Anda di halaman 1dari 16

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88 DOI: http://dx.doi.org/10.21082/akp.v16n1.2018.

73-88 73

DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP


KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI

Impact of Harvesting Machine Application on


Rice Farming Institution
Tri Bastuti Purwantini*, Sri Hery Susilowati
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No.3B, Bogor 16111, Jawa Barat, Indonesia
*Korespondensi penulis. E-mail: tribastuti_p@yahoo.co.id

Naskah diterima: 25 Oktober 2017 Direvisi: 15 November 2017 Disetujui terbit: 13 Juni 2018

ABSTRACT

Mechanization is a solution for agricultural workforce scarcity, especially in rice farming. This paper aims to
study performances and impacts of harvesting and threshing machines on labor institution of rice farming. This
research employed survey data of National Farmer’s Panel study conducted by ICASEPS in 2010 and 2015 in
wetland agro-ecosystems in Sidrap, Karawang, and Subang Regencies. Data were analyzed descriptively.
Mechanization technologies were more efficient in terms of number and time of labor use compared to that of
traditional. Negative impact of the machines was share croppers elimination because the land owner tended to
cultivate their own farm land. Some labor lose their job opportunity, some got less income from local income share
system. Farmers were unprepared to manage agricultural machinery. It is necessary to provide alternative
employment for the affected workers. Agricultural mechanization needs to deal with existing traditional labor
institutions to having mutual benefit.
Keywords: mechanization, institution, workforce, agriculture

ABSTRAK

Mekanisasi merupakan solusi dari semakin langkanya keberadaan tenaga kerja pertanian, terutama dalam
usaha tani padi. Konsekuensi dari adopsi teknologi berdampak pada kinerja ketenagakerjaan dan kelembagaan
pertanian setempat. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi arah perubahan
penggunaan alat mesin panen dan perontokan padi serta dampaknya terhadap kelembagaan usaha pertanian padi
sawah. Data yang digunakan adalah data base Panel Petani Nasional yang dilakukan oleh PSEKP tahun 2010,
2015 dan 2016. Kajian ini mengambil kasus pada lokasi penelitian agroekosistem lahan sawah di Desa Simpar
(Subang). Sindangsari (Karawang) dan Desa Carawali (Kabupaten Sidrap), Analisis data dilakukan secara
deskriptif. Hasil kajian menyimpulkan bahwa adopsi teknologi mekanisasi dalam kegiatan panen lebih efisien baik
dari sisi tenaga kerja, biaya maupun waktu. Selain itu juga mengurangi kehilangan hasil. Dampak negatifnya
menggeser pola kelembagaan penggarapan lahan dari pola sakap menyakap ke arah menggarap lahannya sendiri.
Sebagian buruh tani kehilangan kesempatan kerja, berkurangnya bagian (upah) buruh tani dalam sistem bawon
yang berlaku setempat. Beberapa masalah lain yang timbul adalah kurangnya kesiapan petani dalam pengelolaan
alsintan. Untuk mengatasi dampak negatif berkurangnya kesempatan kerja bagi pembawon serta penyakap, maka
diperlukan fasilitasi untuk tumbuhnya alternatif kesempatan kerja bagi buruh yang terdampak oleh penggunaan
alsintan tersebut. Selain itu, perubahan usahatani ke arah mekanisasi pertanian tersebut juga harus
mempertimbangkan tatanan kelembagaan dan ketenagakerjaan setempat agar dapat tetap berjalan dengan saling
menguntungkan.
Kata Kunci: mekanisasi, kelembagaan, tenaga kerja, usaha tani padi

PENDAHULUAN finansial untuk mengadakan, mengoperasikan


dan memelihara; (c) standar prosedur operasi
dan pemeliharaan; (d) pengorganisasian kerja
Mekanisasi sebagai suatu bentuk teknologi (teknis dan ekonomis); (e) kondisi manusia dan
(alat dan mesin pertanian) dalam penerapan lingkungan pengguna (sosial-ekonomi-budaya-
maupun pengembangannya di suatu tempat ekosistem), (f) kelembagaan dan kebijakan.
memerlukan persyaratan khusus (Handaka dan Dalam perkembangannya, mekanisasi di
Prabowo 2014) seperti: (a) penguasaan teknis Indonesia mengalami dinamika perubahan
dan keterampilan pengguna; (b) dukungan sesuai kondisi kebijakan pemerintah, khususnya
74 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

kebijakan pembangunan pertanian dan bentuk pada tahun 2007 dan 20,7% pada tahun 2008.
usaha taninya. Oleh karena itu pengembangan Peningkatan luas areal padi yang dipanen secara
mekanisasi pertanian, memiliki urgensi penting mekanis pada tahun 2008 karena adanya
dalam pembangunan pertanian (PSEKP 2015). dukungan kredit dari pemerintah. Peran
Pemerintah melalui fasilitasi kredit lunak
Pengembangan mekanisasi pertanian dalam
signifikan dalam pengembangan mekanisasi.
arti penggunaan alat mesin pertanian (alsintan)
dapat berperan dalam: (a) menyediakan Pengembangan mekanisasi pertanian di
tambahan tenaga kerja mekanis, sebagai Indonesia dilakukan melalui akselerasi bantuan
komplemen terhadap kekurangan tenaga kerja alsintan berkaitan dengan Upaya Khusus
manusia, (b) meningkatkan produktivitas tenaga (Upsus) padi, jagung dan kedelai (Pajale) sejak
kerja, (c) mengurangi susut dan tahun 2015. Selama periode dua tahun (2015-
mempertahankan mutu hasil, (d) meningkatkan 2016) telah didistrisbusikan 180 ribu unit (100
nilai tambah hasil dan limbah pertanian, (e) unit pada tahun 2015 dan 80 ribu unit pada tahun
mendukung penyediaan sarana/input, (f) 2016) berbagai jenis alsintan ke seluruh wilayah
mengurangi kejerihan kerja dalam kegiatan pertanian di Indonesia. Berdasarkan data dari
produksi pertanian, dan (g) berperan Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, bantuan
mentransformasikan pertanian tradisional ke alsintan yang telah disalurkan pada tahun 2015
pertanian modern yang lebih efisien dan efektif, adalah alsintan prapanen berupa traktor roda
sehingga terjadi perubahan kultur bisnis (PSEKP dua/hand tractor, pompa air, rice transplanter
2015). dan traktor roda empat untuk tanaman pangan.
Sementara bantuan alsintan tahun 2016 meliputi
Terkait dengan ketenagakerjaan, mekanisasi
asintan prapanen seperti traktor, rice
pertanian dalam arti luas bertujuan untuk
transplanter, pompa air, dan alsintan panen dan
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
pascapanen seperti combine harvester, power
Mekanisasi dalam arti penggunaan alat mesin
thresser, dryer, dan corn sheler. Dukungan
pertanian antara lain mengatasi masalah
penyediaan alat dan mesin pertanian diharapkan
berkurangnya tenaga kerja perdesaan terutama
dapat mengatasi permasalahan substantif
ketika terjadi panen raya, pengolahan dan tanam
keterbatasan dan mahalnya upah tenaga kerja
serempak, dapat berkerja cepat dan tepat waktu,
pertanian (Ditjen PSP, 2015). Lebih lanjut,
meningkatkan efisiensi dan efektivitas,
penerapan alsintan dalam kegiatan usaha tani
meningkatkan produktivitas tenaga kerja,
dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif
pengolahan tanah yang lebih baik dan
dan diperoleh mutu yang lebih baik.
meningkatkan produktivitas lahan serta
mengurangi beban kerja petani (Parjo 2016). Sesungguhnya bantuan alsintan oleh
Perubahan yang terjadi di bidang pemerintah sudah dilakukan jauh sebelum
ketenagakerjaan pertanian, terdapat Program UPSUS. Sebagai ilustrasi, tahun 2012
kecenderungan menurunnya minat angkatan pemerintah telah mengalokasikan dana bansos
kerja muda untuk bekerja di pertanian dan untuk alsintan sebesar Rp. 73,175 milyar (Ditjen
munculnya fenomena 'aging' dalam struktur PSP 2012). Bantuan alsintan tersebut
tenaga kerja pertanian (Susilowati et al. 2010). diharapkan dapat meningkatkan efisiensi usaha
Makin langkanya tenaga kerja pertanian (buruh tani padi sehingga diperoleh peningkatan
tani), mendorong digunakannya alsintan dalam produksi di satu sisi dan di sisi lain pengurangan
berbagai tahapan kegiatan pekerjaan di biaya usaha tani. Hasil penelitian Widiastuti
pertanian termasuk dalam usaha tani padi. (2014) menunjukkan bahwa adanya program
bantuan alsintan, berdampak pada peningkatan
Alat mesin untuk kegiatan prapanen padi
produksi padi. Namun untuk jenis alsintan
(terutama untuk pengolahan tanah) lebih awal
tertentu (misalnya transplanter) tidak
diadopsi dan berkembang cukup pesat
berpengaruh langsung terhadap produksi padi
dibandingkan dengan alat mesin untuk panen
tetapi lebih kepada efisiensi tenaga kerja dan
komoditas padi. Tingkat adopsi penggunaan alat
percepatan waktu tanam. Dengan demikian
panen padi (combine harvester) pada
ketersediaan dan akses terhadap alsintan
agroekosistem sawah irigasi di Pulau Jawa
(sesuai jenis dan penggunaannya) berpengaruh
masih rendah dibanding pada agroekosistem di
terhadap produksi padi.
Provinsi Sulawesi Selatan (Saptana et al. 2016).
Hasil penelitian Chi (2010) di Delta Mekong, Sementara itu dalam kegiatan usaha tani padi
Vietnam mengemukakan bahwa penggunaan dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kegiatan
alat mesin panen padi masih rendah. prapanen, kegiatan panen serta pascapanen.
Penggunaan alsintan tersebut pada tahun 2006 Beberapa kajian (Swastika 2012; Handaka dan
hanya 1,8% dari total areal padi di wilayah, tahun Prabowo 2014) menunjukkan bahwa
berikutnya berkembang pesat menjadi 13,9% penggunaan alsintan untuk kegiatan panen dan
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 75
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

