Analysis of Regional Water Availability 1686e043
Analysis of Regional Water Availability 1686e043
*
Corresponding author: diniaputri8@gmail.com
93
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
2016). Sedangkan output atau penggunaan air yang (2) Koefisien limpasan bernilai tetap dan sama untuk
tersedia hanya untuk kebutuhan domestik. Metode semua tutupan lahan, yaitu bernilai 0.6 untuk dataran
neraca air sederhana juga mampu memperkirakan tinggi, dan 0.7 untuk dataran rendah. Koefisien
stasus ketersediaan air pada jangka waktu yang pendek limpasan sebesar 0,7 berarti bahwa air yang tertahan
(Duran-Encalada et al., 2017). dipermukaan wilayah hanya sebesar 30%, dan yang
Kabupaten Malang merupakan wilayah yang melimpas 70%. (3) Kebutuhan air domestik tiap
terletak di bagian hulu DAS Brantas. Industri pariwisata penduduk bernilai sama, sesuai standar nasional
yang berkembang di wilayah ini berakibat pada Indonesia (SNI) sebesar 0.15 m3/jiwa/hari. (4) Jumlah
peningkatan migrasi yang cukup tinggi di area sub- hari kering dalam satu tahun adalah tetap, yaitu 153
urban Kota Malang dengan rata-rata laju pertambahan hari atau 6 bulan.
imigran 7.69% pada tahun 2010-2012 (Rukmana and
Rudiarto, 2016). Meskipun Kabupaten Malang Penentuan Curah Hujan Wilayah
merupakan kawasan dengan mata air yang melimpah, Faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap
fenomena pertambahan penduduk tersebut mengaki- ketersediaan air adalah curah hujan (Muliranti and
batkan kebutuhan air dapat melebihi ketersediaan air Hadi, 2013). Sebelum melakukan perhitungan curah
yang ada. Kelangkaan air bersih yang cukup parah hujan wilayah, data curah hujan yang diperoleh perlu
bahkan terjadi di wilayah Kecamatan Blimbing, Kota dilengkapi karena terdapat beberapa data kosong.
Malang hampir di setiap bulan selama periode 2010- Pengisian data kosong dilakukan dengan metode
2014 (Rianti and Setiawan, 2015). aritmatika sederhana, karena data kosong
Sampai saat ini, studi mengenai ketersediaan air teridentifikasi >10% dari keseluruhan jumlah data.
di Kabupaten Malang belum dilakukan, padahal Metode aritmatika sederhana (de Silva et al., 2007)
informasi tersebut perlu digunakan untuk mendukung disajikan pada Persamaan (1).
perencanaan tata kelola air agar kelangkaan air saat 𝑃𝑏𝑖 +𝑃𝑐𝑖 +𝑃𝑑𝑖 +⋯+𝑃𝑛𝑖
𝑃𝑎𝑖 = (1)
musim kemarau dapat diminimalkan. Penelitian ini 𝑛
mencoba mengidentifikasi status ketersediaan air dimana Pa adalah data curah hujan stasiun yang akan
untuk memenuhi kebutuhan domestik di Kabupaten diisi (mm), Pb, Pc, Pd sampai Pn merupakan data curah
Malang menggunakan konsep neraca air sederhana. hujan stasiun lain (mm), i tanggal atau waktu data yang
Fokus penelitian ditujukan pada periode tahun kejadian diinginkan, dan n jumlah stasiun lain yang digunakan
El-Niño, yaitu tahun 2015. Hasil dari penelitian ini acuan.
diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan Curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan
pertimbangan dalam memanajemen air secara metode polygon thiessen dengan formulasi yang
berkelanjutan. merupakan pembobotan dari curah hujan dengan
proporsi luasan tertentu (Ningsih, 2012). Perhitungan
METODE PENELITIAN metode polygon thiessen disajikan pada Persamaan (2).
𝐴1.𝑝1+𝐴2.𝑝2+⋯+𝐴𝑛.𝑝𝑛
Data Penelitian 𝑝= (2)
𝐴
Penelitian ini menggunakan data sekunder, dimana d adalah curah hujan rataan wilayah (mm), A
berupa data curah hujan harian observasi periode luas total wilayah (km2), p1, p2, hingga pn adalah curah
2007-2016 pada tiga titik lokasi, yaitu Stasiun hujan (mm) di pos pengamatan dengan luas A1, A2,
Klimatologi Lanud Abdul Rahman Saleh, Stasiun hingga An (km2).
