Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEBERAGAMAN MASYARAKAT INDONESIA

DALAM BINGKAI BHINNEKA TUNGGAL IKA

MATA PELAJARAN PPKN

Guru Mapel :
Nia Kurniasih, S.Pd.
Kelompok Teratai :
Ayu Rizky Sulhajah
Rosa Irina Jaya
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Indonesia merupakan negara dengan banyak sekali keberagaman dan
perbedaan. Keadaan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam merupakan
salah satu rahmat dan anugrah dari Tuhan Yang Mahakuasa kepada bangsa
Indonesia. Keanekaragaman tersebut perlu dipupuk dan dipelihara sehingga
dapat memperkaya budaya bangsa dan memperkokoh rasa persatuan dan
kesatuan bangsa.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk lebih mengenal keberagaman dan
kekayaan di Indonesia, meningkatkan rasa cinta kepada tanah air Indonesia
dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala keindahan yang ada di
Indonesia.
Tentunya makalah ini tidak akan terselesaikan tanpa bimbingan ibu guru dan
bantuan dari teman teman, oleh karena itu kami mengucapkan banyak
Terimakasih kepada ibu Nia Kurniasih, S.Pd.,M.Pd atas bimbingan dan
bantuannya dan Terimakasih untuk teman teman yang telah berkontribusi dan
mendukung. Kami menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini, atas
segala kekurangan kami memohon maaf.
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................


Kata Pengantar.......................................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................................
Daftar Gambar.......................................................................................................................

Bab 1 Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah.................................................................................................................
Tujuan...................................................................................................................................

Bab 2 Pembahasan
A.Provinsi di Indonesia...........................................................................................................
B.Lingkaran Hukum Adat........................................................................................................
C.Ciri Khas dan Adat Istiadat Suku Bangsa (Yogyakarta)........................................................
1) Pakaian Adat Yogyakarta.......................................................................................
2) Senjata Tradisional Yogyakarta.............................................................................
3) Alat Musik Tradisional Yogyakarta........................................................................
4) Lagu Daerah Yogyakarta........................................................................................
5) Tarian Daerah Yogyakarta.....................................................................................
6) Makanan Tradisional Yogyakarta..........................................................................
7) Kerajinan Daerah Yogyakarta................................................................................
8) Upacara Adat Yogyakarta......................................................................................
9) Sistem Kekerabatan Yogyakarta............................................................................

Bab 3 Penutupan..................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan Hal ini membuat hubungan antarmasyarakat di
pulau yang satu dengan yang lainnya kerap terhambat, sehingga masyarakat di pulau
tertentu mulai mengembangkan kebiasaannya sendiri. Tak hanya kebiasaan, masyarakat di
masing-masing pulau juga mengembangkan adat, budaya, sampai kepercayaannya masing-
masing. Alhasil, Indonesia semakin beragam. Masing-masing daerah memiliki suku, bahasa,
budaya, sistem kepercayaan, agama, sampai norma dan nilai yang berbeda-beda di
masyarakatnya. Keragaman dan perbedaan harus disikapi dengan persatuan dan kesatuan.
Indonesia memiliki semboyan yang berbunyi Bhinneka Tunggal Ika yang pada intinya berarti
berbeda beda tetapi tetap satu.
Perbedaan dan keragaman yang dimiliki Indonesia merupakan keunikan yang dimiliki oleh
Indonesia karena itu kita harus bangga dan cinta dengan tanah air Indonesia. Salah satu
wujud cinta tanah air adalah dengan lebih mengenal perbedaan yang ada sehingga keunikan
yang dimilikinya dapat semakin dikenal dan dapat meningkatkan wawasan serta rasa cinta
tanah air. Namun masih banyak yang belum mengenal daerah daerah di Indonesia dan
keberagamannya. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengenal keragaman di
Indonesia, salah satu daerah yang akan dibahas adalah Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah
Kurang kenalnya kita dengan keberagaman yang ada di Indonesia

C. Tujuan
 Meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air Indonesia
 Memperkuat persatuan dan kesatuan
 Mengenal keberagaman suku, adat istiadat, dan sebagainya dari daerah Yogyakarta
BAB 2 PEMBAHASAN

A. Provinsi di Indonesia
Indonesia kini memiliki 38 provinsi, yaitu :

NO NAMA PROVINSI IBUKOTA


1 Nanggroe Aceh Darussalam Aceh
2 Sumatera Utara Medan
3 Sumatera Selatan Palembang
4 Sumatera Barat Padang
5 Bengkulu Bengkulu
6 Riau Pekanbaru
7 Kepulauan Riau Tanjung Pinang
8 Jambi Jambi
9 Lampung Bandar Lampung
10 Bangka Belitung Pangkal Pinang
11 Kalimantan Barat Pontianak
12 Kalimantan Timur Samarinda
13 Kalimantan Selatan Banjar Baru
14 Kalimantan Utara Tanjung Selor
15 Kalimantan Tengah Palangkaraya
16 Banten Serang
17 DKI Jakarta Jakarta
18 Jawa Barat Bandung
19 Jawa Tengah Semarang
20 Daerah Istimewa Yogyakarta Yogyakarta
21 Jawa Timur Surabaya
22 Bali Denpasar
23 Nusa Tenggara Timur Kupang
24 Nusa Tenggara Barat Mataram
25 Gorontalo Gorontalo
26 Sulawesi Utara Manado
27 Sulawesi Selatan Makassar
28 Sulawesi Tenggara Kendari
29 Sulawesi Tengah Palu
30 Sulawesi Barat Mamuju
31 Maluku Ambon
32 Maluku Utara Sofifi
33 Papua Jayapura
34 Papua Selatan Merauke
35 Papua Tengah Nabire
36 Papua Barat Manokwari
37 Papua Barat Daya Sorong
38 Papua Pegunungan Jayawijjaya
B. Lingkaran Hukum Adat
Bangsa Indonesia memiliki kekayaan adat istiadat yang beraneka ragam dari berbagai
daerah di seluruh Nusantara. Bahkan, seorang ahli hukum adat Indonesia, yaitu Mr. Van
Vollenhoven mengungkapkan tentang sistem lingkaran hukum adat ( adat rechtskringen)
yang mengklasifikasikan dari sekian ratus ada di Indonesia menjadi 19 lingkaran hukum adat
atau suku bangsa, yaitu :
1) Aceh
2) Gayo, Alas, dan Batak
3) Minangkabau
4) Sumatera Selatan
5) Melayu
6) Bangka dan Belitung
7) Kalimantan
8) Minahasa
9) Gorontalo
10) Toraja
11) Sulawesi Selatan
12) Ternate
13) Ambon
14) Timor
15) Irian Jaya
16) Bali dan Lombok
17) Jawa
18) Yogyakarta
19) Jawa Barat

