaginal berisi
tetrasiklin ataupun oral berupa metronidazol.16

E. Herpes simpleks
Infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpses simpleks (Herpes hominis) tipe I
atau tipe II. Penyakit ini menyerang laki-laki dan perempuan dengan frekuensi
yang sama, infeksi primer oleh virus herpes simpleks tipe I biasanya dimulai pada
28

usia anak-anak, sedangkan infeksi virus herpes simpleks tipe II biasanya pada usia
20-30 tahun dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual. Penularan
dapat terjadi melalui kontak kulit. Keluhan biasanya berupa vesikel berkelompok
diatas kulit yang sembab dan eritematosa, dengan isi cairan jernih dan kemudian
menjadi keruh, disertai gejala demam, anoreksia, dan pembengkakan kelejar getah
bening regional. Untuk pengobatannya diberikan antivirus asiklovir oral maupun
topikal.16

F. HIV/AIDS (Human immunodeficiency virus & Acquired Immune Deficiency


Syndrome)
AIDS adalah suatu sindrome kehilangan kekebalan tubuh sehingga timbul
sekumpulan gejala penyakit setelah sistem kekebalan tubuh manusia dirusak oleh
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV utamanya menyerang sistem
imun sel CD4 dan menyebabkan penghancuran pada sel tersebut. Virus ini
ditemukan pada cairan darah, sperma, cairan vagina, air liur, dan air mata. Cara
penularannya melalui hubungan seksual, transfusi darah atau cairan lainnya, jarum
suntik yang terinfeksi, dan penularan dari ibu ke janinnya. Gejala klinis yang
ditimbulkan dapat bervariasi tergantung stadium klinis penyakit. Penyakit ini
belum dapat diobat hingga sembuh, namun replikasi virus yang menyebabkan
penghancuran sel CD4 dapat ditekan dengan pemberian obat golongan anti
retroviral. Terdapat beberapa cara untuk mencegah penularan penyakit HIV,
antara lain:
1. Hindari kontak seksual dengan orang yang mengidap AIDS dan pengguna
obat bius intravena.
2. Setia dengan pasangan seksual dengan tidak bergonta-ganti pasangan.
3. Walaupun belum terbukti, penggunaan kondom sebagai pencegahan
merupakan salah satu cara yang dianjurkan.
4. Tidak menggunakan jarum suntik bersama-sama.16

G. Trikomoniasis
Trichomonas vaginalis adalah protozoa yang ditemukan oleh DONNE pada tahun
1836 yang merupakan penyebab penyakit ini. Trikomoniasis adalah infeksi
29

saluran urogenital bagian bawah, dapat terjadi pada perempuan maupun laki-laki,
namun keluhan lebih sering muncul pada perempuan, gejalanya berupa sekret
vagina berbau tidak enak, berbusa, vagina tampak bengkak dan kemerahan, serta
nyeri saat berkemih. Kuman ini tertular melalui hubungan seksual, namun juga
dapat melalui pakaian, handuk, atau berenang di air yang tercemar. Trikomoniasis
dapat diobati dengan derivat nitromidazol seperti metronidazol atau tinidazol.16

H. Pedikulosis Pubis
Penyakit ini adalah infeksi rambut di bagian pubis dan sekitarnya yang disebabkan
oleh ektoparasit Pthirus pubis. Penyakit ini menyerang orang dewasa maupun
anak-anak dengan gejala klinis berupa gatal pada daerah kemaluan. Penularan
biasanya melalui kontak langsung seperti hubungan seksual, ataupun tak langsung
seperti pakaian yang digunakan bersama dan jarang dicuci. Pengobatan penyakit
ini biasanya dengan krim gameksan 1%, selain itu rambut kelamin sebaiknya
dicukur, pakaian dalam direbus dan disetrika agar tidak terjadi infeksi ulang.16

I. Skabies
Skabies atau yang lebih dikenal dengan budukan adalah penyakit yang disebabkan
ektoparasit Sacroptes scabiei var, hominis. Penyakit ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain higienitas yang buruk, sosial ekonomi rendah, dan lain
lain. Penularannya dapat melalui kontak langsung seperti bersentuhan, maupun
tak langsung seperti tidur di kasur yang terinfeksi. Gejala klinis berupa gatal pada
bagian tubuh yang ditimbulkan oleh sensitasi terhadap sekret dan ekskret dari
parasit ini, yang memerlukan waktu sekitar 1 bulan dari penularan. Pengbatannya
biasa dengan krim sulfur presipitatum atau krim permetrin. Pencegahan penyakit
ini lebih penting dengan selalu menjaga kebersihan diri maupun pakaian atau
benda yang sering digunakan.16

2.1.8.2. Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS)


Penyebaran penyakit kelamin dapat terjadi secara cepat dan luas melalui kontak
langsung maupun tak langsung, gejala klinis yang ditimbulkan juga kadang
bersifat asimptomatik sehigga diagnosis sulit ditegakan dan kadang terlewat.
30

Dibandingkan dengan mengobati, lebih baik melakukan pencegahan terhadap


penyakit kelamin, upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah:
1. Tidak berhubungan seksual sementara waktu jika pasangan mengalami
penyakit kelamin.
2. Tidak berhubungan dengan orang yang terkena penyakit menular seksual
atau pekerja seks komersil (PSK).
3. Setia terhadap pasangan.
4. Menggunakan kondom jika berhubungan seksual, kondom dapat
mencegah sebagian besar penyakit seksual dan HIV/AIDS.
5. Tidak menggunakan jarum suntik bersama-sama dengan pengguna obat
psikotropik atau zat adiktif lainnya.
6. Menjaga kebersihan diri, pakaian, serta barang atau benda yang sering
digunakan.
7. Mendapatkan informasi mengenai penyakit kelamin baik dari sumber
elektronik maupun dokter dan petugas kesehatan.20

