Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep ASI dan Menyusui

a. Definisi ASI dan Menyusui

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang dihasilkan dari sekresi

payudara pada ibu nifas. ASI mengandung zat gizi yang lengkap dan

sempurna bagi bayi. ASI merupakan makanan terbaik dan paling cocok

untuk bayi. Hal ini karena ASI mengandung nutrien-nutrien khusus

yang diperlukan untuk perkembangan otak bayi agar tumbuh optimal,

selain sebagai nutrien yang ideal dan komposisi yang tepat serta

disesuaikan dengan kebutuhan bayi (Roesli, 2008).

Menyusui adalah cara memberi nutrisi bayi sesuai dengan

kebutuhannya, agar bayi tumbuh dan berkembang dengan baik. Hampir

semua ibu dapat menyusui, apabila mereka memiliki informasi yang

akurat, serta memperoleh dukungan keluarga, sistem perawatan

kesehatan dan masyarakat luas (WHO, 2017).

b. Fisiologi Menyusui

Laktasi atau menyusui terdiri dari dua hal yaitu produksi ASI

yang dipengaruhi hormon prolaktin dan pengeluaran ASI yang

dipengaruhi hormon oksitosin (Maritalia, 2012).

11
12

Selama kehamilan produksi prolaktin dari plasenta terus

meningkat tetapi ASI belum keluar karena adanya hormon estrogen

yang masih tinggi. Pengeluaran ASI terjadi pada hari kedua atau ketiga

postpartum karena pada saat itu kadar estrogen dan progesteron

mengalami penurunan. Terdapat dua reflek yang mempengaruhi proses

laktasi yaitu reflek prolaktin dan reflek aliran akibat rangsangan puting

susu (Maritalia, 2012).

Pada akhir kehamilan, hormon prolaktin sangat berperan dalam

pembuatan kolostrum, tetapi terhambat karena masih tingginya hormon

estrogen dan progesteron. Setelah persalinan, hormon estrogen dan

progesteron mengalami penurunan karena berkurangnya fungsi luteum

setelah plasenta terlepas. Isapan bayi akan merangsang puting susu

menuju ke hipotalamus melalui medula spinalis hipotalamus dan

memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin yang

akan merangsang sel-sel alveoli untuk membuat air susu (Maritalia,

2012).

Pembentukan hormon prolaktin di hipofisis anterior akibat

rangsangan isapan bayi, akan memberi feedback ke hipofisis posterior

untuk memproduksi hormon oksitosin. Gerakan isapan yang berirama

akan merangsang glandula pituitaria posterior untuk mensekresi

hormon oksitosin. Hormon oksitosin yang berada di aliran darah akan

memicu terjadinya kontraksi rahim. Kontraksi sel akan memeras air

susu yang telah diproduksi untuk keluar dari alveoli menuju ke sistem
13

duktus dan diteruskan ke duktus laktiferus dan masuk ke mulut bayi

saat bayi menyusu (Maritalia, 2012).

c. Manfaat Menyusui

Menurut Bahiyatun (2009) beberapa manfaat dalam pemberian

ASI, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Bagi bayi, ASI dapat membantu bayi untuk memulai kehidupannya,

kolostrum atau susu pertama mengadung antibodi yang kuat untuk

mencegah infeksi dan membuat bayi lebih kuat. Pemberian ASI

pada jam pertama saat lahir sangat penting, diikuti dengan

pemberian ASI setiap 2 atau 3 jam. ASI mengandung berbagai

campuran bahan makanan yang tepat dan baik untuk bayi. ASI

mudah dicerna oleh bayi. Pemberian ASI saja tanpa tambahan

makanan lain merupakan cara terbaik pemberian makan bayi usia 4-

6 bulan pertama kehidupannya.

2) Bagi ibu, menyusui akan mempercepat proses pemulihan setelah

persalinan. Isapan bayi akan merangsang pengeluaran oksitosin

sehingga akan membantu rahim berkontraksi dan mencegah

terjadinya perdarahan. Berat badan pada wanita yang menyusui

bayinya akan lebih cepat turun. Selain itu, ibu yang menyusui akan

sangat kecil mengalami kehamilan apabila belum datang haid

karena kadar prolaktin yang tinggi akan menekan hormon FSH dan

ovulasi. Pemberian ASI merupakan cara ibu untuk mencurahkan

kasih sayangnya dan membuat bayi nyaman.


14

3) Bagi semua orang, pemberian ASI tidak membutuhkan persiapan

khusus karena ASI selalu bersih dan bebas dari hama. Selain itu,

ASI selalu tersedia dan gratis.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian ASI dapat

mengoptimalkan pencapaian potensi kognitif. Penelitian ini

memberikan kerangka kerja bagi pembelajaran mekanistik masa depan

tentang dampak pemberian nutrisi dini terhadap perkembangan otak

(Isaacs et al., 2010).

Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat, baik untuk ibu

maupun anak. Dari riset Medical Research Council Childhood Nutrition

Research Centre, London yang dilakukan Atul Singhal dan koleganya

didapatkan infomasi bahwa anak-anak yang mengkonsumsi susu

formula sebagai pengganti ASI pada masa pertumbuhannya ternyata

memiliki tekanan darah yang lebih tinggi sewaktu remaja, hal ini berarti

ASI yang dapat mencegah risiko hipertensi pada masa remaja. Selain

mencegah risiko hipertensi, ASI juga sebagai sumber gizi yang paling

tepat untuk bayi prematur, memberi perlindungan bagi bayi terhadap

beberapa penyakit yang menyebabkan kematian, dan mengurangi

gangguan pencernaan bayi (Maryunani, 2015).