C. Ciri Khas dan Adat Istiadat Suku Bangsa


Suku bangsa yang akan di bahas adalah Yogyakarta
1.PAKAIAN ADAT YOGYAKARTA
Selain untuk upacara adat dan pernikahan, pakaian adat Yogyakarta juga dikenakan oleh
mereka yang berada di destinasi wisata seperti keraton, maupun pagelaran acara
budaya.Pakaian adat Yogyakarta yang punya kemiripan dengan pakaian adat Jawa Tengah,
dibedakan atas 2 kelompok, yaitu pakaian adat untuk pria dan pakaian adat untuk wanita.
Sementara menurut fungsinya, melansir Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta pakaian adat
Yogyakarta terbagi atas pakaian sehari-hari, upacara adat dan busana pengantin.
Ragam pakaian adat Yogyakarta, yaitu

 Surjan
Surjan merupakan pakaian adat Yogyakarta yang biasanya dikenakan kaum pria.
Kainnya memiliki tekstur tebal dengan motif vertikal, berwana gelap dan dilengkapi
dengan kancing. Namun, dalam perkembanganya motif lurik ternyata tidak hanya
garis-garis membujur saja, tetapi terdapat motif kotak-kotak sebagai hasil kombinasi
garis vertikal dengan horisontal. Selanjutnya muncul surjan ontrokusuma yang
bermotif bunga. Jenis dan motif kain yang digunakan untuk membuat surjan
ontrokusuma terbuat dari kain sutra bermotif hiasan berbagai macam bunga.

Gambar 1.2 ( Pakaian Tradisional Surjan)

 Pinjung
Pinjung adalah kain yang digunakan sebagai penutup sampai ke dada. Biasanya kain
pinjungan dilengkapi dengan kemben atau kain penutup dada. Selain itu, bisa juga
dipadukan dengan baju batik atau lurik sebagai penutup terluar.

Gambar 1.3 ( Pakaian Tradisional Pinjung)


 Busana Pranakan
Mengutip Kraton Jogja, busana ini konon terinspirasi dari baju kurung yang
dikenakan para santri putri di Banten ketika Sultan berkunjung ke sana pada abad
ke-19. Bahan yang digunakan untuk membuat baju pranakan berupa kain lurik
berwarna biru tua dan hitam, dengan kombinasi corak garis berjumlah 3-4 atau
disebut telupat (telu-papat). Pranakan memiliki potongan bagian depan yang
berhenti di ulu hati, serta belahan di bagian lengan yang mempermudah saat akan
wudhu. Terdapat 6 kancing di leher depan yang dikaitkan dengan keenam rukun
iman dan 5 kancing di setiap ujung lengan yang dikaitkankan dengan kelima rukun
Islam

Gambar 1.4 ( Pakaian Tradisional Busana Pranakan)

 Janggan Hitam
Janggan merupakan baju dengan model menyerupai surjan yang dilengkapi kancing
hingga menutup leher. Warna kain yang digunakan harus hitam. Janggan sendiri
berasal dari kata ‘jangga’ berarti leher, yang melukiskan keindahan dan kesucian
kaum perempuan keraton, dan perempuan Jawa pada umumnya. Sementara warna
hitam janggan menggambarkan simbol ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman,
juga sifat kewanitaan yang suci dan bertakwa.
Gambar 1.5 ( Pakaian Tradisional Janggan Hitam)

 Batik Yogyakarta
Motif batik Yogyakarta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:
1) Motif Parang Rusak Barong
Motif ini hanya boleh digunakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono, dan digunakan
untuk menerima tamu utusan dari berbagai negara atau untuk upacara perkawinan.
2) Motif Slobog
Batik ini bermotif kotak-kotak yang membentuk segitiga. Umumnya digunakan dalam
acara pelantikan pejabat ataupun melayat.
3) Motif Sidomukti
Ini adalah motif batik khas dari keraton. Sesuai dengan namanya Sidomukti yaitu
sejahtera dan mulia.
4) Motif Ceplok Kesatrian
Motif ini memiliki makna filosofis menerima kritikan dari segala arah yang
diperuntukkan untuk Sultan dan kerabatnya.
5) Motif Truntum
Ini adalah motif batik Yogyakarta yang digunakan untuk akad nikah.
6) Motif Sido Asih
Motif Sido Asih digunakan untuk resepsi.

 Sabukwala
Sabukwala merupakan pakaian untuk anak perempuan.

Gambar 1.6 ( Pakaian Tradisional Sabukwala)

 Semekan
Pakaian tradisional Semekan merupakan nama pakaian adat Yogyakarta yang berupa
kain khusus dengan ukuran sebesar 250 cm x 60 cm. Cara penggunaan kain Semekan
adalah dengan cara dililitkan ke badan tepat di bawah ketiak sampai ke atas pinggul
dari arah kiri ke kanan. Sebelum mengenakan semekan ini, biasanya dikenakan pula
ubet-ubet. Untuk memperkuat kain tradisional semekan, di kenakanlah udet atau tali
yang dipakai melingkar di bawah dada. Dikenakan juga kalung tradisional untuk
menutupi bagian dada mereka yang tidak tertutupi kain semekan, atau sekedar
aksesoris tambahan.
Gambar 1.7 ( Pakaian Tradisional Semekan)

 Baju Ageng
Baju ageng dikenakan oleh pejabat keraton yang sedang dalam tugas. Pakaian adat
Yogyakarta ini terdiri dari jas laken berwarna hitam disertai motif keemasan pada
bagian pinggir dan di bagian tengah terdapat motif keris serta batik, dilengkapi
celana kain berwarna hitam dan dililitkan kain batik dalam pemakaiannya. Selain itu,
menggunakan topi panjang yang memiliki tinggi 8 cm dengan motif keemasan.