2.1.9. Pemeliharaan Organ Reproduksi


Organ reproduksi merupakan salah satu organ yang penting di tubuh, oleh karena
itu pemeliharaannya termasuk penting karena jika tidak dapat timbul hal-hal yang
merugikan seperti infeksi pada organ kelamin yang dapat mempengaruhi
kehidupan sehari-hari. Pemeliharaan dan perawatan organ kelamin ini bisa
berbeda secara umum maupun secara khusus yaitu sesuai jenis kelamin. Cara
pemeliharaan organ reproduksi secara umum antara lain:

1. Mengganti celana dalam minimal dua kali sehari.


2. Mencuci pakaian yang sudah digunakan secara rutin.
3. Tidak menggunakan pakaian secara bergantian dengan orang lain.
4. Membersihkan kotoran yang keluar dari alat kelamin dan anus dengan air
atau kertas pembersih (tisu) dengan gerakan yang tepat yaitu dari arah
vagina ke arah anus untuk perempuan.
5. Tidak menggunakan air yang kotor untuk membersihan kemaluan.
6. Merapihkan atau mencukur rambut kemaluan karena bisa ditumbuhi jamur
atau kutu yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan gatal.
31

Sementara, cara pemeliharaan organ reproduksi untuk perempuan mempunyai tata


cara tersendiri yang lebih spesifik karena organ reproduksi perempuan terbagi
menjadi alat kelamin luar dan dalam, sehingga cara pemeliharaannya antara lain:

1. Tidak memasukan benda asing ke dalam vagina.


2. Menggunakan celana dalam yang menyerap keringat.
3. Tidak menggunakan celana yang terlalu ketat.
4. Pemakaian pembilas vagina secukupnya, tidak berlebihan.
5. Mengganti pembalut secara rutin jika sudah penuh darah menstruasi atau
tidak lebih dari 6 jam.
6. Tetap mandi pada saat menstruasi karena tubuh menghasilkan lebih
banyak keringat dan minyak.

Organ reproduksi laki-laki tidak kalah pentingnya untuk dijaga dari berbagai
macam penyakit, cara pemeliharaan organ reproduksi laki-laki antara lain:

1. Tidak menggunakan celana yang ketat yang dapat mempengaruhi suhu


testis, sehingga dapat menghanbat produksi sperma.
2.
Menyunat kemaluan, untuk mencegah penumpukan kotoran atau smegma
untuk sehingga alat kelamin menjadi bersih.17
32

2.2. KERANGKA TEORI

Usia

Mulai meningkatnya
hormon pertumbuhan
dan seks

Organ reproduksi
matang

Pubertas

Ciri seksual Ciri seksual


primer sekunder

Sumber informasi
Perubahan pada Perubahan pola pikir
organ reproduksi dan bentuk tubuh

Orang tua dan Media massa Perkembangan


Penasaran apa guru (internet, tv, zaman
yang terjadi pada dll)
tubuhnya Norma di
masyarakat Menganggap
Penyebaran Pergaulan
tabu untuk
informasi cepat yang lebih
membicarakan
Mencari tahu mengenai bebas antara
pengetahuan
pengetahuan reproduksi Tidak boleh laki-laki dan
reproduksi
melakukan Terpapar perempuan
hubungan mengenai
seksual Mempengaruhi pengetahuan
Mempengaruhi ingkat
pranikah pengetahuan reproduksi dan
pengetahuan reproduksi pornografi
reproduksi
remaja

Perilaku
masturbasi
33

2.3 KERANGKA KONSEP

Pengetahuan organ
reproduksi

Pengetahuan fungsi
organ reproduki

Pengetahuan
menstruasi

Pengetahuan pubertas Perilaku Mastubasi

Pengetahuan
masturbasi

Pengetahuan Penyakit
kelamin

= Variabel Independen

= Variabel Dependen
34

2.4. DEFINISI OPERASIONAL


Tabel 2.6. Variabel yang Diteliti:

No Variabel Definisi Operasional Skala Pengukur Alat Ukur

1. Pengetahuan Pengetahuan mengenai Ordinal Responden 1 = Ya


organ organ yang berfungsi dalam
reproduksi reproduksi seksual.13 2 = Tidak

3 = Tidak tahu

2 Pengetahuan Pengetahuan mengenai Ordinal Responden 1 = Ya


fungsi organ fungsi organ yang berperan
reproduksi dalam reproduksi seksual.13 2 = Tidak

3 = Tidak tahu

3. Pengetahuan Pengetahuan mengenai Ordinal Responden 1 = Ya


menstruasi perubahan fisiologis dalam
(haid) tubuh perempuan yang 2 = Tidak
menjadi pertanda bahwa 3 = Tidak tahu
organ reproduksinya telah
matang.17

4. Pengetahuan Pengetahuan mengenai ciri- Ordinal Responden 1 = Ya


pubertas (akil ciri perubahan fisik, psikis,
baligh) dan pematangan fungsi 2 = Tidak
seksual.14 3 = Tidak tahu

5. Pengetahuan Pengetahuan mengenai Ordinal Responden 1 = Ya


masturbasi kegiatan perangsangan
seksual yang disengaja 2 = Tidak
untuk mendapatkan 3 = Tidak tahu
kenikmatan dan kepuasan
seksual.17

6 Perilaku Kegiatan menyentuh bagian Nominal Responden 1 = Ya


masturbasi tubuh dengan tujuan
merangsang diri sendiri 2 = Tidak
untuk mendapat kenikmatan
dan kepuasan seksual,17
dengan jangka waktu sejak
pubertas hingga sekarang.

