Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/283121483

EVALUASI KINERJA IRIGASI DARI ASPEK KONSISTENSI EFISIENSI IRIGASI


PADA DAERAH IRIGASI PANDRAH. BIREUEN, ACEH

Conference Paper · October 2014


DOI: 10.13140/RG.2.1.3889.0009

CITATIONS READS

0 5,287

3 authors, including:

Maimun Rizalihadi Amir Fauzi


Syiah Kuala University Syiah Kuala University
25 PUBLICATIONS 56 CITATIONS 3 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Maimun Rizalihadi on 24 October 2015.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

EVALUASI KINERJA IRIGASI DARI ASPEK KONSISTENSI EFISIENSI


IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI PANDRAH. BIREUEN, ACEH

Maimun Rizalihadi1, Amir Fauzi2, Reza Tanzil3

1
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7,
Darussalam Banda Aceh 23111. email: dilamalia@hotmail.com
2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf No. 7,
Darussalam Banda Aceh 23111.
3
Dinas Pengairan Aceh, Jl. Ir. Mohd. Thaher No. 18, Lueng Bata, Banda Aceh.

ABSTRAK
Salah satu kinerja jaringan irigasi dapat dilihat dari konsistensi nilai efisiensi irigasi selama
pengoperasian proyek irigasi. Namun lemahnya tingkat pemeliharaan jaringan dan bangunan
pendukung irigasi mengakibatkan peningkatan kehilangan air sehingga nilai efisiensi irigasi
dapat mengalami penurunan. Kondisi ini dapat berdampak pada penurunan kinerja jaringan irigasi
itu sendiri, sehingga area produksi padi telah direncanakan semula dapat mengalami penyusutan.
Permasalahan ini telah terjadi hampir diseluruh proyek irigasi yang ada di Aceh. Inilah yang
membuat produksi padi di Aceh mengalami pengurangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
kinerja jaringan irigasi Pandrah, Bireuen, Aceh, dengan mengkaji nilai efisiensi saat sekarang dan
membandingkan dengan nilai efisiensi saat perencanaan. Penelitian ini dilakukan di ruas saluran
utama, sekunder dan tersier dari Jaringan Irigasi Pandrah Kanan, Bireuen, Aceh. Pengukuran
dilakukan pada Musim Tanam I (mei-Agustus 2012), yang terdiri dari pengukuran debit masuk
dan debit keluar pada setiap ruas saluran. Kehilangan air akibat evaporasi diukur dengan
menggunakan Class A Pan Evaporation, dan kehilangan akibat perkolasi dan rembesan dilakukan
dengan Ponding Technic Method. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa diperoleh nilai
efisiensi saluran primer sebesar 87,50%, saluran sekunder sebesar 80,01% dan saluran tersier
sebesar 76,13%, atau secata total nilai efisiensi Irigasi Pandrah Kanan menjadi 53,30%. Hasil ini
menunjukkan bahwa telah terjadi pengurangan nilai efisiensi sebesar 11,70% bila dibandingkan
dengani nilai efisiensi rencana sebesar 65%. Penurunan nilai efesiensi disebabkan oleh kehilangan
air akibat rembesan karena kerusakan saluran, dan pendistribusian air yang tidak teratur akibat
kerusakan pada bangunan bagi dan sadap. Hal ini yang menyebabkan hampir 120 ha dari total area
seluas 1007 ha tidak dapat diairi. Untuk itu perlu usaha-usaha pemeliharaan saluran dan bangunan
pendukung untuk memperbaiki kinerja jaringan irigasi Pandrah, sehingga efesiensi jaringan dapat
dipertahankan secara konsisten untuk mempertahankan area produksi padi demi program
ketahanan pangan di Aceh umumnya dan Irigasi Pandrah khususnya dimasa-masa yang akan
datang.

Kata kunci : irigasi, efisiensi, kinerja, kehilangan air, evaporasi, perkolasi, rembesan, ponding
technic method.