Klimatologi Karangploso, dan Stasiun Klimatologi
Karangkates (Gambar 1). Data tersebut diperoleh Klasifikasi Kondisi Luas Wilayah dan
secara gratis dan dapat diakses di laman Kepadatan Penduduk
http://dataonline.bmkg.go.id. Asumsi yang digunakan Klasifikasi luas wilayah dilakukan untuk
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) kondisi menganalisis kemampuan wilayah untuk menangkap
topografi, geologi, jumlah penduduk, dan batas air hujan, yang kemudian dibandingkan dengan kelas
administrasi wilayah kecamatan tidak berubah selama kepadatan penduduk tiap wilayah tersebut. Klasifikasi
periode penelitian. Sehingga ketersediaan air hanya dilakukan pada tingkat administratif kecamatan,
dipengaruhi oleh kondisi curah hujan pada wilayah sehingga dari 33 data luas dan kepadatan penduduk,
tersebut. Data jumlah penduduk dan luas administrasi dikelompokkan menjadi beberapa kategori. Penentuan
wilayah diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
tercantum pada laman: https://malangkab.bps.go.id/.
94
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
Gambar 1 Peta topografi ketinggian Kabupaten Malang yang terdiri dari 33 wilayah kecamatan dan lokasi titik stasiun klimatologi
untuk pengukuran curah hujan.
jumlah kategori menggunakan hukum Sturgess yang dimana Q(DMI) adalah kebutuhan air domestik (m3), Po
disajikan pada Persamaan (3). merupakan jumlah penduduk (jiwa), qo kebutuhan
dasar air untuk kegiatan domestik (0,15 m3/jiwa/hari),
𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠 = 1 + 3.3𝑙𝑜𝑔𝑁 (3)
dan dbk jumlah hari yang termasuk pada bulan kering
dimana N adalah jumlah kecamatan, yaitu 33. dalam satu tahun, yaitu sebesar 5-6 bulan atau 153 hari
untuk Kabupaten Malang.
Perhitungan Kondisi Neraca Air Neraca air merupakan suatu kondisi yang
Ketersediaan air wilayah didapatkan melalui menggambarkan pemenuhan air di suatu wilayah,
teknik pemanenan air hujan atau rain water harvesting, apabila nilai neraca positif maka wilayah tersebut masih
yaitu cara pengumpulan atau penampungan air hujan memiliki surplus sebagai cadangan air untuk masa
atau aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi depan, nilai negatif menandakan defisit sehingga
untuk digunakan pada musim kemarau. Jumlah air hasil wilayah kekurangan air untuk melakukan suatu
pemanenan air hujan yang dapat digunakan untuk kegiatan. Perhitungan neraca air disajikan pada
memenuhi kebutuhan domestik penduduk disajikan Persamaan (6).
pada Persamaan (4).
𝑁𝐴 = 𝑄(𝐾𝐴) − 𝑄(𝐷𝑀𝐼) (6)
𝑄(𝐾𝐴) = 𝐴 𝑥 𝑝 𝑥 𝑟 (4)
dimana Q(KA) ketersediaan air yang dapat digunakan, HASIL DAN PEMBAHASAN
A luas wilayah (m2), dan r koefisien limpasan.
Kebutuhan air domestik adalah jumlah air yang Ketersediaan Air Wilayah
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan domestik dalam Menurut data BPS tahun 2015 jumlah penduduk
suatu wilayah. Kebutuhan air domestik meliputi di Kabupaten Malang berjumlah 2.5 juta jiwa yang
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan tersebar pada 33 kecamatan dengan 12 kelurahan dan
rumah tangga (Liu et al., 2012). Perhitungan jumlah 378 desa. Menurut Susenas (2010), wilayah Kabupaten
kebutuhan air domestik disajikan pada Persamaan (5). Malang memiliki luas 2997.05 km2, hal ini membuat
𝑄(𝐷𝑀𝐼) = 𝑃𝑜 𝑥 𝑞𝑜 𝑥 𝑑𝑏𝑘 (5) Kabupaten Malang terletak pada urutan kedua
Kabupaten terluas di Jawa Timur setelah Kabupaten
Banyuwangi dari 38 kabupaten/kota di wilayah propinsi
95
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
Jawa Timur. Kondisi topografi Kabupaten Malang hujan tahunan terjadi pada tahun 2010 dan curah hujan
merupakan daerah dataran tinggi yang dikelilingi oleh tahunan terendah terjadi pada tahun 2014-2015. Saat
beberapa gunung dan dataran rendah atau daerah curah hujan tahunan mencapai kondisi terendah pada
lembah pada ketinggian 250-500 meter di atas tahun 2015, bulan kering dimulai bulan Juli hingga
permukaan laut (mdpl) yang terletak di bagian tengah Oktober. Curah hujan bulanan pada bulan-bulan kering
wilayah Kabupaten Malang. Daerah dataran rendah (Gambar 2b) lebih rendah dibandingkan bulan-bulan
yang merupakan perbukitan kapur (Pegunungan lain, sehingga akan mengurangi jumlah air yang
Kendeng) di bagian selatan pada ketinggian 0-650 ditampung oleh tanah, akibatnya kemungkinan besar
mdpl, daerah lereng dataran tinggi Tengger-Semeru di terjadi penurunan tingkat ketersediaan air yang dapat
bagian timur membujur dari utara ke selatan pada digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan sehari-hari.