7 Alasan Alasan seseorang Nominal Responden 1 = Menonton porno


masturbasi melakukan kegiatan
masturbasi. 2 = Ada waktu senggang

3 = Timbul dengan
35

sendirinya

4 = Lainnya

8 Pengetahuan Pengetahuan mengenai Ordinal Responden 1 = Ya


penyakit penyakit yang menyerang
kelamin pada alat kelamin serta cara 2 = Tidak
menghindari dan 3 = Tidak tahu
pengobatannya.16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian analatik dengan metode
pengumpulan data secara cross sectional. Peneliti menggunakan desain penelitian
cross sectional dikarenakan tidak membutuhkan banyak waktu, pengambilan
sampel hanya satu kali, dan tidak memerlukan follow-up. Penelitian ini meliputi
pengambilan data dengan kuisioner kepada responden, analisis data, dan
interpretasi hasil penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren X, Bogor. Peneliti memilih
Pondok Pesantren X, Bogor dikarenakan Pesantren ini merupakan Pondok
Pesantren dengan jumlah santri dan santriwati yang banyak sehingga diharapkan
data yang diambil bisa mewakili populasi Pondok Pesantren, selain itu lokasi yang
mudah dijangkau oleh peneliti memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang
dibutuhkan.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini mulai dilaksanakan dari bulan November 2016, dengan
pengambilan data menggunakan kuesioner mandiri pada bulan April 2017.

3.3. Populasi Penelitian


Populasi penelitian pada Pondok Pesantren X, Bogor berjumlah 3795
orang yang terdiri dari santri dan santriwati dengan tingkatan Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Tingkatan ini dibagi menjadi beberapa kelas
dengan Madrasah Tsanawiyah terdiri atas tingkat 7, 8, 9. Untuk Madrasah Aliyah
terdiri atas tingkat 10, 11, 12.

36
37

3.4. Sampel Penelitian dan Cara Pengambilan Sampel


Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah santri dan santriwati
Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren X, Bogor.
Penelitian dilakukan dengan metode Purposive Sampling. Kelas yang diambil
sebagai sampel terdiri atas 12 kelas yang terbagi dari 6 kelas santri dan 6 kelas
santriwati, kelas santri yang diambil terdiri atas kelas 7, 8, 9, 10, 11 ipa 1, dan 11
ips 1.

3.5. Besar Sampel


3.5.1 Perhitungan Besar Sampel
Perhitungan besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus Slovin
(Sevilla et. al., 2007):

n = Jumlah sampel, N = Total populasi, e = Tingkat kesalahan yang ditoleransi,


yaitu (5%).

Pada penelitian ini peneliti memilih e = 0.05, dengan N = 3795 sehingga


didapatkan minimal jumlah sampel sebanyak 361.89 sampel yang dibulatkan
38

menjadi 362. Namun ditambahkan 10% untuk mengantisipasi adanya drop out
sehingga jumlah minimal sampel penelitian menjadi 398 sampel.

3.5.2 Sampel yang Diambil


Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan sebanyak 398. Responden yang
berhasil dikumpulkan melebihi jumlah minimal yaitu 440. Setelah proses cleaning
data, yang diolah hanya 400 kuesioner.

3.6. Kriteria Inklusi dan Kriteria Ekslusi


3.6.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi untuk penelitian ini adalah:
1. Santri dengan usia 10 -19 tahun.
2. Bersedia menyetujui informed consent yang diajukan.
3. Hadir saat pengambilan data dilakukan.

3.6.2. Kriteria Eksklusi


Kriteria ekslusi untuk penelitian ini adalah:
1. Santri yang sudah menikah.
2. Santri yang pernah atau sedang terkena infeksi menular seksual.

3.7. Variabel Penelitian


3.7.1 Variabel Bebas
Pengetahuan mengenai organ reproduksi, fungsi organ reproduksi,
menstruasi (haid), pubertas (akil baligh), masturbasi, dan penyakit kelamin.

3.7.2 Variabel Terikat


Perilaku masturbasi.
39

3.8. Cara Kerja Penelitian


3.8.1. Alur Penelitian

Pembuatan Kuisioner

Penentuan Jumlah Sampel

Pembagian Kuisioner

Pengisian Informed consent


dan Data

Pengumpulan Data

Analisis dan Pengolahan


Data

Penyajian Data

3.8.2. Instrumen Penelitian


Kuesioner mengacu pada Illustrative Questionnare for Interview-Survey
with Young People oleh Cleland, J. dan diadaptasi dari penelitian sebelumnya:
Stefanie D21, Nuraini P22, Hazaifullah Z23, Resti24, Kaeran25, Kurniawati L26,
Paramitha S27, yang dimodifikasi demi kepentingan penelitian.

3.9. Manajemen Data


3.9.1. Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan pada bulan April tahun 2017, data yang
digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil kuesioner yang dibagikan
40

kepada santri dan santriwati Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pondok Pesantren
X, Bogor.

3.9.2 Analisis Data


Data yang telah terkumpul dari hasil jawaban responden diolah oleh
peneliti dengan menggunakan bantuan komputer dan software SPSS versi 22.
Tahapan pengolahan data terdiri atas editing, cleaning, coding, dan
recording/entry data. Analsisa data dilakukan dengan menggunakan metode
analisa univariat dan bivariat untuk mendeskripsikan hasil dari variabel yang
diteliti.

3.9.2.1. Analisis univariat


Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik dari data
variabel dependen dan variabel independen yang ada. Keseluruhan data yang ada
dalam kuisioner diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

3.9.2.2. Analisis bivariat


Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen. Analisis baviariat dilakukan
menggunakan uji Chi-Square, bila syarat uji tidak terpenuhi maka dilakukan
dengan uji Fisher Exact dan bila masih tidak terpenuhi dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnow. Hasil uji berupa nilai p, dimana dalam penelitian ini
digunakan nilai kemaknaan 0,05, sehingga dikatakan tidak bermakna bila p>0,05
yang artinya tidak terdapat hubungan antara variabel dependen dan independen,
dan dikatakan bermakna bila p<0,05 yang artinya terdapat hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen.