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketersediaan air untuk proyek irigasi merupakan faktor utama keberhasilan proyek irigasi. Meskipun jumlah air
tersedia cukup, namun bila konsistensi efisiensi distribusi air tidak terjaga, maka dapat menyebabkan air tidak dapat
mencukupi seluruh areal yang direncakan. Salah satu kinerja jaringan irigasi dapat dilihat dari konsistensi nilai
efisiensi irigasi itu sendiri. Penurunan efesiensi dapat terjadi karena pengelolaan daerah irigasi yang kurang baik.
Operasi dan pemeliharaan yang tidak dijalankan dengan baik dan teratur mengakibatkan terjadinya penurunan
jumlah air akibat peningkatan kehilanhan air. Tuong (1999 dan 2000) menyatakan bahwa lemahnya pengelolaan
jaringan irigasi dapat meningkat kehilangan air karena rembesan, perkolasi dan pendistribusian air yang tidak tepat,

SDA - 108
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

hal yang sama juga dijelaskan oleh Tabbal (1992) dan Thompson (1999). Hal inilah yang menjadi permasalahan
utama dari proyek-proyek irigasi yang ada di Aceh.

Salah satu proyek irigasi di Aceh adalah Irigasi Pandrah. Daerah Irigasi Pandrah merupakan jaringan irigasi teknis
yang sumber airnya berasal dari sungai Krueng Pandrah, Kecamatan Pandrah, Kabupaten Bireuen. Irigasi ini
dibangun untuk mengairi lahan persawahan seluas 1.007 Ha dengan debit pengambilan Qp = 2,061 m3/det. Analisa
debit pengambilan didasarkan pada Anonim (1994), dimana nilai efisiensi irigasi secara keseluruhan hingga pada
petak sawah adalah 65%. Nilai tersebut didasarkan dari nilai efesiensi pada saluran primer 90%, saluran sekunder
90% dan saluran tersier 80% yang diadopsi dari Anonim (1986). Namun saat sekarang, Daerah Irigasi Pandrah
mengalami kekurangan air sehingga mengakibatkan sekitar 120 ha tidak mendapatkan air irigasi. Permasalahan ini
disebabkan oleh bebrapa ruas saluran mengalami keretakan dan kerusakan pada pelapis pasangan tebing yang
terbuat dari semen. Disamping itu, beberapa bangunan sadap dan bagi tidak difungsikan dengan baik, dan terjadi
penumpukan sedimen serta tanaman liar tumbuh di dalam saluran, Anonim (1995). Kondisi ini dapat megakibatkan
terjadinya rembesan dan perubahan tahanan aliran di dalam saluran tersebut. Sehingga dapat berakibat pada
peningkatan kehilangan air yang berdampak pada nilai efisiensi Irigasi, akhirnya dapat mengurangi kinerja irigasi.
Anonim (1995) menyatakan bahwa kekurangan air tejadi pada kedua Musim tanam I (Mei-Agustus) dan Musim
Tanam II (Oktober-Januari), sehingga areal daerah irigasi yang direncanakan tidak dapat diari seraca keseluruhan.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu mengevaluasi kembali nilai efisiensi jaringan irigasi pada
Daerah Irigasi Pandrah untuk mengetahui seberapa besar perubahan yang terjadi.

Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efisiensi sistem Irigasi Pandrah saat sekarang dan membandingkan
dengan efisiensi yang digunakan pada saat perencanaan berdasarkan analisa kehilaangan air yang terjadi pada sistem
irigasi tersebut.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan acuan terhadap pengelola sistem Irigasi Pandrah dalam perencanaan
pembagian air pada masa yang akan datang, dan juga sebagai acuan perencanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan
sistem Irigasi Pandrah khususnya dan proyek irigasi yang ada di Aceh umumnya..

Lingkup Penulisan
Penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan yaitu pada Saluran Induk Pandrah Kanan sampai dengan boks
tersier akhir BPKn. 3 T1. Analisa efisiensi pada penelitian ini hanya dikaji berdasarkan pengukuran debit masuk dan
keluar dan kehilangan air akibat evaporasi dan rembesan di dalam ruas saluran tersebut di atas. Faktor-faktor yang
menyebabkan kehilangan air diluar yang ditetapkan di atas tidak dilakukan pengkajian.