ketinggian 500-3600 mdpl dan lereng dataran tinggi Hasil ini sesuai dengan penelitian Iman et al. (2017)
Kawi-Arjuno di bagian barat pada ketinggian 500-3300 yang menjelaskan bahwa penurunan curah hujan di
mdpl. Kabupaten Malang yang merupakan salah satu wilayah Malang khususnya pada bulan-bulan kering
wilayah konservasi yang merupakan bagian hulu dari menurunkan tingkat ketersediaan air dan
DAS Brantas dan masuk ke dalam wilayah Taman kecenderungan ini diprediksikan hingga tahun 2030
Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Wilayah akibat kondisi iklim yang tidak menentu. Selain itu,
konservasi ini dapat menjaga kestabilan air dan menurut Duran-Encalada et al. (2017) pada bulan-
menjaga sumber air melalui pelestarian hutan, bulan kering potensi kejadian kekeringan dan
sehingga memiliki potensi sumber mata air yang kekurangan air bersih lebih tinggi dibanding saat
berkualitas. musim hujan.
Berdasarkan curah hujan tahunan di Kabupaten
Malang selama 10 tahun (Gambar 2a), puncak curah
Gambar 2 Kondisi curah hujan Kabupaten Malang: (a) variasi tahunan periode 2007-2016, dan (b) variasi bulanan
pada tahun 2015.
Curah hujan wilayah untuk Kabupaten Malang klimatologi membagi luasan Kabupaten Malang ke
diperoleh dengan menggunakan metode polygon dalam tiga proporsi, yaitu wilayah bagian timur diwakili
thiessen. Data curah hujan berasal dari tiga stasiun oleh Stasiun Klimatologi Abd Rahman Saleh yang
96
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
berada di Kecamatan Pakis, wilayah barat diwakili oleh tinggi ketersediaan air di suatu wilayah begitu
Stasiun Klimatologi Karangploso yang berada di sebaliknya (Shaban dan Sharma 2007). Presipitasi yang
Kecamatan Karangploso, dan di bagian selatan diwakili jatuh pada luasan wilayah tertentu akan tersimpan dan
oleh Stasiun Klimatologi Karangkates yang berada di dapat digunakan sesuai dengan koefisien penyerapan
antara perbatasan Kecamatan Sumberpucung dan air. Berdasarkan perhitungan yang menggunakan
Kromengan. Wilayah bagian timur merupakan wilayah hukum Sturgess, luas wilayah (km2) Kabupaten Malang
yang memiliki curah hujan paling tinggi diantara yang tahun 2015 dibagi ke dalam tujuh kelas (Gambar 4).
lain sedangkan wilayah bagian selatan memiliki curah Luas wilayah bagian utara dan selatan didominasi oleh
hujan paling rendah di antara ketiganya. luasan wilayah yang masuk dalam kelas sedang hingga
Luas wilayah pemanenan air sangat mempe- sangat luas. Sedangkan wilayah bagian tengah
ngaruhi proporsi penyimpanan air di suatu wilayah. termasuk dalam kelas sangat sempit hingga sempit.
Semakin luas wilayah penyimpanan air, maka semakin
Gambar 4 Klasifikasi luas wilayah kecamatan di Kabupaten Malang tahun 2015. Warna hijau menunjukkan
wilayah kabupaten/kota lain.