Pemberian ASI tidak hanya bermanfaat bagi bayi tetapi juga bagi

ibu. Berdasarkan berbagai penelitian menyatakan bahwa wanita yang

pernah menyusui yang baru menghadapi masa menopause, mendapat

risiko kanker payudara lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang


15

melahirkan tetapi tidak pernah menyusui. Kesimpulannya menyusui

dapat mencegah risiko kanker payudara. Hal tersebut mungkin terjadi

karena adanya gangguan ovulasi atau perubahan sekresi dari hormon

pituitari dan ovari selama menyusui. Perubahan fisik pada payudara

yang sedang memproduksi susu juga dapat memberikan proteksi.

Mungkin juga kecepatan sintesa DNA selama menyusui menurun

sehingga daya tahan terhadap bahan-bahan kimia yang menimbulkan

kanker meningkat (Maryunani, 2015).

d. Proses Pembentukan Laktogen

1) Laktogenesis I

Fase ini terjadi pada akhir kehamilan. Pada fase ini terjadi

peningkatan lobus – alveolus, dan payudara mulai memproduksi

kolostrum (Maritalia, 2012).

2) Laktogenesis II

Proses laktogenesis II dimulai sejak 30 - 40 jam setelah

melahirkan. Pada fase ini kadar hormon estrogen, progesteron dan

HPL akan menurun karena lepasnya plasenta. Akan tetapi kadar

hormon prolaktin akan tetap tinggi sehingga menyebabkan terjadi

produksi ASI yang signifikan. Saat bayi menyusu, sel saraf di

payudara akan menerima rangsang untuk diteruskan ke hipofisis

anterior sehingga terjadi peningkatan kadar prolaktin dan mencapai

puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke kadar

sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Hormon prolaktin


16

menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI

(Maritalia, 2012).

3) Laktogenesis III

Pada fase ini produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol

autokrin dimulai. Semakin banyak ASI yang dikeluarkan maka

semakin banyak juga ASI yang diproduksi (Maritalia, 2012).

e. Klasifikasi ASI dan Komposisi ASI

1) Kolostrum

Kolostrum adalah air susu yang pertama kali keluar dengan

viskositas kental, lengket, dan berwarna kekuningan. Kolostrum

mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel

darah putih, dan antibodi yang tinggi daripada ASI matur. Protein

utama dalam kolostrum adalah imunoglobulin (IgG, IgA, IgM) yang

digunakan sebagai antibodi untuk mencegah dan menetralisir

bakteri, virus, jamur dan parasit Selain itu, kolostrum juga

mengandung rendak lemak dan laktosa (Maritalia, 2012).

Kolostrum keluar pada hari pertama sampai hari ke empat

setelah persalinan dengan volume ±150 – 300 ml/24 jam.

Kolostrum yang keluar sesuai dengan kapasitas lambung bayi.

Kolostrum juga merupakan pencahar ideal bagi bayi (Maritalia,

2012).
17

2) ASI peralihan

ASI peralihan adalah air susu yang keluar setelah kolostrum

sampai sebelum terbentuknya susu matur. ASI peralihan umumnya

keluar selama 2 minggu sejak hari ke 10. Pada fase ini terjadi

peningkatan volume ASI serta perubahan komposisi dan warna

ASI, selain itu kandungan kadar imunoglobulin dan protein pada

ASI peralihan menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat

(Maritalia, 2012).

3) ASI matur

ASI matur disekresi pada hari ke sepuluh dan seterusnya. ASI

matur berwarna putih. Kandungannya konstan dan tidak

menggumpal apabila dipanaskan. ASI matur terdiri dari 2 jenis ASI,

yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk yaitu ASI yang keluar pada 5

menit pertama saat menyusui dengan konsistensi lebih encer dan

kandungan rendah lemak, tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan

air. Setelah 5 menit pertama, ASI berubah menjadi hindmilk, yaitu

ASI dengan kandungan lemak dan nutrisi yang tinggi sehingga

mengenyangkan bayi (Maritalia, 2012).

Menurut (Bahiyatun, 2009) ASI mengandung berbagai zat gizi

antara lain :

1) Protein

Ratio protein whey dan kasein pada ASI adalah 60:40,

sedangkan pada susu sapi 20:80. Selain itu, ASI kaya akan alfa-
18

laktoglobulin, bovine serum albumin, asam amino esensial taurin,

poliamin dan nukleotid yang digunakan untuk sintesis protein.

Kadar metiolin, tirosin dan fenilalanin pada ASI juga lebih rendah

dibanding susu sapi.

2) Karbohidrat

Kandungan karbohidrat pada ASI lebih tinggi dibanding pada

susu sapi yaitu sebesar sebanyak 6-7 gram %. Adapun jenis

karbohidrat utama pada ASI adalah laktosa.

3) Lemak

Bentuk emulsi lemak pada ASI lebih sempurna dibandingkan

pada susu sapi. Kadar asam lemak tak jenuh pada ASI 7-8 kali

lebih besar daripada susu sapi. Kolesterol dibutuhkan untuk

mielinisasi syaraf pusat dan pembuatan enzim.

4) Mineral

ASI mengandung mineral lengkap dan konstan serta garam

organik seperti kalsium, kalium, natrium dari asam klorida dan

fosfat. Kandugan Fe dan Ca paling stabil karena tidak dipengaruhi

diet ibu.