3.10. Etika Penelitian


Peneliti menyematkan lembar inform consent pada kuesioner untuk
responden sebagai bukti bahwa responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian
ini.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS


4.1.1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui taraf kesesuaian dan ketepatan


alat ukur (instrumen) dalam menilai suatu objek (Arikunto, 2006).28 Suatu item
dikatakan memiliki nilai validitas yang baik apabila memiliki nilai Pearson
correlation (r hitung) lebih dari r table. r hitung dicari dengan menggunakan SPSS
sementara r tabel dicari dengan cara melihat ketentuan r minimal yaitu 0,3
(Sugiyono, 2011).29

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas pada Item Kuesioner

No Variabel Range r hitung

1. Pengetahuan organ reproduksi 0,503 – 0,758

2. Pengetahuan fungsi organ reproduksi 0,662 - 0,718

3. Pengetahuan menstruasi 0,518 – 0,750

4. Pengetahuan pubertas 0,487 – 0,767*

5. Pengetahuan masturbasi 0,749 – 0,828

6. Perilaku masturbasi 0,675 – 0,855

7. Pengetahuan penyakit kelamin 0,371 – 0,684

* Pada variabel pengetahuan pubertas terdapat 2 pertanyaan yang validitas kurang


baik, hal ini dapat dikarenakan kalimat pertanyaan yang sulit dipahami oleh
responden, sehingga nomor 10 dan 11a tidak diikutsertakan dalam analisis.

4.1.2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas dilakukan untuk mengetahui kehandalan instrumen


penelitian menghasilkan ukuran yang konsisten bila instrumen digunakan untuk

41
42

melakukan pengukuran berkali-kali. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk
mengukur reliabilitas (Malhotra, 2012).30 Salah satu caranya adalah dengan
reliabilitas konsistensi-internal yang dapat mengukur dua atau lebih konsep yang
sama pada waktu yang bersamaan, selain itu juga dapat mengukur tingkat
kesetujuan responden. Ada dua jenis metode dari reliabilitas konsistensi-internal,
salah satunya adalah Coefficient alpha atau Cronbach’s alpha yang merupakan
teknik pengujian keandalan kuesioner yang paling sering digunakan (Bryman dan
Bell, 2007). Cronbach’s alpha merupakan suatu ukuran keandalan yang
mempunyai nilai berkisar dari 0 hingga 1. Semakin tinggi nilainya maka
instrumen tersebut makin dapat diandalkan. Berikut adalah interpretasi nilai
cronbach’s α alpha: 31

1. Kurang reliable : cronbach’s α alpha 0.00 – 0,20


2. Agak reliable : cronbach’s α alpha 0.21 – 0,40
3. Cukup reliable : cronbach’s α alpha 0.41 – 0,60
4. Reliable : cronbach’s α alpha 0.61 – 0,80
5. Sangat reliable : cronbach’s α alpha 0.81 – 1,00

Tabel 4.2. Hasil Uji Reliabilitas pada Item Kuesioner

No Variabel Cronbach’s Alpha (α)

1. Pengetahuan organ reproduksi 0,814

2. Pengetahuan fungsi organ reproduksi 0,618

3. Pengetahuan menstruasi 0,400

4. Pengetahuan pubertas 0,807

5. Pengetahuan masturbasi 0,720

6. Perilaku masturbasi 0,452

7. Pengetahuan penyakit kelamin 0,927


43

4.2. ANALISIS UNIVARIAT

Analisis univariat dimaksudkan untuk melihat hasil data yang didapat


dalam bentuk statistik deskriptif.32 Data yang dijelaskan pada analisis univariat
meliputi karakteristik responden penelitian, tingkat pengetahuan kesehatan
reproduksi, tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi per variabel, dan perilaku
masturbasi.

4.2.1. Karakteristik Responden Penelitian

Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah santri dan santriwati
Pondok Pesantren X Bogor, dengan berbagai usia, jenis kelamin, dan tingkat
pendidikan. Berikut adalah gambaran sampel pada peneitian ini.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Penelitian (n=400)


Jumlah
No. Variabel Kategori
N Persentase (%)

1. Jenis Kelamin Laki-laki 200 50

Perempuan 200 50

2. Usia (tahun) Mean 15,02 (±1,62) 400 100

3. Tingkat Pendidikan Tsanawiyah 200 50


(madrasah)
Aliyah 200 50

Dari tabel diatas didapatkan bahwa sebaran responden laki-laki (santri)


dan perempuan (santriwati) jumlahnya sebanding, dengan total sebanyak 400
santri. Dari sebaran usia santri dan santriwati didapatkan bahwa usia rerata
responden adalah 15 tahun dengan standar deviasi ±1,62 tahun. Tingkat
pendidikan responden pada penelitian ini memiliki jumlah sebanding antara
Tsanawiyah atau Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Aliyah atau Sekolah
Menengah Atas (SMA).
44

4.2.2. Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan santri dan santriwati mengenai kesehatan reproduksi dinilai


dengan menghitung jumlah jawaban benar dari pertanyaan yang diberikan,
dimana jawaban benar diberikan nilai 1 dan jawaban salah atau tidak tahu
diberikan nilai 0. Hasil jumlah skor digunakan untuk mengkategorikan tingkat
pengetahuan menjadi dua yaitu pengetahuan baik dan pengetahuan buruk, dengan
cara mencari median total jumlah skor yang didapat karena data yang digunakan
tidak berdistribusi normal. Sehingga skor total < median dikategorikan memiliki
pengetahuan buruk dan skor total ≥ dikategorikan memiliki pengetahuan baik.32

Tabel 4.4. Gambaran Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi (n=400)


Santri Santriwati

Variabel Kategori Jumlah Jumlah Total


No.
Persentase Persentase
n N
(%) (%)

Baik 106 26,5 103 25,75 52,25


1. Tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi
Buruk 94 23,5 97 24,25 47,75

Berdasarkan Tabel 4.4., didapatkan santri memiliki tingkat pengetahuan


baik mengenai kesehatan reproduksi sedikit lebih tinggi (26,5%) dari santriwati,
serta lebih banyak santriwati yang memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Dari
data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaran pengetahuan santri terhadap
kesehatan reproduksi hampir seimbang antara yang baik dan buruk.