Gambar 1.8 ( Pakaian Tradisional Baju Ageng)

 Blangkon
Jenis blangkon, yaitu blangkon Yogkarta dan Solo. Ada beberapa perbedaan
blangkon Yogyakarta dan Solo, salah satunya pada bagian belakang atau
mondolan blangkon. Mondolan blangkon Solo berbentuk datar, sementara
blangkon Yogyakarta berbentuk monjol. Selain itu, blangkon Solo terbuat dari
kain batik berwarna kecoklatan, sedangkan blangkon Jogja dibuat dengan kain
batik yang warnanya senderung putih.

2.SENJATA TRADISIONAL YOGYAKARTA


 Wedhung
Wedhung adalah sebuah senjata tradisional Yogyakarta yang berbentuk pisau
dapur besar,pada bagian tengahnya cembung dan meramping sampai pada
pangkal bilah wedhung. Wedhung ada juga yang indah dan berhiaskan dengan
intan permata. Untuk ukuran senjata ini berkisar antara 25 sampai dengan 30
cm. Sejak dulu hingga sekarang wedhung merupakan senjata ampilan (resmi)
bagi para abdi dalem keraton yang berpangkat lurah ke atas (baik laki-laki
maupun perempuan) dan para pejabat keraton. Senjata tradisional Jogja ini
terdiri dari bilah wedhung, sarung, dan sangkelitan (semacam penjepit yang
melekat pada sarung wedhung).
 Patrem
Patrem adalah suatu senjata tradisional Yogyakarta yang memiliki bentuk
seperti keris tetapi dengan ukuran yang lebih kecil. Pada zaman dahulu,
senjata ini digunakan oleh para pejuang wanita dengan menyelipkannya di
pinggang. Ukuran senjata tradisional Jogja ini hanya sekitar sekilan (20-25 cm).
Ukuran tersebut merupakan hal yang sangat mendasari perbedaan dengan
senjata lainnya yaitu keris.
 Condroso
Condroso adalah senjata tradisional Yogyakarta yang berbentuk mirip seperti
hiasan sanggul pada rambut. Senjata tersebut pada zaman dahulu banyak
digunakan oleh para pejuang wanita yang memiliki tugas sebagai telik sandhi
(mata-mata). Cara menggunakannya yaitu dengan menyelipkannya pada
sanggul atau ikat rambut, mirip dengan tusuk kondhe.
 Bandhil
Bandhil adalah senjata tradisional Jogja yang berguna dalam pertempuran
jarak jauh sebagai peluru lempar. Senjata ini terbuar dari bahan batu, besi,
maupun benda-benda yang sangat keras lainnya. Bandhil memiliki tiga jenis
yaitu bandhil brubuh, bandhil jauh, dan bandhil lepas. Untuk membuat bandhil
brubuh bahan bakunya yaitu rantai dan peluru besi, pegangan pada pangkal
rantainya terbuat dari logam kuningan. Pada jenis bandhil jauh, tali terbuat
dari tampar dan peluru dari besi. Pada bandhil lepas, bahan bakunya yakni
terbuat dari anyaman tampar yang dibentuk melebar, pelurunya bisa berupa
batu ataupun benda keras lainnya.

3.ALAT MUSIK TRADISIONAL YOGYAKARTA

 Krumpyung
Alat musik tradisional ini asalnya dari Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Biasanya lagu yang dibawakan oleh Krumpyunng adalah Langgam Jawa, Uyon-uyon,
dan Campursari. Selain itu, Krumpyung juga dimainkann pada hari kemerdekaan
Indonesia, sebagai penyambutan tamu-tamu yang berkunjung dari Istana Negara.
Untuk memainkan Krumpyung adalah dengan ditiup.
Gambar 3.1 ( Alat Musik Krumpyung)

 Gejong Lesung
Alat musik yang dimainkan oleh 4 hingga 5 orang ini atau lebih diperdengarkan
sebagai instrument musik perkusi yang mengandalkan alat penumbuk padi
tradisional. Alat tersebut dinamakan lesung dan alu/antan. Untuk memainkannya,
Lesung dipukul dengan alu atau antan pada bagian atas, samping, tengah, atau tepat
pada bagian cekungan.

Gambar 3.2 ( Alat Musik Gejong Lesung)


 Gong Sebul
Walau diberi nama Gong, namun bentuk fisik alat musik ini tidak seperti Gong pada
umumnya. Namun berupa sepotong bambu petung atau bambu raksasa dengan
panjangnya sesuai dengan nada yang akan dihasilkannya. Gong sebul dimainkan
dengan cara di tiup.

 Rinding Gumbeng
Alat musik tradisional ini aslinya berasal dari Gunung Kidul. Kesenian ini menjadi
identitas pada kehidupan masyarakat Gunung Kidul yang terkenal sederhana, ulet,
hingga dekat dengan alam. Rinding Gumbeng juga merupakan sebuah tradisi rakyat
setempat yang tidak terpisahkan dengan sistem bertani masyarakatnya.
Gambar 3.3 ( Alat Musik Rinding Gumbeng )

 Gong Kumodhog
Nama alat musik tradisional ini berasal dari bahasa Jawa yang terdiri dari kata gong dan kumodhog.
Gong Kumodhog dimainkan dalam kesenian Siteran dari dukuh Penggok, Kelurahan Tri Mulyo,
Kecamatan Jetis, Bantul. Gong Kumodhog dibuat dari 2 bilah besi atau perunggu dengan panjang
sekitar 45 cm dan lebar 25 cm. Gong Kumodhog dimainkan dengan cara di pukul.