97
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
masyarakat dalam segala sektor (Wiyanti et al., 2017). memiliki kepadatan penduduk sedang hingga sangat
Berdasarkan perhitungan yang menggunakan hukum tinggi. Sedangkan wilayah bagian tengah merupakan
Sturgess, kepadatan penduduk (jiwa/km2) Kabupaten wilayah yang kepadatan penduduknya tinggi karena
Malang tahun 2015 dibagi ke dalam tujuh kelas dekat dengan pusat pemerintahan Kota Malang yang
(Gambar 5). menjadi salah satu sumber perekonomian, sehingga
Wilayah yang memiliki kepadatan penduduk masyarakat cenderung tinggal didekatnya. Akibatnya
sangat rendah hingga rendah adalah wilayah bagian tingkat aktivitas masyarakat dalam segala bidang akan
utara dan selatan sedangkan wilayah bagian tengah meningkat terutama dalam kegiatan rumah tangga.
Gambar 5 Klasifikasi kepadatan penduduk di Kabupaten Malang tahun 2015. Warna hijau menunjukkan wilayah
kabupaten/kota lain.
98
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
6 dari 33 kecamatan memiliki status surplus. Wilayah sedang hingga sangat tinggi namun luas daerah
yang memiliki status defisit didominasi oleh wilayah tangkapan airnya berada pada kelas sangat rendah
yang memiliki jumlah kepadatan penduduk kelas hingga rendah atau wilayah Kabupaten Malang.
Gambar 6 Kondisi ketersediaan air di Kabupaten Malang: (a) grafik time series kondisi neraca air tahunan rata-rata periode 2007-
2016, dan kondisi neraca air tahunan di 33 kecamatan pada tahun 2015.
Secara spasial (Gambar 7), wilayah defisit sedang hingga sangat tinggi, wilayahnya meliputi
didominasi oleh wilayah-wilayah yang memiliki curah Kasembon, Ngantang, Pujon, Jabung, Tumpang, dan
hujan rendah sehingga ketersediaan tidak mencukupi Poncokusumo. Secara umum semakin tinggi jumlah
untuk memenuhi kebutuhan air domestik. Wilayah penduduk suatu wilayah, maka semakin tinggi tingkat
yang memiliki jumlah penduduk tinggi dan luas wilayah kebutuhan air domestik. Hal ini dikarenakan kegiatan
terbatas akan membutuhkan banyak suplai air untuk penduduk dalam bidang domestik semakin tinggi dan
menjalankan kehidupan rumah tangganya, sehingga membutuhkan banyak air. Wilayah Kasembon,
pasokan air yang kurang akan menyebabkan defisit air Ngantang, dan Pujon merupakan bagian wilayah
domestik (Iman et al., 2017). Selain itu seluruh wilayah pegunungan yang mampu menyimpan air dengan baik
Kabupaten Malang bagian selatan juga didominasi selain itu curah hujan yang turun juga cukup tinggi.
oleh pegunungan kapur yang bersifat sulit untuk Sedangkan wilayah Jabung, Tumpang, dan
menyimpan air sehingga air yang tersimpan dalam DAS Poncokusmo merupakan wilayah yang dekat dengan
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan kawasan TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger
masyarakat. Semeru), sehingga wilayah konservasi ini dapat
Sedangkan wilayah surplus didominasi oleh menjaga kestabilan air dan menjaga sumber air melalui
wilayah yang memiliki kepadatan penduduk sangat pelestarian hutan dan memiliki potensi sumber mata air
rendah hingga rendah dengan luas wilayah kelas yang berkualitas.
99
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
Gambar 7 Sebaran spasial kondisi neraca air wilayah Kabupaten Malang tahun 2015. Warna merah menunjukkan
kondisi deficit ketersediaan air, sedangkan warn biru menunjukkan surplus ketersediaan air. Warna
hijau menunjukkan wilayah kabupaten/kota lain.
100
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
sehingga pemerintah daerah harus lebih di Malang, Jawa Timur :penilaian risiko
memperhatikan wilayah ini. penurunan ketersediaan air. RISET: Geologi dan
Pertambangan 27, 47–64.
DAFTAR PUSTAKA https://doi.org/10.14203/risetgeotam2017.V2
7.438
Ahmad, A., El-Shafie, A., Razali, S.F.M., Mohamad, Z.S., Liu, J., Liu, Q., Yang, H., 2016. Assessing water scarcity
2014. Reservoir Optimization in Water by simultaneously considering environmental
Resources: a Review. Water Resources flow requirements, water quantity, and water
Management 28, 3391–3405. quality. Ecological Indicators 60, 434–441.
https://doi.org/10.1007/s11269-014-0700-5 https://doi.org/10.1016/j.ecolind.2015.07.019
Baker, T.J., Miller, S.N., 2013. Using the Soil and Water Liu, K.K., Li, C.H., Yang, X.L., Hu, J., Xia, X.H., 2012. Water
Assessment Tool (SWAT) to assess land use Resources Supply-Consumption (Demand)
impact on water resources in an East African Balance Analyses in the Yellow River Basin in
watershed. Journal of Hydrology 486, 100–111. 2009. Procedia Environmental Sciences 13,
https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2013.01.041 1956–1965.