4.2.3. Gambaran Variabel Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan kesehatan reproduksi pada penelitian ini dinilai atas beberapa


variabel yang terdiri atas pengetahuan organ reproduksi, pengetahuan fungsi
organ reproduksi, pengetahuan mengenai menstruasi, pengetahuan mengenai
pubertas, pengetahuan mengenai masturbasi, dan pengetahuan mengenai penyakit
kelamin. Cara penghitungan variabel pengetahuan didasarkan atas jumlah skor
45

total per variabel yang didapat dimana benar diberikan skor 1 dan salah atau tidak
tahu diberikan nilai 0. Kemudian pengetahuan santri dan santriwati dikategorikan
menjadi baik dan buruk berdasarkan nilai median dari skor total per variabel
karena data yang digunakan tidak berdistribusi normal. Sehingga skor total <
median dikategorikan memiliki pengetahuan buruk dan skor total ≥ dikategorikan
memiliki pengetahuan baik.32

Tabel 4.5. Gambaran Variabel Pengetahuan Kesehatan Reproduksi (n=200)


Santri Santriwati

Variabel Kategori Jumlah Jumlah


No.
Persentase Persentase
n N
(%) (%)

Baik 116 58,0 105 52,5


1. Organ reproduksi
Buruk 84 42,0 95 47,5

Fungsi organ Baik 143 71,5 149 74,5


2. reproduksi Buruk 57 28,5 51 25,5

Baik 105 52,5 167 83,5


3. Menstruasi (Haid)
Buruk 95 47,5 33 16,5

Baik 115 57,5 137 68,5


4. Pubertas (Akil Baligh)
Buruk 85 42,5 63 31,5

Baik 129 64,5 79 39,5


5. Masturbasi
Buruk 71 35,5 121 60,5

Baik 103 51,5 106 53,0


6. Penyakit kelamin
Buruk 97 48,5 94 47,0

Dari Tabel 4.5., didapatkan santri memiliki tingkat pengetahuan yang lebih
tinggi pada variabel pengetahuan organ reproduksi dan pengetahuan masturbasi.
Sementara santriwati memiliki tingkat pengetahuan lebih tinggi pada variabel
pengetahuan fungsi organ reproduksi, pengetahuan mengenai menstruasi,
pengetahuan mengenai pubertas, dan pengetahuan mengenai penyakit kelamin.
Tingkat pengetahuan santri dan santriwati sudah baik pada pengetahuan
46

mengenai fungsi organ reproduksi, dan tingkat pengetahuan santriwati tinggi pada
pengetahuan mengenai menstruasi. Namun pada variabel yang lain tingkat
pengetahuan yang baik didapatkan hampir sama besarnya dengan tingkat
pengetahuan yang buruk.

Pada variabel mengenai pengetahuan organ reproduksi, pubertas,


masturbasi, dan penyakit kelamin didapatkan hampir setengah dari santri dan
santriwati memiliki tingkat pengetahuan yang buruk masih tinggi dimana hampir
seimbang dengan tingkat pengetahuan yang baik, hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Halima (2014) yang mengatakan bahwa informasi yang
diketahui santri dan santriwati hanya sebatas masalah yang berhubungan
kesehatan reproduksi seperti alat-alat reproduksi, menstruasi, pertumbuhan dan
perkembangan, serta penyakit yang diakibatkan jika organ reproduksi itu tidak
sehat, sehingga santri dan santriwati membutuhkan informasi mengenai alat
reproduksi, gangguan penyakit, serta pencegahan dan pengobatan penyakit
reproduksi. Sementara sumber informasi yang tersedia hanya dari pelajaran
biologi dan fiqih yang pada dasarnya tidak spesifik membahas masalah kesehatan
reproduksi.33

Pada variabel mengenai pengetahuan menstruasi, didapatkan tingkat


pengentahuan santriwati tergolong tinggi dengan santriwati yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 86,5% sementara yang memiliki pengetahuan buruk
hanya sebesar 16,5%. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakuakan oleh Singh (1999) dimana remaja putri di Haryana berumur 13-17
tahun memiliki pengetahuan yang kurang mengenai proses dari menstruasi.34
Namun, penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Mbizvo (1995) dimana
pengetahuan remaja Zimbabwe berumur 10-19 tahun mengenai definisi dan
interpretasi menstruasi tinggi dengan persentase bervasriasi tergantung sekolah
antara 68% - 86%.35 Perbedaan jumlah santri dan santriwati yang memiliki tingkat
pengetahuan baik dapat disebabkan karena santriwati mengalami menstruasi dan
santri tidak sehingga memiliki tingkat pengetahuan yang lebih tinggi
dibandingkan santri.
47

Selain itu didapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan santri mengenai


masturbasi lebih tinggi dibandingkan dengan santriwati dengan santri yang
memiliki pengetahuan baik sebesar 64,5% dan hanya 39,5% santriwati yang
memiliki pengetahuan baik mengenai masturbasi. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nair (2013) yang dilakukan pada dewasa muda yang belum dan sudah
menikah dengan kelompok usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun dimana laki-laki
memiliki pengetahuan yang lebih tinggi secara statistikal mengenai masturbasi
(72,3%) dibandingkan perempuan.36 Pengetahuan santri lebih tinggi dibandingkan
santriwati dapat disebabkan karena banyak faktor, antara lain santri lebih sering
melakukan masturbasi dibandingkan santriwati sehingga santri lebih sadar
mengenai pengetahuan masturbasi.