Gambar 3.4 ( Alat Musik Gong Kumodhog)


 Peking
Peking adalah alat musik tradisional Yogyakarta yang termasuk dalam satuan
instrumen Gamelan Jawa, sejenis dengan demung dan saron. Alat musik peking
berbentuk bilahan yang berjumlah 6-7 bilah yang ditaruh pada bingkai kayu yang
berfungsi sebagai resonator.

Gambar 3.5 ( Alat Musik Peking)

4.LAGU DAERAH YOGYAKARTA


Lagu daerah, atau lagu kedaerahan seperti yang biasa disebut, adalah lagu-lagu dari suatu
daerah yang akan digemari oleh masyarakat dan orang lain di daerah itu. Umumnya
pencipta lagu daerah ini tidak dikenal. Ide kreatifnya didasarkan pada budaya dan adat
istiadat daerah tertentu. Lagu tersebut mengandung makna, pesan kepada masyarakat dan
suasana atau situasi masyarakat setempat, bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah.

 Suwe Ora Jamu


Diciptakan oleh R.C. Hardjosubroto. Lagu ini mengandung dua arti yang berbeda. Arti
pertama adalah kebahagiaan, di mana teman-teman yang jauh akhirnya
dipertemukan kembali. Arti kedua adalah kekecewaan, karena ada orang yang
menjadi sombong karena pintar/kaya.

 Lagu Kidang Talun


Lagu tersebut bercerita tentang nasehat orang tua kepada anaknya untuk selalu
menyayangi binatang-binatang yang ada di sekitarnya, terutama yang sudah langka
seperti rusa dan gajah yang diisyaratkan dalam liriknya. Selain itu, mereka juga
dikenalkan dengan jenis-jenis hewan.

 Lagu “Pitik Tukung”


Lagu tersebut memiliki nasehat yang mendalam bagi generasi untuk dapat bertindak
dan bertindak dengan bijak. Di sisi lain, lagu tersebut juga menceritakan tentang
keindahan dan keindahan desa Yogyakarta. Kemudian gambarkan seorang pemimpin
yang harus mampu bertindak jujur dan cerdas, meskipun memiliki kekurangan.

 Lagu “Caping Gunung”


Lagu ini menggambarkan perasaan emosional seorang ibu yang merindukan anaknya
kembali dari luar negeri. Keinginan yang dalam sering membuat ibu melamun,
menyiapkan nasi jagung untuk menyambut anaknya kembali.

 Lagu “Sinom”
Dalam bahasa Jawa, Sinom (Sinoman) adalah sekelompok anak muda. Sesuai dengan
judulnya, lagu ini sangat berbumbu tentang kehidupan anak-anak yang memasuki
masa remaja/pubertas, dalam arti mereka sedang mencari jati diri. Jadi lagu ini
menggambarkan nasehat bagi semua anak muda untuk bisa menjaga diri, bersikap
dan lebih dewasa dalam menghadapi perjalanan hidup.

 Lagu “Gethuk”
Lagu “Gethuk” diciptakan oleh mendiang Manthous, seniman campursari legendaris.
Lirik lagu “Gethuk” berasal dari kata “gethuk”, makanan khas Yogyakarta. Gethuk
sendiri terbuat dari tapioka yang dihaluskan dan memiliki cita rasa yang unik.

 Lagu “Walang Kekek”


Lagu yang ini diciptakan dan dipopulerkan oleh Waldjinah. Tema lagu ini adalah
untuk mengungkapkan perasaan penyanyi wanita yang sering disebut sebagai artis.
Melalui lagu ini, Waldjinah bermaksud mengubah pandangan masyarakat terhadap
penyanyi agar tidak memandang rendah mereka. Selain mengabdikan diri untuk
orang banyak, pekerjaan seorang penyanyi tidaklah mudah.

 Lagu “Ta Kate Dipanah”


Bercerita tentang ajaran dan nasehat bagi anak-anak, selalu menanamkan nilai-nilai
positif dan akhlak yang baik dalam diri mereka, untuk menjadi orang yang berguna di
masa depan, lingkungan, agama dan negara.

 Lagu “Kupu Kui”


Penulis mengambil subjek kupu-kupu karena memiliki sayap yang indah dan dapat
terbang kemanapun ia mau. Oleh karena itu, bagi manusia, setiap orang memiliki
kemampuan khusus di dalam, tetapi tidak semua orang dapat menyadarinya.
Padahal manfaat tersebut dapat membuat seseorang memiliki kehidupan yang lebih
baik.

 Lagu “Jamuran”
Jamuran merupakan lagu yang dinyanyikan dalam game berjudul Jamuran.
Permainan ini bisa dimainkan oleh 4 sampai 12. Permainan Jamuran dapat
dimainkan oleh anak laki-laki dan perempuan, umumnya antara usia 6 dan 13 tahun.
Permainan ini juga tidak memerlukan alat,hanya lapangan yang luas.

 Lagu “Menthok-Menthok”
Mentok-mentok ungkapan ironis lagu ini ditujukan untuk mereka yang malas dan
hanya tidur, dan memberikan nasehat bahwa manusia harus produktif, kreatif dan
harus bekerja keras. Lagu menthok-menthok biasanya dinyanyikan dalam permainan
anak jawa dengan membentuk lingkaran sambil berjalan seperti mint, dengan
tangan kanan di depan dan tangan kiri di pinggul sambil berjalan.

5.TARIAN DAERAH YOGYAKARTA


Tari tradisional Yogyakarta tidak hanya berkembang sebagai tarian sakral di lingkungan
keraton, namun juga ada yang berfungsi sebagai seni pertunjukan yang penuh makna.