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan
pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Anonim (1986)
.mendefenisikan efisiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk
kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengambilan (intake). Efisiensi irigasi
terdiri atas efisiensi pengaliran di jaringan utama dan efisiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi
sampai petak sawah, Alfaro (1989) dan Brouwer (1989).

Efisiensi penggunaan air erat hubungannya dengan kehilangan air dalam irigasi. Besarnya efisiensi dan kehilangan
air berbanding terbalik, bila angka kehilangan air besar maka nilai efisiensi kecil begitu juga sebaliknya jika angka
kehilangan air kecil maka nilai efisiensinya besar. Adapun kehilangan air pada jaringan irigasi diakibatkan karena
Evaporasi, Perkolasi, Perembesan (seepage), air terbuang sia-sia, dan kehilangan energy, Bos (1990), Tabbal (1992)
dan Thompson (1999) .

Atas dasar ini maka efisiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di
saluran maupun di petak sawah. Kehilangan air yang diperhitungkan untuk operasi irigasi meliputi kehilangan air di
tingkat tersier, sekunder dan primer. Besarnya masing-masing kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang
saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah. Mengacu pada Anonim (1986)
maka efisiensi irigasi pada saluran primer dan sekunder diambil 90% sedangkan untuk tingkat tersier 80%. Angka

SDA - 109
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

efisiensi irigasi keseluruhan tersebut dihitung dengan cara mengkonversi efisiensi di masing-masing tingkat yaitu
0,9 x 0,9 x 0,8 = 0,648 ≈ 65 %.

Brouwer (1989) dan Bos (1990) menyatakan efisiensi irigasi didasarkan atas asumsi bahwa sebagian jumlah air akan
mengalami kehilangan selama pengaliran yang dimulai dari pintu pengambilan hingga petak sawah. Menurut Bos
(1990) saluran pembawa (conveyance) yaitu perjalanan air dari sumbernya dibawa melalui saluran primer, saluran
sekunder sampai bangunan sadap tersier (tertiary offtake). Jenis-jenis efisiensi irigasi menurut Bos (1990) secara
jelas tergambar pada Gambar 1 di bawah ini.

Air irigasi dibutuhkan


Efisiensi penggunaan tanaman
air di sawah Vm=W-Pe

volume air yang


diberikan ke sawah
VF

Tambahan vol. air


non irigasi dari
saluran tersier
v3
Efisiensi di Efisiensi di petak
saluran tersier tersier

Vol. air yang


diberikan pada
saluran tersier
Vd

Tambahan vol. air


non irigasi dari dari
saluran pembawa
V2

Efisiensi di Efisiensi sistem irigasi Efisiensi secara


saluran pembawa keseluruhan

Tambahan vol.air
dari sumber lain
V1

Vol. air yang


diberikan dari
sumbernya
VC

Gambar 1 Penggunaan efisiensi irigasi, Bos dan Nugteren (1990).

Efisiensi di Saluran Pembawa (Conveyance Efficiency)


Menurut Bos (1990) saluran pembawa (conveyance) yaitu perjalanan air dari sumbernya dibawa melalui saluran
primer, saluran sekunder sampai bangunan sadap tersier (tertiary offtake). Efisiensi di saluran pembawa
(conveyance efficiency) dinyatakan dengan :

SDA - 110
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

Vd  V 2
Ec  x100%
Vc  V 1 .......................................................………...(1)
dimana :
Ec = Efisiensi di saluran pembawa
Vc = Volume air yang diberikan dari sumbernya
Vd = Volume air yang diberikan pada saluran tersier
V2 = Tambahan volume air non irigasi dari saluran pembawa
V1 = Tambahan volume air dari sumber lain
Efisiensi di Saluran Tersier (Distribution Efficiency)
Menurut Bos (1990) saluran tersier (distribution) yaitu perjalanan air dari pintu sadap tersier dibawa melalui saluran
tersier dan saluran kwarter sampai ke box tersier atau box kuarter (field inlet). Efisiensi di saluran tersier
(distribution efficiency) dinyatakan dengan :

