Anda di halaman 1dari 12

REMEDIASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN

MODEL PBL PADA MATERI GETARAN


DI SMP

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH:
GINA SURYANI SOLIHAH
NIM. F1051141037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PMIPA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PONTIANAK
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

REMEDIASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN


MODEL PBL PADA MATERI GETARAN
DI SMP

ARTIKEL PENELITIAN

GINA SURYANI SOLIHAH


NIM F1051141037

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Stepanus Sahala S., M.Si Erwina Oktavianty, M.Pd


NIP. 196001251987031012 NIP. 198410182008012002

Mengetahui,

Dekan FKIP Ketua Jurusan PMIPA

Dr. H. Martono, M.Pd Dr. H. Ahmad Yani T., M.Pd


NIP. 196803161994031014 NIP. 196604011991021001
REMEDIASI MISKONSEPSI PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN MODEL
PBL PADA MATERI GETARAN DI SMP

Gina Suryani Solihah, Stepanus Sahala Sitompul, Erwina Oktavianty


Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Untan Pontianak
Email: ginasuryani1@gmail.com

Abstract
The purpose of this research is to know the effectivity of the Problem Based Learning
(PBL) design to remediate the misconceptions of the students toward oscillation
subject. This study used quasy-experimental research with pretest-posttest control
group design which 63 students participated at the VIII grade in SMPN 2 Sungai
Raya, which was taken by cluster random sampling. The data was taken by 15
multiple choice open-ended questions. The average of the reduction of the
misconceptions in the experimental class was 51.99%, whereas in control group was
14.38%. Based on U Mann-Whitney with significance 5%, showed that there was a
significant difference between the PBL design and conventional design to remediate
the student’s misconceptions in oscillation. PBL design is effective in remediating the
student’s misconceptions in oscillation with effect size score in 2.31 which is
categorized high enough by Cohen. So the PBL design can be used as the alternative
design for remediating the misconceptions.

Keyword: Remediation, Problem Based Learning, Oscilation

PENDAHULUAN proses terjadinya fenomena. Hal ini sejalan


Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dengan pendapat Wahyuningsih (dalam Sri,
(IPA) di SMP/ MTs dalam kurikulum 2013 2017: 1), bahwa pembelajaran IPA harus
dikembangkan sebagai mata pelajaran yang disertai dengan pemahaman proses terjadinya
terintegrasi, terdiri dari disiplin ilmu biologi, fenomena, yaitu melalui penginderaan
fisika, dan kimia. Mata pelajaran ini sebanyak mungkin.
dirancang agar peserta didik dapat menguasai Namun, pada kenyataannya hasil PISA
konsep serta mengembangkan sikap peduli 2015 menempatkan Indonesia pada kategori
dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sepuluh kelompok negara terendah dengan
sekitar baik lingkungan sosial maupun alam hasil dibawah rata-rata OECD (OECD,
(Kemendikbud, 2013). Sehingga tujuan 2016). Hal ini memberikan gambaran bahwa
pembelajaran IPA di SMP Negeri 2 Sungai mata pelajaran IPA merupakan salah satu
Raya diharapkan dapat mencapai tingkat mata pelajaran yang sangat penting. Namun,
pengaplikasian dan pengembangan dengan nilai yang telah didapatkan peserta
kemampuan berpikir dan kemampuan belajar. didik Indonesia pada PISA 2015,
Pada hakikatnya, pelajaran IPA mencakup mengharuskan pendidik agar melakukan
proses, prosedur, dan produk (Sutrisno, perbaikan dalam sistem pembelajarannya
Kresnadi, dan Kartono, 2007: 20). Cakupan untuk meningkatkan kemampuan peserta
IPA sebagai produk terdiri dari konsep, didik, terutama pada mata pelajaran IPA.
simbol, dan konsepsi. Namun, pembelajaran Berdasarkan hasil pra-riset di SMP
IPA tidak cukup hanya dengan penyampaian Negeri 2 Sungai Raya (Desember, 2017),
konsep-konsep dan prinsip-prinsipnya saja. diketahui bahwa dari 33 peserta didik kelas
Melainkan harus disertai dengan pemahaman VIII, hanya 9% yang mendapat nilai Ujian