 Tari Bedhaya Semang


Tarian ini disebut Bedhaya sanga karena penarinya berjumlah songo atau sembilan.
Tari Bedhaya Semang adalah satu tari putri klasik di Istana Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I dan dianggap
sebagai pusaka.
Hal ini dapat dibuktikan dengan keluarnya para penari dari Bangsal Prabayeksa, yaitu
tempat untuk menyimpan pusaka-pusaka Kraton menuju Bangsal Kencono.
Tarian ini sangat disakralkan oleh keraton memiliki hubungan mistis antara
keturunan Panembahan Senopati sebagai Raja Mataram Islam dengan penguasa Laut
Selatan atau Ratu Laut Selatan, yaitu Kanjeng Ratu Kidul
 Tari Golek Lambangsari
Tari Golek Lambangsari adalah jenis tari putri klasik gaya Yogyakarta yang ditarikan
dengan ragam tari klana alus. Tarian ini adalah hadiah penobatan Sri Mangkunegara
VI dari Sri Sultan Hamengku Buwana VII. Nama tarian ini diambil dari asal gerak dan
iringannya, yaitu koreografi golek dengan gending lambangsari.

 Tari Golek Menak


Tari Golek Menak disebut juga Beksa Golek Menak, atau Beksa Menak. Tarian ini
merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan
Hamengku Buwana IX. Tarian ini membutuhkan waktu lama untuk disempurnakan
bahkan setelah sultan mangkat.

 Tari Golek Ayun-ayun


Tari Golek Ayun-ayun adalah salah satu tarian klasik yang dilakukan untuk
menyambut tamu kehormatan. Tarian ini bercerita tentang wanita yang tengah
beranjak dewasa dan senang bersolek untuk mempercantik diri. Ditarikan dua penari
wanita atau lebih, dengan gerak yang lemah gemulai.

 Tari Serimpi Gaya Yogyakarta


Tari Serimpi termasuk tari sakral yang sudah ada sejak masa kejayaan Kerajaan
Mataram pada pemerintahan Sultan Agung. Namun setelah pecahnya Kerajaan
Mataram menjadi Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta, terdapat
dua gaya Tari Serimpi. Tarian ini hanya dimainkan di dalam lingkungan keraton
sebagai bagian dari acara kenegaraan dan untuk memperingati kenaikan tahta. Tari
Serimpi didominasi gerakan lembut yang lemah gemulai dan menggunakan iringan
gamelan.

 Tari Klana Alus


Tari Klana Alus adalah tari tunggal gaya Yogyakarta yang lahir di lingkungan keraton.
Klana Alus merupakan jenis tari klasik yang menggambarkan seorang kesatria
sabrangan (seberang) yang sedang jatuh cinta. Gerak tarian ini lebih mendekati sifat
feminim dengan iringan klana alus biasanya gending cangklek laras slendro palet 9.

 Tari Klana Raja


Tari Klana Raja merupakan tari tunggal gaya Yogyakarta yang dikembangkan di
lingkungan istana. Dalam penampilannya penari Klana Raja menggambarkan
keagungan raja, dengan gaya tari gagah.
 Tari Beksan Trunajaya
Tari Beksan Trunajaya disebut juga sebagai Lawung Ageng atau Beksan Lawung
Gagah. Nama Beksan Trunajaya disematkan karena pada zaman dahulu para penari
diambilkan dari regu Trunajaya yang merupakan bagian dari pasukan (prajurit)
Nyutra. Beksan Trunajaya diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I dengna
maksud untuk menanamkan semangat dan mempunyai cita-cita untuk melanjutkan
perjuangan Sultan Agung dalam membela tanah air. Pementasan Beksan Trunajaya
biasanya dilakukan di pendapa oleh 16 orang penari dengan ragam gerak gagah.

 Tari Beksan Lawung


Beksan Lawung adalah jenis tari perang yang terinspirasi dari latihan perang para
prajurit abdi dalem raja. Video Terkini Tarian Beksan ini jika ditarikan lengkap akan
terdiri 40 orang penari. Beksan ini menggunakan iringan gamelan khusus yaitu Kiai
Guntur Sri. Perkembangan selanjutnya Beksan Lawung yang semula hanya dapat
dipelajari di lingkungan istana mulai dipentaskan untuk para wisatawan baik dari
dalam maupun luar negeri.

6.MAKANAN TRADISIONAL YOGYAKARTA

 Gudeg
Gudeg merupakan salah satu makanan khas Jogja yang sangat terkenal di Indonesia.
Biasanya, hidangan satu ini akan disajikan dengan beberapa sayuran lain, seperti
krecek atau opor ayam. Cara membuat gudeg ala Jogja memerlukan waktu yang
sangat lama. Gudeg terbuat dari nangka muda direbus beberapa jam dengan gula
aren, dan santan. Kemudian diberikan bumbu tambahan termasuk bawang putih,
bawang merah, kemiri, biji ketumbar, lengkuas, daun salam, dan daun jati, yang
terakhir memberi warna cokelat kemerahan pada hidangan.

Gambar 4.1 ( Makanan Tradisional Gudeg)


 Sambal Goreng Krecek
Makanan khas Jogja yang terkenal lainnya adalah sambal goreng krecek. Makanan
dengan citarasa pedas ini sering dijadikan makanan pendamping gudeg. Sambal
goreng krecek secara tradisional dibuat dari kulit sapi bagian dalam yang lembut.
Namun, saat ini kebanyakan orang membuat krecek menggunakan rambak atau
krupuk kulit yang siap pakai. Cara membuatnya juga cukup mudah. Kerupuk rambak
Gambar 4.2 ( Makanan Tradisional Sambal Goreng Krecek)

dimasak dengan sup berbahan dasar santan, dengan kentang potong dadu dan
kacang kedelai goreng. Kemudian dicampur dengan bumbu campuran rempah-
rempah dan cabai merah yang cukup banyak. Karena kerupuk kulit menyerap santan
dan rempah-rempah sehingga menjadi lembab. Krecek memiliki tekstur yang lembut
dan lembab dengan rasa yang kaya dan pedas serta warna oranye kemerahan.

 Sate Klatak
Sate klatak adalah sate kambing atau domba, asli dari Kecamatan Pleret, Kabupaten
Bantul di Yogyakarta. Nama klatak diambil dari cara memanggangnya yaitu dengan
api terbuka atau dalam bahasa Jawa disebut “klatak”. Sate ini sangat berbeda dari
varian sate lainnya, karena bumbu utamanya adalah garam dan sedikit merica. Selain
itu, tusuk sate yang digunakan untuk memanggang terbuat dari besi yang berfungsi
sebagai konduktor panas dan membantu daging matang secara merata dari dalam.