4.2.4. Gambaran Perilaku Masturbasi

Perilaku masturbasi santri diukur untuk mendapatkan apakah santri dan


santriwati melakukan masturbasi, dan apa alasan melakukannya. Terdapat 3
pertanyaan dengan jawaban yang tidak bersifat benar atau salah melainkan pernah
atau tidaknya santri melakukan masturbasi, alasan melakukan masturbasi, dan
mampu atau tidaknya santri mengendalikan nafsu bila datang keinginan untuk
masturbasi. Data disajikan dalam bentuk frekuensi dan persentase dari jawaban
yang didapatkan.
48

Tabel 4.6. Gambaran Perilaku Masturbasi (n=400)


Santri Santriwati

Jumlah Jumlah Total


No. Variabel Kategori
Persentase Persentase
n N
(%) (%)

Pernah melakukan Ya 96 24,0 6 1,5 25,5


1. masturbasi Tidak 104 26,0 194 48,5 74,5

Menonton porno 48 12,0 2 0,5 12,5

Ada waktu senggang 5 1,25 0 0,0 1,25


Alasan melakukakan
2. Timbul sendiri 33 8,25 3 0,75 9,0
masturbasi
Lainnya 14 3,5 0 0,0 3,5

Tidak menjawab 100 25,0 195 48,75 73,75

Jika timbul keinginan Ya 42 10,5 4 1,0 11,5


untuk masturbasi,
3. saya tidak mampu Tidak 81 20,25 136 34,0 54,25
menahan diri untuk
melakukannya Tidak menjawab 77 19,25 60 15,0 34,25

Masturbasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan


kepuasan pada diri sendiri tanpa melakukan hubungan seksual, kegiatan ini
dilakukan dengan cara merangsang atau menyetuh bagian tubuh berupa organ
kelamin dan daerah sekitarnya. Didapatkan hasil bahwa perilaku masturbasi lebih
tinggi terjadi pada santri dibandingkan santriwati, dengan 96 santri (24%) pernah
melakukan masturbasi sementara hanya 6 santriwati (1,5%) yang pernah
melakukan masturbasi. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dialkukan oleh Wang (2008) pada siswa sekolah menengah pertama di China
dimana perilaku masturbasi lebih tinggi prevalensinya pada siswa dibandingkan
dengan siswi (p<0,05).37 Didapatkan berbagai macam alasan santri melakukan
masturbasi dengan alasan terbanyak berupa menonton tayangan porno (12%)
sementara alasan masturbasi pada santriwati lebih banyak timbul dengan
sendirinya yang dijawab oleh 3 responden (0,75%). Pada pertanyaan mengenai
49

kemampuan untuk menahan keinginan masturbasi, didapatkan 42 santri (10,5%)


tidak dapat menahan diri jika timbul keinginan, sementara pada santriwati
didapatkan jumlah yang tinggi yaitu 168 santriwati (42%) mampu untuk menahan
jika timbul keinginan masturbasi. Perilaku masturbasi yang lebih tinggi pada
santri dibandingkan santriwati disebabkan banyaknya santri yang tidak mampu
menahan diri jika timbul keinginan untuk masturbasi. Selain itu santri lebih
banyak mengakses tayangan porno dibandingkan santriwati, hal ini dapat
disebabkan oleh karena santriwati menganggap hal-hal yang berbau pornografi
sebagai sesuatu yang “tabu” dan cenderung untuk menghindarinya.

4.3. ANALISIS BIVARIAT

Analisis bivariat adalah uji analisis yang dilakukan untuk menilai apakah
terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Pada penelitian
ini yang menjadi variabel bebas adalah tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi
dan yang menjadi variabel terikat adalah perilaku masturbasi. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan perilaku masturbasi. Setelah menentukan variabel,
peneliti menentukan jenis hipotesis yang merupakan hipotesis komparatif
(perbandingan), dengan kedua skala variabelnya berupa kategorik yaitu tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi dan perilaku masturbasi, dimana variabel yang
digunakan tidak berpasangan. Sehingga peneliti menggunakan uji Chi-Square
yang merupakan uji hipotesis komparatif kategorik tidak berpasangan. Hasil
penelitian ini memenuhi syarat untuk uji Chi-Square karena tidak terdapat nilai
cells dengan expected counts dibawah 5. Nilai p value yang dipakai adalah nilai
Pearson Chi-Square.32
50

4.3.1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan


Perilaku Masturbasi

Tabel 4.7. Sebaran Responden berdasarkan Hubungan Tingkat Pengetahuan


Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Masturbasi (n=400)

Masturbasi
Total p CI (95%)
Variabel independen Ya Tidak OR
value
N % N % n % Min Max

Baik 55 13,75 51 12,75 106 26,5


Santri 0,243 0,717 0,411 1,253
Tingkat Buruk 41 10,25 53 13,25 94 23,5
pengetahuan
kesehatan
reproduksi Baik 3 0,75 100 25 103 25,75
Santriwati 0,940 1,064 0,210 5,402
Buruk 3 0,75 94 23,5 97 24,25

Total 102 25,5 298 74,5 400 100

Berdasarkan Tabel 4.7., didapatkan bahwa responden dengan tingkat


pengetahuan buruk yang melakukan masturbasi sebanyak 44 responden (11%),
jumlah ini tidak jauh berbeda dengan responden yang memiliki tingkat
pengetahuan kesehatan reproduksi yang baik yaitu 58 responden (14,5%).
Sementara responden yang memiliki tingkat pengetahuan buruk namun tidak
melakukan masturbasi sebanyak 147 responden (36,75%), dan responden yang
memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan tidak melakukan
masturbasi merupakan kemlompok dengan jumlah responden terbanyak yaitu 151
responden (37,75%).