1
Tengah Semester (UTS) diatas KKM (KKM mempengaruhi frekuensi, 3,44% pada ayunan
= 75) pada mata pelajaran IPA. Hal ini berarti bandul peserta didik beranggapan panjang
91% peserta didik di kelas tersebut dikatakan tali tidak mempengaruhi frekuensi, 68,95%
belum tuntas. Selain itu, dilakukan peserta didik menganggap semakin besar
wawancara terhadap guru mata pelajaran massa yang digantungkan pada pegas maka
mengenai pemahaman peserta didik pada semakin besar pula frekuensi getaran pada
materi getaran. Seringkali peserta didik pegas, dan 3,44% peserta didik menganggap
menganggap bahwa simpangan dan bahwa massa beban yang digantungkan tidak
amplitudo merupakan besaran yang sama, mempengaruhi frekuensi getaran pegas.
peserta didik juga menganggap bahwa massa Miskonsepsi yang terjadi harus segera
bandul dan tali pada ayunan bandul diperbaiki, agar tidak mempengaruhi pada
mempengaruhi frekuensi getaran ayunan pemahaman konsep selanjutnya. Selain itu,
bandul. Pendapat tersebut dianggap salah apabila miskonsepi ini dibiarkan, maka
konsep atau miskonsepsi. Miskonsepsi atau kemungkinan besar akan terjadi miskonsepsi
salah konsep (Suparno, 2005) menunjuk pada lain pada konsep selanjutnya. Hal ini dapat
suatu konsep yang tidak sesuai dengan diperbaiki dengan upaya melakukan
pengertian ilmiah atau pengertian yang remediasi berupa pembelajaran ulang dan
diterima para pakar dalam bidang itu. memilih model pembelajaran yang tepat,
Wartono (2004) juga mendefinisikan yaitu model pembelajaran yang sesuai
miskonsepsi, yaitu pemahaman alternatif dengan situasi dan kondisi peserta didik
yang tidak benar secara ilmiah. Berdasarkan (Sihite, 2008). Remediasi berupa
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran ulang dapat dilakukan dengan
miskonsepsi adalah konsep, pengetahuan, menerapkan salah satu model pembelajaran
dan atau pemahaman yang dimiliki oleh yang diadopsi dalam kurikulum 2013, yaitu
seseorang, namun tidak sesuai dengan Problem Based Learning (PBL) (Suminar,
konsep, pengetahuan, dan atau pemahaman 2016).
para ahli. Model PBL adalah model pembelajaran
Rezkizohana (2016) menuliskan yang menuntut adanya aktivitas peserta didik
persentase miskonsepsi dari 57 orang peserta secara penuh dalam rangka menyelesaikan
didik SMP Negeri 10 Pontianak kelas IX setiap permasalahan yang dihadapi peserta
pada materi getaran dalam penelitiannya: didik secara mandiri dengan cara
27,58% peserta didik menganggap mengkonstruksi pengetahuan dan
simpangan dan amplitudo merupakan besaran pemahaman yang dimiliki (Wardoyo, dalam
yang sama, 24,13% peserta didik Suminar, 2016). Menurut Tan (dalam
menganggap semakin lama benda bergetar, Rusman, 2014), PBL merupakan pendekatan
maka waktu yang digunakan untuk satu kali pembelajaran yang relevan dengan tuntutan
getaran semakin kecil dan frekuensi semakin abad ke-21 dan umumnya kepada para ahli
besar, begitu juga sebaliknya, 89,64% pada dan praktisi pendidikan yang memusatkan
ayunan bandul peserta didik menganggap perhatiannya pada pengembangan dan
massa berbanding terbalik dengan frekuensi. inovasi sistem pembelajaran. Margetson
Semakin besar massa maka frekuensi (dalam Rusman, 2014) mengemukakan
semakin kecil, begitu juga sebaliknya, bahwa kurikulum PBL membantu untuk
48,27% pada ayunan bandul peserta didik meningkatkan perkembangan keterampilan
mengganggap massa berbanding lurus belajar sepanjang hayat dalam pola pikir
dengan frekuensi. Semakin besar massa maka yang terbuka, reflektif, kritis, dan belajar
frekuensi semakin besar pula. 51% pada aktif. Oleh karena itu, dengan menggunakan
ayunan bandul peserta didik menganggap model PBL, peserta didik akan tertarik untuk
semakin panjang tali maka frekuensi semakin belajar. Karena, masalah yang dipakai dalam
besar, 10,33% pada ayunan bandul peserta model ini merupakan masalah dari kehidupan
didik menganggap panjang tali tidak nyata, sehingga peserta didik akan tertarik