pascapanen selain menghemat tenaga kerja juga mewujudkan pencapaian sasaran produksi.
dapat menekan kehilangan hasil produksi dan Salah satu fasilitasi terhadap petani adalah
secara tidak langsung meningkatkan produksi. melalui pengembangan alsintan, secara lebih
Namun dalam pelaksanaannya, bantuan alsintan eksplisit adalah pemberian bantuan alsintan
yang diberikan oleh pemerintah belum kepada pelaku usaha.
sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal.
Pengembangan alsintan memiliki peran besar
Lembaga di desa yang ditunjuk untuk mengelola
dalam pembangunan pertanian dan lebih lanjut
bantuan alsintan adalah UPJA (Unit Pengelola
pada peningkatan pendapatan petani, selain itu
Jasa Alsintan) atau Gapoktan (Gabungan
juga untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja,
Kelompok Tani) dalam banyak kasus belum
terutama sering terjadi pada saat musim panen,
mampu mengelola alsintan di wilayahnya secara
sehingga memberi peluang mundurnya waktu
optimal atau bahkan tidak dimanfaatkan (Ilham,
panen, dan berdampak terhadap susut semakin
2008). Berbagai faktor penyebab kondisi
besar (Umar 2013). Salah satu jenis alsintan
tersebut, diantaranya tidak memiliki operator
yang berperan dalam meningkatkan produksi
yang mampu menjalankan alat, atau
padi melalui penanganan panen secara lebih
ketidaksesuaian alat dengan kondisi lahan.
baik dan mengurangi kehilangan hasil adalah
Namun dari hasil pengamatan di lapang, tidak
alsintan panen. Alsintan panen yang telah
optimalnya pemanfaatan alsintan berbantuan
berkembang lama adalah power thresher dan
tersebut dipengaruhi juga oleh kurangnya
dalam pengembangan pertanian modern,
motivasi pengurus UPJA untuk mengoptimalkan
penggunaan combine harvester mulai
penggunaan alsintan berbantuan, seperti halnya
digalakkan.
pengusaha jasa alsintan mandiri yang
memperoleh alsintan dengan biaya sendiri. Dampak penggunaan alsintan, terutama
Padahal pemerintah mengembangkan UPJA pascapanen, mengacu pada Amare dan
dengan tujuan mempercepat adopsi alsintan oleh Endalew (2016) dapat dianalisis melalui antara
petani (Mayrowani dan Pranaji 2012). lain : (a) kehilangan hasil produksi, mekanisasi
panen dan pascapanen menurunkan kehilangan
Mengingat adopsi teknologi cara dan sistem
hasil biji-bijian dari 6 % dengan menggunakan
panen terkait juga dengan kelembagaan
metoda tradisional menjadi hanya 2–4% dengan
hubungan kerja, maka dalam pelaksanaan
menggunakan combine harvester, dengan
pengembangannya tentu akan berdampak pada
demikian akan meningkatkan produksi dan
tatanan hubungan kerja tersebut, yang pada
produktivitas; (b) penggunaan alsintan panen
akhirnya berdampak pada kinerja
dan pascapanen menurunkan penggunaan
ketenagakerjaan dan kelembagaan pertanian
tenaga kerja manusia, dengan menggunakan
setempat. Oleh karena itu perlu diantisipasi agar
combine harvester akan menggantikan
kearifan lokal terkait hubungan kerja tersebut
kebutuhan tenaga kerja manusia untuk panen
tetap harmoni dengan adanya pengembangan
dan perontokan sebanyak 15 HOK per hektar; (c)
alsintan. Sehubungan dengan itu, masifnya
biaya panen, imbangan antara biaya sewa
pembagian alat mesin panen saat ini akan
alsintan dengan penurunan penggunaan tenaga
berdampak pada kelembagaan usaha tani
kerja menghasilkan penurunan biaya panen; (d)
komoditas padi. Tulisan ini bertujuan untuk
kesempatan kerja nonpertanian, penggunaan
mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi arah
alsintan akan menciptakan tambahan
perubahan penggunaan alat mesin panen dan
kesempatan kerja melalui kegiatan
perontokan padi serta dampaknya terhadap
perbengkelan, operator mesin; (e) kualitas hasil
kelembagaan usaha pertanian padi sawah.
panen, proses panen dan pasca penen yang
lebih cepat akan meningkatkan kualitas hasil;
dan (f) pendapatan petani, penurunan
METODOLOGI
kehilangan hasil dan biaya panen akan
meningkatkan pendapatan petani. Namun, hasil
Kerangka Pemikiran kajian Amare dan Endalew tersebut tidak
menyinggung dampaknya terhadap pergeseran
Keberhasilan pencapaian peningkatan kelembagaan petani, baik kelembagaan tenaga
produksi hanya dapat diupayakan dengan kerja (bawon, upah harian dsb) dan
menggerakkan semua sumber daya yang kelembagaan penguasaan dan pengelolaan
dimiliki, baik melalui kondisi eksisting maupun lahan (menyakap, menggarap lahan sendiri,
melalui strategi dan kebijakan inovatif menyewa dsb).
pembangan potensi baru. Pemberian fasilitasi Keberhasilan pengembangan alsintan
atau bantuan kepada pelaku usaha (petani) dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: (a)
menjadi salah satu langkah strategis untuk eksistensi lembaga agribisnis, yaitu antara lain
76 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

UPJA, kelompok tani, gapoktan; (b) kondisi mesin digunakan di lokasi contoh sampai dengan
ketersediaan tenaga kerja, (c) kemudahan akses saat dilakukan survei.
pelaku usaha terhadap alsintan, (d) kemudahan
dan kepraktisan alat, (e) kondisi lahan dan
Lokasi dan Waktu Penelitian
pengairan, (f) ketersediaan alsintan, (g)
ketersediaan pembiayaan, dan (h) berbagai
faktor lainnya. Dalam hal ini, Rasouli et al. (2009) Lokasi kajian dilakukan di beberapa desa
menyatakan, penerapan alsintan secara nyata beragroekosistem sawah irigasi, yaitu Desa
juga dipengaruhi oleh pendapatan rumah tangga, Carawali, Kabupaten Sidrap dan Desa
luas penguasan lahan dan luas lahan yang Sindangsari, Kabupaten Karawang. Pendalaman
digarap. Hasil kajian Chi (2010) mengungkapkan untuk mengetahui kinerja penggunaan power
bahwa faktor penting yang mempengaruhi thresher dan combine harvester juga dilakukan
mekanisasi panen dan pascapanen adalah melalui studi kasus di Desa Simpar, Kabupaten
pendidikan dan persepsi petani terhadap mesin, Subang tahun 2016.
permodalan, teknis pelatihan, pengetahuan
penyuluh, metode penyuluhan, dan sistem Jenis dan Cara Pengumpulan Data
informasi. Dapat disimpulkan bahwa faktor
berpengaruh terhadap pengembangan alsintan Analisis ini menggunakan data hasil penelitian
dapat dilihat dari sisi fisik dari alat, luasan lahan Panel Penelitian Petani Nasional (Patanas) yang
yang diusahakan, modal usaha dan SDM petani dilakukan oleh Pusat Sosial Ekonomi dan
(pendidikan, persepsi, ketrampilan dsb) serta Kebijakan Pertanian. Analisis arah perubahan
penyuluhan. atau dinamika kinerja penggunaan alsintan
Penggunaan secara intensif alsintan panen digunakan kerangka waktu tahun 2010
mempunyai dua tujuan utama, yaitu sebagai dan 2015, dimana kedua titik waktu tersebut
upaya untuk meningkatkan kinerja usaha tani merupakan waktu pelaksanaan penelitian
dan sekaligus menekan biaya usaha tani. Patanas yang bersifat panel pada lokasi dan
Dengan penggunaan alsintan diharapkan rumah tangga contoh yang sama di masing-
pekerjaan menjadi lebih cepat dan mampu masing desa (Susilowati et al. 2015). Data hasil
mencapai hasil yang lebih besar. Penggunaan kajian merupakan data dan informasi kualitatif
alsintan panen padi diharapkan juga dapat yang digali melalui kegiatan diskusi kelompok
menekan biaya usaha tani, menekan kehilangan terfokus (FGD). Jumlah rumah tangga contoh
hasil sehingga produksi meningkat dan dengan peserta FGD masing-masing desa sebanyak 10
demikian keuntungan usaha menjadi meningkat. orang, yang berbeda menurut jenis pekerjaan
utama, yaitu: (a) petani, (b) buruh tani, (c) usaha
non pertanian, dan (d) buruh non pertanian.
Lingkup Bahasan Selain itu data dan informasi juga diperoleh
melalui diskusi kelompok terfokus dengan aparat
Lingkup bahasan kajian ini difokuskan pada desa/kontak tani/ pengurus kelompok tani dan
jenis alsintan panen power thresher dan combine juga aparat kecamatan. Jumlah aparat
harvester. Perubahan kinerja alsintan difokuskan desa/aparat kecamatan/ kontak tani/pengurus
pada perubahan secara kualitatif arah kelompok tani sebanyak 10 orang. Informasi juga
penggunaan alsintan panen oleh petani dan dilengkapi melalui wawancara dengan aparat
aspek ketersediaan alsintan. Disesuaikan Dinas Pertanian Kabupaten untuk menangkap
dengan ketersediaan data, dampak penggunaan kebijakan-kebijakan terkait penggunaan bantuan
alsintan panen dibahas untuk aspek alsintan secara umum dan secara khusus di
kelembagaan pengelolaan lahan (penyakapan), lokasi contoh. Khusus untuk data dan informasi
tenaga kerja panen, biaya panen dan kehilangan tahun 2015 di Desa Simpar, mengacu dari hasil
hasil. Sedangkan faktor yang berpengaruh diskusi kelompok terfokus Penelitian Patanas
terhadap kinerja penggunaan alsintan terutama tahun 2016.
dibahas eksistensi kelembagaan agribisnis dan
ketersediaan alsintan, kondisi ketersediaan
tenaga kerja, kemudahan akses pelaku usaha Analisis Data
terhadap alsintan, dan berbagai faktor lainnya.
Analisis data dan informasi dilakukan dengan
Pembahasan hasil bersifat studi kasus di pendekatan deskriptif kualitatif dan tabulasi.
beberapa lokasi contoh. Kecenderungan arah Hasil wawancara melalui diskusi kelompok
perubahan penggunaan alsintan dibahas dirangkum dalam format tabel yang dilengkapi
perubahan dari tahun 2010 ke tahun 2015. Untuk dengan narasi penjelas. Data kuantitatif dan
penggunaan combine harvester perubahan kualitatif yang bersumber dari data Patanas dan
kinerja penggunaan dianalisis dari sejak alat
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 77
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