Hasil yang didapat dari uji Chi-Square yang membandingkan tingkat


pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku masturbasi santri diperoleh
nilai p value = 0,243 (OR: 0,717 CI 95% 0,411-1,253) yang berarti p > 0,05. Dan
hasil uji Chi-Square tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi dengan perilaku
51

masturbasi santriwati diperoleh nilai p value = 0,940 (OR: 1,064 CI 95% 0,210-
5,402) yang berarti p > 0,05. Sehingga dari kedua uji ini dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan perilaku masturbasi pada santri dan santriwati
Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pondok Pesantren X, Bogor.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Wang
(2015) yang dilakukan di Ningbo, yang menunjukan adanya hubungan antara
pengetahuan reproduksi dengan perilaku masturbasi (p<0.01). Dimana dari 7362
mahasiswa (42,1% laki-laki dan 57,9% perempuan) yang menjadi responden,
sebanyak 2438 mahasiswa yang menerima pengetahuan seksual dan reproduksi
menunjukan perilaku masturbasi yang lebih tinggi dibanding yang tidak menerima
pengetahuan seksual dan reproduksi.38 Hal ini dapat disebabkan oleh karena ada
banyak faktor yang mempengaruhi perilaku masturbasi antara lain perubahan
hormonal, penundaan usia kawin, norma di masyarakat, penyebaran informasi
melalui media massa, serta pergaulan dan akses yang semakin mudah.

4.4. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pengisian kuisioner


sehingga memungkinkan terjadinya recall bias, kemungkinan responden lupa
dan penilaian bersifat subjektif serta berbeda-beda antara responden.
2. Penelitian ini mengambil tempat di Pondok Pesantren X, Bogor dengan
sampel yang kurang lebih bersifat homogen yang menyebabkan hasil
penelitian kurang bermakna dan kurang mewakili seluruh populasi santri dan
santriwati yang ada di Indonesia.
3. Data yang digunakan didapatkan dari santri madrasah tsanawiyah dan aliyah
dimana mereka memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai umur,
sehingga hasil yang didapat kurang mencerminkan pengetahuan yang
sebenarnya.
4. Penelitian ini hanya ditujukan untuk menilai hubungan tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi dan perilaku masturbasi saja. Namun, tidak diteliti
faktor-faktor lain yang menyebabkan santri melakukan masturbasi selain
tingkat pengetahuan reproduksi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada Pondok Pesantren X, Bogor


masih tergolong rendah dengan 52,25% responden memiliki pengetahuan baik
dan 47,75% memiliki pengetahuan buruk.
2. Prevalensi responden pada Pondok Pesantren X, Bogor yang pernah
melakukan masturbasi didapatkan sebanyak 96 santri (24%) dan 6 santriwati
(1,5%).
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan
kesehatan reproduksi dengan perilaku masturbasi santri (p = 0,243 (OR: 0,717
CI 95% 0,411-1,253)) dan santriwati (p = 0,940 (OR: 1,064 CI 95% 0,210-
5,402)) pada Pondok Pesantren X, Bogor.

5.2. SARAN

1. Diharapkan pondok pesantren dapat memberikan pelajaran dan pengarahan


mengenai kesehatan reproduksi melalui sarana pembelajaran ataupun
konseling agar dapat meningkatkan pengetahuan santri.
2. Diharapkan pondok pesantren dapat mengarahkan dorongan seksual santri
kepada aktivitas yang lebih bermanfaat seperti olahraga, seni rupa, dan
aktivitas yang lain.
3. Disarankan kepada pondok pesantren untuk memasukan pelajaran tentang
kesehatan reproduksi dalam kurikulum pembelajaran.
4. Kepada peneliti berikutnya, untuk meneliti lebih lanjut faktor-faktor lain yang
mempengaruhi tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi serta perilaku
masturbasi.
5. Memperbaiki dan mengembangkan kuisioner pada kuisioner yang memiliki
nilai validitas kurang baik untuk menghindari bias yang dapat mempengaruhi
hasil penelitian, serta lebih jauh lagi agar dapat membuat kuisioner yang baku
mengenai tingkat pengetahuan reproduksi dan perilaku masturbasi.

52
53

6. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya diteliti darimana saja sumber informasi


pengetahuan kesehatan reproduksi serta besar persentasenya.
7. Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya data diambil dengan metode
wawancara untuk menghindari ketidaklengkapan dan ketidakjujuran
responden dalam pengisian kuisioner.
8. Diharapkan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan sampel dari berbagai pondok pesantren agar data yang
didapatkan lebih heterogen dan dapat mewakili populasi santri di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Health Topics: Reproductive Health. 2015


[dikutip 17 Januari 2017]; Tersedia pada:
http://www.who.int/topics/reproductive_health/en/

2. Departemen Kesehatan RI. Infodatin Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja.


2014 [dikutip 17 Januari 2017]; Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/

3. United Nation Population Fund. Adolescents and Youth. 2012 [dikutip 13


Januari 2017]; Tersedia pada: http://Indonesia.unfpa.org/en/node/

4. Asri M, Pranata S. Santri pondok pesantren dan informasi kesehatan


reproduksi terkini. Kemenkes RI. 2015;19(1).

5. Pendis Kementrian Agama. Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok


Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur’an(TPQ)
Tahun Pelajaran 2011-2012. 2013;69.

6. Mairo QKN, Rahayuningsih S, Purwara B. Kesehatan Reproduksi Remaja


Putri di Pondok Pesantren Sidoarjo Jawa Timur. Surabaya Politek Kesehat
Kemenkes. 2015;47(2):77–83.

7. United Nation Population Fund. Sexual reproductive health. 2013 [dikutip 16


Februari 2017]; Tersedia pada: http://www.unfpa.org/sexual-reproductive-
health

8. Departemen Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. 2015


[dikutip 16 Februari 2017]; Tersedia pada: http://www.depkes.go.id/pdf.