2
untuk memecahkan dan mencari solusi dari perubahan konseptual peserta didik pada tiap
masalah tersebut. konsep. Dan berdasarkan perhitungan effect
Model PBL ini telah digunakan oleh size, nilai efektivitas remediasi adalah 3,26
Yuyun (2010) dalam penelitiannya untuk dengan kategori tinggi.
meremediasi miskonsepsi peserta didik pada
materi hukum Archimedes di kelas IX SMP METODE PENELITIAN
PGRI Kabupaten Sekadau, dengan nilai effect Metode penelitian yang akan digunakan
size = 1,63 (tergolong tinggi). Penelitian yaitu penelitian eksperimen dengan bentuk
serupa dilakukan oleh Masta (2015) pada quasy experimental design dengan rancangan
materi keseimbangan benda tegar di kelas XI pretest-posttest control group design.
IPA SMA K Immanuel. Ia menyatakan Rancangan penelitian ini dipilih karena
bahwa model PBL efektif dalam menurunkan menggunakan dua kelompok subjek
rata-rata persentase miskonsepsi peserta penelitian, yaitu kelas kontrol dan kelas
didik. Dari uji Wilcoxon diperoleh z hitung = eksperimen. Dalam penelitian ini akan
-7,246 (α = 5%), maka remediasi dengan dibandingkan keadaan sebelum diberi
model PBL signifikan menurunkan jumlah perlakuan dan setelah diberikan perlakuan
miskonsepsi peserta didik. Dari uji Mc terhadap kedua kelompok subjek penelitian
Nemar diperoleh nilai X2 hitung > X2 tabel (α tersebut. Adapun rancangan penelitian ini
= 5%) pada tiap butir soal, maka remediasi ditunjukkan pada Tabel 1.
menggunakan model PBL berpengaruh pada

Table 1. Rancangan Pretest-Posttest Control Group Design


Group Pre-test Treatment Post-test
1 O1 X O2
2 O3 - O4
(Sumber; Sugiyono, 2017: 112)

Populasi pada penelitian ini adalah masalah dari hasil pra-riset; (4) menawarkan
peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 solusi untuk permasalahan; (5) membuat
Sungai Raya yang berjumlah 321 orang, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
terdiri dari 8 kelas. Sampel yang digunakan Remediasi (RPPR) dan Lembar Kegiatan
dalam penelitian ini diamil menggunakan Peserta Didik (LKPD); (6) membuat
teknik random sampling secara intact group instrument berupa pretest dan posttest; (7)
sehingga terpilih dua kelas secara utuh, melakukan validasi perangkat pembelajaran
terdiri dari 31 orang pada kelas kontrol dan dan instrument penelitian; (8) melakukan
32 orang pada kelas eksperimen.Alat revisi perangkat pembelajaran dan instrument
pengumpul data yang digunakan dalam penelitian berdasarkan hasil validasi; (9)
penelitian ini adalah tes diagnostik pada soal melakukan uji coba soal pada peserta didik
pre-test dan post-test berupa soal pilihan kelas IX SMPN 2 Sungai Raya; (10)
ganda (tiga alternatif pilihan) dengan alasan menghitung validitas dan reliabilitas tes yang
terbuka. Prosedur penelitian ini terdiri dari telah diuji cobakan.
tiga tahap sebagai berikut:
Tahap Pelaksanaan
Tahap Persiapan Langkah-langkah yang dilakukan pada
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan yaitu: (1) memberikan
tahap persiapan yaitu: (1) melakukan pra- pretest kepada peserta didik kelas kontrol dan
riset di SMPN 2 Sungai Raya; (2) kelas eksperimen; (2) memberikan perlakuan
mengidentifikasi masalah; (3) merumuskan (treatment) berupa pembelajaran ulang

3
menggunakan model Problem Based
Learning (PBL) pada kelas eksperimen; (3) HASIL PENELITIAN DAN
memberikan posttest kepada peserta didik PEMBAHASAN
kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil Penelitian
Persentase miskonsepsi peserta didik
Tahap Akhir sebelum dan setelah diberikan treatment pada
Langkah-langkah yang dilakukan pada kelas kontrol lebih tinggi dibandingkan
tahap akhir yaitu: (1) melakukan pengolahan dengan kelas eksperimen. Secara
dan analisis data hasil penelitian pada kelas keseluruhan, persentase miskonsepsi peserta
kontrol dan kelas eksperimen menggunakan didik sebelum dan setelah diberikan
uji statistik yang sesuai; (2) menarik treatment dapat dilihat pada Gambar 1.
kesimpulan berdasarkan hasil analisis data;
(3) menyusun laporan penelitian.

100 88.89
81.46
75.83
80
60
38.96
40
20
0
Sebelum Sesudah

Kontrol Eksperimen

Grafik 1. Persentase Miskonsepsi Peserta Didik Sebelum dan Setelah Treatment pada
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

1. Penurunan Jumlah Miskonsepsi dan posttest. Skor tersebut dibandingkan


Peserta Didik pada Kelas Kontrol dan hasilnya sehingga diperoleh persentase
Kelas Eksperimen penurunan jumlah miskonsepsi peserta didik
Penurunan jumlah miskonsepsi baik pada kelas eksperimen maupun kelas
diperoleh dari skor peserta didik pada pretest kontrol.