Vf  V 3
Ed  x100% ......................................................................(2)
Vd
dimana :
Ed = Efisiensi di saluran tersier
Vf = Volume air yang sampai ke sawah
V3 = Tambahan volume air non irigasi dari saluran tersier

Efisiensi Sistem Irigasi (Irrigation System Efficiency)


Menurut Bos (1990) efisiensi sistem irigasi (irrigation system efficiency) merupakan kombinasi dari efisiensi di
saluran pembawa (conveyance efficiency) dan efisiensi di saluran tersier (distribution efficiency). Efisiensi sistem
irigasi (Es) dinyatakan dengan :

Vf  V 2  V 3
Es  x100%
Vc  V 1 …...……................................................(3)
Es = Ec x Ed ……………………......................................(4)

Kehilangan Air Irigasi


Tidak semua air yang diambil dari sumber dapat digunakan pada daerah perakaran tanaman. Sebahagian dari air
akan hilang selama pengaliran di dalam saluran dan sawah. Sisa air tersebut akan berada di daerah perakaran yang
dapat digunakan oleh tanaman. Dengan kata lain, hanya sebahagian air yang digunakan secara efesien sedangkan
sisanya akan hilang, Brouwer (1989). Kehilangan air irigasi yang terjadi di saluran disebabkab oleh :
1.Evaporasi pada muka air
2. Perkolasi pada lapisan tanah di bawah saluran
3. Rembesan melalui pematang sawah dan saluran
4. Peluapan di atas pematang sawah
5. Pecahnya pematang sawah
6. Limpasan melalui saluran
7. Lubang tikus pada saluran.

Sedangkan kehilangan air irigasi yang terjadi di petak sawah disebabkan oleh :
1. Limpasan permukaan ke saluran drainase
2. Perkolasi kearah di bawah daerah perakaran

Persentase kehilangan air yang diakibatkan oleh faktor-faktor yang diuraikan di atas, atau jumlah air yang digunakan
secara efisien dalam suatu sistem irigasi digambarkan sebagi nilai efesiensi irigaasi.

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dibagi atas tiga kegiatan utama, yakni meliputi pengumpulan data, metode pengukuran, pengolahan
dan analisa data untuk mendapatkan kehilangan air di dalam saluran dan efisiensi jaringan irigasi. Uraian lebih
lengkap dijelaskan bab berikut ini.

SDA - 111
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan selama satu musin tanam yaitu pada Musim Tanam I pada bulan Mei-Agustusi tahun 2011
di Jaringan Irigasi Pandrah yang berlokasi di Kabupaten Bireuen, Aceh. Penelitian dilakukan pada Saluran Induk
Pandrah Kanan dimulai setelah pintu pengambilan (intake) kanan sampai dpengan boks tersier BPKn 3 T1, untuk
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2, (Anonim, 1994).

Gambar 2 Layout Jaringan Irigasi Lokasi Penelitian, Anonim (1994).

Data dan Sumber Data


Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Data sekunder antara lain Skema Jaringan Irigasi dan
Bangunan Daerah Irigasi Pandrah yang bersumber pada Anonim, 1994 dan 1995. Sedangkan data primer merupakan
data pengukuran langsung di lapangan, yang terdiri dari : debit inflow dan outflow di saluran, evaporasi, dan
rembesan.

Metoda Pengukuran
Untuk mendukung penelitan ini digunakan peralatan sebagai berikut : Current Meter, Bak meter, Stop Watch, dan
Panci Evaporasi Kelas A. Pengukuran yang dilakukan terdiri dari debit yang masuk dan keluar di ruas saluran
primer, sekunder, dan tersier. Pengukuran debit dilakukan dengan menggunakan current meter untuk mengukur
kecepatan dan Bak meter untuk mengukur luas tampang saluran dan kedalaman aliran di saluran.