hasil diskusi kelompok untuk mengidentifikasi memiliki sejumlah pekerja sehingga membentuk
kecenderungan arah perubahan variabel semacam kelompok.
disajikan secara deskriptif dalam kurun waktu
Sampai saat ini penggunaan combine
2010 ke 2015. Data panel yang dikumpulkan
harvester di lokasi penelitian masih sangat
sebagai data base Patanas sebelumnya yang
terbatas karena minimnya keberadaan alsintan
lebih dominan menyajikan perubahan indikator
tersebut. Combine harvester belum beroperasi di
secara kuantitas, namun belum dilengkapi
Desa Sindangsari (Karawang), sedangkan di
dengan faktor-faktor penjelas penyebab
Desa Simpar (Subang) masih sangat terbatas.
perubahan tersebut. Oleh karena itu hasil
Sementara untuk alat mesin memotong padi
penelitian Patanas 2015 difokuskan untuk
(panen) masih secara manual dengan
menggali informasi secara kualitatif faktor-faktor
menggunakan sabit biasa bukan sabit bergerigi,
yang mempengaruhi arah perubahan
sedangkan kegiatan merontok sudah
penggunaan alsintan. Dengan demikian data
menggunakan power thresser, yang diterapkan
yang dianalisis merupakan data kualitatif berupa
petani secara meluas sejak tahun 2012.
persepsi responden yang diperoleh melalui hasil
diskusi kelompok. Dalam menggunakan jasa thresser, biasanya
petani di wilayah penelitian sudah menjalin
Pendalaman terhadap faktor-faktor yang
hubungan langganan dengan penjual jasa
berpengaruh terhadap perubahan dan dampak
alsintan tersebut. Mengingat jumlah alsintan
dari pengembangan dan adopsi teknologi
thresser di dalam desa belum mencukupi, maka
alsintan diperoleh melalui diskusi kelompok dan
pada saat panen raya, banyak thresser dari luar
dianalisis secara deskriptif tabulasi. Faktor-
desa beroperasi di desa tersebut. Ketersediaan
faktor pengaruh yang dianalisis dikelompokkan
alsintan untuk panen, berawal karena sulitnya
ke dalam tiga indikasi, yaitu (1) faktor positif,
mencari tenaga kerja panen, mengingat masa
apabila faktor pengaruh tersebut memiliki peran
panen biasanya hampir bersamaan terutama
searah dalam mempengaruhi arah perubahan,
pada musim hujan (MH). Kasus di Desa
(2) netral, apabila tidak berperan dalam
Carawali (Sulawesi Selatan), alat mesin panen
mempengaruhi arah perubahan atau variabel
(combine harvester) sudah beroperasi sekitar
tersebut tidak ada, dan (3) negatif, apabila faktor
tahun 2013, namun masih terbatas sehingga
pengaruh tersebut memiliki peran yang
partisipasi penggunanya masih rendah (<50 %).
berlawanan dengan arah perubahan.
Alat mesin panen di wilayah Sulawesi Selatan
(Pinrang, Sidrap dan sekitarnya) sudah ada sejak
tahun 2010-an, petani setempat menyebutnya
HASIL DAN PEMBAHASAN mobil panen “Chandue” atau Lacandu, namun
alsintan ini hanya untuk memanen atau
Kinerja Penggunaan Alsintan Panen memotong saja dan proses perontokan terpisah
menggunakan mesin perontok (thresser). Adopsi
Alat mesin pertanian (Alsintan) di lokasi combine harvester baik yang berasal dari
penelitian umumnya dikelola oleh perorangan, program bantuan pemerintah maupun swadaya
baik digunakan untuk keperluan sendiri atau petani, maka pada tahun 2015 partisipasi petani
disewakan. Pengelola Jasa Alsintan (UPJA) atau yang menggunakan alsintan tersebut meningkat,
Gapoktan sebagai pengelola jasa alsintan belum walaupun alsintan tersebut dipenuhi dari luar
dijumpai di lokasi penelitian, tetapi ada beberapa desa. Dengan demikian thresser kurang
kelompok tani yang menerima bantuan traktor. diperlukan lagi di Desa Carawali, sehingga
Sementara itu untuk bantuan mesin panen dan pengusaha/pemilik thresser beserta kelompok
pascapanen, belum ada kelompok tani di desa panen kehilangan kesempatan kerja. Akibat dari
contoh yang menerima bantuan alsin tersebut. kondisi tersebut, pemilik/operator thresser
Mengacu pada Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan bermigrasi ke luar desa yang masih memerlukan
Percontohan Pertanian Modern (Ditjen PSP jasa thresser, terutama di daerah dengan
2015), penyaluran bantuan alsintan ditujukan kemiringan tinggi dan combine harvester tidak
kepada UPJA/Gapoktan yang memenuhi kriteria bisa dioperasionalkan, walaupun kapasitasnya
yang ditetapkan. Sedangkan jenis bantuan relatif terbatas.
alsintan yang diberikan untuk tahun 2015 berupa Masuknya alat panen berupa mesin pemanen
traktor roda2, traktor roda 4, pompa air dan rice (combine harvester/mini combine harvester) bisa
transplanter. Bantuan combine harvester baru mengubah pengelolaan kelompok panen, namun
disalurkan tahun 2016. Dengan demikian bisa juga hanya mengubah alat yang digunakan
kelompok panen yang mengelola alsintan panen oleh kelompok tersebut (Purwantini et al. 2016).
(power thresser maupun combine harvester) Awalnya panen padi dilakukan oleh petani
seluruhnya adalah milik perorangan, yang dengan menggunakan sabit tradisional bukan
78 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

sabit bergerigi, karena umumnya sabit bergerigi dan imbangan biaya yang dikeluarkan juga lebih
sebagai alat memanen tidak diminati ringan.
petani/buruh tani, sehingga alat tersebut tidak
Namun beberapa petani di Carawali (5%)
berkembang. Namun belakangan ini kegiatan
memotong padi masih secara manual, selain
memanen sudah menggunakan alat/mesin.
lahannya relatif sempit, juga terkait sistem
Kinerja perkembangan cara panen di lokasi
perontokan, karena sebagian petani memiliki
contoh selama 2010-2015 disajikan pada Tabel
thresser, maka petani tersebut memberdayakan
1.
alat tersebut. Sebaliknya di desa Simpar hanya
Tampak bahwa cara panen padi pada tahun sekitar 5% petani yang menggunakan combine
2010 dominan secara manual dengan alat sabit, harvester, bahkan di Desa Sindangsari belum
hanya sekitar 10% petani di Carawali sudah ditemukan petani yang mengadopsi alsintan
menggunakan mesin pemotong padi (istilah dalam memanen padi.
setempat “mobil candu”). Pada waktu itu di
Kegiatan merontok padi juga mengalami
wilayah Kabupaten Sidrap, Pinrang dan Soppeng
perubahan. Awalnya dengan manual
dan sekitarnya sudah berkembang penggunaan
digebot/banting (beating), beralih menggunakan
mesin pemotong. Sementara di desa contoh di
thresser manual/pedal, mesin thresser (power
Jawa Barat belum mengadopsi teknologi
thresser), dan selanjutnya mesin pemotong
tersebut, karena memang ketersediaan alat
terpadu dengan kegiatan panen (combine
tersebut belum ada. Pada tahun 2015, di
harvester). Merontok padi dilakukan dengan
Carawali telah berkembang combine harvester,
gebot (96% baik di Sindangsari maupun Simpar)
khususnya mini combine harvester dan
pada tahun 2010, dan hanya 4% yang
partisipasi petani mengadopsi teknologi tersebut
menggunakan thresser manual/pedal (Tabel 2).
mencapai 95 persen. Penggunaan alat ini dinilai
Selama lima tahun terakhir, kegiatan gebot
lebih praktis dan efisien, selain untuk memanen
sudah tidak ditemukan lagi di lokasi penelitian.
juga sekaligus merontok dan siap dikarungkan.
Awalnya sempat menuai konflik pada buruh
Meluasnya penggunaan mini combine harvester
panen dengan adanya adopsi teknologi alsintan
antara lain karena makin sulitnya tenaga buruh
thresser di Sindangsari dan Simpar, karena
upahan panen, alsintan tersebut cukup tersedia,
buruh tani panen yang bekerja selama ini adalah