Tabel 2. Persentase Penurunan Jumlah Miskonsepsi Peserta Didik


pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Miskonsepsi tiap Miskonsepsi tiap


Kelas
peserta didik konsep
Kontrol 14.38 17.40
Eksperimen 51.99 56.19

Rata-rata persentase penurunan jumlah orang peserta didik, 3 orang masih memiliki
miskonsepsi peserta didik pada kelas jumlah miskonsepsi yang sama antara
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas sebelum dan setelah diberikan treatment, dan
kontrol. Hanya sebagian kecil peserta didik 3 orang peserta didik yang lain
pada kelas kontrol yang mengalami miskonsepsinya bertambah setelah dilakukan
penurunan jumlah miskonsepsi. Dari 24

4
treatment. Penurunan jumlah miskonsepsi 3. Nilai Effect Size Model PBL dalam
yang paling besar yaitu 35.71%. Meremediasi Miskonsepsi Peserta
Didik
2. Signifikansi Perbedaan Penurunan Untuk mengetahui efektivitas model
Jumlah Miskonsepsi Peserta Didik PBL dalam meremediasi miskonsepsi peserta
pada Kelas Kontrol dan Kelas didik, digunakan rumus effect size Cohen.
Eksperimen Berdasarkan rumus tersebut, didapatkan hasil
Untuk mengetahui signifikansi perhitungan sebesar 2.31. Sesuai dengan
perbedaan penurunan jumlah miskonsepsi tabel interpretasi nilai effect size menurut
tiap peserta didik pada kelas kontrol dan Cohen, nilai effect size model PBL dalam
kelas eksperimen, dilakukan uji statistik. meremediasi miskonsepsi peserta didik pada
Untuk mengetahui uji yang digunakan, materi getaran tergolong tinggi.
dilakukan uji normalitas dan homogenitas
data. Dalam penelitian ini digunakan uji Pembahasan
Liliefors untuk normalitas data. Berdasarkan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
hasil uji normalitas tersebut, diperoleh nilai untuk mengetahui efektivitas penggunaan
signifikansi pada kelas kontrol 0,000 dan model Problem Based Learning (PBL) dalam
pada kelas eksperimen 0,018. data dapat meremediasi miskonsepsi peserta didik pada
dikatakan berdistribusi normal apabila nilai materi getaran yang dilakukan di SMP
signifikansi > 0,05, sehingga data posttest Negeri 2 Sungai Raya.
pada kelas kontrol dan kelas eksperimen Pada dasarnya, remediasi miskonsepsi
tersebut tidak berdistribusi normal. pada penelitin ini dilakukan untuk mengubah
Selanjutnya dilakukan uji homogenitas konsepsi peserta didik yang tidak sesuai
data menggunakan uji Levene. Berdasarkan dengan konsepsi ilmuwan. Untuk mengubah
hasil uji homogenitas, diperoleh nilai konsepsi peserta didik, diperlukan adanya
signifikansi berdasarkan rata-rata (0.724), konflik kognitif, yaitu ketidakseimbangan
berdasarkan median (0.628), berdasarkan antara akomodasi dan asimilasi (Listyawan,
derajat kebebasan (0.628), dan berdasarkan 2018). Menurut Posner (1982), proses
trimmed mean (0.728). Data dikatakan penyeimbangan asimilasi dan akomodasi
homogen apabila nilai signifikan > 0,05, tidak dapat terjadi begitu saja. Harus ada
maka data tersebut adalah homogen. kondisi tertentu, diantaranya: 1)
Berdasarkan hasil uji kedua uji tersebut Ketidakpuasan terhadap konsep yang telah
menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi ada dalam struktur kognitif seseorang, 2)
normal dan bersifat homogen. Sehingga uji konsep yang baru harus dimengerti, rasional,
statistik yang digunakan adalah uji statistik dan dapat memecahkan fenomena yang baru,
nonparametrik. Uji statistik nonparametrik 3) konsep yang baru harus konsisten dengan
yang cocok untuk dua sampel independent teori-teori yang ada, dan 4) konsep yang baru
yaitu uji U Mann Whitney. Berdasarkan uji harus berdaya guna.
tersebut, diperoleh nilai asymp. Sig. (2-tailed) Oleh karena itu, model PBL yang
atau signifikansi asimtot untuk uji dua sisi dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
adalah 0,000, berada dibawah 0.05 (0.000 < 5 langkah pembelajaran yang diadopsi dari
0.05). Maka penurunan jumlah miskonsepsi Arends (2012), yaitu: 1) Orientasi peserta
pada kelas yang diberikan treatment didik; 2) Mengorganisasi peserta didik untuk
menggunakan model pembelajaran belajar; 3) Membimbing penyelidikan
konvensional berbeda secara signifikan individu maupun kelompok; 4)
dengan kelas yang diberikan treatment Mengembangkan dan menyajikan hasil
menggunakan model PBL. karya; dan 5) Mengembangkan dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.