5) Air

Kira-kira 80% ASI terdiri dari air yang berguna untuk

melarutkan zat-zat yang terdapat di dalam ASI serta dapat

meredakan haus pada bayi.


19

6) Vitamin

ASI mengandung vitamin A, C, dan D yang lengkap dan

cukup bagi bayi. Akan tetapi golongan vitamin B masih kurang,

kecuali riboflavin dan asam pentotenat.

Menurut (Bahiyatun, 2009) bayi yang menyusu dalam 5 menit

pertama akan mendapatkan ASI dengan total volume, protein dan

karbohidrat masing-masing sebanyak 60%, total lemak sebanyak 40%

dan total energi sebanyak 50%. Sedangkan dalam 5 menit kedua bayi

akan mendapatkan ASI dengan total volume, protein, karbohidrat dan

total energi masing-masing sebanyak 25% serta total lemak sebanyak

33%. Adapun kandungan ASI pada 5 menit ketiga adalah sisanya.

f. Produksi ASI

Produksi ASI dipengaruhi oleh banyak hal. Produksi dan

pengeluaran ASI ditentukan oleh dua hormon yaitu prolaktin dan

oksitosin. Prolaktin akan mempengaruhi jumlah produksi ASI,

sedangkan oksitosin akan mempengaruhi proses pengeluaran ASI

(Maritalia, 2012).

Hormon prolaktin dan oksitosin akan dihasilkan setelah lepasnya

plasenta yang menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron.

Setelah plasenta terlepas, fungsi ovarium pun segera kembali pada

kondisi semula. Ibu yang menyusui secara ekslusif akan meningkatkan

kadar protein dan menekan produksi FSH sehingga menunda fungsi

ovarium. Seiring dengan menurunnya hormon estrogen dan


20

progesteron, fungsi organ lainnya juga akan berubah sejak masa

kehamilan (Aksara, 2012).

Pada bulan terakhir kehamilan, kelenjar pembuat ASI mulai

memproduksi ASI. Dalam kondisi normal, kelenjar pembuat ASI dapat

memproduksi ASI sebanyak 50-100 ml perhari pada hari pertama. Pada

saat bayi berusia 2 minggu volume produksi ASI dapat mencapai 400-

450 ml/hari, dan meningkat menjadi 700-800 ml/hari pada beberapa

bulan berikutnya. Rata-rata lamanya bayi menyusu adalah 15-25 menit,

tetapi volume susu terbanyak dapat diperoleh dalam waktu 5 menit

(Maryunani, 2015).

Produksi ASI yang normal akan sebanding dengan kebutuhan

bayi. Rata-rata produksi ASI pada hari kedua masa nifas adalah sekitar

120 ml/hari, pada hari ketiga sekitar 180 ml/hari, dan pada hari keempat

sekitar 240 ml/hari. Petunjuk praktis penghitungan produksi ASI dalam

sehari pada minggu pertama masa nifas adalah dengan mengalikan

jumlah hari masa nifas dengan 60. Hasil ini akan memberikan perkiraan

jumlah ASI dalam millimeter per 24 jam. Produksi ASI yang

berkesinambungan akan dicapai setelah 10 – 14 hari. Pada akhir

minggu kedua umumnya dihasilkan 120 – 180 ml setiap kali menyusui

(Kent et al., 2011).


21

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI

Produksi ASI dipengaruhi oleh faktor langsung dan faktor tidak

langsung.

1) Faktor tidak langsung terdiri dari :

a) Faktor budaya

Budaya dan mitos-mitos di masyarakat tentang menyusui

dapat mempengaruhi motivasi ibu untuk menyusui bayinya.

Misal adanya mitos yang berkembang di masyarakat bahwa bayi

yang rewel atau menangis disebabkan karena lapar sehingga ibu

memilih untuk memberikan makanan dan minuman selain ASI.

Hal tersebut menyebabkan bayi jarang menyusu karena sudah

kenyang sehingga rangsangan isapan bayi berkurang (Novianti,

2009).

b) Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk memperoleh informasi,

misalnya hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup (Wawan & Dewi, 2011).

Pendidikan juga dapat mempengaruhi kemampuan dan upaya

orang tua dalam melakukan perawatan dan memelihara

kesehatan anak serta beradaptasi terhadap peran sebagai orang

tua sehingga dapat lebih mudah mencapai sesuatu, hal ini

menggambarkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan rendah


22

cenderung kurang dalam memberikan ASI eksklusif (Novianti,

2009).

c) Umur

Umur ibu berpengaruh terhadap produksi ASI. Ibu dengan

umur lebih muda akan memproduksi ASI lebih banyak daripada

ibu dengan umur yang lebih tua (Soetjiningsih, 2012).

d) Paritas

Produksi ASI pada ibu multipara cenderung lebih banyak

dibandingkan dengan primipara pada hari keempat postpartum

(Soetjiningsih, 2012).

e) Berat lahir bayi

Berat lahir bayi mempengaruhi jumlah produksi ASI. Hal

ini dikarenakan bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai

kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah dibandingkan

dengan bayi berat lahir normal. Rendahnya kemampuan

menghisap tersebut akan mempengaruhi stimulasi hormon

prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI (Khamzah,

2012).

2) Faktor langsung terdiri dari :

a) Perilaku menyusui

(1) Waktu inisiasi

Inisiasi dilakukan segera pada jam-jam pertama

kelahiran atau biasa dikenal dengan istilah inisasi menyusu


23

dini (IMD). Inisiasi menyusu dini (IMD) dilakukan

berdasarkan pada refleks atau kemampuan bayi untuk

mempertahankan diri. Bayi berusia 20 menit dengan

sendirinya akan dapat langsung mencari puting susu ibunya.