Pengukuran penguapan air yang terjadi di saluran digunakan Panci Evaporasi Kelas A. Alat ini ditempatkan pada
satu ditik di areal penelitian. Pengamatan dilakukan berdasarkan pencatatan harian selama satu musim tanam.
Sementara rembesan yang terjadi di dalam saluran dilakukan dengan metode teknik ponding, Fipps (2002), dimana
pada ke dua ujung ruas saluran di bendung. Besarnya nilai rembesan didapat dari selisih elevasi air yang terjadi pada
ruas saluran selama 12 jam setelah dikurangi dengan evaporasi.

Analisa Data
Hasil pengukuran debit yang masuk dan keluar, evaporasi dan rembesan merupakan parameter untuk menganalisa
kehilangan air yang terjadi di ruas saluran. Nilai-nilai ini merupakan sebagai dasar untuk menghitung efesien irigasi
yang terjadi pada setiap ruas saluran utama, sekunder dan tersier. Untuk menghitung nilai efesiensi untuk masing-
masing ruas saluran didasarkan persamaan 2.1 sampai dengan 2.4 yang disajikan pada bab sebelumnya.

SDA - 112
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Efisiensi pada saluran primer
Pengukuran pada saluran primer dimulai dari sebelum bangunan ukur ambang lebar BPKn.1aa (Pias 1) hingga
setelah bangunan bagi sadap BPKn1 (Pias 13) dengan panjang saluran 1.064 m. Volume air yang diberikan dari
sumbernya (Vc) sebesar 1935,89 m³ yang diperoleh dari hasil pengukuran pada pias 1 sebelum bangunan ukur
BPkn. 1aa, sedangkan volume air yang diberikan pada saluran tersier (Vd) sebesar 2068,47 m³ dalam kasus ini
didapat dari pengukuran pada pias 10, pias 11, pias 12 dan pias 13a yang merupakan volume air yang diberikan pada
saluran sekunder. Tambahan volume air dari sumber lain (V1) sebesar 428,14 m³ berasal dari bangunan suplesi
BPkn 1g. Tambahan volume air non irigasi dari saluran pembawa (V2) tidak terdapat pada saluran primer ini,
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Efisiensi pada saluran primer


Debit Waktu Kehilangan Ec1
Volume Vc Vd V1 V2
No. Pias Lokasi Q tempuh air (%)
V(m³) (m³) (m³) (m³) (m³)
(m³/dtk) (dtk) V(m³) (9+11)/(8+10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Pias 1 Sebelum BPkn. 1aa 1.3128 1935.89 1935.89


2 Pias 2 Setelah BPkn. 1aa 1.3118 1934.44 -1.46
3 Pias 3 Sebelum BPkn. 1a 1.3057 1925.48 -8.96
4 Pias 4 Setelah BPkn. 1a 1.2976 1913.61 -11.87
5 Pias 5 Sebelum BPkn. 1b 1.2776 1884.11 -29.50
6 Pias 6 Setelah BPkn. 1b 1.2738 1878.49 -5.62
7 Pias 7 Sebelum BPkn. 1g 1.2247 1474.6785 1806.02 -72.47
87.50%
8 Pias 8 Setelah BPkn. 1g 1.5150 2234.16 428.14 428.14
9 Pias 9 Sebelum BPkn. 1k 1.4294 2107.86 -126.30
Pias 10 Menuju BLS 0 0.7734 1140.54 1140.54
Pias 11 Setelah sadap Pkn.1 kn 0.0964 142.14 142.14
10 -39.39
Pias 12 Setelah sadap Pkn.1 kr 0.1462 215.66 215.66
Pias 13a Setelah BPkn. 1 0.3866 570.13 570.13
JUMLAH 1935.89 2068.47 428.14

Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 2-1 tersebut didapat nilai efisiensi saluran primer sebesar
87,50%. Bila dibandingkan dengan nilai yang digunakan pada perencanaan yaitu 90%, maka terjadi penurunan nilai
efisiensi pada saluran primer sebesar 2,50%. Hal ni terjadi karena ada sebagian ruas saluran yang mengalami
kerusakan, sehingga menyebabkan kehilangan air akibat rembesan meningkat.