Tabel 1. Partisipasi petani dalam kegiatan dan cara memanen padi di tiga lokasi penelitian, 2010
dan 2015

Partisipasi petani (%) dan cara memanen


20101) 20152)
Desa
Combine
Manual (sabit) Mesin (mobil) panen Manual (sabit)
harvester
1. Simpar 100 0 95 5
2. Sindangsari 100 0 100 0
3. Carawali 90 10 5 95
Sumber: 1) Data Patanas (2010)
2) Hasil Diskusi Kelompok Patanas (2015, 2016)

Tabel 2. Partisipasi petani dalam kegiatan dan cara merontok padi di desa contoh, 2010 dan 2015

Partisipasi petani dalam kegiatan dan cara merontok (%)


Desa 2010*) (%) 2015**)
Thresser Thresser Combine Thresser Thresser Combine
Digebot Digebot
manual mesin harvester manual Mesin harvester
1. Simpar 96 4 0 0 0 0 90 10
2. Sindangsari 96 4 0 0 0 5 95 0
3. Carawali 20 0 80 0 0 0 5 95
Sumber: *) Database Patanas (2010)
**) Hasil Diskusi kelompok Patanas (2015, 2016)
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 79
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

dengan sistem “ceblokan”. Mereka khawatir diadopsi petani setempat. Ada pun faktor-faktor
haknya untuk panen akan tergeser. Selain itu yang berpengaruh terhadap ketersediaan dan
dengan sistem gebot biasanya memberikan akses alsintan pada umumnya adalah
peluang tercecer lebih banyak yang ketersediaan alsintan itu sendiri, artinya semakin
dimanfaatkan oleh “pengasak”. Dengan banyak tersedia alsintan tersebut maka akses
penggunaaan thresser berarti menekan jumlah akan semakin mudah (Tabel 3). Mengacu pada
gabah yang tercecer, sehingga dampaknya Friyatno et al. (2004), keberadaan alsintan di
mengurangi penerimaan “pengasak”. Namun desa tidak melihat siapa yang menyediakan baik
demikian dengan adanya pendekatan dan pemerintah, kelompok/UPJA atau individu/
kesepakatan petani dan buruh penceblok serta mandiri, karena pengadaan alsintan memerlukan
dukungan aparat dan penyuluh setempat maka modal, selain itu pengadaan jenis dan
permasalahan tersebut bisa diatasi. Solusi yang penggunaan alsintan disesuaikan dengan
dilakukan antara lain dengan tetap kebutuhan petani setempat.
memperkerjakan penceblok dengan
Azas enam tepat (jumlah, jenis, tempat,
penyesuaian pekerjaan dan upah bawon.
waktu, harga dan kualitas) juga seharusnya
diimplementasikan dalam mengakses alsintan,
Faktor-faktor Berpengaruh terhadap jumlah sesuai dengan kapasitas dan luasan
Penggunaan Alsintan Panen lahan garapan, jenis sesuai dengan peruntukan
kegiatan yang dilakukan, tempat atau lokasi
Hasil penelitian Apiors et al. (2016) di Ghana semakin dekat maka cenderung semakin mudah
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani diakses. Tabel 3 menyatakan bahwa azas jumlah
berpengaruh positif terhadap penggunaan dan jenis berpengaruh positif (untuk semua
alsintan pada usaha tani padi, karena petani lokasi contoh) terhadap perubahan ketersediaan
dengan pendidikan lebih tinggi akan menerapkan dan akses alsintan, semakin banyak tersedia
efisiensi dalam usaha tani termasuk dalam maka akan mudah diakses, sedangkan jenis
penggunaan alsintan. Dinamika persepsi petani alsin panen sesuai kebutuhan juga berpengaruh
tentang ketersediaan/akses alsintan untuk positif terhadap kinerja panen. Sementara tepat
kegiatan budi daya/usaha tani padi selama 2010- waktu juga berpengaruh positif, karena saat
2015 di lokasi penelitian meningkat, sesuai diperlukan baik olah tanah, tanam, panen atau
dengan pengembangan jenis alsintan yang pascapanen harus tersedia. Bila terlambat maka

Tabel 3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan ketersediaan dan akses alsintan
panen dan pascapanen di tiga lokasi contoh, 2010-2015
Indikasi pengaruh
Faktor-faktor berpengaruh
Simpar** Sindangsari* Carawali*
Arah perubahan ketersediaan dan akses
Meningkat Meningkat Meningkat
Alsintan
1. Eksistensi kelembagaan eksisting Tidak ada Tidak ada Netral
2. Azas enam tepat;
 Jumlah Positif Positif Positif
 Jenis Positif Positif Positif
 Tempat Positif Positif Positif
 Waktu Positif Positif Positif
 Harga Negatif Negatif Negatif
 Kualitas Netral Positif Netral
3. Antisipasi lembaga (mandiri, UPJA, UPJA, UPJA,
UPJA,kelompok
kelompok, pemerintah), kelompok kelompok
4. Perspektif kebijakan pendukung
 Ketersediaan UPJA, UPJA, UPJA,
kelompok kelompok kelompok
Tepat waktu, Tepat waktu, Tepat waktu,
 Akses Upah Upah Upah
terjangkau terjangkau terjangkau
Sumber: Hasil Diskusi kelompok Patanas (2015*, 2016**)
80 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

mengganggu kinerja dan kegiatan, bahkan juga Secara umum, introduksi alsintan di Luar
berpengaruh terhadap kualitas hasil. Sebagai Jawa (yang dicerminkan dari kasus di Desa
contoh jika terlambat memanen padahal Carawali) lebih maju dibanding di Jawa. Hal ini
tanaman sudah cukup umur namun belum dapat dijelaskan bahwa tenaga kerja (buruh)
dipanen, maka kualitas produk akan menurun. pertanian pada umumnya di Jawa lebih banyak
Sementara itu harga atau biaya berpengaruh tersedia dibanding di luar Jawa sehingga dengan
negatif, semakin murah biaya, maka akses adopsi alsintan tentunya akan menggeser buruh
alsintan semakin mudah. Terakhir kualitas tani dan berpeluang menambah pengangguran
alsintan berpengaruh positif atau netral. Kualitas di perdesaan, oleh karena itu penyediaan dan
alsintan akan berdampak pada kinerja dalam penerapan alsintan juga harus
proses kegiatan kerja alsintan. Bila kualitas mempertimbangkan ketenaga kerjaan pertanian
alsintan tidak baik biasanya hasil yang diperoleh (buruh) setempat. Sebaliknya di Luar Jawa
juga kurang baik, demikian sebaliknya. alsintan untuk panen lebih cepat berkembang
karena rata-rata garapan petani di Luar Jawa
Antisipasi kelembagaan dalam pengelolaan
lebih luas dibanding di Jawa (Susilowati et al.
alsintan adalah dalam bentuk UPJA.
2010), sementara buruh tani (panen) semakin
Kelembagaan UPJA mempercepat adopsi
langka.
alsintan oleh petani, namun pada umumnya
pemilikan alsintan adalah perorangan yang Semakin langkanya tenaga kerja manusia,
memiliki beberapa pekerja yang membentuk akan berpengaruh positif terhadap kebutuhan
kelompok. Pengelolaan alsintan dalam bentuk alsintan untuk panen dan pascapanen.
UPJA dipandang lebih baik, dimana aturan main Ketersediaan alsintan merupakan salah satu
dalam UPJA lebih jelas dan tentunya harus faktor dalam menggunakan alsintan tersebut.
mempermudah petani untuk mengakses Hal ini sudah diimplementasikan di Desa
alsintan. Sindangsari dan Simpar, ketersediaan power
thresser akan berpengaruh positif terhadap
Alsintan untuk memanen yang awalnya
penggunaan alsintan tersebut, sedangkan di
berkembang dikenal dengan Reaper (windrower)
Desa Carawali, indikasi netral atau tidak
yang hanya memotong dan merebahkan hasil
berpengaruh karena petani umumnya sudah
potongan dalam alur, sedangkan Binder
beralih menggunakan combine harvester (Tabel
merupakan mesin memotong dan mengikat,
4).
kedua jenis alsintan tersebut tidak ditemui di
lokasi contoh, dan secara nasional alsintan Ketersediaan combine harvester
tersebut kurang diminati (Handaka dan Winoto berpengaruh positif di Desa Simpar dan
2012). Sementara combine harvester yang Carawali. Petani mulai menggunakan alsintan,
merupakan alat untuk memotong dan merontok bahkan di Carawali penggunaan combine
mengemas dalam karung sudah diintroduksi di harvester relatif dominan. Sementara di Desa
Carawali. Sindangsari faktor ketersediaan belum
berpengaruh (mengingat alsintan tersebut tidak
Combine harvester di Malaysia sudah
tersedia) terhadap penggunaannya saat ini.
digunakan secara masal. Hasil penelitian Adam
Diperkirakan bila ketersediaan combine
dan Febrian (2017) mengemukakan bahwa
harvester berkembang di desa ini akan
meluasnya penggunaan combine harvester di
berpengaruh juga terhadap adopsi teknologi
Malaysia karena peran pemerintah setempat
alsintan tersebut.
dalam menyediakan alsin tersebut beserta
dukungan kelembagaan organisasi petani yang Ketersediaan tenaga kerja manusia
mengelolanya. Berkembangnya combine berpengaruh negatif di tiga lokasi, hal ini dapat
harvester di Malaysia karena langkanya tenaga dijelaskan bahwa semakin langka tenaga kerja
kerja manusia untuk panen, selain itu juga lebih manusia maka alsintan (thresser atau combine
efisien dan cepat. Demikian pula hasil kajian harvester) semakin diperlukan. Sementara
Praweenwongwuthi et al. (2010), combine mempercepat kegiatan panen (durasi panen)
harvester digunakan secara masif di Thailand berpengaruh positif terhadap penggunaan
dan memberikan keuntungan ekonomi sekitar alsintan (thresser dan combine harvester)
30% lebih tinggi dibandingkan menggunakan demikian halnya faktor kelembagaan dan
sistem panen secara manual. Pengggunaan kebijakan pengembangan mekanisasi
combine harvester juga dapat menggantikan berpengaruh positif terhadap penggunaan
sekitar 48% tenaga kerja yang bekerja di kota kedua alsintan tersebut.
yang sebelumnya harus kembali ke desa pada
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh
masa penen dan dengan menggunakan combine
terhadap meningkatnya cara panen mekanis
harvester para migran tersebut dapat
dapat dilihat pada Tabel 5. Tampak bahwa faktor
meneruskan kerja di kota.
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 81
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