Gambar 4.3 ( Makanan Tradisional Sate Klatak)

 Oseng-Oseng Mercon
Makanan ini biasanya dibuat dari tetelan daging yang dicampur dengan jeroan sapi
dan kikil. Kemudian disajikan dengan bumbu yang sangat pedas. Sesuai dengan
Namanya, rasa pedas yang disajikan sangat menyengat dan juga panas sehingga
mirip seperti terkena mercon. Salah satu restoran oseng-oseng mercon yang
terkenal adalan Oseng Mercon Bu Narti dan sudah berdiri sejak 1977 silam.
Gambar 4.4 ( Makanan Tradisional Oseng – Oseng Mercon)

 Bakpia Pathuk
Bakpia pathuk adalah makanan mirip roti dengan bentuk bulat dan memiliki rasa
manis. Rasanya, isi dari kue yang dipengaruhi oleh budaya cina ini adalah kacang

hijau, cokelat atau keju. Makanan campuran budaya Indonesia dan Cina ini
diberinama Pathuk sesuai dengan daerah asalnya. Yaitu wilayah Pathuk yang berada
di pinggiran kota Yogyakarta. Hidangan ini mirip dengan pia, tetapi ukurannya lebih
kecil. Bakpia dikemas secara komersial dalam kotak-kotak kecil dan dijual di banyak
toko oleh-oleh di Yogyakarta.
Gambar 4.5 ( Makanan Tradisional Bakpia Pathuk)

 Tiwul
Tiwul merupakan makanan khas Jogja yang sering dijadikan pengganti beras oleh
penduduk Trenggalek, Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan dan Blitar.
Bahkan masa penjajahan Jepang, rakyat Indonesia juga mengkonsumsi tiwul sebagai
makanan pokok. Hidangan yang dibuat dari gaplek ini merupakan salah satu
makanan sehat karena memiliki kalorinya cukup rendah.
Gambar 4.6 ( Makanan Tradisional Tiwul)

Selain itu, tiwul juga dipercaya dapat mencegah penyakit maag dan juga perut
keroncongan. Di daerah lain, seperti Banyumas, Cilacap, dan Kebumen juga memiliki
menu makanan yang hampir sama. Hanya saja proses pembuatannya sedikit
berbeda dan disebut sebagai oyek.

 Kue Kipo
Kue kipo dibuat dari tepung ketan yang diisi dengan parutan kelapa cokelat atau
enten-enten. Warna hijau yang khas dari makanan ini didapat dari perasan daun suji.
Citarasa kue kipo manis dan teksturnya legit. Karena ukurannya yang kecil. Cara
memasak Kipo dengan cara dipanggang. Sebelum dipanggang, adonan yang sudah
terbentuk diberi alas daun pisang terlebih dahulu agar tidak lengket. Jika
menggunakan bahan-bahan alami, kue kipo hanya mampu bertahan selama satu
malam.

Gambar 4.7 ( Makanan Tradisional Kue Kipo)


 Brongkos
Brongkos merupakan sup daging dan kacang pedas khas Yogyakarta. Makanan ini
terdiri dari daging sapi, domba atau kambing, telur rebus dan tahu, direbus dengan
kacang, biasanya kacang polong atau kacang merah abu siam potong dadu dan
wortel. Panganan yang mirip semur ini memiliki bahan dasar santan yang dicampur
dengan bumbu lain, seperti kluwek hitam, serai, daun jeruk purut, daun salam,
garam, gula aren, bumbu terasi terdiri dari lengkuas, kencur, jahe, ketumbar,
bawang merah, dan kemiri sangrai, kuah dari brongkos juga akan diberikan cabai
rawit utuh.
Gambar 4.8 ( Makanan Tradisional Brongkos)

 Jadah Tempe
Hidangan yang satu ini berasal dari kabupaten Sleman, Yogyakarta, atau tepatnya
dari daerah lereng Gunung Merapi, Kaliurang. Makanan tersebut dibuat dari jadah,
yakni panganan dari ketan yang dicampur dengan tempe bacem. Biasanya, jadah
tempe dibungkus menggunakan daun pisang.

Gambar 4.9 ( Makanan Tradisional Jadah Teme)

 Mie Lethek
Mie lethek ialah makanan dari Jogja yang pertama kali dibuat oleh umar Yassir dari
Yaman saat beliau hendak berdawkah. Bahan dasar mie ini, yakni tepung tapioka dan
gaplek. Terbuat dari bahan-bahan alami membuat warna mie sedikit kusam atau
kecokelatan sehingga dinamakan mie lethek. Mie lethek dapat dimasak sebagai mie
rebus atau goreng. Rasanya nikmat dan sangat pas disantap selagi hangat. Mie
lethek khas Yogyakarta ini telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda
(WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Gambar 4.10 ( Makanan Tradisional Mie Lethek )


 Yangko
Yangko merupakan jajanan tradisional yang berasal dari Yogyakarta. Yangko terbuat
dari tepung ketan bercita rasa manis. Jajanan yang memiliki bentuk kotak dengan
warna-warni cerah ini akan terasa kenyal saat dimakan. Di dalam yangko terdapat
kacang cincang sebagai isiannya.

Gambar 4.11 ( Makanan Tradisional Yangko )

 Mangut Lele
Mangut lele merupakan ikan lele yang dimasak dengan kuah santan nikmat. Daging
ikan lele yang digunakan biasanya sudah digoreng atau diasap terlebih dahulu. Selain
gurih, mangut lele juga memiliki rasa sedikit asam dan pedas.