5
Fase pertama, peserta didik diberikan materi getaran dengan membaca buku yang
masalah otentik mengenai konsep getaran. disediakan oleh sekolah.
Pada fase kedua, peserta didik Selanjutnya pada tahap ketiga peserta
diorganisasikan untuk belajar dalam didik dibimbing untuk menguji hipotesisnya
kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan melakukan percobaan. Sebelum
untuk membuat hipotesis mengenai percobaan dimulai, setiap kelompok diminta
permasalahan yang diberikan. Pada fase untuk menunjukkan lintasan satu getaran dan
ketiga, peserta didik melakukan percobaan lintasan setengah getaran pada ayunan bandul
untuk menguji hipotesis yang telah dibuat. yang mereka ketahui. Sebagian peserta didik
Fase keempat, peserta didik menganalisis belum dapat menunjukannya dengan benar,
data yang telah didapat dari percobaan untuk sehingga terjadi perbedaan pendapat antar
kemudian dibuat kesimpulan. Fase kelima, peserta didik yang memicu diskusi.
peserta didik mempresentasikan hasil Perbedaan pendapat dalam diskusi dapat
karyanya didepan kelas untuk mengevaluasi memicu peserta didik untuk saling bertukar
hasil analisis data secara bersama-sama. pikiran dan saling membantu antar individu
Adapun bentuk-bentuk miskonsepsi dalam kelompok untuk menguasai konsep
yang dimiliki oleh peserta didik: 1) Setengah serta berusaha menjadi tim yang terbaik
getaran adalah gerakan bandul atau bandul diantara tim lainnya (Lisdawani, 2017). Hal
yang berayun dari titik awal simpangan dan ini juga diungkapkan oleh Rahayu (2015),
berakhir di titik kesetimbangan. 2) bahwa PBL membantu peserta didik terlatih
Simpangan merupakan jarak antara dua titik untuk berbagi informasi, mengevaluasi dan
simpangan. 3) Simpangan mempunyai nilai mengkritik kinerja anggota kelompok lain,
yang sama dengan amplitudo. 4) Frekuensi sehingga dapat memberikan pengaruh positif
getaran dua ayunan akan sama jika terhadap hasil belajar peserta didik.
diayunkan dalam selang waktu yang sama. 5) Kemudian pada tahap keempat peserta
Frekuensi sebanding dengan waktu; Semakin didik dibimbing utuk melakukan percobaan
lama bandul berayun, maka semakin besar yang terdiri dari 2 pengujian yang dilakukan
pula frekuensi getaran, begitu juga sebanyak tiga kali untuk setiap pengujiannya.
sebaliknya. 6) Massa bandul mempengaruhi Pengujian pertama digunakan waktu sebagai
frekuensi getaran; Semakin besar massa variabel bebas dan jumlah getaran sebagai
bandul, maka semakin besar pula frekuensi variabel terikat. Sedangkan pengujian kedua
getarannya; Semakin besar massa bandul, digunakan getaran sebagai variabel bebas dan
maka semakin kecil frekuensi getarannya. waktu sebagai variabel terikat. Pada tahap
Penurunan jumlah miskonsepsi terbesar inilah peserta didik mengkontruksi
terjadi pada kelas eksperimen, yaitu sebesar pengetahuannya sendiri. Karena secara tidak
51,99%, sedangkan penurunan pada kelas langsung peserta didik menghitung banyak
kontrol sebesar 14,38%. Pada kelas getaran yang terjadi secara berulang-ulang.
eksperimen, penurunan terbesar terjadi pada Dalam teori kontruktivisme, pengetahuan
konsep lintasan getaran, diperoleh sebesar yang dimiliki oleh setiap individu dipandang
98.46%. Hal ini terjadi karena pada PBL sebagai hasil konstruksi secara aktif dari
terdapat tahapan-tahapan yang dapat individu itu sendiri (Sutrisno, 2006). Selain
memudahkan peserta didik dalam memahami itu, percobaan sederhana akan membuat
konsep (Lisdawani, 2017) yaitu pada tahap siswa lebih mengingat apa yang telah
pertama, kedua, dan ketiga. Pada tahap dipelajarinya karena siswa sendiri yang
pertama, peserta didik diberikan pertanyaan- melakukan percobaan tersebut (Yuyun,
pertanyaan yang mencakup konsep dasar 2010).
materi getaran. Untuk menjawab pertanyaan- Penurunan jumlah miskonsepsi terkecil
pertanyaan tersebut, pada tahap kedua peserta pada kelas eksperimen terjadi pada konsep
didik diminta untuk mempelajari kembali besaran simpangan dan amplitudo, sebesar
36.25%. Sebagian besar peserta menganggap