Selain membantu bayi belajar menyusu kepada ibunya dan

memperlancar pengeluaran ASI, proses inisiasi diharapkan

dapat mempererat ikatan perasaan antara ibu dan bayinya,

serta berpengaruh terhadap lamanya pemberian ASI kepada

bayinya (Suryoprajogo, 2009).

(2) Frekuensi pemberian ASI

Semakin sering bayi menyusu, maka produksi ASI

akan semakin banyak, akan tetapi, frekuensi menyusu pada

bayi prematur dan cukup bulan berbeda. Menyusui bayi

paling sedikit 8 kali per hari pada periode awal setelah

melahirkan. Frekuensi pemberian ASI berkaitan dengan

kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara

(Rukiyah et al., 2011).

(3) Menyusui malam hari

Hormon prolaktin lebih banyak dihasilkan pada malam

hari sehingga menyusui pada malam hari dianjurkan untuk

lebih sering dilakukan karena akan memacu produksi ASI

(Depkes RI, 2009).


24

b) Faktor psikologis

Kondisi psikologis ibu mempengaruhi produksi ASI. Ibu

yang berada dalam keadaan stres, kacau, marah, sedih, kurang

percaya diri, terlalu lelah, ibu tidak suka menyusui, serta

kurangnya dukungan dan perhatian keluarga dan pasangan

kepada ibu dapat menurunkan produksi ASI (Novianti, 2009).

c) Perawatan payudara

Perawatan payudara selama proses menyusui perlu

dilakukan agar payudara tetap bersih dan terawat. Perawatan

yang tepat dapat merangsang payudara untuk memproduksi ASI

lebih banyak melalui pengiriman rangsang menuju hipofisis

untuk mengeluarkan hormon oksitosin dan prolaktin yang

berperan besar dalam produksi ASI. Selain itu, dengan

perawatan payudara yang benar, dapat menghindarkan ibu dari

berbagai masalah selama menyusui yang dapat mengganggu

kenyamanan. Misalnya pembengkakan dan sebagainya (Riksani,

2012).

Menurut Suherni (2011), perawatan payudara terbagi dalam

2 jenis yaitu massase payudara untuk pemeliharaan payudara

dan stimulasi refleks oksitosin.

d) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis ibu meliputi status kesehatan ibu, nutrisi,

intake cairan, pengobatan, dan merokok. Selama menyusui,


25

seorang ibu membutuhkan kalori, protein, mineral dan vitamin

yang tinggi. Ibu yang menyusui membutuhkan tambahan 800

kalori per hari dan asupan cairan 2000 cc per hari karena

kebutuhan cairan pada ibu menyusui meningkat (Suryoprajogo,

2009).

e) Status gizi ibu

Menurut Khasanah (2011) pemenuhan kebutuhan zat gizi

selama hamil diperlukan untuk pembentukan zat gizi dalam

ASI, memproduksi ASI, dan memelihara kesehatan ibu. Ibu

dengan gizi yang baik akan dapat memberikan ASI pada bulan

pertama sebanyak 600 ml, meningkat menjadi 700-750 ml pada

bulan ke-3, dan meningkat lagi menjadi 750-800 ml pada bulan

ke-4, kemudian mengalami penurunan volume ASI tergantung

isapan bayi.

Berdasarkan Depkes RI (2011) alat atau cara yang

sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa yaitu

menggunakan indeks massa tubuh (IMT).

h. Penilaian Produksi ASI

Dalam memperkirakan produksi ASI dapat dilakukan beberapa

metode penilaian antara lain :

1) Perkiraan Volume ASI

Dalam kondisi normal, volume ASI pada hari kedua setelah

melahirkan kira-kira sebanyak 10 ml, dan jumlahnya akan


26

meningkat sampai kira-kira 500 ml pada minggu kedua. Produksi

ASI yang efektif dan terus menerus akan tercapai pada 10 – 14 hari

setelah melahirkan (Cadwell & Maffei, 2011).

Produksi ASI yang normal akan sebanding dengan kebutuhan

bayi. Rata-rata produksi ASI pada hari kedua masa nifas adalah

sekitar 120 ml/hari, pada hari ketiga sekitar 180 ml/hari, dan pada

hari keempat sekitar 240 ml/hari. Pada akhir minggu kedua

umumnya dihasilkan 120 – 180 ml setiap kali menyusui (Kent et

al., 2011). Sedangkan menurut Rulina dan Tobing (2010) apabila

tidak ada kelainan, volume ASI pada hari pertama sejak bayi lahir

akan terus bertambah mencapai 400-450 ml pada waktu bayi

mencapai usia minggu kedua.

Produksi ASI akan mencapai 600 ml per hari pada saat bayi

berusia satu sampai tiga bulan, apabila ibu dalam kondisi normal.

Jumlah volume ASI yang diproduksi tidak dipengaruhi oleh ukuran

payudara, melainkan dipengaruhi oleh faktor emosi selama

minggu-minggu pertama menyusui (UNICEF, 2011)(Proverawati

& Rahmawati, 2010).