Gambar 4.12 ( Makanan Tradisional Mangut Lele )


 Gatot
Makanan khas Jogja di wilayah Gunungkidul ini terbuat dari bahan sisa tiwul. Sama
seperti tiwul, gatot dibuat dari singkong.Singkong sisa yang tak dapat diproses
menjadi tiwul akan dijemur. Singkong yang telah dijemur itu disebut dengan gaplek.
Gaplek kemudian dikukus dan disajikan dengan gula jawa serta parutan kelapa gurih
dan jadilah gatot.
Gambar 4.13 ( Makanan Tradisional Gatot )
 Geplak
Geplak juga menjadi salah satu jajanan tradisional khas Jogja. Geplak terbuat dari
campuran kelapa parut, gula, serta tepung. Rasanya manis dan warnanya menarik
sehingga lebih menggugah selera. Umumnya, geplak dijual sebagai oleh-oleh.

Gambar 4.14 ( Makanan Tradisional Geplak )

7. KERAJINAN DAERAH YOGYAKARTA

 Kain batik dan baju batik


 Kerajinan perak
 Blangkon dan surjan
 Kerajinan kulit dan rajut
 Dekorasi rumah dari kayu, rotan, tanah liat
 Topeng Batik
 Miniatur Gamelan
 Gerabah Kasongan

Gambar 5.1 ( Kerajinan Daerah Yogyakarta)


8.UPACARA ADAT YOGYAKARTA

Selain terkenal dengan tempat wisatanya yang indah, Yogyakarta juga dikenal sebagai kota yang memiliki
banyak aneka macam kebudayaan dan adat istiadat yang masih sangat kental. Di zaman yang semakin maju
dan modern ini masih bisa di temukan beberapa upacara adat darii beberapa daerah di Yogyakarta.

Bahkan beberapa upacara adat tersebut berhasil menjadi daya tarik bagi wisatawan. Pasalnya tidak hanya
unik, tetapi para wisatawan juga dapat menambah ilmu tentang tradisi di suatu tempat.

 Upacara Sekaten
Upacara Sekaten merupakan sebuah tradisi yang diperuntukkan untuk merayakan hari ulang tahun
Nabi Muhammad SAW dan biasa diadakan setiap tanggal 5 bulan Rabiul Awal tahun hijriah (bulan
Jawa mulud) di alun-alun utara Yogyakarta dan Surakarta.
Awal mulanya, Sekaten diadakan oleh Pendiri Keraton Yogyakarta, yaitu Sultan Hamengkubuwono 1
untuk mengundang masyarakat Jogja untuk mengikuti dan memeluk agama Islam. Upacara ini dimulai
saat malam hari dengan iring-iringan abdi dalem keraton bersama dengan lantunan musik dari dua set
Gamelan Jawa Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Upacara Sekaten ini dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut, atau tepatnya sampai tanggal 11
bulan Jawa mulud. Dan kedua set gamelan ini akan terus dimainkan sampai acara berakhir.

 Upacara Grebeg Muludan


Setelah berakhirnya Upacara Sekaten, masyarakat Yogyakarta langsung melaksanakan Upacara
Grebeg Muludan pada tanggal 12 bulan mulud atau 12 Rabiul Awal. Upacara ini diadakan sebagai
wujud syukur atas kemakmuran yang diberikan oleh Tuhan. Dalam prosesi upacara ini akan diadakan
iring-iringan abdi dalem keraton yang membawa gunungan yang terbuat dari beras ketan, makanan,
buah-buahan, hingga sayur-sayuran. Nantinya, gunungan tersebut akan dibawa dari Istana
Kemandungan menuju ke Masjid Agung.
Para masyarakat di sana percaya bahwa bagian dari gunungan ini akan membawa berkah untuk
mereka. Maka tak heran, banyak orang yang berlomba-lomba untuk mengambil bagian gunungan
yang dianggap sakral. Kemudian, mereka akan menanamnya di sawah ladang miliknya.

 Upacara Tumplak Wajik


Dua hari sebelum perayaan Grebeg, Upacara Tumpak Wajik dilaksanakan terlebih dulu di halaman
Magangan Kraton Yogyakarta pada pukul 04.00 sore. Acara ini menandai dimulainya proses
pembuatan gunungan, simbol sedekah raja kepada rakyat.
Pada saat prosesi Tumplak Wajik berlangsung, sejumlah abdi dalem turut mengiringi dengan suara
tetabuhan dari lesung, alat tradisional yang biasa digunakan untuk mengolah padi menjadi beras.
Begitu prosesi Tumplak Wajik selesai, barulah Upacara Grebeg Muludan bisa dilaksanakan pada hari
berikutnya.

 Upacara Siraman Pusaka


Upacara Siraman Pusaka Kraton merupakan tradisi untuk memandikan setiap pusaka milik Ngarsa
Dalem atau milik Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Biasanya, upacara ini dilaksanakan selama dua
hari pada bulan Sura dan bersifat tertutup. Dengan kata lain, upacara adat khas Yogyakarta ini tidak
bisa disaksikan masyarakat umum.
Pusaka yang dibersihkan pun bermacam-macam, mulai dari tombak, keris, pedang, kereta, ampilan,
dan masih banyak lagi. Bagi Kraton Yogyakarta, pusaka paling penting adalah tombak K.K Ageng
Plered, Keris K.K Ageng Sengkelat, dan Kereta Kuda Nyai Jimat.
 Upacara Labuhan
Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan meminta keselamatan, ketentraman, dan kesejahteraan
masyarakat serta Kraton Yogyakarta sendiri. Selain itu, Upacara Labuhan juga dilaksanakan di empat
lokasi yang berbeda, yakni Pantai Parangkusumo, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan Dlepih
Kahyangan. Dan upacara adat ini juga dilakukan setiap delapan tahun sekali.
Dalam prosesinya, banyak perlengkapan yang harus disiapkan. Mulai dari gunungan, kain batik,
rambut, kuku milik Sri Sultan yang dikumpulkan selama satu tahun, hingga sejumlah abdi dalem.
Kemudian benda-benda milik Sri Sultan tersebut akan dihanyutkan. Dan masyarakat diperbolehkan
untuk mengambil benda Labuhan tersebut.