6
bahwa nilai simpangan sama dengan nilai (38.89%), Sedangkan penurunan terkecil
amplitudo. Sejalan dengan pendapat Lintang terjadi pada konsep faktor yang
(2017) bahwa tidak jarang siswa sering mempengaruhi frekuensi getaran (1.04%).
terbalik dalam mengkonstruksi kembali Penurunan jumlah miskonsepsi yang terjadi
konsep simpangan dan amplitudo. Akibatnya pada kelas ini lebih kecil daripada kelas
kekeliruan tersebut tetap melekat dan eksperimen. Hal ini terjadi karena remediasi
berulang meskipun telah diberikan remediasi. yang dilakukan menggunakan model yang
Hal ini terjadi karena pada tahap percobaan sama dengan pembelajaran sebelumnya.
tidak dilakukan pengujian yang dapat Sehingga hasil belajar peserta didik setelah
menunjukkan perbedaan antara simpangan diremediasi tidak jauh berbeda dengan hasil
dan amplitudo. Sehingga peserta didik tidak belajar sebelumnya. Menurut Doyin dan
dapat melihat sendiri fenomena terkait Supriyono (2015), jika peserta didik yang
konsep tersebut. Menurut Hitipeuw (2009), mengalami kesulitan belajar dan diberikan
pengetahuan diperoleh ketika berinteraksi pembelajaran kembali secara klasikal seperti
dengan fakta atau fenomena terkait. Sehingga pembelajaran utama, peserta didik akan
masih banyak peserta didik yang mengalami mengalami kesulitan yang serupa.
miskonsepsi pada konsep ini. Berdasarkan hasil wawancara bersama
Secara keseluruhan, pada kelas guru yang mengajar pada kelas kontrol,
eksperimen terdapat satu orang peserta didik kegiatan remediasi dilakukan dengan cara
yang mengalami pertambahan jumlah memberikan soal latihan yang ada pada buku
miskonsepsi. Dialami oleh peserta didik pegangan peserta didik, kemudian dibahas
dengan kode B17, pada soal nomor 8 dan 10, pada pertemuan selanjutnya dengan metode
yaitu konsep besaran frekuensi dan periode ceramah. Selama pembelajaran, peserta didik
getaran. Dari 32 orang peserta didik dan 4 tidak diberikan kesempatan untuk
konsep, penurunan miskonsepsi pada konsep mengkontruksi pengetahuannya sendiri.
ini bukan termasuk penurunan terkecil, yaitu Proses pembelajaran tersebut membuat
sebesar 38.84%. Sehingga dapat dikatakan peserta didik kurang puas karena tidak dapat
bahwa bertambahnya jumlah miskonsepsi melihat secara langsung konsep yang benar,
yang dialami oleh satu orang peserta didik ini sehingga kebanyakan peserta didik tidak mau
disebabkan oleh kurangnya konsentrasi merubah konsepsi awalnya. Menurut Suparno
peserta didik dalam mengikuti proses (2013: 59), dengan mengamati, mencoba, dan
pembelajaran, sehingga tidak dapat turut aktif melihat sendiri apa yang terjadi, siswa akan
dalam pembelajaran. Karena proses belajar mengalami pengalaman yang tidak sesuai
dapat terjadi dengan baik apabila peserta dengan prakonsepsi mereka, siswa juga akan
didik ikut berpartisipasi secara aktif sehingga menjadi bingung, pikirannya tertantang, dan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa akan mengubah gagasan awalnya.
(Aunurrahman, 2008: 32). Selain itu, Selain itu, guru yang mengajar adalah guru
menurut konsep belajar sebagai kontruksi IPA bukan lulusan dari bidang ilmu fisika.
pengetahuan, peserta didik adalah pencipta Sesuai dengan pendapat Suparno (2013: 53),
gagasan sedangkan guru hanya sebagai bahwa guru bukan lulusan dari bidang ilmu
fasilitator dan pemandu kognitif yang fisika, secara umum dapat menyebabkan
menyediakan bimbingan dan pemodelan pada miskonsepsi fisika.
tugas-tugas akademik yang otentik Adapun hasil pada penelitian ini
(Mustaqim, 2011). menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
Pada kelas kontrol, terdapat tiga orang signifikan antara model PBL dengan model
peserta didik yang mengalami pertambahan konvensional dalam meremediasi
jumlah miskonsepsi, dan dua orang peserta miskonsepsi peserta didik pada materi
didik tidak mengalami perubahan jumlah getaran. Hal ini ditunjukkan pada hasil uji
miskonsepsi. Penurunan jumlah miskonsepsi nonparametrik U Mann-Whitney dengan
terbesar terjadi pada konsep lintasan getaran