Taksiran volume ASI dapat dikonversikan ke dalam

kandungan nilai gizi. Produksi ASI akan mengalami perubahan

pada setiap tahunnya. Pada tahun pertama volume ASI mencapai

400-700 ml/24 jam, dan mengalami penurunan pada tahun kedua

yaitu kira-kira 200-400 ml/24 jam, sedangkan pada tahun ketiga


27

mencapai 200 ml/24 jam. Adapun untuk mengukur volume ASI

yang dihasilkan setiap harinya dapat menggunakan rumus taksiran

volume ASI (Supariasa et al., 2017)(Soetjiningsih, 2012).

frekuensi pemberian ASI x lama menyusui (menit)


𝑥= x 600 ml
24 jam (menit)

2) Kenaikan berat badan bayi

Kenaikan berat badan bayi dapat digunakan sebagai

indikator penilaian produksi ASI. Satu ons berat badan bayi setara

dengan 28,4 ml ASI yang dihisap oleh bayi. Menurut American

Academy of Pediatric Section on Breastfeeding, penurunan berat

badan bayi lebih dari 7% dari berat badan lahir menunjukkan

adanya masalah pemberian ASI sehingga diperlukan evaluasi yang

lebih intensif dan intervensi untuk mengatasi masalah guna

meningkatkan produksi dan asupan ASI. Center of Breastfeeding

menyatakan pada hari ke-12 sampai hari ke-14 diharapkan berat

badan bayi sama dengan berat badan lahir.

Menurut grafik Kartu Menuju Sehat (KMS) pada buku

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), kenaikan berat badan minimal

(KBM) pada bayi usia 0 sampai 1 bulan adalah 800 gram, sehingga

dapat diperoleh kenaikan berat badan bayi usia 0 sampai 1 bulan

dalam 1 hari diharapkan dapat meningkat ± 26,7 gram atau jika

dibulatkan menjadi 27 gram per hari (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016).


28

Protokol untuk memperkirakan jumlah ASI yang dihisap

yaitu dengan melakukan penimbangan berat badan bayi sebelum

menyusu menggunakan timbangan skala digital. Kemudian

dilakukan observasi pemberian ASI dengan cara mengamati

ketertarikan bayi untuk menyusu, menyusu secara aktif atau

menghemat energi, serta mengamati kemampuan menghisap dan

menelan bayi. Jika bayi tampak berhenti menghisap dan mengantuk,

mintalah ibu untuk mengubah laju aliran ASI dengan massase

berselang, kemudian amati reaksi bayi apakah bayi terbangun dan

aktif atau berhenti menghisap. Kemudian timbang berat badan bayi

setelah menyusu. Lalu hitung jumlah ASI yang dihisap. Jadi untuk

mengetahui perkiraan rata-rata jumlah ASI yang dihisap dengan

lebih akurat dapat dilakukan dengan melakukan observasi

pemberian ASI selama berkali-kali pada periode waktu tertentu

(Cadwell & Maffei, 2011).

3) Pola eliminasi bayi

Menurut American Academy of Pediatrics Section on

Breastfeeding dalam (Cadwell & Maffei, 2011) bayi usia 3-5 hari

diperkirakan memiliki frekuensi berkemih sebanyak 3-5 kali/hari

dan frekuensi defekasi sebanyak 3-4 kali/hari, sedangkan bayi usia

5-7 hari diperkiraan memiliki frekuensi berkemih sebanyak 4-6

kali/hari dan frekuensi defekasi sebanyak 3-6 kali/hari. Frekuensi

tersebut menunjukkan kecukupan produksi ASI.


29

i. Upaya Meningkatkan Produksi ASI

Beberapa penelitian terkait dengan upaya meningkatkan produksi

ASI adalah sebagai berikut :

1) Pijat oksitosin

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan

pada pemberian pijat oksitosin terhadap peningkatan produksi ASI

dan peningkatan hormon prolaktin (Asih, 2017)(Delima et al,

2016).

2) Teknik marmet

Teknik marmet merupakan kombinasi antara cara memerah ASI dan

memijat payudara sehingga merangsang refleks pengeluaran ASI.

Teknik ini bertujuan untuk mengosongkan ASI dari sinus laktiferus

sehingga diharapkan dapat merangsang pengeluaran hormon

prolaktin karena pengosongan ASI pada daerah sinus laktiferus.

Teknik ini terbukti berpengaruh terhadap peningkatan produksi ASI

(Mas’adah & Rusmini, 2015).

3) Pijat rolling dan oketani

Terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian kombinasi

rolling dan oketani massage terhadap peningkatan hormon prolaktin

dan produksi ASI. Penelitian ini menganjurkan kepada bidan untuk

menerapkan intervensi tersebut pada ibu post sectio caesaria

(Yulianti et al., 2017).


30

4) Loving massage

Pemberian loving massage dan aromatherapy dapat menurunkan

tingkat stres dan dapat meningkatkan hormon prolaktin pada ibu

primipara. Penelitian ini direkomendasikan untuk diberikan pada

ibu postpartum primipara (Widyawati et al., 2016).

5) Massase endorphine

Massase endorphine mempunyai pengaruh yang bermakna secara

statistik terhadap volume ASI pada ibu post partum (Hartono et al.,

2016). Hasil penelitian lain juga mendukung hal tersebut yaitu

kombinasi metode pijat woolwich dan endorphine berpengaruh

terhadap peningkatan kadar hormon prolaktin dan volume ASI ibu

postpartum (Pamuji et al., 2014).