Efisiensi pada saluran sekunder


Pengukuran pada saluran sekunder dimulai dari setelah bangunan bagi sadap BPKn1(Pias 13) sampai dengan Pias
21 yaitu setelah bangunan jembatan BPKn. 2m dengan panjang saluran sekunder 1.379 m. Volume air yang
diberikan dari sumbernya (Vc) sebesar 1014,60 m³ yang merupakan hasil pengukuran pada pias 13 setelah bangunan
bagi sadap BPkn. 1, sedangkan volume air yang diberikan pada saluran tersier (Vd) sebesar 811.80 m³ didapat dari
pengukuran pada pias 21 diantara jembatan BPkn. 2m dengan bangunan sadap BPkn.2. Tidak terdapat tambahan
volume air dari sumber lain (V1) pada saluran sekunder ini demikian juga dengan Tambahan volume air non irigasi
dari saluran pembawa (V2), selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

SDA - 113
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

Tabel 2 Efisiensi pada saluran sekunder


Debit Waktu Ec2
Volume (V+1) - (V) Vc Vd V1 V2
No. Pias Lokasi Q tempuh (%)
V(m³) V(m³) (m³) (m³) (m³) (m³)
(m³/dtk) (dtk) (9+11)/(8+10)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Pias 13b Setelah BPkn. 1 0.5166 1014.60 1014.60


2 Pias 14 Sebelum BPkn. 2c 0.5110 1003.66 -10.94
3 Pias 15 Setelah BPkn. 2c 0.4995 981.12 -22.54
4 Pias 16 Sebelum BPkn. 2k 0.4578 899.22 -81.91
5 Pias 17 Setelah BPkn. 2k 0.4557 1964.0837 895.12 -4.09
80.01%
6 Pias 18 Sebelum BPkn. 2L 0.4398 863.83 -31.29
7 Pias 19 Setelah BPkn. 2L 0.4387 861.74 -2.09
8 Pias 20 Sebelum BPkn. 2m 0.4152 815.45 -46.29
9 Pias 21 Setelah BPkn. 2m 0.4133 811.80 -3.65 811.80
JUMLAH 1014.60 811.80

Hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan 2-1 didapat nilai efisiensi saluran sekunder sebesar 80,01%. Bila
dibandingkan dengan nilai yang digunakan pada perencanaan yaitu 90%, maka terjadi penurunan nilai efisiensi pada
saluran sekunder sebesar 9,99%. Hal ni terjadi karena ada sebagian ruas saluran yang mengalami kerusakan,
sehingga menyebabkan kehilangan air akibat rembesan meningkat. Kehilangan juga terjadi pada bangunan
pelengkap yang juga membuat penurunan nilai efisiensi pada saluran sekunder.

Efisiensi pada saluran tersier


Nilai efisiensi di saluran tersier (distribution efficiency) didapat dari pengukuran yang dimulai setelah bangunan
jembatan BPKn. 2m atau sebelum sadap BPKn. 2 sampai dengan sebelum boks tersier akhir BPKn. 3T1 dimana
saluran tersier tersebut memiliki panjang saluran 878 m. Volume air yang diberikan pada saluran tersier (Vd)
sebesar 471,68 m³ didapat dari hasil pengukuran pada pias 21 yang berlokasi setelah bangunan jembatan BPKn. 2m
atau sebelum sadap BPKn. 2, sedangkan volume air yang sampai ke sawah (Vf) sebesar 359,08 m³ didapat dari
pengukuran pada pias 23 (saluran kuarter Pkn 3 T1a Kr), pias 26 (saluran kuarter Pkn 3 T1b Kn) dan pias 28 yang
berlokasi sebelum boks tersier BPkn. 3T1. Tidak ada tambahan volume air non irigasi dari saluran tersier (V3)
diberikan di saluran ini, selengkapnya analisa effisiensi saluran tersier dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Efisiensi pada saluran tersier