Bergkamp, G., Sadoff, C.W., 2012. Water in a https://doi.org/10.1016/j.proenv.2012.01.189
Sustainable Economy, in: State of the World López-Moreno, J.I., Zabalza, J., Vicente-Serrano, S.M.,
2008: Ideas and Opportunities for Sustainable Revuelto, J., Gilaberte, M., Azorin-Molina, C.,
Economies. Routledge, London, p. 288. Morán-Tejeda, E., García-Ruiz, J.M., Tague, C.,
de Silva, R., Dayawansa, N., Ratnasiri, M., 2007. A 2014. Impact of climate and land use change
comparion of methods used in estimating on water availability and reservoir
missing rainfall data. The Journal of management: Scenarios in the Upper Aragón
Agricultural Sciences 3, 101–108. River, Spanish Pyrenees. Science of The Total
Duran-Encalada, J.A., Paucar-Caceres, A., Bandala, E.R., Environment 493, 1222–1231.
Wright, G.H., 2017. The impact of global https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2013.09.03
climate change on water quantity and quality: 1
A system dynamics approach to the US– Lorenzo-Lacruz, J., Vicente-Serrano, S., López-Moreno,
Mexican transborder region. European Journal J., Cortesi, N., 2013. Hydrological drought
of Operational Research 256, 567–581. response to meteorological drought in the
https://doi.org/10.1016/j.ejor.2016.06.016 Iberian Peninsula. Clim Res 58, 117–131.
Haddeland, I., Heinke, J., Biemans, H., Eisner, S., Flörke, Muliranti, S., Hadi, M., 2013. Kajian ketersediaan air
M., Hanasaki, N., Konzmann, M., Ludwig, F., meteorologis untuk pemenuhan kebutuhan air
Masaki, Y., Schewe, J., Stacke, T., Tessler, Z.D., domestik di propinsi Jawa Tengah dan DIY.
Wada, Y., Wisser, D., 2014. Global water Jurnal Bumi Indonesia 2, 23–32.
resources affected by human interventions and Ningsih, D., 2012. Metode thiessen polygon untuk
climate change. Proc Natl Acad Sci USA 111, ramalan sebaran curah hujan periode tertentu
3251. pada wilayah yang tidak memiliki data curah
https://doi.org/10.1073/pnas.1222475110 hujan. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK 17,
Haslinger, K., Koffler, D., Schöner, W., Laaha, G., 2014. 154–163.
Exploring the link between meteorological Rianti, D., Setiawan, R., 2015. Water Footprint
drought and streamflow: Effects of climate- Sustainability Assessment in Blimbing Sub-
catchment interaction. Water Resources District, Malang City. Presented at the The 5th
Research 50, 2468–2487. Indonesian Region Science Association (IRSA)
https://doi.org/10.1002/2013WR015051 International Institute, Bali.
Hoekstra, A.Y., 2014. Water scarcity challenges to Rukmana, S., Rudiarto, I., 2016. Land use change in
business. Nature Climate Change 4, 318. suburban area: a case of Malang City, East Java
Hoekstra, A.Y., Mekonnen, M.M., Chapagain, A.K., Province. Geoplanning: Journal of Geomatics
Mathews, R.E., Richter, B.D., 2012. Global and Planning 3, 23–32. https://doi.org/doi:
Monthly Water Scarcity: Blue Water Footprints 10.14710/geoplanning.3.1.23-32.
versus Blue Water Availability. PLOS ONE 7, Srinivasan, V., Seto, K.C., Emerson, R., Gorelick, S.M.,
e32688. 2013. The impact of urbanization on water
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0032688 vulnerability: A coupled human–environment
Iman, M., Riawan, E., Setiawan, B., Abdurahman, O., system approach for Chennai, India. Global
2017. Air tanah untuk adaptasi perubahan iklim Environmental Change 23, 229–239.
101
Putri dan Perdinan / Agromet 32 (2): 93-102, 2018
102