7
taraf signifikansi 𝛼 = 5%. Penurunan Penggunaan model PBL pada kelas
terbesar terjadi pada konsep lintasan getaran. eksperimen dan model pembelajaran
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang konvensional pada kelas kontrol dapat
dilakukan oleh Masta (2015) yang menurunkan jumlah peserta didik yang
mengungkapkan bahwa model PBL mengalami miskonsepsi. Namun, perubahan
signifikan dalam menurunkan jumlah terbesar terjadi pada kelas eksperimen
miskonsepsi peserta didik dengan zhitung = - dengan nilai effect size 2.31, kategori tinggi
7.246 (𝛼 = 5%). Penelitian Sari (2017) juga menurut Cohen.
mengungkapkan bahwa model PBL dapat Berdasarkan nilai effect size tersebut,
mempengaruhi kemampuan berpikir kritis maka dapat disimpulkan bahwa model PBL
peserta didik secara signifikan, dengan nilai efektif dalam meremediasi miskonsepsi
thitung sebesar 10.152> ttabel 2.032 dan nilai peserta didik pada materi getaran di SMP
signifikansi (Sig.) 0,00 < 0,05. Negeri 2 Sungai Raya. Hal ini sejalan dengan
Pada kelas eksperimen, peserta didik hasil penelitian Yuyun (2010) dan Masta
mula-mula diberikan permasalahan berupa (2015) yang menyatakan bahwa model PBL
perbandingan dua anak dengan massa efektif dalam meremediasi miskonsepsi
berbeda (anak A dan anak B) bermain peserta didik dengan effect size yang
ayunan, dengan panjang dan ukuran ayunan termasuk dalam kategori tinggi (Yuyun: 1.63;
sama, digerakkan secara bersamaan. Tahap Masta: 3.26).
selanjutnya peserta didik diminta untuk
mengidentifikasi konsep-konsep dasar terkait SIMPULAN DAN SARAN
materi getaran, agar dapat membuat hipotesis Simpulan
mengenai ayunan anak yang mana yang akan Berdasarkan hasil penelitian, dapat
berhenti lebih dulu. Selanjutnya peserta didik disimpulkan secara umum bahwa model
diberikan kesempatan untuk menguji Problem Based Learning (PBL) efektif dalam
hipotesisnya dengan cara melakukan meremediasi miskonsepsi peserta didik pada
percobaan sederhana. Hasil percobaan materi getaran di SMP Negeri 2 Sungai Raya.
tersebut dipresentasikan didepan kelas, Secara khusus, kesimpulan pada penelitian
sehingga perbedaan pendapat antar kelompok ini yaitu: (1) rata-rata persentase penurunan
dapat memicu diskusi. Sedangkan pada kelas jumlah miskonsepsi tiap peserta didik pada
dengan model konvensional, peserta didik kelas kontrol diperoleh sebesar 14.38%,
hanya diberikan soal latihan yang kemudian sedangkan pada kelas eksperimen diperoleh
dibahas dengan menggunakan model rata-rata persentase penurunan jumlah
pembelajaran yang sama dengan sebelumnya. miskonsepsi tiap peserta didik sebesar
Pada kelas eksperimen, peserta didik 51.99%. Hal ini menunjukkan bahwa
melakukan percobaan dengan 4 kali remediasi berupa pembelajaran ulang dengan
pengujian sehingga peserta didik dapat menggunakan model PBL lebih baik
berinteraksi sendiri dengan fenomena terkait dibandingkan dengan model pembelajaran
dan mengkontruksi pengetahuannya. konvensional; (2) Terdapat perbedaan yang
Sedangkan pada kelas kontrol, peserta didik signifikan antara penggunaan model PBL
hanya diberikan bayangan dari teori yang dengan model pembelajaran konvensional
disampaikan dengan cara ceramah. Sehingga dalam meremediasi miskonsepsi peserta
kemungkinan besar peserta didik dapat lebih didik pada materi getaran. Hal ini
memahami konsep dengan melakukan ditunjukkan pada hasil uji nonparametrik
percobaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mann-Whitney, dengan taraf signifikansi
Yuyun (2010), bahwa melakukan percobaan 𝛼 = 5%. Didapatkan hasil signifikansi
sederhana akan membuat peserta didik lebih asimtot untuk uji dua sisi adalah 0, berada
mengingat apa yang telah dipelajarinya dibawah 0.05 (0.00 < 0.05); (3) Model PBL
karena peserta didik sendiri yang melakukan efektif dalam meremediasi miskonsepsi
percobaan tersebut. peserta didik pada materi getaran dengan