6) Pijat punggung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pijat punggung

terhadap percepatan pengeluaran ASI. Pengaruh tersebut adalah ibu

postpartum yang mendapat perlakuan pijat punggung mengeluarkan

ASI lebih cepat dibanding yang tidak mendapatkan pijatan (Safitri

et al., 2015). Pijat punggung juga terbukti dapat meningkatkan berat

badan anak, peningkatan BAB, BAK dan lama tidur bayi secara

signifikan, itu artinya pijat punggung dapat meningktkan produksi

ASI (Patel & Gedam, 2013). Pijat punggung yang dikombinasikan

dalam metode SPOES (Stimulasi Pijar Endorphine, Oksitosin dan

Sugestif) terbukti berpengaruh terhadap produksi ASI dan


31

peningkatan berat badan bayi pada ibu nifas (Nugraheni & Heryati,

2017).

7) Akupresur

Akupresur adalah teknik pengobatan nonfarmakologi yang

berkaitan erat dengan akupunktur. Teknik akupresur adalah dengan

melakukan tekanan pada titik-titik tertentu dalam tubuh. Teknik ini

diyakini dapat mengurangi rasa sakit dan ketegangan otot,

meningkatkan sirkulasi dan pelepasan endorfin. Berdasarkan hasil

penelitian Djanah dan Muslihatun (2017) ada pengaruh akupresur

terhadap produksi ASI.

8) Efflurage

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan

pemberian pijat oksitosin teknik efflurage yang dikombinasikan

dengan aromaterapi rose terhadap produksi hormon prolaktin

(Jamilah et al., 2014).

j. Tanda Bayi Cukup ASI

Menurut (Runjati et al., 2017) bayi usia 0-6 bulan dikatakan telah

mendapat ASI yang cukup jika bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau

minimal 8 kali per hari pada 2-3 minggu pertama, feses bayi berwarna

kuning dengan frekuensi sering dan warna menjadi lebih muda pada

hari kelima setelah lahir, bayi buang air kecil minimal 6-8 kali per hari,

ibu mendengar suara pada saat bayi menelan ASI, payudara terasa

lembek, warna kulit bayi kemerhan dan terasa kenyal, pertumbuhan


32

berat badan dan tinggi badan bayi sesuai dengan grafik pertumbuhan,

bayi akif dan motoriknya sesuai dengan rentang usianya, bayi terlihat

puas terbangun saat merasa lapar dan tidur pulas setelah kenyang, serta

bayi menyusu dengan kuat.

2. Anatomi Payudara

Gambar 2.1 Anatomi Payudara


Sumber : (Kresno, 2012)

Kelenjar payudara terletak di dalam fasia superfisialis di daerah

pektoral antara sternum dan aksila, dan melebar dari iga kedua atau ketiga

sampai iga keenam atau ke tujuh. Bentuk buah dada cembung ke depan

dengan papila di tengahnya, yang terdiri atas kulit dan jaringan erektil

berwarna tua. Papila dilingkari oleh areola yaitu daerah berwarna

kecoklatan. Di dekat dasar puting terdapat kelenjar sebaseus, yaitu kelenjar

montgomery yang mengeluarkan zat lemak untuk melemaskan papila.


33

Papila berlubang-lubang 15-20 buah sebagai saluran kelenjar susu (Pearce,

2011).

Kelenjar payudara terdiri dari bahan kelenjar susu atau jaringan

alveolar, tersusun atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat

dan jaringan lemak. Setiap lobulus terdiri dari sekelompok alveolus yang

bermuara ke dalam duktus laktiferus yang bergabung dengan duktus-duktus

lainnya untuk membentuk saluran yang lebih besar dan berakhir dalam

saluran sekretorik. Saluran-saluran ini mendekati puting dan membesar

untuk membentuk wadah penampungan air susu yang disebut sinus

laktiferus, kemudian saluran-saluran itu menyempit lagi dan menembus

puting lalu bermuara di atas permukaannya (Pearce, 2011).

3. Fisiologi Payudara

Fungsi kelenjar payudara adalah mengeluarkan air susu serta

penyalurannya dari buah dada. Pada kehamilan awal trimeter dua mulai

terjadi sedikit sekresi yang membuat saluran dalam buah dada tetap terbuka

dan siap untuk fungsinya. Sesudah bayi lahir, payudara mengeluarkan

cairan bening yang disebut kolostrum yang kaya protein, dan dikeluarkan

selama 2-3 hari pertama, kemudian air susu mengalir lebih lancar dan

menjadi air susu yang sempurna. Sebuah hormon dari lobus anterior

kelenjar hipofisis, yaitu prolaktin yang penting dalam merangsang

pembentukan air susu. Keluarnya sekresi ini dikendalikan hormon dari

hipofiss anterior dan kelenjar tiroid (Pearce, 2011).


34

4. Woolwich Massage

a. Pengertian Woolwich Massage

Woolwich massage adalah pemijatan pada area sinus laktiferus

tepatnya 1-1,5 cm di atas areola mamae dengan tujuan untuk

mengeluarkan ASI yang ada di sinus laktiferus. Pemijatan ini akan

merangsang sel saraf di payudara menuju ke hipotalamus untuk

diteruskan ke hipofisis anterior untuk mengeluarkan prolaktin guna

merangsang produksi ASI (Kusumastuti et al., 2017).

b. Tujuan dan Manfaat Woolwich Massage

Pijat woolwich memiliki beberapa tujuan antara lain meningkatkan

refleks prolaktin dan oksitosin (let down reflex), mencegah

penyumbatan, meningkatkan produksi ASI dan mencegah peradangan

atau bendungan payudara. Adapun manfaat pijat woolwich adalah

meningkatkan pengeluaran dan sekresi ASI, mencegah bendungan

payudara serta mastitis (Kusumastuti et al., 2017).