Debit Waktu Kehilangan Ed
Volume Vd Vf V3
No. Pias Lokasi Q tempuh air (%)
V(m³) (m³) (m³) (m³)
(m³/dtk) (dtk) V(m³) (9+10)/8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 Pias 21b Setelah BPkn 2m 0.3481 471.68 471.68


2 Pias 22 Sebelum BPkn. 3T1a 0.3308 448.27 -23.41
Pias 23 Setelah sadap Pkn 3T1a Kr 0.0404 54.77 54.77
3 -9.17
Pias 24 Setelah BPkn 3T1a 0.2836 384.34
1355.0931
4 Pias 25 Sebelum BPkn. 3T1b 0.2688 364.23 -74.87 76.13%
Pias 26 Setelah sadap Pkn 3T1b Kn 0.0868 117.62 117.62
5 -12.26
Pias 27 Setelah BPkn. 3T1b 0.1729 234.35
6 Pias 28 Sebelum BPkn. 3T1 0.1378 186.70 -47.66 186.70
JUMLAH 471.68 359.08

Dengan menggunakan persamaan 2-2 didapat nilai efisiensi saluran tersier sebesar 76,13%. Bila dibandingkan
dengan nilai yang digunakan pada perencanaan yaitu 80%, maka terjadi penurunan nilai efisiensi pada saluran
sekunder sebesar 3,87%. Namun kehilangan yang terjadi pada ruas saluran ini bukan disebabkan oleh rembesan.
Akan tetapi kehilangan yang terjadi sangat dominan terjadi akibat keruasakan bangunan sadap dan bagi. Sehingga
pengaturan debit tidak sesuai dengan yang direncanakan. Disamping itu dicurigai adanya penyadapan liar baik untuk
kebutuhan petak sawah dan kebutuhan rumah tangga petani. Namun berapa besar kehilangan yang terjadi akibat ini
secara tepat belum dikaji.

SDA - 114
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

Efisiensi sistem irigasi


Efisiensi sistem irigasi (irrigation system efficiency) menurut Bos (1990) merupakan kombinasi dari efisiensi di
saluran pembawa (conveyance efficiency) dan efisiensi di saluran tersier (distribution efficiency), dimana dalam
kasus ini kombinasi tersebut terdiri dari efisiensi di saluran primer, efisiensi di saluran sekunder dan efisiensi di
saluran tersier. Dengan melakukan modifikasi pada persamaan 2-4 dimana efisiensi sistem irigasi (Es) = efisiensi
saluran primer (Ec1) x efisiensi saluran sekunder (Ec2) x efisensi saluran tersier (Ed) didapat nilai efisiensi sistem
irigasi (Es) sebesar 53,30%.

Menurut Anonim (1986) perencanaan nilai efisiensi irigasi secara keseluruhan air yang sampai ke petak sawah
adalah 65% dari air yang disadap. Nilai ini cukup signifikan berbeda dengan hasil penelitian yakni 53,30%. Angka
di atas menunjukkan bahwa telah terjadi kekurangan air sebesar 11,70% dari yang direncanakan, atau bila
dikonversikan maka terdapat 117,819 Ha lahan yang tidak dapat terairi. Berkurangnya nilai efisiensi ini
menggambarkan bahwa saluran pada Jaringan Irigasi Pandrah mengalami kerusakan yang diakibatkan oleh usia
bangunan dan kurang maksimalnya kegiatan operasi dan pemeliharaan pada jaringan irigasi tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa kinerja irigasi sangat mempengaruhi nilai efesiensi pemeberian air untuk irigasi. Untuk
mengembalikan kinerja irigasi yang baik maka perlu mempertahankan nilai efisiensi secara konsisten, sehingga air
yang dibutuhkan untuk irigasi dapat diairi dengan jumlah yang sama dalam ruang dan waktu. Dengan deminkian
produksi padi di daerah Pandrah khususnya dan Aceh umumnya dapat ditingkatkan demi ketahanan pangan di masa
yang akan datang.