8
nilai effect size 2.31 dengan kategori tinggi Skripsi tidak diterbitkan. Banda Aceh:
menurut Cohen. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Listyawan, Wawan. 2018. Pembelajaran
Saran Konflik Kognitif. (Online),
Model PBL efektif dalam meremediasi (www.wawanlistyawan.com, diakses 30
miskonsepsi peserta didik pada materi Mei 2018).
getaran, sehingga model ini dapat dijadikan Masta, N. 2015. Remediasi Miskonsepsi
sebagai salah satu model alternatif Menggunakan Model PBL Tentang
pembelajaran bagi guru untuk mengatasi Keseimbangan Benda Tegar di SMA
miskonsepsi peserta didik pada materi K Immanuel Pontianak. Skripsi tidak
getaran. Selain itu, peneliti selanjutnya diterbitkan. Pontianak: Universitas
diharapkan dapat mengatasi kelemahan pada Tanjungpura.
penelitian ini, diantaranya: (1) sebaiknya, Mustaqim, Imam. 2011. Konsepsi Belajar
pada penelitian selanjutnya dibuat masalah dan Proses Belajar. (Online),
otentik perkonsep, sehingga peserta didik (imammalik11.wordpress.com/konsepsi-
dapat lebih memahami setiap konsepnya; (2) belajar-dan-proses-belajar/amp/, diakses
Sebaiknya, treatment yang diberikan pada 23 Mei 2018).
kelas eksperimen dan kelas kontrol OECD. 2016. PISA 2015 Results (Volume
dilaksanakan oleh peneliti. Agar tidak ada 1): Excellence and Equity in
variabel lain yang mempengaruhi penurunan Education. Paris: OECD Publishing.
jumlah miskonsepsi peserta didik selain dari Posner, George J., Strike, Kenneth A.,
model pembelajaran yang digunakan. Hewson, Peter W., and Gertzog,
William A,. 1982. Accomodation of a
DAFTAR REFERENSI Scientific Conception: Toward a
Arends, Richard, I. 2012. Learning To Theory of Conceptual Change. Science
Teach. New York: Mc Graw-Hill. Education, Vol. 88 (2): 211-227.
Aunurrahman. 2008. Belajar dan Rahayu, Indah P. 2015. Perbandingan Hasil
Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. Belajar Siswa Antara Pembelajaran
Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi Menggunakan PBL dan Discovery
UKG Bahasa Indonesia 2015. Learning. Skripsi tidak diterbitkan.
Semarang: Bandungan Institute. Lampung: Universitas Lampung.
Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar dan Rezkizohana. 2016. Penerapan Model
Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu Pembelajaran Generatif untuk
Pendidikan Universitas Negeri Malang. Meremediasi Miskonsepsi Peserta
Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Didik pada Materi Getaran di SMP.
Guru Implementasi Kurikulum 2013. Skripsi tidak diterbitkan. Pontianak:
Jakarta: Balitbang Kemendikbud. Universitas Tanjungpura.
Lintang, Ari. 2017. Remediasi Miskonsepsi Rusman. 2014. Model-Model
Menggunakan Metode Interactive Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Problem Task and Experiment Sihite, A. 2008. Penggunaan Model
Berbantuan Labinapp Tentang Pembelajaran Kontruktivisme dalam
Getaran di SMP. Skripsi tidak Meminimalkan Miskonsepsi Peserta
diterbitkan. Pontianak: Universitas didik untuk Mata Pelajaran Fisika.
Tanjungpura. (Online),
Lisdawani. 2017. Pengaruh Model (https://ictcttapteng.files.wordpress.com,
Pembelajaran Problem Based diakses 17 November 2017).
Learning (PBL) pada Materi Minyak Sri L, S. 2017. Identifikasi Miskonsepsi
Bumi dan Petrokimia Terhadap Hasil Materi IPA Semester Genap pada
Belajar Peserta Didik Kelas XI IPA di Peserta Didik Kelas VII SMP N 2
MAS Babun Najah Banda Aceh. Marga Sekampung Lampung Timur.

9
(Online). (https://digilib.unila.ac.id, Pendidikan Fisika. Cetakan Kedua.
diakses 17 November 2017). Jakarta: PT Grasindo.
Sugiyono, 2017. Metode Penelitian Sutrisno. 2006. Fisika dan
Pendidikan. Bandung: CV Pembelajarannya. Bandung: UPI.
ALFABETA. Sutrisno, L.; Kresnadi, H.; & Kartono. 2007.
Suminar, S.O. & Meilani, R.I. 2016. Pengembangan Pembelajaran IPA
Pengaruh Model Pembelajaran SD. Jakarta: PJJ S1 PGSD.
Discovery Learning dan Problem Wartono, N. 2004. Materi Pelatihan
Based Learning Terhadap Prestasi Terintegrasi Sain. Jakarta: Depdiknas.
Belajar Peserta Didik. Jurnal Yuyun, T.; Sitompul, S.S.; & Maria, H.T.
pendidikan manajemen perkantoran, 2010. Remediasi Miskonsepsi Peserta
Vol.1 (1): 84-93. Didik Menggunakan Model
Suparno, Paul. 2005. Miskonsepsi dan Pembelajaran Berbasis Masalah pada
Perubahan Konsep dalam Pendidikan Materi Hukum Archimedes di SMP.
Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana Skripsi tidak diterbitkan. Pontianak:
Indonesia. Universitas Tanjungpura.
Suparno, Paul. 2013. Miskonsepsi dan
Perubahan Konsepsi dalam

10

Anda mungkin juga menyukai