c. Mekanisme Woolwich Massage

Pijat woolwich akan merangsang saraf vegetatif dan jaringan

bawah kulit yang dapat melepaskan jaringan sehingga dapat

memperlancar aliran darah dan membuang sisa-sisa sel sistem duktus

yang menghambat aliran ASI sehingga ASI menjadi lebih lancar dan

meningkatkan sekresi dan pengeluaran ASI (Moehyi, 2008) (Potter &

Perry, 2010)(Pamuji et al., 2014). Pemijatan ini akan merangsang sel

saraf di payudara menuju ke hipotalamus untuk diteruskan ke hipofisis


35

anterior untuk mengsekresi hormon prolaktin (Kusumastuti et al.,

2017). Hormon prolaktin akan menuju ke alveoli miopetelium dan

merangsang sel-sel alveoli untuk memproduksi air susu (Soetjiningsih,

2012).

d. Waktu Pelaksanaan Woolwich Massage

Pijat woolwich sebaiknya dilakukan sebanyak dua kali sehari yaitu

di pagi dan sore hari selama 15 menit pada tiga hari postpartum

(Kusumastuti et al., 2017).

e. Prosedur Woolwich Massage

Woolwich massage lebih menekankan pada pijatan di daerah areola,

berikut prosedur pijat woolwich (Kusumastuti et al., 2017).

1) Menyiapkan alat dan bahan (handuk dan minyak)

2) Melepaskan pakaian atas klien

3) Menyiapkan klien untuk duduk dan bersandar pada kursi

4) Mengolesi kedua tangan dengan minyak

5) Melakukan pemijatan melingkar menggunakan kedua ibu jari pada

sinus laktiferus tepatnya 1 -1,5 cm di luar areola mamae selama 15

menit
36

Gambar 2.2 Teknik Woolwich Massage


Sumber : (Kusumastuti et al., 2017)

6) Mengeringkan daerah mamae dengan handuk kering

7) Merapikan pasien dan alat.

5. Efflurage Massage

a. Pengertian Efflurage Massage

Efflurage adalah suatu gerakan menggosok bagian-bagian tubuh

tertentu dengan menggunakan seluruh permukaan telapak tangan.

Bentuk telapak tangan dan jari-jari selalu menyesuaikan dengan bagian

tubuh yang digosok. Tangan menggosok dengan dorongan atau tekanan

ringan menuju ke arah jantung (centripetal) maupun menyamping

(centrifugal) (Wiyoto, 2011). Sedangkan menurut Potter dan Perry

(2010) efflurage merupakan suatu rangsangan pada kulit dengan

melakukan usapan menggunakan ujung-ujung jari telapak tangan


37

dengan arah gerakan melingkar membentuk pola gerakan seperti kupu-

kupu seiring dengan pernafasan abdomen.

Teknik pemijatan efflurage berupa usapan lembut, lambat, panjang

dan tidak putus-putus. Teknik ini menimbulkan efek relaksasi.

Efflurage dilakukan dengan usapan ringan dan tanpa tekanan kuat

menggunakan ujung jari pada bagian-bagian tubuh tertentu, tetapi

usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit (Maemunah,

2009).

b. Manfaat Efflurage Massage

Efflurage massage bermanfaat untuk memberikan rasa nyaman,

menimbulkan relaksasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan

pernafasan, memperlambat denyut jantung, dan merangsang produksi

hormon endorfin yang menghilangkan rasa sakit secara alamiah

(Danuatmaja & Meiliasari, 2008).

Pijat efflurage artinya menggosok bagian tubuh secara supel

menuju ke arah jantung mau pun menyamping dengan dorongan

maupun tekanan untuk melancarkan peredaran darah vena dan getah

bening, membantu memperbaiki proses metabolisme, menyempurnakan

pembuangan sisa pembakaran, membantu penyerapan pada peradangan

dan memberi efek relaksasi serta mengurangi nyeri (Trisnowiyanto,

2012). Selain itu, menurut (Becker, 2009) efflurage massage dilakukan

dengan sentuhan ringan, tekanan ritmis dan menghindari gerakan kasar

menggunakan telapak tangan dengan arah dari atas ke bawah menuju ke


38

titik awal dapat bermanfaat untuk relaksasi, mempercepat rangangan ke

sistem saraf pusat, meningatkan sirkulasi serta membuang zat racun.

c. Mekanisme Efflurage Massage

Pemberian efflurage massage dapat memperlancar peredaran darah

dan sistem hormonal, merelaksasi otot serta membuat kondisi

psikologis ibu menjadi nyaman, menurunkan tekanan darah,

meningkatkan pernafasan, memperlambat denyut jantung, dan

merangsang produksi hormon endorfin (Danuatmaja & Meiliasari,

2008)(Jamilah et al., 2014). Kondisi psikologis ibu mempengaruhi

produksi ASI, dengan kondisi psikologis yang baik akan memudahkan

penyampaian rangsang ke hipofisis posterior untuk memproduksi

oksitosin (Jamilah et al., 2014). Melalui aliran darah oksitosin akan

sampai ke alveoli dan merangsang sel mioepitelium untuk berkontraksi

dan memeras air susu yang telah diproduksi di alveoli untuk masuk ke

dalam sistem duktus yang selanjutnya mengalir ke duktus laktiferus dan

terakhir masuk ke mulut bayi (Soetjiningsih, 2012).