Tabel 4. Faktor-faktor berpengaruh terhadap penggunaan thresser dan combine harvester di lokasi
contoh, 2010-2015
Indikasi pengaruh
Faktor-faktor berpengaruh
Simpar**) Sindangsari*) Carawali*)
1. Arah penggunaan thresser Meningkat Meningkat Menurun
2. Arah penggunaan combine harvester Meningkat Tidak ada Meningkat
- Ketersediaan power threser Positif Positif Netral
- Ketersediaan combine harvester Positif Netral Positif
- Ketersediaan tenaga kerja manusia Negatif Negatif Negatif
- Kelembagaan dan kebijakan
Positif Positif Positif
pengembangan mekanisasi
- Program bantuan threser Tidak ada Positif Netral
Sumber: Hasil diskusi kelompok Patanas 2015*), 2016**)

ketersediaan dan akses alat mekanis Walaupun biaya lebih tinggi tetapi waktu lebih
berpengaruh positif terhadap cara panen cepat. Sementara di Desa Sindangsari karena
menggunakan mesin panen, seperti kasus di adopsi cara panen mekanis belum
Simpar dan Carawali, sedangkan di Sindangsari dimplementasikan, maka biaya tidak
tidak tersedia dan petani tidak bisa mengakses. berpengaruh atau netral. Pengaruh netral ini
karena memang belum ada adopsi alsin tersebut,
Cara panen mekanis relatif lebih hemat
sehingga seandainya sudah diadopsi maka
dibanding dengan manual karena tenaga kerja
indikasi pengaruh akan berubah.
manusia relatif sedikit (operator dan asisten),
sehingga indikasi pengaruhnya pada petani di Faktor ketersediaan dan akses tenaga kerja
Carawali “negatif”, artinya aspek biaya ini panen berkurang dengan diterapkannya cara
berbanding terbalik dengan adopsi teknologi cara panen mekanis, sehingga faktor ini berpengaruh
panen mekanis, petani mengeluarkan biaya lebih negatif seperti yang dijumpai di Desa Carawali.
rendah bila menggunakan alat panen mekanis Sementara itu faktor ketersediaan dan tenaga
dibanding bila tanpa menggunakan alsin panen. kerja panen di Desa Sindangsari dan Simpar
Sebaliknya di Simpar berpengaruh positif karena masih netral karena alat panen mekanis tidak
buruh panen yang bekerja selama ini adalah tersedia sehingga faktor berpengaruh tidak ada.
buruh ceblokan, buruh tersebut melakukan Seiring dengan perubahan adopsi teknologi, bila
kegiatan tanam tetapi tidak diupah, namun alsintan tersebut sudah tersedia dan
demikian buruh ini mempunyai hak untuk diimplementasikan maka indikasi pengaruh akan
memanen dengan upah bawon yang berlaku berubah menyesuaikan dampak yang terjadi
setempat. Cara panen mekanis meniadakan (positif atau negatif).
kewajiban penceblok untuk memanen hasil,
Kegiatan merontok merupakan kegiatan yang
namun petani tetap mengeluarkan biaya untuk
terpisah dari panen atau menyatu dengan
penceblok ditambah biaya alsin tersebut
kegiatan panen. Hal ini tergantung pada cara
sehingga secara total biaya lebih besar
panen dan alat yang digunakan termasuk
dibanding bila tanpa menggunakan alsin.
penggunaan alsintan. Faktor utama yang

Tabel 5. Faktor-faktor berpengaruh terhadap cara panen padi mekanis di lokasi contoh, 2010-2015

Indikasi Pengaruh
Faktor-faktor Berpengaruh
Simpar**) Sindangsari*) Carawali*)
Arah perubahan cara panen mekanis Meningkat Meningkat Meningkat
1. Ketersediaan dan akses alat panen mekanis Positif Tidak ada Positif
2. Aspek Biaya Positif Netral Negatif
3. Ketersediaan dan akses tenaga kerja Netral Netral Negatif
4. Mengurangi kehilangan hasil Positif Netral Positif
5. Ketersediaan dan akses alat panen mekanis Positif Netral Positif
Sumber: Hasil Diskusi Kelompok Patanas 2015, 2016
82 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

berpengaruh terhadap cara merontok padi kegiatan ini tidak dibayar, hanya diberi uang
adalah ketersediaan dan akses alsintan untuk makan yang besarnya bervariasi tergantung
merontok. Semakin banyak tersedia alsintan pemilik lahan. Saat penelitian nilai uang yang
untuk merontok, dan semakin mudah untuk diberikan berkisar Rp5.000-Rp15.000 per orang
diakses petani, maka peluang untuk mengadopsi atau per penceblok (suami istri), dan pemilik
cara merontok mekanis semakin besar, sehingga lahan/majikan tidak lagi berkewajiban memberi
faktor tersebut berpengaruh positif. makan. Sementara sistem “ceblokan” yang
berlaku di Desa Sindangsari hampir sama
Faktor kemudahan dan kepraktisan juga
dengan di Desa Simpar, perbedaannya terletak
berpengaruh positif di semua lokasi. Petani akan
pada kegiatan prapanen yang dilakukan. Dalam
mengimplementasikan cara merontok tersebut
hal ini buruh tani bekerja untuk kegiatan
karena mudah dan praktis. Demikian halnya
menyiang, termasuk menanggung biaya
efektivitas kegiatan perontokan merupakan
herbisida bila buruh tersebut menggunakannya.
faktor pertimbangan petani apakah mengadopsi
Sementara kegiatan panen adalah hak
atau tidak. Dengan demikian keefektifan kegiatan
penceblok yang dibayar dengan sistem bawon
merontok berpengaruh positif terhadap cara
yang berlaku setempat.
merontok khususnya cara merontok mekanis.
Aspek biaya juga merupakan faktor Sebelum menerapkan alsintan thresser,
pertimbangan untuk mengadopsi cara mekanis penceblok berkewajiban memanen, merontok
untuk perontokan, namun penambahan biaya dan mengangkut sampai jalan raya. Dengan
bukan berarti tidak mau mengadopsi. Kasus di menerapkan alsintan thresser, penceblok hanya
Desa Simpar petani bersedia mengeluarkan memotong/panen dan mengangkut ke jalan
tambahan biaya (thresser) merontok mekanis, dimana mobil angkutan mengambil hasil gabah.
walaupun biaya panen dan merontok total lebih Biaya untuk thresser ditanggung
tinggi dibandingkan bila tidak menggunakan. pemilik/penggarap lahan, nilai borongan thresser
Namun tambahan biaya tersebut dikompensasi sekitar Rp1 juta/hektar. Biasanya sewa/biaya
dengan mengurangi bagian bawon untuk untuk mesin thresser disetarakan dengan 3-5
buruh/penceblok. Selain itu waktu untuk kegiatan orang tenaga manusia (Friyatno et al. 2014).
tersebut juga lebih cepat. Faktor kehilangan hasil Aturan main tersebut sesuai dengan
produksi padi/gabah berpengaruh negatif di kesepakatan dan jenis thresser yang digunakan.
semua lokasi contoh. Dengan menggunakan
Kasus yang ditemukan di Desa Carawali,
cara merontok mekanis dapat menurunkan
konsisten dengan teknologi panen, petani yang
kehilangan hasil. Semakin baik alsin yang
menggunakan combine harvester yang
digunakan maka kehilangan hasil semakin kecil.
mencapai 95%. Penggunaan alat ini selain untuk
memanen juga sekaligus dapat merontokkan
Dampak Penggunaan Alsintan Panen gabah di sawah dan menempatkan/memasukkan
terhadap Kelembagaan Hubungan Kerja dan gabah ke karung. Dengan menggunakan
Pengupahan combine harvester, tenaga kerja yang
dibutuhkan juga relatif sedikit dibanding dengan
Kelembagaan hubungan tenaga kerja yang panen manual dan thresser. Sementara
sampai saat ini masih berlangsung di perdesaan sebanyak 5% petani yang masih menggunakan
adalah “ceblokan”. Sistem “ceblokan” yang thresser, biasanya karena petani tersebut
berlaku di Desa Simpar adalah buruh tani bekerja memiliki alsintan thresser sehingga tidak perlu
untuk kegiatan tanam dan cabut bibit, namun

Tabel 6. Faktor-faktor berpengaruh terhadap cara merontok padi mekanis di lokasi contoh, 2010-
2015
Indikasi Pengaruh
Faktor-faktor Berpengaruh
Simpar**) Sindangsari*) Carawali*)
Arah perubahan cara merontok mekanis Meningkat Meningkat Meningkat
1. Ketersediaan dan akses fasilitas pascapanen Positif Positif Positif
2. Kemudahan dan kepraktisan Positif Positif Positif
3. Efektivitas kegiatan perontokan Positif Positif Positif
4. Aspek biaya Negatif Negatif Negatif
5. Kehilangan hasil Negatif Negatif Negatif
Sumber: Hasil Diskusi kelompok Patanas 2015*), 2016**)
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 83
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

menyewa alsintan, selain karena lahan garapan sistem ceblokan semakin kecil, terutama karena
juga sempit. berkembangnya sistem tebasan belakangan ini.
Selain itu teknologi thresser juga menyebabkan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya
hak penguasaan lahan ceblokan semakin
bahwa pada sistem ceblokan di Desa
sempit. Jumlah penceblok biasanya sekitar 7-12
Sindangsari dan Simpar, panen adalah hak
orang per “bahu” (sekitar 0,714 ha), tergantung
penceblok, sehingga penceblok memperoleh
jumlah petakan sawah dalam luasan tersebut.
“bawon” (bagian penceblok) dari hasil panen
Biasanya satu petak sawah (500 m 2–1000 m2)
tersebut sesuai aturan main yang berlaku.
diceblok oleh satu orang atau suami istri.
Perkembangan nilai bawon yang umum berlaku,
Berkembangnya alsintan thresser, menjadikan
terdapat perubahan dengan adanya adopsi
satu petak adakalanya diceblok oleh dua orang
mekanisasi (Tabel 7). Kegiatan perontokan padi
(dua pasang suami istri), dengan demikian
di Simpar tahun 2010 rata-rata bagian atau nilai
penguasaan ceblokan juga semakin sempit.
bawon penceblok adalah berkisar 14,3–16,7%,
sedangkan di Sindangsari rata-rata 16,7%. Perubahan nilai bawon juga ditemukan di
Setelah menggunakan power thresser, nilai Desa Carawali. Pada tahun 2010 buruh panen
bawon menurun menjadi 12,5% di Desa Simpar (termasuk upah thresser) menerima upah bawon
dan 14,3% di Desa Sindangsari. Namun rata-rata sebesar 11,1% dari total nilai hasil
demikian variasi tersebut juga tergantung gabah. Penggunaan combine harvester
kesepakatan dengan pemilik lahan. menyebabkan nilai bawon berkurang menjadi
rata-rata 9,1%. Namun demikian jumlah buruh
Penggunaan thresser berdampak pada biaya
panen sangat efisien karena cukup dengan
tambahan bagi pemilik/penggarap lahan. Pada
menggunakan satu orang operator dan tenaga
tahun 2015 nilai borongan merontok
untuk mengarungi gabah.
menggunakan thresser sebesar Rp1 juta per
hektar walaupun pemilik lahan mengeluarkan Semakin rendah persentase bawon berarti
biaya tambahan, tetapi bagian hasil untuk pemilik semakin kecil biaya riil yang ditanggung
juga bertambah. Penceblok atau buruh tani pemilik/pengusaha lahan usaha tani. Dengan
harus kerja ekstra sesuai tanggungjawabnya demikian biaya panen dengan menggunakan
untuk memanen (dengan arit). Mengingat combine harvester lebih hemat dan efisien.
merontok dengan thresser memerlukan waktu Sebagai ilustrasi bila produksi gabah 6 ton/ha,
lebih singkat, sebelumnya perontokan masih dengan asumsi harga gabah Rp4000/kg, maka
dengan gebot bisa dilakukan sendiri oleh nilai penerimaan total Rp24 juta. Bila dianalisis
penceblok dan keluarga walaupun memerlukan untuk panen dengan gebot, biaya yang
waktu lama sebagai konsekuensi tanggungjawab dikeluarkan untuk buruh panen sebesar Rp4,8
kegiatan memanen, merontok dan mengangkut juta, jika menggunakan thresser sebesar Rp3-
ke pinggir jalan. Untuk mengimbangi waktu yang 3,4 juta, sedangkan bila menggunakan combine
singkat dalam menyelesaikan panen (memotong harvester cukup mengelurakan biaya Rp2,1 juta.
padi), karena harus segera dirontok dengan Bila sistem gebot dilakukan oleh penceblok
thresser, maka diperlukan tenaga tambahan berarti upah di atas termasuk juga untuk
tidak cukup dengan tenaga penceblok atau menutupi biaya tanam (kasus desa Simpar) dan
keluarga penceblok, maka beberapa kegiatan biaya menyiang (kasus desa Sindangsari). Bila
panen atau angkut disubkontrakkan dengan diperhitungkan upah tanam/menyiang Rp1–1,5
buruh tani lainnya. Konsekuensinya adalah juta/ha, maka upah panen berkurang menjadi
biaya atau upah tersebut ditanggung oleh sekitar Rp3,3–3,8 juta. Nilai upah tersebut masih
penceblok, sehingga penerimaan penceblok juga lebih tinggi dibanding menggunakan thresser dan
berkurang. Perkembangan selama 2010-2015 combine harvester, selain itu dari sisi waktu

Tabel 7. Perubahan nilai bawon padi di tiga desa contoh, 2010–2015

2010*) 2015**)
Desa Nilai Bawon Nilai Bawon
Cara merontok Cara merontok
(%) (%)
1. Simpar Digebot 14.3-16.7 Power Thresser 12.5
2. Sindangsari Digebot 16.7 Power Thresser 14.3
3. Carawali Power Thresser 11.1 Combine harvester 9.1
*)
Sumber: Database Patanas (2010)
**) Hasil Diskusi kelompok Patanas (2015, 2016)
84 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

dengan menggunakan combine harvester waktu aturan main dibuat berdasarkan kesepakatan
panen (sampai merontok) lebih singkat. kedua belah pihak yang terlibat, walaupun ada
juga acuan yang bersifat umum (Susilowati et al.
Sebagai gambaran bila menggunakan cara
2015). Sistem sakap melibatkan pelaku pemilik
banting (gebot) setiap jam dapat merontokkan 60
(atau yang punya hak menguasai) lahan dan
kg, sedangkan menggunakan power
petani penyakap. Petani penyakap (penggarap)
thresser dapat merontokkan 967 kg/jam
ialah petani yang menggarap tanah milik petani
(Herawati, 2008). Sementara untuk mesin
lain dengan sistem bagi hasil. Pemberi sakap
panen padi Indo Combine Harvester yang
(pemilik lahan) biasanya adalah petani yang
dioperasikan oleh satu orang operator dan dua
memiliki/menguasai lahan luas. Alasan
pembantu mampu menggantikan tenaga kerja
menyakapkan lahan yaitu terbatasnya
panen sekitar 50 HOK/hektar. Kapasitas kerja
kemampuan tenaga kerja dalam keluarga karena
mesin mencapai lima jam per hektar (Alfajri,
lahan yang dikelola sudah terlalu luas atau
2015). Combine harvester yang berkapasitas
karena usia sudah lanjut usia tidak mampu
tinggi terus dikembangkan. Alsintan ini lebih
mengelola sendiri lahannya. Sementara alasan
cepat menyelesaikan panen dan biaya juga
bagi penyakap antara lain terbatasnya lahan
relatif lebih rendah, sehingga kegiatan ini akan
garapan, memiliki tenaga untuk mengusahakan
lebih efisien.
lahan sawah dan menambah pendapatan rumah
tangga. Bagi hasil digunakan sebagai sarana
Dampak Penggunaan Alsintan Panen untuk distribusi pendapatan, dengan
terhadap Kelembagaan Penguasaan Lahan memberikan hak sakap kepada petani tak
berlahan. Aturan main yang berlaku mencakup
Pada kenyataannya kelembagaan hubungan hak dan kewajiban pemilik dan penggarap, dan
ketenagakerjaan masih terdapat di dalam hasil dibagi menurut andil yang telah disepakati.
masyarakat perdesaan yang dapat memberikan Berkembangnya alsintan panen dan
manfaat baik secara ekonomi maupun sosial pascapanen, berdampak pada berkurangnya
(Hastuti 2009). Kelembagaan ketenagakerjaan jumlah penyakap, kondisi ini ditemui di Desa
di perdesaan cukup dinamis. Terdapat beberapa Sindangsari dan Carawali (Tabel 8). Sementara
faktor penyebab terjadinya perubahan di Desa Simpar hal tersebut tidak berpengaruh,
kelembagaan ketenagakerjaan, baik yang mengingat sistem sakap di desa ini sangat sedikit
berasal dari dalam masyarakat (faktor internal) dan tidak umum. Biasanya sistem sakap terjadi
maupun dari luar (faktor eksternal). karena ada hubungan kekeluargaan antara
Perkembangan teknologi pertanian merupakan pemilik dan penyakap.
salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi Kasus yang dijumpai di Desa Sindangsari,
perubahan kelembagaan pengusahaan lahan. tingginya lahan yang disakapkan, karena
Sementara kelembagaan penguasaan lahan kebanyakan petani pemiliknya berada di luar
mempunyai hubungan dengan kelembagaan desa, seperti Cikarang, Kabupaten Bekasi atau
tenaga kerja, yang pada kenyataannya keduanya desa sekitar. Petani penyakap disini justru
sampai saat ini masih terdapat di dalam sebagian adalah petani lahan luas. Pemilik lahan
masyarakat perdesaan dan memberikan manfaat lebih senang bila lahannya dikelola oleh petani
baik secara ekonomi maupun sosial (Hastuti yang berpengalaman, dan kebanyakan adalah
2009). petani yang mempunyai lahan garapan sendiri.
Sistem pengusahaan lahan yang berlaku di Sementara itu petani (penyakap) kecil kurang
berbagai wilayah Indonesia antara lain sistem diberikan garapan, sehingga sebagian garapan
sakap, sewa, dan gadai. Aturan main pada sakap terakumulasi di beberapa petani
masing-masing sistem kadang berbeda, karena penggarap. Berbeda dengan yang ditemukan di
Desa Carawali, sebagian petani pemilik lahan

Tabel 8. Perubahan jumlah penyakap di tiga lokasi penelitian, 2010–2015

Jumlah Petani Penyakap (%)


Perubahan 2010-2015
Desa 2010*) 2015**)
1. Simpar 5 5 Tidak berpengaruh
2. Sindangsari 40 35 Berkurang sekitar 5%
3. Carawali 50 40 Berkurang sekitar 10%
*)
Sumber: Database Patanas (2010)
**) Hasil Diskusi kelompok Patanas (2015, 2016)
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 85
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

mengambil alih lahan sakapannya untuk digarap dengan adanya kegiatan “pengasak”, yaitu
sendiri. Hal ini disebabkan semakin mudahnya fenomena sosial dimana orang mengambil sisa
mengelola lahan dengan bantuan mekanisasi, di padi yang tertinggal di petakan sawah yang telah
antaranya adalah memodifikasi traktor untuk selesai di panen, baik sisa tanaman padi atau
mengolah tanah sekaligus bisa membersihkan gabah yang belum matang maupun sisa gabah
rumput di pematang sawah. Tanam dengan yang masih belum terontok (Herawati, 2008).
transplanter dan panen serta merontok dengan
Tabel 9 menyajikan variasi kehilangan hasil
combine harvester, sehingga tenaga manusia
waktu panen dan pascapanen (merontok) di
lebih sedikit. Implikasi fenomena ini berdampak
desa contoh. Tampak bahwa kehilangan hasil
pada berkurangnya petani penyakap, dan
waktu panen sampai perontokan bervariasi. Cara
kesempatan kerja berkurang. Bila hal ini
gebot menunjukkan kehilangan hasil cukup
dibiarkan maka status penyakap tersebut akan
tinggi, di Desa Simpar dan Sindangsari relatif
beralih sebagai buruh tani atau bahkan beralih ke
sama yakni berkisar 14-16 %. Variasi ini
buruh nonpertanian, dan dikawatirkan
tergantung juga dengan faktor pemanennya,
kemiskinan penduduk meningkat di desa
apakah bersifat kelompok, keroyokan atau
tersebut, sehingga diperlukan kebijakan untuk
individu. Seperti yang disebutkan sebelumnya
mengatasi hal tersebut.
kebanyakan sistem panen di dua desa tersebut
Dampak penggunaan combine harvester adalah ceblokan, dimana jumlah pemanennya
terhadap tergesernya tenaga kerja atau buruh relatif terbatas, sehingga resiko kehilangan hasil
disimpulkan juga dari hasil kajian Medrano et.al relatif kecil dibanding sistem keroyokan.
(2016) di daerah Cagayan Philipina, disebutkan
Cara panen dengan perontokan
bahwa penggunaan combine harvester
menggunakan power thresser dapat menekan
mengakibatkan tenaga kerja menganggur dan
kehilangan hasil 2,5–4% dibanding dengan
mereka melakukan migrasi kekota dan juga
digebot. Tampak kehilangan hasil yang
menurunnya solidaritas antarburuh. Sebagai
menggunakan alat perontokan power thresser
akibatnya, mereka mencari alternatif pekerjaan
berkisar 10–12,5%, dengan penggunaan
lain di peternakan dan pekerjaan sektor informal.
combine harvester kehilangan hasil diperkirakan
berkisar 2–3%.
Dampak Penggunaan Alsintan Panen
Upah panen dengan combine harvester relatif
terhadap Kehilangan Hasil Gabah
rendah dibanding dengan alat panen atau
perontok lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
Susut selama waktu panen terjadi antara lain alat tersebut lebih efisien baik dari sisi biaya
karena adanya gabah yang rontok akibat panen maupun waktu. Implikasinya alsintan tersebut
yang tidak benar atau penundaan waktu panen.
layak untuk dikembangkan, namun di lapang
Selama perontokan, juga terjadi susut, baik
harus disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi.
karena adanya gabah yang tertinggal pada malai
Seperti yang dikemukakan Ruswandi et al.
atau kerusakan mekanis yang disebabkan oleh (2010), bahwa untuk keberhasilan
peralatan/mesin yang digunakan. Dapat pengembangan alsintan harus didukung oleh
dikatakan bahwa cara dan penggunaan alat
program lainnya, seperti penyediaan suku
panen dan pascapanen (merontok) berpengaruh
cadang, ketersediaan bengkel dan peningkatan
pada besar kecilnya kehilangan hasil. Oleh
ketrampilan sumberdaya manusia (operator,
karena itu, petani perlu didorong untuk
manajer dan lain-lain). Hal ini dimaksudkan bila
menggunakan teknologi yang tersedia dan ada kerusakan agar segera tertangani dan tidak
efisien (Iswari, 2012). Selain itu tingginya tingkat perlu menunggu terlalu lama.
kehilangan hasil seringkali juga dihubungkan

Tabel 9. Kinerja kehilangan hasil gabah menurut cara perontokan di desa contoh, 2010-2015
2010*) 2015**)
Desa Cara merontok Kehilangan Cara merontok Kehilangan
hasil (%) hasil (%)
1. Simpar Digebot 14-16 Power thresser 11-12,5
2. Sindangsari Digebot 14-16 Power thresser 10-12,5
3. Carawali Power thresser 10-12,5 Combine harvester 2-3,5
*)
Sumber: Database Patanas (2010)
**) Hasil Diskusi kelompok Patanas (2015, 2016)
86 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN yang berasal dari luar desa. Demikian pula
pemanfaatan alsintan dalam desa hendaknya
didorong untuk diperluas ke luar desa yang
Kesimpulan
memerlukan. Diperlukan informasi secara tepat,
jadwal panen menurut lokasi (desa/kecamatan)
Ketersediaan dan akses alsintan panen dan di lingkup wilayah tersebut sehingga mobilitas
pascapanen secara umum meningkat di semua alsintan dapat ditingkatkan. Dampak positif dari
desa contoh selama periode analisis. peningkatan mobilitas alsintan, akan
Peningkatan akses alsintan oleh petani secara memunculkan kesempatan kerja bagi “informan”
umum dipengaruhi secara positif (atau sebagian yang berfungsi mencari petani yang memerlukan
kecil tidak berpengaruh/berpengaruh netral) oleh alat, sekaligus mengatur waktu dan lokasi
ketepatan jumlah dan jenis alsintan yang pengerjaannya. Terkait dengan konsentrasi atau
dibutuhkan, konsentrasi penyebaran lokasi, penyebaran alat, perlu dibuat data pemetaan
ketersediaan alsintan, ketepatan waktu alsintan (jenis, jumlah menurut lokasi) pada
penyediaan, serta kualitas pengerjaan alsintan lingkup wilayah desa, kecamatan sampai dengan
tersebut. Biaya sewa berpengaruh negatif atau kabupaten sehingga memudahkan rencana
peningkatan biaya sewa akan menurunkan mobilisasi alsintan pada saat diperlukan. Hal ini
akses penggunaan alsintan thresser dan sudah diantisipasi pemerintah dengan
combine harvester. Kelembagaan pengelola dibentuknya Brigade Alsintan yang
alsintan yang dipandang sesuai untuk kondisi diimplementasikan mulai tahun 2017, oleh
saat ini adalah berbentuk UPJA dan kelompok. karena itu kelembagaan tersebut harus disiapkan
Peningktan akses dan penggunaan alsintan lebih dahulu sebelum dialokasikan bantuan
panen dan pascapanen selain karena faktor alsintan.
ketersediaan juga karena kesiapan kelembagaan
pengelola alsintan. Paralel dengan upaya peningkatan
ketersediaan dan akses alsintan oleh petani,
Perubahan cara merontok padi dari cara perlu dipersiapkan kelembagaan pengelolaan
manual menggunakan gebot ke penggunaan alsintan (khususnya alsintan bantuan
power thresher berdampak menurunkan upah pemerintah). Dalam hal ini UPJA atau kelompok
bawon dari kisaran 14,3–16,7% menjadi kisaran tani agar dapat mengelola jasa penyewaan
12,5–14,3%, sementara perubahan cara panen alsintan sebaik-baiknya dengan mengoptimalkan
dengan power thresser ke combine harvester pemanfaatannya, sehingga pengembalian
akan menurunkan bagian bawon panen dari investasi (return of investment) alsintan dapat
11,1% menjadi 9,1%. Perubahan cara panen ditingkatkan. Mempersiapkan kelembagaan
dengan menggunakan alsintan tersebut juga pengelolaan UPJA dapat dilakukan melalui
berdampak pada bergesernya kelembagaan peningkatan kapasitas SDM pengelola UPJA
penggarapan lahan dengan berkurangnya termasuk operator, dalam manajemen
jumlah penyakap berkisar 5–10%. Perubahan operasional teknis, termasuk pemeliharaan
cara panen secara manual (digebot) ke alsintan, dan managemen administrasinya.
penggunaan power thresser juga berdampak Demikian pula perlu disiapan fasilitas
positif pada penurunan kehilangan hasil panen perbengkelan dan penyediaan suku cadang.
dari kisaran 14–16% menurun menajdi kisaran Sejalan dengan peningkatan kinerja
10–12,5%. kelembagaan UPJA, perlu didorong keberadaan
Sebagian buruh panen tersisihkan oleh kelembagaan pengelolaan alsintan mandiri,
penggunaan alsintan yang berdampak terhadap karena belajar dari pengalaman selama ini,
perubahan kelembagaan usaha tani padi, optimalisasi pemanfaatan alsintan oleh
khususnya kelembagaan penguasaan lahan dan pengelola alsintan mandiri lebih baik
tenaga kerja (sistem pengupahan). Kondisi dibandingkan dengan UPJA atau kelompok tani
tersebut terlihat dari berkurangnya penyakapan yang memperoleh alat dari bantuan pemerintah.
lahan, sistem ceblokan, dan bagian bawon Tersisihkannya buruh tani dan penggarap
tenaga kerja. sebagai dampak dari penggunaan alsintan, perlu
ada fasilitasi untuk tumbuhnya alternatif
Implikasi Kebijakan kesempatan kerja bagi buruh dan penggarap
yang terdampak oleh penggunaan alsintan
Mobilitas alsintan perlu ditingkatkan agar tersebut, baik ke usaha tani nonpadi maupun
akses petani terhadap alsintan panen meningkat. kegiatan nonpertanian. Pergeseran
Keterbatasan jumlah alsintan dalam desa dapat kelembagaan pengelolaan lahan dari sistem
diatasi melalui penggunaan alsintan bukan sakap ke sistem garapan sendiri, di satu sisi akan
hanya yang berasal dari dalam desa namun juga mengurangi kesempatan penyakap untuk
DAMPAK PENGGUNAAN ALAT MESIN PANEN TERHADAP KELEMBAGAAN USAHA TANI PADI 87
Tri Bastuti Purwantini, Sri Hery Susilowati

berusaha tani, namun di sisi lain akan berdampak Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
positif bagi pola pengelolaan lahan. Pemilik lahan 2012. Pedoman teknis bantuan alat dan mesin
diharapkan mau berinvestasi memperbaiki pertanian tahun 2012. Jakarta (ID). Direktorat
struktur lahan (misalnya penggunaan pupuk Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
organik secara lebih baik) yang bisa jadi selama [Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Sarana dan
ini kurang mendapat perhatian oleh penyakap Prasarana Pertanian. 2015. Pedoman
karena lebih berorientasi pada produksi jangka pelaksanaan dan penyaluran bantuan alat dan
pendek. mesin pertanian TA 2015. Jakarta (ID): Ditjen PSP.
Friyatno S, Rachman HPS, Supriyati. 2004.
Kelembagaan Jasa Alat dan Mesin Pertanian
UCAPAN TERIMA KASIH (Alsintan) dalam Saliem HP, E Basuna, B Sayaka,
Sejati WK (Penyunting) Prosiding Efisiensi dan
daya saing sistem usaha tani beberapa komoditas
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pertanian di lahan sawah: hal 261-290
Dewan Redaksi dan Redaksi Pelaksana
Handaka, Prabowo A. 2014. Kebijakan antisipatif
publikasi Analisis Kebijakan Pertanian serta pengembangan mekanisasi pertanian. Analisis
Mitra Bestari makalah ini, atas peran sertanya Kebijak Pertan. 11(1):27-44
dalam memberikan m a s u k k a n , m e l a k u k a n
telaah, koreksi, dan perbaikan naskah sampai Handaka, Winoto W. 2012. Proses inovasi teknologi
mekanisasi pertanian di Indonesia. [Internet].
siap diterbitkan. Ucapan terima kasih juga
[diunduh 2016 Des 21]; http://mekanisasi.litbang.
disampaikan kepada Prof. Dr. I Wayan Rusastra pertanian.go.id/ind/index.php/en/galeri-media/
yang menjelang akhir masa baktinya di PSEKP download/category/21-makalah-seminar?
masih menyempatkan untuk membimbing, download=253:makalah-seminar&start=20.
mengarahkan dan mengedit awal naskah ini,
Hastuti EL. 2009. Dinamika kelembagaan hubungan
selain itu disampaikan terimakasih kepada Tim
ketenagakerjaan di masyarakat pedesaan. Forum
Patanas 2016 yang bekerjasama dalam kegiatan Penelit Agro Ekon. 27(2):117-131
penelitian tersebut.
Herawati. 2008. Mekanisme dan kinerja pada sistem
perontokan padi. Jurnal Litbang Provinsi Jawa
Tengah. 6(2):195-203.
DAFTAR PUSTAKA
Ilham N. 2008. Profil Teknologi pada Usaha tani Padi
dan Implikasinya pada Peran Pemerintah. Analisis
Apiors K , JKM Kuwornu and GTM. Kwadzo. 2016. Kebijak Pertan. 6(4):335-351.
Effect of mechanisation use intensity on the Iswari K. 2012. Kesiapan teknologi panen dan
productivity of rice farms in Southern Ghana pascapanen padi dalam menekan kehilangan hasil
Emmanuel. Acta agriculturae Slovenica [Internet]. dan meningkatkan mutu beras. Jurnal Litbang
[cited 2018 Jan 18]; 107(2): 439–451. Available Pertan. 31(2):58-67
from: http://ojs.aas.bf.uni-lj.si/index.php/AAS/
article/view/251/151 Mayrowani H, Pranaji T. 2012. Pola pengembangan
kelembagaan upja untuk menunjang sistem usaha
Adam, NS, DE Pebrian. 2017. Factors affecting tani padi yang berdayasaing. Analisis Kebijak
farmers’ satisfactions with mechanized rice Pertan. 10(4):347-360.
harvesting in Malaysian paddy fields: A case study
Of Hiring Custom Operators. Agricultural Medrano J, Villanueva K, Tindowen DJ. 2016. Rice
Engineering International: CIGR Journal. 19(2): Combine Harvester: Its Effects to the Livelihood of
120–128. Rice Field Tenants in a Second Class Municipality.
Asia Pacific Journal of Multidisciplinary Research.
Amare D, Endalew W. 2016. Agricultural 4(4):112-118.
mechanization: Assessment of mechanization
impact experiences on the rural population and the Parjo. 2016. Mekanisasi dan Modernisasi Pertanian.
implications for Ethiopian Smallholders. [Internet]. [diunduh 2016 Sep 10];
Engineering and Applied Sciences. 1(2): 39-48. http://bppkp.magelangkab.go.id/index.php?option
=com _content&view=article&id=109:mekanisasi-
Alfajri A. 2015. Mengenal prinsip kerja mesin panen dan-modernisasi-pertanian&catid=271:berita
padi (combine harvester) pada penerapan usaha
budidaya pertanian. [Internet]. [diunduh 2016 Sep Praweenwongwuthi S, Laohasiriwong S, Rambo AT.
10];http://www.alfacell90.tk/2015/11/mengenal- 2010. Impacts of Rice Combine Harvesters on
prinsip-kerja-mesin-panen-padi.html Economic and Social of Farmers in a village of the
Tung Kula Ronghai Region. Research Journal of
Chi TTN. 2010. Factors affecting mechanization in rice Agriculture and Biological Sciences. 6(6):778-784.
harvesting and drying in the Mekong Delta, South
Viet Nam. Omonrice [Internet]. [cited 2017 Sep [PSEKP] Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
03]; 17:164–173. Available from: http://clrri.org/ Pertanian. 2015. Mekanisasi pertanian dan
ver2/uploads/noidung/17-20.pdf perspektif ekonomi dan kesejahteraan petani.
88 Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 16 No. 1, Juni 2018: 73-88

Laporan Analisis Kebijakan. Bogor (ID): Pusat Susilowati SH, Rusastra IW, Supriyati, Suryani E,
Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Purwantini TB, Muslim C, Hidayat D. 2015.
Dinamika sosial ekonomi perdesaan dan faktor-
Purwantini TB, Saptana, Zakaria AK, Sunarsih, faktor yang mempengaruhinya pada berbagai
Gunawan E. 2016. Dampak Teknologi Gerakan agroekosistem 2007-2015. Laporan Hasil
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP- Penelitian. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan
PTT) terhadap peningkatan produksi dan Kebijakan Pertanian.
pendapatan petani. Laporan Akhir Analisis
Kebijakan. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Swastika DKS. 2013. Teknologi panen dan
Kebijakan Pertanian. pascapanen padi: kendala adopsi dan kebijakan
strategi pengembangan. Analisis Kebijak Pertan.
Rasouli F, Sadighi H, Minaei S. 2009. Factors 11(4):331-348
Affecting Agricultural Mechanization: A case study
on sunflower seed farms in Iran. J Agric Sci Umar S. 2013. Pengelolaan dan pengembangan
Technol. 11:39-48. alsintan untuk mendukung usaha tani padi di lahan
pasang surut. J Teknologi Pertan. 8(2):37-48.
Ruswandi AT, Subarna, Bachrein S. 2010. Pengkajian
pemanfaatan mesin perontok gabah (thresher) dan Widiastuti P. 2014. Dampak mekanisasi pertanian
mesin pengering gabah (dryer) padi sawah di Jawa terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten
Barat. J Pengkajian dan Pengembangan Klaten (Studi pada Upja Agawe Santoso
Teknologi Pertan. 13(2):93-106. Kecamatan Kalikotes). Thesis Pasca
Saptana, Purwantini TB, Zakaria AK, Muslim C, Sarjana. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah
Sunarsih, Maulana M, Gunawan E, Trijono D, Mada.
Rachmita AR. 2016. Panel Petani Nasional
(Patanas): Dinamika indikator pembangunan
pertanian dan perdesaan pada agroekosistem
lahan sawah. Laporan Penelitian. Bogor (ID):
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Susilowati SH, Hutabarat B, Rachmat M, Sugiarto,
Supriyati, Zakaria AK, Supriyadi H, Purwoto A,
Supadi, Winarso B, Iqbal M, Hidayat D, Purwantini
TB, Elizabeth R, Muslim C, Nurasa T, Maulana M,
Aldillah R. 2010. Indikator pembangunan
pertanian dan perdesaan: karakteristik sosial
ekonomi petani dan usaha tani padi. Laporan Hasil
Penelitian. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Anda mungkin juga menyukai