9. United Nation Population Fund. Programme of action: adopted at the


international conference on population and development, cairo, 1994. 2004
[dikutip 16 Februari 2017]; Tersedia pada:
https://www.unfpa.org/sites/default/files/event-pdf/PoA_en.pdf

54
55

10. Badan pengembangan dan pembinaan Bahasa, Kemdikbud. Kamus Besar


Bahasa Indonesia. 2012 [dikutip 16 Februari 2017]; Tersedia pada:
http://kbbi.web.id/sehat

11. Badan pengembangan dan pembinaan Bahasa, Kemdikbud. Kamus Besar


Bahasa Indonesia. 2012 [dikutip 16 Februari 2017]; Tersedia pada:
http://kbbi.web.id/reproduksi

12. Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. 2014 [dikutip 16
Februari 2017]; Tersedia pada: http://kesga.kemkes.go.id

13. Setiadi. Anatomi & fisiologi manusia. Jakarta: Graha ilmu; 2007.

14. Heffner LJ, Danny J. Schust. At a glance sistem reproduksi. 2 ed. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2006.

15. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 8 ed. Jakarta: EGC; 2012.

16. Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6 ed. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.

17. Kusmiran E. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba


Medika; 2011.

18. Sekarrini L. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual


Remaja di SMK Kesehatan di Kabupaten Bogor Tahun 2011. Univ Indonesia
Fak Ilmu Kesehatan Masyarakat. 2012;

19. Saefullah S. Onani apa hukumnya dalam islam. 18 Agustus 2017 [dikutip 14
November 2017]; Tersedia pada: https://www.islampos.com/onani-apa-
hukumnya-dalam-islam-42982/

20. Dirjen pengendalian penyakit dan penyehatan lingkingan. Pedoman Nasional


penanganan infeksi menular seksual. Jakarta: Kemenkes RI; 2011.
56

21. Stefanie D. Hubungan persepsi tentang Masturabasi dengan perilaku


Masturbasi pada usia remaja akhir. Univ Indonesia Fak Ilmu Keperawatan.
2008;

22. Nuraini P, Wulandari P. Hubungan tayangan porno di media cetak dan media
elektronik terhadap perilaku masturbasi pada SMA N 65 Jakarta Barat. Univ
Indonesia Fak Ilmu Keperawatan. 2002;

23. Iqbal ZH. Reaksi santri terhadap prilaku homoseksual di Lingkungan


Pesantren (studi kasus terhadap santri yang pernah menjadi saksi dalam kasus
Homoseksual di Pesantren X, di Daerah Curug, Kab. Bogor). Univ Indonesia
Fak Ilmu Sos Dan Ilmu Politik. 2003;

24. Permata AR. Gambaran tingkat pengetahuan remaja SMA Negeri 14 Jakarta
tentang homoseksual = Knowledge of homosexuality in students of 14 Senior
High School. Univ Indonesia Fak Ilmu Keperawatan. 2013;

25. Kaeran. Hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang kesehatan


reproduksi terkait perilaku seksual. Univ Indonesia Fak Ilmu Keperawatan.
2007;

26. Kurniawati L. Hubungan antara tingkat pengetahuan remaja dengan perilaku


dalam menjaga kesehatan reproduksi. Univ Indonesia Fak Ilmu Keperawatan.
2008;

27. utami S paramitha budhi. Pengetahuan remaja desa mengenai kesehatan


reproduksi dan fungsi organ reproduksi (Studi kasus pada remaja desa
Mandiangin, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan). Univ Indonesia Fak
Ilmu Sos Dan Ilmu Polit. 1997;

28. Umar H. Nilai Validitas dan Reliabilitas. 2007 [dikutip 17 Maret 2017];
Tersedia pada: http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/542/jbptunikompp-gdl-
denisprayu-27088-4-unikom_d-i.pdf
57

29. Anonim. Uji validitas dan Reliabilitas Dengan Spss. 16 Mei 2016 [dikutip 2
Oktober 2017]; Tersedia pada: http://www.spssstatistik.com/uji-validitas-dan-
reliabilitas-dengan-spss/

30. Malhotra NK. Marketing Research: An Applied Approach. Prentice


HallFinancial Times. 2007;

31. Sanusi SR. Beberapa Uji Validitas dan Reliabilitas Pada Instrumen Penelitian.
USU Institutional Repos [Internet]. [dikutip 4 Oktober 2017]; Tersedia pada:
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/542/jbptunikompp-gdl-denisprayu-27088-
4-unikom_d-i.pdf

32. Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran Kesehatan. 4 ed. Jakarta: Salemba
medika; 2009.

33. Halima S, Rahman MA, Riskiyani S. Persepsi Remaja Tentang Kesehatan


Reproduksi di Pondok Pesantren Manahilil Ulum Hidayah Kaballangang
Kabupaten Pinrang. Bagian Promosi Kesehat Dan Ilmu Perilaku FKM Unhas
Makassar. Januari 2014;3(1):41–7.

34. Singh MM, Devi R, Gupta SS. Awareness and health seeking behaviour of
rural adolescent school girls on menstrual and reproductive health problems.
Indian J Med Sci. 1999;53(10)(439–43).

35. Mbizvo MT, Kasule J, Gupta V, Rusakaniko S. Reproductive biology


knowledge, and behaviour of teenagers in East, Central and Southern Africa:
the Zimbabwe case study. Center Africa J Med. November 1995;41(11)(346).

36. Nair MK, Thankachi Y, Leena ML. ARSH 3: Reproductive and sexual health
knowledge: a comparison among married male and female young adults (15-
24 y). Indian J Pediatric. Juli 2013;

37. Wang P, Zhang YJ, Pan XJ. A survey on reproductive health related sexual
behavior among middle school students in Luoyang city. Zhonghua Liu Xing
Bing Xue Za Zhi. November 2008;29(11)(1087–9).
58

38. Wang GY, Ji YX, Liang XM. Benefit of network education to college
students’ knowledge about sexual and reproductive health in Ningbo city. Natl
J Androl. Desember 2015;21(12)(1077–81).

Anda mungkin juga menyukai