d. Waktu Pelaksanaan Efflurage Massage

Intervensi dilakukan sejak hari ketiga atau biasa disebut fase taking

hold selama 5 menit dalam kurun waktu hari. Fase taking hold atau

fase kedua dari fase adaptasi psikologi ibu nifas terjadi sekitar 3-10 hari

pascapersalinan. Pada fase ini ibu merasa khawatir tidak mampu

merawat bayinya. Pada fase ini perasaan ibu juga menjadi lebih sensitif,

selain itu ibu juga butuh banyak dukungan agar mampu menumbuhkan
39

rasa percaya dirinya dengan cara menerima banyak nasihat tentang cara

merawat diri dan bayinya (Aksara, 2012). Pada masa taking hold,

perhatian ibu ke bayi menjadi lebih fokus dan berusaha untuk

memberikan yang terbaik kepada bayinya termasuk memberikan ASI

(Bahiyatun, 2009).

e. Prosedur Efflurage Massage

Teknik pijat efflurage terdiri dari berbagai macam variasi, antara

lain: (1) Menggosok tubuh menggunakan telapak tangan dengan

tekanan dangkal (superficial stroking). (2) Menggosok tubuh

menggunakan pangkal telapak tangan dengan tekanan dalam. (3)

Menggosok tubuh menggunakan punggung kepalan tangan pada otot-

otot yang besar dan lebar seperti bagian pinggang dan punggung

dengan tekanan dalam. (4) Menggosok dengan menggunakan kedua ibu

jari (Wiyoto, 2011).

Pijat efflurage akan membantu ibu merasa lebih rileks dan nyaman

dengan cara merangsang tubuh melepaskan senyawa endorfin yang

merupakan pereda sakit alami dan mencipakan perasaan nyaman

(Danuatmaja & Meiliasari, 2008). Adapun prosedur efflurage massage

sebagai berikut (Suryani & Indrayani, 2016).

1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

2) Membantu melepaskan pakaian dan BH ibu (memasang

handuk/selimut)

3) Mendekatkan alat
40

4) Memposisikan ibu berbaring telungkup

5) Pastikan posisi ibu nyaman

6) Memberitahu saat akan memulai tindakan (mintalah orang yang

dipijat untuk memberitahu jika pijatan terasa menyakitkan atau

membuat tidak nyaman)

7) Tuangkan minyak urut ke telapak tangan secukupnya, kemudian

usapkan dan ratakan minyak ke seluruh punggung

8) Gunakanlah seluruh bagian telapak tangan Anda, dan mulailah

memijat dari bagian bawah punggung mengarah ke atas. Selalu

pijat ke arah atas, dan kemudian secara perlahan dorong tangan ke

tepi punggung kemudian mengarah ke bawah dan kembali lagi ke

atas. Pertahankan kontak dengan punggung tanpa memberikan

tekanan saat menarik tangan kembali ke bawah.

Gambar 2.3 Teknik Efflurage Massage Punggung


Sumber : http://lailaakfis.blogspot.com/2015/06/
41

9) Ulangi teknik ini selama 3 - 5 menit sambil menambah tekanan dari

ringan hingga sedang untuk memanaskan otot punggung

10) Merapikan pasien

11) Membereskan alat


42

6. Pathway Kombinasi Woolwich Massage dan Efflurage Massage

Woolwich Massage Efflurage Massage

Sinus Laktiferus Reseptor Mekanik


pada Kulit

Pengeluaran ASI
Relaksasi

Pengosongan Sinus
Laktifarus
Laktiferus Memperlancar
Peredaran
peredaran Darah
darah
Rangsang
Pengiriman
Hipotalamus Rangsang

Hipofisis Anterior Hipotalamus

Sekresi Prolaktin Hipofisis Posterior

Alveolus Sekresi Oksitosin


Mioepitelium

Kontraksi Otot-otot
Produksi
Sekresi ASI
ASI Mioepitelium

Peningkatan Let Down Reflex


Volume ASI

Bagan 2.1 Pathway Kombinasi Woolwich Massage dan Efflurage Massage

(Danuatmaja and Meiliasari, 2008)(Jamilah et al., 2014)(Kusumastuti

et al, 2017)(Marmi, 2011)(Soetjiningsih, 2012)(Wiyoto, 2011).


43

B. Kerangka Teori
Massage Isapan mulut bayi
Faktor yang mempengaruhi
produksi ASI : Efflurage Massage
Woolwich Massage Rangsang
A. Faktor tidak langsung :
1. Faktor budaya
2. Pendidikan Merangsang saraf Relaksasi dan
3. Umur ibu vegetatif dan memudahkan
4. Paritas memperlancar penyampaian rangsang
5. Berat badan lahir pengosongan sinus
B. Faktor langsung : lakiferus
1. Perilaku menyusui : Hipotalamus
a. Waktu menyusui
b. Frekuensi pemberian
ASI Hipofisis anteroir Hipofisis posterior
c. Menyusui malam
hari
2. Faktor psikologis Hormon prolaktin Hormon oksitosin
3. Perawatan Payudara
4. Faktor fisiologis Kontraksi sel mioepitelium
Alveoli mioepitelium
5. Status gizi ibu

Produksi ASI Let down reflex

Bagan 2.2 Kerangka Teori (Pamuji et al., 2014)(Kusumastuti et al, 2017)(Jamilah et al., 2014)(Soetjiningsih, 2012)(Novianti,
2009)(Khamzah, 2012)(Roesli, 2008)(Rukiyah et al., 2011)(Riksani, 2012)(Suryoprajogo, 2009)(Khasanah, 2011).

Anda mungkin juga menyukai