 Upacara Nguras Enceh


Upacara Nguras Enceh dilaksanakan setiap bulan Sura dalam kalender jawa dan diikuti oleh abdi
dalem Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Dilaksanakan bertepatan dengan hari Jumat Kliwon atau
Selasa Kliwon.
Tujuan dari upacara adat ini adalah untuk membersihkan diri dari hati yang kotor. Upacara ini diawali
dengan membersihkan empat gentong di makam para Raja Jawa di daerah Imogiri, Bantul, Jawa
Tengah. Empat gentong tersebut diantaranya adalah Nyai Siyem dari Siam, Kyai Mendung dari Turi,
Kyai Danumaya yang berasal dari Aceh, dan Nyai Danumurti dari Palembang.
Air dari keempat gentong tersebut dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit dan
menghilangkan kemalangan bagi siapa saja yang mengikuti Upacara Nguras Enceh itu.

 Upacara Saparan
Upacara Saparan atau disebut juga Bekakak ini diadakan oleh masyarakat Desa Ambarketawang, yang
terletak di Kecamatan Gamping, Sleman setiap hari Jumat di bulan Sapar.
Upacara adat ini dilaksanakan dengan penyembelihan Bekakak, yang artinya korban penyembelihan
hewan atau manusia. Namun untuk upacara adat ini hanya menggunakan tiruan manusia saja, yaitu
sepasang boneka pengantin jawa yang terbuat dari tepung ketan.
Tujuan awal dilaksanakannya Upacara Saparan ini adalah untuk menghormati arwah Ki Wirasuta dan
Nyi Wirasuta sekeluarga. Mereka adalah abdi dalem Hamengkubuwono 1 yang disegani. Kemudian
pada akhirnya berubah, kini upacara adat itu bertujuan untuk memohon keselamatan masyarakat
agar terhindar dari segala bencana.

 Upacara Rebo Pungkasan Wonokromo Pleret


Upacara Rebo Pungkasan adalah upacara adat yang masih terus dilaksanakan oleh masyarakat di
desa Wonokromo, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Diberi nama Rebo Pungkasan
karena dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Sapar.
Upacara Rebo Pungkasan ini bertujuan untuk mengungkap rasa syukur dan terima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Esa (YME). Dahulu, upacara ini dilaksanakan di depan masjid dan seminggu
sebelum acara sudah banyak diadakan acara meriah, seperti pasar malam.
Namun, karena banyak yang menilai prosesi ini mengganggu orang yang sedang beribadah, maka
Upacara Rebo Pungkasan ini dipindahkan ke depan Balai Desa di lapangan WonokWonokrom

 Upacara Adat Pembukaan Cupu Ponjolo


Upacara Adat Pembukaan Cupu Ponjolo ini diadakan setiap Pasaran Kliwon di penghujung musim
kemarau pada bulan Ruwah berdasarkan kalender Jawa. Orang-orang di Desa Mendak Girisekar,
Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DIY masih melaksanakan upacara adat ini sampai
sekarang.
Cupu Ponjolo diketahui adalah tiga buah cupu keramat yang disimpan dalam kotak kayu berukuran 20
x 10 x 7 cm dan dibungkus menggunakan ratusan lembar kain mori. Tujuan dari upacara adat ini
sebenarnya adalah untuk membuka dan mengganti pembungkus cupu tersebut.
Menariknya, banyak masyarakat yang percaya bahwa setiap gambar yang terlukis di kain mori
pembungkus cupu itu adalah bentuk ramalan peristiwa setahun ke depan.
 Upacara Jamasan Kereta Pusaka
Upacara ini biasa digelar di Museum Keraton Yogyakarta pada setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat
Kliwon di bulan Suro.
Tujuan dari Upacara Jamasan adalah untuk merawat dan membersihkan benda-benda pusaka milik
Keraton Yogyakarta, seperti Kereta, Gamelan, Keris, Tombak, dan lain-lain.
M, banyak warga berlomba-lomba untuk mendapatkan air cucian bekas dari benda pusaka tersebut,
karena percaya air tersebut bisa mendatangkan keberkahan dan keberuntungan.

9.SISTEM KEKERABATAN YOGYAKARTA


Indonesia mengenal tiga sistem kekerabatan dalam memperoleh garis keturunan, yaitu
sistem kekerabatan patrilineal, sistem kekerabatan matrilineal dan sistem kekerabatan
parental (Sukerti, 2012).
Sistem kekerabatan suku Jawa berdasarkan prinsip bilateral. Dengan prinsip bilateral,
maka ego mengenal hubungannya dengan sanak saudara dari pihak ibu maupun ayah
dari satu nenek moyang sampai generasi ketiga disebut sanak sedulur. Masyarakat Jawa
memunyai naluri yang tinggi untuk bekerja sama dengan sesama.
Sistem kekerabatan dalam Kraton Yogyakarta pada prinsip- nya sama dengan orang Jawa
secara umumnya, yaitu berdasarkan keturunan atau hubungan darah dengan prinsip
bilateral (mem- perhitungkan garis laki-laki dan garis perempuan) (Tashadi,
Suku Jawa memiliki sistem kekerabatan bilateral atau parental. Pada masyarakat Jawa
dilarang adanya perkawinan antara saudara kandung, sedangkan perkawinan yang
termasuk nggenteni karang wulu atau perkawinan sororat, yaitu perkawinan seorang
duda dengan adik atau kakak mendiang istrinya diperbolehkan.
BAB 3 PENUTUPAN

A.Kesimpulan
Indonesia memiliki banyak keberagaman dan perbedaan yang merupakan anugerah Tuhan
Yang Maha Esa yang harus kita syukuri dan keindahan serta keunikan dari Indonesia.
Sebagai warga negara Indonesia kita harus mencintai dan bangga terhadap Indonesia salah
satu caranya adalah dengan lebih mengenal keberagaman dan keindahan daerah di
Indonesia. Salah satu contohnya adalah daerah Yogyakarta yang memiliki beragam pakaian
daerah, Senjata tradisional, alat musik daerah, lagu daerah, tarian daerah, makanan
tradisional, kerajinan daerah, upacara adat, dan sistem kekerabatan. Yogyakarta masih
merupakan salah satu masih banyak daerah Indonesia lainnya yang indah dan penuh
keunikan.

Anda mungkin juga menyukai