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data dan analisa dari penelitian yang dialakukan dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Efisiensi sistem irigasi pada saluran Jaringan Irigasi Pandrah Kanan Daerah Irigasi Pandrah diperoleh
53,30% menurun 11,70% bila dibandingkan dengan efisiensi rencana yang sebesar 65%. Hal ini
menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kinerja jaringan irigasi akibat penurunan efesiensi jaringan
irigasi.
2. Penurunan efisiensi disebabkan oleh peningkatan kehilangan air akibat rembesan pada saluran yang
mengalami kerusakan dan bangunan pelengkap yang tidak difungsikan dengan benar.
3. Kehilangan air juga diduga terjadi akibat kehilangan energi akibat penyadapan liar disepanjang saluran dan
penggunaan domestik rumah tangga namun belum dilakukan kajian yang lebih mendetail.

Saran
Beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dalam perbaikan penelitian lanjutan adalah sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan efisiensi perlu diadakan perbaikan pada saluran yang mengalami kerusakan melalui
kegiatan operasi dan pemeliharaan pada Jaringan Irigasi Pandrah Kanan, sehingga kinerja irigasi dapat
dipertahankan..
2. Untuk mengurangi sadap-sadap liar yang terdapat pada saluran perlu diadakan kerjasama dan sosialisasi
dengan perkumpulan petani pemakai air keujreun blang.
3. Perlu kajian lanjutan terhadap faktor-faktor kehilangan air akibat penyadapan dan pengoperasian bangunan
pelengkap irigasi, sehingga nilai efisiensi yang diperoleh akan lebih tepat untuk tindakan antisipasi dimasa
yang akan datang dalam mengevaluasi kinerja sistem jaringan irigasi.

DAFTAR PUSTAKA

Alfaro, J.F., et al, 1989, Irrigation Water Management , FAO, Rome.


Anonim, 1986, Standar Perencanaan Irigasi KP-03, Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum,
Galang Persada, Bandung.
Anonim, 1994, Buku Saku Operasi D.I Pandrah, Dinas Pekerjaan Umum Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa
Aceh, Banda Aceh.
Anonim, 1995, Pedoman Umum Operasi dan Pemeliharaan Daerah Irigasi Pandrah, Dinas Pekerjaan Umum
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh.
Brouwer, C., Prins, K. dan Heibloem, M., 1989, Irrigation Water Management : Irrigatigation Schedulling,
Trainning manual, FAO, Rome, Italy.
Bos, M.G., 1990, On Irrigation Efficiencies, International Institute for Land Reclamation and Improvement/ILRI,
Wageningen The Netherlands.

SDA - 115
Konferensi Nasional Teknik Sipil 8 (KoNTekS8)
Institut Teknologi Nasional - Bandung, 16 - 18 Oktober 2014

Fipps, G dan Leigh, E, 2002, Canal Ponding Test Results Delta Lake Irrigation District Edcough Texas, Texas
A&M University, Texas.
Guerra, L.C., S.I. Bhuiyan, T.P. Tuong, R. Barker, 1998, Producing More Rice With Less Water From Irrigated
Systems, International Water Management Institude (IWMI), Colombo Sri Langka.

Tabbal, D.F., R.M. Lampayan, and S.I. Bhuiyan. (1992). Water-efficient irrigation technique for rice. In: Murty
VVN, Koga K, eds. Soil and water engineering for paddy field management. Proceedings of the
International Workshop on Soil and Water Engineering for Paddy Field Management, 28-30 January 1992,
Asian Institute of Tech., Bangkok, Thailand. p 146-159.
Thompson, J. 1999. Methods for increasing rice water use efficiency. Rice Water Use Efficiency Workshop
Proceedings. pp. 45-46. CRC for Sustainable Rice Production.
Tuong TP. 1999. Productive water use in rice production: opportunities and limitations”. Journal of Crop
Production 2(2): 241 – 264.
Tuong TP, Pablico PP, Yamauchi M, Confesor R, Moody K. 2000. Increasing water productivity and weed
suppression of wet seeded rice: effect of water management and rice genotypes. J. Experimental
Agriculture 36:1-19.

SDA - 116

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai