Anda di halaman 1dari 138
Py z $f zoe roa we aia = #Be 23 aus eo g2a = az 228 -g SZ zea ae aes are ee ans aha =z ze 633 5 Saeed Se Wan a5 o 632 zgo if a © Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor) Bogor Agricultural Ur 1encantumkan dan menyebutkan sumber: | Penulisan karya ilmich, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang w Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya t jalam bentuk apapun tanpa izin IPB. } BAUDY YNuNjas No uDIBoges YyosuoquedwweaW Up UDYWNUNBUELU BUDIDIG ZT = 2 3 = a 8 zg gy 8 5 s ‘dd 4{0m Bun‘ unBuguedey uDy!Gniew yopy UodANBUag “q, fad ‘ubyipipued udbunuaday ynqun péuDy uodAnBuag “D “ypjosow nyons uBND[UR NOY YL UDs|YNUAd ‘UDIodD| UOUNsNéuad “yDILUI! DAUD UDsYNUAd ‘UD} a. 8x9 yOH 3 a z i s g 3 g i 1opun-Suopun !6unpu 9 BALDY Y. sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) uA JesnynoWBy 1060g ABSTRAK AL DARIAH. Tingkat Erosi dan Kualites Tanah pada Lahan Usahatani Berbasis, Kopi di Sumberjaya, Lampung Barat, Dibimbing oich SITANALA ARSYAD, SUDARSONO dan FAHMUDDIN AGUS. Lahan usahatani berbasis tanaman kopi selama ini diyakini para pengambil Kebijakan sebagai penyebab laju crosi yang tinggi dan merupakan sumber sedimentasi. Di masa lalu, pendekatan yang dilakukan untuk mengendalikan erosi dan mengembalikan fungsi hutan adalah dengan jalan memindahkan petani yang Sermokin dalam kawasan butan, dan membabat tanaman kopi serta menggantinya ngan tanaman kayu-kayuan atau tanaman dari jenis legum tree seperti kaliandra (Cllenare calothirsus). Hal ini dilakukan berdasarkan suatu keyakinan bahwa perbaikan fungsi hutan hanya dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman hutas (menghutankan kembali), Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari: (1) erosi yang terjadi pada lahan usahatani kopi berlereng curam, dengan berbagai perlakukan teknik konservasi yang berbeda; (2) faktor-faktor yang dominan berpengaruh terhadap tingkat erosi yang terjadi; (3) dampak alih guna lahan hutan menjadi lahan usahatani kopi, ditinjan dari ‘perubahan kualitas tanah, Penelitian dilakukan di Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, dari bulan Nopember 2001-Juli 2003. Untuk mencapai tujuan penelitian dilakukan 3 penelitian, yaitu: Penelitian 1 ditajukan untuk menguji tingkat erosi pada lahan usahatani kopi dengan berbagai perlakuan teknik konservasi yang berbeda, Penelitian dilakukan pada areal pertanaman kopi umur 3 tahun, dengan kemiringan Jahan 50- 60% di Dusun Tepus dan Laksana. Pengukuran erosi dilakukan pada skala petak (panjang 1S m dan lebar 8 m). Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (2 ulangan di setiap dusun), Perlakuan yang diuji adalah: (1) Kopi tanpa pohon pelindung (kopi monokultr), (2) kopi + gliricidia (Giliricidia sepiuni) sebagai pohon pelindung, (3) kopi + gliricidia sebagai pohon pelindung + rorak, (4) kopi + gliricidia sebagai pohon pelindung + strip rumput alami, dan (5) kopi + gliricidia sebagai pohon pelindung + gulud. Penelitian 2 ditujakan untuk menentukan karakteristik tanah yang dominan berpengaruh tethadap erosi yang terjadi di 3 lokasi (Tepus, Laksana dan Bodong). Pengamatan sifat-sifat tanalt dilakukan secara deskriptif yaitu dengan metakukan pengamatan morfologi tanah, dan secara kuantitatif yaitu dengan melakukan analisis sifat fisik dan C-organik tanah. Penelitian 3 ditujukan untuk mempelajari dampak alih guna lahan hutan ‘Tmenjadi lahan usahatani kopi, ditinjan dari perubahan kualitas tanah, Penelitian dilakukan di Dusun Laksana dan Bodong. Untuk Laksana, tipe penggunaan lahan yang diamati terdiri dari kopi muda (<3 tahun), kopi dewasa (>10 tahun), kebun ‘campuran, kaliandra dan hutan. Untuk Bodong, tipe penggunaan lahan yang diamati {erdiri dari kopi muda, kopi dewasa dan hutan, Parameter yang digunakan untuk menilai kualitas tanah adalah status bahan organik tanah (C-organik, C-microbial biomass, N-otal dan respirasi tanah) dan sifat fisik tanah. } BAUDY YNuNjas No uDIBOges YyOsuoquedwweaw Up UDYWNUUNBUELY BUDIDIG ZT & 3 3 5 8 8 z 5 g 8 3 = {om BuDK uDBuRUAdey UDY/BNIELU YopR UodANBUad “q, 1d “uDepIpuad uBuAUadey MUN DsuDY UDdANBUag “O 8 3 a 2 2 & a i 5 z a g 2 3 5 a Z B s 9 ‘noo upj6oqes dranBuews Bu: 9 BALDY Y. !opUN-SuDpUN !SUuNpUIIG OIdID HOH, 5 z z ze Z g z 4 & Fs 3 5 (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) UN |esnynoWBy 1060g Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat erosi pada lahan usahatani kopi ‘vumor 3 tahun dengan struktur tanah yang porous adalah sangat rendah (< 2 towha/tahun). Pada kondisi seperti ini, penerapan teknik konservasi tidak berpengaruh nyata terhadap erosi, aliran permukaan , sorta kehilangan (transport) hrara dan bahan organik tanab. Sifat fisik tanah (khususnya pori drainase cepat, ruang ori total dan permeabititas tanah) dan kandungan C-organik tanah, merupakan faktor dominan yang menentukan tingkat erosi pada iahan usahatani kopi di lokasi penelitian, Fiasil penelitian ini membuktiken bahwa uotuk areal yang ditutupi tanaman kopi umur tiga tahun atau lebih, dengan sifat fisik tanah yang sama dengan ‘Tepus dan Laksana, tanaman kopi dan sejenisnya mampn mengendalikan erosi sampai di bawah tingkat erosi yang diperbolehkan. Tingkat perubahan kualitas tanah sebagai dampak dari alth guna Jahan hutan menjadi lahan kopi sangat tergantung pada tingkat resistensi tanah (daya tahan tanah terhadap adanya gangguan) . Tanah yang ‘mempunyai tingkat resistensi relatif rendah, mengalami penurunan kualitas tanah yang lebih drastis dibanding tanah dengan tingkst resistensi relatif lebih tinggi. Lahan kopi yang dikelola dengan sistem multistrata berpengaruh lebih baik terhadap kualitas tanah dibandingkan dengan yang dikelola secara monokultur. a z i 2 a a 3 z a 3 5 4 s g 3 g i “@d] UZ! dung uNdodd ynqUag WD]OP Ju} sn} DAUDY YNuN| ‘dd 4{0m Bun‘ unBuguedey uDy!Gniew yopy UodANBUag “q, g a 2 é 3 g 5 g 2 i 3 a a = 9 zg 8 g a & é cS 5 2 g a 5 a & 3 a 5 3 z 4 psy nuad ‘uosodo| uounsnfuad ‘you “ypjosow nyons uone{uR ny sequins ubeangasuau Uop ubyuunquDsuaU oduDy (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) IUf [eany|nowWBy s060g ABSTRACT ATDARIAH, Rate of Soil Loss and Soil Quality on Coffee-Based Farming System at Sumberjaya, West Lampung. Under the supervision of SITANALA ARSYAD, SUDARSONO, and FAHMUDDIN AGUS. Coffee-based farming has been perceived by poticy makers as causing a high erosion rate and as a source of sedimentation. Past approach to control erosion and restore forest fimction has been based on eviction of the farmers from the forest jurisdiction area and forceful replacement of coffee plants with timber or leguminous ‘tee species such as kaliandra (Calliandra calothirsus). This was done because of the myths that forest function restoration can only be done by reforestation by forestry trees. The objectives of this study were to evaluate: (1) the rate of erosion on steep slope coffee farm with different soil conservation measures, (2) the dominant factors that affect the rate of erosion, (3) impact of forest conversion to coffee farm based on soil quality changes. Three experiments were conducted at Sumberjaya Sub-District, West Lampung District from November 200i-July 2003. Experiment 1 was aimed at quantifying the level of soil toss on 3 year old coffee farm with slopes ranging from 50 to 60% at Dusun Laksana and Tepus. Erosion measurement was conducted at plots (15 m long and 8 m wide) scale, for comparing treatments: (1) Sun coffee (monoculture coffee), (2) coffee + gliricidia (Gliricidia sepium) as shade wee, (3) coffee + gliricidia as shade tree + dead end trench (rorak), (4) coffee + gliricidia as shade tree + hedgerows of natural vegetation, and (5) coffee + gliricidia as shade tree + ridging. All treatments were replicated four times and arranged in a completely sandomized block design, two replication in each Dusun, Experiment 2 was aimed to study dominant factors (particularly — soil characteristics) that determine the level of erosion on coffee farm at Dusun Tepus, ‘Laksana and Bodong. The descriptive observations were carried out by evaluation of soil morphology. Quantitative observations were conducted by analyzing physical properties and soil organic matter content. The soil samples were collected from three depths namely 0-10, 10-20 and 20-40 em. Experiment 3 was aimed to study the impact of forest conversion on changes of soil quality. ‘The experiment was conducted at Laksana and Bodong. For Laksaa, the observed land uses consisted of young (<3 years) coffee area, mature (>10 years) coffee, mix farming, kaliadra, and forest. For Bodong, they consisted of young coffee area, mature coffee, and forest. ‘The soil quality parameters used in this ‘experiment were soil organic matter status (C-organik, total-N, C-microbial biomass, soil respiration) and soil physical properties. ‘The results of this study showed that erosion rate on the 3 year old coffee farm with porous soil structure was very low (< 2 ton/ha/year), and thus the soil ‘conservation treatments fad no significant effects on soit loss, run-off, and soil organic matter and nutrient losses. Soil physical properties (especially drainage pore/macro pore, total pore space and saturated hydraulic conductivity/permeability) and soil organic matter are dominant factors that determined the level of soil loss in coffee-based farming system in the study sites. The results of this research proved that, for areas covered by 3 year old or older coffee, with soil structure similar to that resistance. The mix (multistrata) system showed the better impact on soil quality resistance experienced drastic soil quality decrease than those with high soil ‘than monoculture system. depending on soil resistance (resilience to structural break down). Soil with low of Laksana and Tepus, coffee trees per se are sufficient to control erosion to tolerable level. Changes of soil quality as affected by forest conversion to coffee farm are © Hak cipta milik IPB (Institut Pertanian Bogor) Bogor Agricultural Uni Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber: «. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendiditzan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB, rang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. =5 325 ; Fas g <5 Ht 3 z Qe & $ Ea? e aus 5 2 gz 40%. Dengan rata-rata curah hujan tabunan yang tergolong tinggi (>2500 mmvtahun), peluang terjadinya degradasi lahan yang discbabkan oleh erosi akan meningkat. Resiko bahaya erosi semakin meningkat apabila kebun kopi disiang sampai bersib, Hasil penelitian Afandi ef al. (2002b) pada Iahan berlereng 30% dengan kopi berumur 2 tahun dan Janta kebun kopi disiang secara periodik tingkat erosi yang terjadi_adalah 22,7 tonha. Penerapan teknik konservasi pada lahan usahatani kopi khususnya pada saat tanaman kopi masih relatif muda diharapkan dapat menekan laju erosi, sehingga degradasi lahan yang terjadi akibat ali guna lahan hutan menjadi lahan usahatani opi dapat ditekan sekecil mungkin. Pilihan teknik konservasi harus disesuaikan dengan keadaan setempat (sangat bersifat spesific lokasi), karena sesuai tidaknya pilihan teknik konservasi sangat ditentukan oleh faktor curah hujan, kepekaan tanah tethadap erosi, lereng dan vegetasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan dalam rangka ‘menunjang proses negosiasi antara petani dengan pemerintah, terutama dalam hubungannya dengan alternatif teknik agroforestrickonservasi yang dapat dipitih petani untuk pelestarian sumberdaya lahan, serta pengembalian/pemeliharaan fungsi areal hutan yang telah ditanami kopi. 8 3 a z i 2 2 a f z a 3 5 4 ei g 3 g B 3 z 2 E “@d] wiz} bduny undodo ynquaq winjDp ‘6uD‘ un6uRUadey UDY6neLU YOPA UDdANBUAd “q, ued ‘uDy|pipued uoBuRUadey YMUN AUDY UOdANBUed “O sequuns upeAnqesuel UDp uDxuuMAUDIUuaLU DAUD} | ‘ad 1} OfuDay YNaNjas nox UDIBoges dignBuew Buo: !opUN-SuDpUN !SUuNpUIIG OIdID HOH, “ypjosow nyons UOND{UA NOY YALE UDsYNUAd ‘uDJodd| UOUNsNAuad ‘yolLU! OfUDX UDsNUAd “UE (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) UA JesnynNoWBy Jo60g Tujuan Berttik dari tolak dari uraian di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: ‘Mempelajari erosi yang terjadi pada Jahan usahatani kopi berlereng curam di Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat, serta faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat erosi yang terjadi. ‘Mengujiefektivitas beberapa alternatif teknik konservasi dalam menekan besamya aliran permukaan, erosi, serta kehilangan hara dan bahan organik tanah. Mempelajari dampak dari alih guna lahan hutan menjadi Jahan usahatani kopi ditinjau dari segi perubahan Kualitas tanah, Hipotesis Erosi yang terjadi pada Jahan usahatani kopi umur 3 tahun, dengan kemiringan Jahan >50 % berada di atas ambang batas erosi yang diperbolehkan (‘olerable soit Joss). Beberapa alternatif teknik konservasi yang diuji efektif dalam menekan besamya ‘rosi, aliran permukaan, serta kehilangan hara dan bahan organik tanab. Peourunan kualitas tanah terjadi pada awat pertanaman kopi (saat kopi masih berumur muda). Kualitas tanah akan Kembali meningkat dengan bertambahnya uumut kopi. “@d] Uz! dung uNdodd ynjUaq WD]OP Ju} 51M} DAUDY YNANjas Ny UDIGOges yohuDquedWiew UDP UDYWNUINBUEL Bunut ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDy/BniaLU YopA UDdANBUad “q, joy_prpued uBuAUadex ynqUN DsuDY UDdANBUag “O q 3 3 : 3 5 & z z i 5 “ypjosow nyons uone{uR ny 7 g g z : = . 3 g 3 : i 3 sequins ubeangasuau Uop ubyuunquDsuaU oduDy 6uppun-Sunpup !uNpUlIq O31 HOH, (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) By 1060g 1uF jesnyyn: TINJAUAN PUSTAKA Usaha Tani Serbasis Tanaman Kopi Komoditas kopi di Indonesia mempunyai peranan penting baik sebagai sumber devisa maupua sebagai penunjang perekonomian rakyat. Indonesia telah dikenal sebagai penghasil dan pengekspor kopi robusta terbesar dan penghasil Kopi ketiga terbesar di dunia (Baon dan Atmawinata, 1997; Tondok, 1999). Areal kopi Indonesia pada tabun 2000 meliputi 1.140.159 ha dengan total produksi mencapai 510.998 ton, Dari areal tersebut 1.054.834 ha (+ 95%) merupakan perkebunan rakyat dengan produksi sebesar 466.274 ton (£ 95%) dan sisanya diusahakan oleh perkebunan besar (Ditjen Perkebunan, 2000). Jenis kopi yang diusahakan di Indonesia didominasi jenis robusta, yaitu sebesar 93 %, yang tersebar di seluruh Indonesia dengan sentra utama Propinsi Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, D.J. Aceb, Sumatera Utara, Nusa Tenggara ‘Timur, Sulawesi Selatan dan Jawa Timur (Tondok, 1999). Propinsi Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu disebut sebagai “segitiga emas” sentra produksi kopi indonesia (Kumiawan, 199), Lampung sebagai sentra produksi kopi robusta terbesar nomot dua setelah Sumatera Selatan, mempunyai total areal pertanaman seluas 137,700 ha dengan total roduksi 63.680 ton per tahun. Lampung Barat merupakan kabupaten yang memiliki areal kopi tetluas di Propinsi Lampung dengan total areal kopi robusta mencapai 43.507 ha (Ditjen Perkebunan, 2000), Kecamatan Sumberjaya merupakan salah satu sentra produksi kopi di Lampung Barat, pada tahun 2000 luas lahan pertanaman kopi c 3 i Z 2 a 3 g 3 a 8 5 4 z A 3 g z “@d] UZ! dung uNdodd ynqUag WD]OP Ju} sn} DAUDY YNuN| ‘dd 4{0m Bun‘ unBuguedey uDy!Gniew yopy UodANBUag “q, q 5 3 : 3 psy nuad ‘uosodo| uounsnfuad ‘you “ypjosow nyons uone{uR ny g a 2 i 3 g 5 g 2 i 3 I a s 2 g s g 5 a ¢ a S 3 a 2 a ¢ § a g 3 a sequins ubeangasuau Uop ubyuunquDsuaU oduDy (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) up JesnyjnoWBy Jo60g i Kecamatan ini mencapai 37.394 ha atau meliputi 69 % dari total luas kecamatan (Agus et al, 2002), Persyaratan Tumbuh Kopi Robusta Berdasarkan kriteria kesesuaian lahan (Djaenudin ef al., 2000), kopi robusta, tumbuh dan berproduksi pada kisaran subu 19 sampai 32°C. Curah hujan 2000 sampai 3000 mz/tabun, memerlakan periode kering pada saat pembungaan. Hujan ‘merupakan salah satu unsur iklim paling besar pengaruhnya terhadap produksi fataman kopi (Nur, 2000). Bukan hanya menyangkut jumtab, distribusi hujan dalam satu tahun juga merupakan faktor produksi yang harus diperhatikan. Soenardjo (2975) dan Pujianto (1998) mengemukakan bahwa kondisi hujan yang ideal untuk tanaman kopi adalah tersedianya sembilan bulan basah dan tiga bulan kering. Curah hhujan yang kurang akibat mosim kemarau panjang menyebabkan penurunan produksi dan kematian tanaman muda karena tanaman kopi khususnya kopi robusta merupakan tanaman yang peka tethadap cekaman kekeringan (Nur dan Zaenudin, 1999; Abdoellah, 1997). Kopi robusta biasanya mulai menunjukkan gejala cekaman air apabila terjadi bulan kering lebih dari tima bulan berturut-turut, Curah bujan berlebihan pada musim hujan menimbulkan dampak sama buruknya terhadap produksi kopi, karena dapat meningkatkan kerontokan buah dan dapat menggagalkan persarian bunga apabila hujan turun saat mekar (Nur, 2000) Tanaman Kopi robusta dapat tambuh dengan baik pada tanah yang kedalamannya minimum $0 cm, tekstur liat sampai lempung berliat, konsistensi gembur, permeabilitas sedang, drainase baik, subur, reaksi tanah (pH) berkisar antara no upiBoges yoKunquedwwew upp UDyUNUUNBUELU BUDID|IG Z oduny undodp ynjuaq WDjop Ju! sin} DAIDY YNuN|s “adi ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDy/BniaLU YopA UDdANBUad “q, uadae} ynqun psuDy uDdANBUag “o 1 OfuDey YnuNjas nox uDIBoges dignBuew Bundt 6uppun-Sunpup !uNpUlIq O31 HOH, 3 2 124 uosynuad ‘uJodD| UDUNsnfued ‘Yyo)Wyy! B40 UDsyNUad “UDI “ypjosow nyons uone{uR ny sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) IUA) [BAN NoWBy 1060g 45-70 yang optimum antara 5,3-6,0. Penurunan hasil bisa terjadi jika salinitas dengan daya hantar listrik (DHL) mencapai <0,5 dS/m, Pemrunan hasit bisa mencapai 50% apabila DHL mencapai 1 dS/m, dan tidak mampu berproduksi {penurunan hasil 100%) apabila DHL mencapai 7 dS/m. Hasil produksi kopi robusta yang diusahakan pada berbagai kondisi lahan dan managemen untuk skala komersial adalah 1,0-2,0 ton/ha sedangkan untuk perkebunan rakyat 0,5-1,2 ton/ha (Djaemudin ef al., 2000). Persyaratan penggunaan lahan untuk tanaman kopi secara lebih lengkap disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Beberapa Permasalahan Usahatani Kopi di Indonesia Kopi dibudidayakan di Indonesia pada kondisi Iahan yang sangat beragam, yaitu pada kondisi lahan sangat sesuai, sesuai, marginal, maupun pada kondisi lahan yang diklasifikasikan tidak sesuai, Lereng merupakan salah sat faktor pembatas yang cukup dominan, perkebunan kopi di Indonesia banyak diusahakan pada Iahan. dengan kemiringan agak curam sampai curam (30-65 %). Tingkat masukan teknologi yang sangat bervariasi menyebabkan adanya variabilites yang sangat luas dalam kondisi tanaman maupun produktivitasnya, Kendala lain yang dihadapi adalah rendahnya kualitas yang berakibat langsung pada harga yang kurang menguntungkan (Tondok, 1999). Lnas dan status lahan pertanaman kopi rakyat juga merupakan permasalahan yang sampai saat ini belum mendapat pemecahan yang dianggap tepat. Luas pemilikan lahan di tiap wilayah bervariasi, dengan rata-rats luasan secara nasional adalah 0,65 ha. Di Jawa luas pemilikan laban rata-rata 0,19 ha, sedangkan di Ivar z a z 3 Z 2 g g z a 3 g 4 5 g 3 g g 3 z 3 “@d] Uz! oduny undodp ynjueq WinjOp ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDy/BniaLU YopA UDdANBUad “q, Buia “D ipuad upBuguadey yMqUN OAUDY UDK jeued ‘une “ypjosow nyons uBND[UR NOY YL UDs|YNUAd ‘UDIodD| UOUNsNéuad “yDILUI! DAUD UDsYNUAd ‘UD} 3 é 2 i 3 g 5 g 2 i 3 sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 6uppun-Sunpup !uNpUlIq O31 HOH, (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) UA Jeun}jnoWBy 1060g Jawa rata-raia 0,86 ha (Tondok, 1999), Rendahnya tingkat pemilikan lahan berdampak pada desakan untuk memperluas lahan usahatani. Karena luas iahan yang diperuntukkan untuk usaha pertanian sudah sangat terbatas, maka usaha perluasan banyak dilakukan dengan cara merambah hutan, Konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian baik yang dilakukan secara legal maupun ilegal seringkali ditempuh guna mendapatkan lahan untuk usaba tani, Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi dengan perambahan kawasan hutan tergolong tinggi. Perambahan dilakukan oleh masyarakat dengan usaha budi daya kopi dan telah berlangsung puluhan tahun. Hal ini selain terjadi Karena tekanan untuk mendapatkan lahan, juga arena hutan di Lampung sesuai untuk tanaman kopi yang mempunyai nilai ekonomi relatif tinggi. Pengembangan tanaman kopi oleh masyarakat yang dilakukan dengan cara merambah kawasan hhutan, apabila tidak terkontrol dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup (Hadisepoetro, 1999). ‘Berdasarkan pemetaan lokasi areal perladangan atau perambah bhutan dan lahan kritis pada kawasan hutan tetap melalui interpretasi citra spot tahun 1994, kKebun kopi yang berada pada 12 register (dari 25 register kawasan hutan lindung Provinsi Lampung) luasnya sebesar 41.071 ha, sedangkan luas kebun kopi pada beberapa register kawasan yang bersinggungan atau merupakan persekutuan dengan register kawasan Jainnya tercatat sebesar 20.365 ha, Luas kebun kopi di Register 39 Wilayah Wonosobo diperkirakan tidak kurang dari 50% dari Iuas wilayah tersebut, yaitu + 25,000 ha. Dengan demikian luas kebun kopi di kawasan butan lindung dan g a 3 4 Z 2 5 f 3 a 8 4 3 g 3 g z é z 3 Z “@d] Uz! oduny undodp ynjueq WinjOp ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDy/BniaLU YopA UDdANBUad “q, Ipuad upBuguadey yMqUN OAUDY UDd;ANBUag “D jeued ‘une “ypjosow nyons uBND[UR NOY YL UDs|YNUAd ‘UDIodD| UOUNsNéuad “yDILUI! DAUD UDsYNUAd ‘UD} 3 a 2 i 3 g 5 g 2 5 i 3 sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 6uppun-Sunpun !6uNpUIq O31 HOH, (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) UA Jeun}jnoWBy 1060g Tahura + 86,436 ha. Sedangkan luas kebun Kopi yang berada di Kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan seluas 28.346 ha, yang terdapat di 3 register kawasan yaitu Register 466 dan 47b (Wilayah Sekincau dan Enclave Suoh) seluas 25.279 ba dan Register 49b seluas 3.067 ha. Dengan demikian maka Iuas kebun kopi di kawasan hutan lindung dan suaka alam seluruhnya sekitar 114,782 ha (Tim Peneliti Kopi dalam Kawasan Hutan, 1999). Kecamatan Sumberjaya berada di dalam wilayah Sub-DAS Way Besay, Di dalam sub DAS tersebut terdapat beberapa kawasan hutan lindung yang memiliki fungsi ekologis yang penting bagi perlindungan fungsi DAS, Kawasan-kawasan tersebut yaitu (1) Reg. 39 Kota Agung Utara 49,994 ha, (2) Reg, 44 Way Tenong Kenali 14,000 ha, (3) Reg. 45b Bukit Rigis 8.295 ha, dan (4) Reg. 46b Palakiah 1.800 ha. Dari keempat kawasan tersebut, hutan lindung Reg. 45 Bukit Rigis, merupakan yang paling berpengaruh terhadap perlindungan sub DAS karena letaknya yang berada di tengah-tengah Sub-DAS Way Besay dan merupakan hulu dari kurang lebih 11 anak sungai, Selain di fahan marga (tidak termasuk kawasan hutan), ‘hamparan kebun kopi petani di Kecamatan Sumberjaya jaga banyak terdapat di dalam kawasan butan lindung Bukit Rigis tersebut. Gambar 1 memunjukkan perubahan penggunaan Jahan di Sumberjaya dari tahun 1970 sampai tahun 2000, Tahun 1970, sekitar 60% lahan terdiri dari hutan primer, namun Iuas hutan menyusut dengan cepat sehingga pada tahun 2000 hanya sekitar 12% lahan ditatupi hntan, 3 a a a ) Tahun ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDY|BrIBUL YOpA UDdAN! 2 3 2 : & Bt i 3 g Gambar 1. Perubshan penggunaan lahan di Sumberjaya dari tahun 1970-2000. Data tahun 1970-1990 berdasarkan analisis data BPN (Syam et al., 1990) dan untuk tahun 2000 berdasarkan analisis citra ETM (Enhance Thematic Mapper) (Dinata, 2002) (060g uejueried imnsul) adi mu exdio eH O) ‘Dampak Allh Guna Lahan Hutan Menjadi Lahan Pertanian Pengembangan lshan hutan (khususnya hutan tropik) menjadi lahan pertanian uequuns uoengasuaw UOp UDxuIN|UDDUuEW OUD} J merupakan suatu isu yang mengundang kontroversi, Di satu sisi beberapa argumen menyatakan bahwa dengan teknologi canggih, kestabilan ckosistem yang tergolong rapuh (fragife) akan tetap dapat terpelihara setelah fmtan tersebut berubah guna menjadi lahan pertanian dan produktivitas Inhan secara ekonomi dapat berlanjut “Aid| ulz! pdup} undodp ynyueq WDjOp_ melalui pengelolaan lahan yang tepat, sementara pihak lain mengkhawatirkan akan terjadinya bencana dan penurunan kualitas lahan yang cepat segera setelah dilakukan pembukaan dan pembudidayaan lahan hutan (Lal, 1986). “ypjosow nyons UDND{UA NOY YALE UDsYNUAd ‘uDJodp| UOUNsNAuad ‘yoILU OfUDy UDsNUAd “UE UA) JeunyjnoWBy s0bog 3 Z 2 i : 3 a 8 5 & z i 8 a 2 “@d] UZ! dung uNdodd ynqUag WD]OP Ju} sn} DAUDY YNuN| ‘dd 4{0m Bun‘ unBuguedey uDy!Gniew yopy UodANBUag “q, joy_prpued uBuAUadex ynqUN DsuDY UDdANBUag “O q 5 3 : 3 psy nuad ‘uosodo| uounsnfuad ‘you “ypjosow nyons uone{uR ny id My OfuDey YNuNjas now UDIBogas dignBuaw Buns! 6uppun-Sunpup !uNpUlIq O31 HOH, sequins ubeangasuau Uop ubyuunquDsuaU oduDy (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) up JesnyjnoWBy Jo60g Konversi Jahan hutan menjadi lahan pertanian diawali dengan penebangan vegetasi hutan yakni menyingkirkan hampir semua tanamankayo-kayuan yang pada mulanya menutup permukaan tanah dengan relatif rapat. Sebagai akibat dari aktifitas ini permukaan tanah menjadi terbuka dan mendapat pengaruh langsung dari radiasi matahari dan curah hujan. Beberapa hasil penelitian telah menunjukkan berbagai dampak negatif dari dilakukannya pembukaan Jahan hutan, di antaranya adalah terjadinya perubahan water balance. Contoh analisis data hidrologi untuk sub-DAS Way Besay serta Kecenderungan cura hujan total tahunan dari tahun 1975 sampai tahun 1998 menunjukkan bahwa dengan semakin menyempitnya Inas hutan dari tahun ke tahun, seperti disajikan pada Gambar 1, jumlah hari dalam setahun yang debit airya melebihi kriteria tertentu (dalam hal ini 15, 25 dan 35 m’/detik) makin meningkat, walaupun curah hujan tahunan cenderung menurun (Gambar 2). Ini berarti bahwa debit sungai meningkat dengan berkurangnya Iuas hutan. Peningkatan ini dapat dihubungkan dengan berkurangnya intersepsi tajuk pohon-pohonan, sehingga makin ‘banyak air hujan yang jatuh langsung ke permukaan tanah, berkurangnya penguapan air melalui evaporasi dan transpirasi, dan mungkin juga disebabkan oleh berkurangnya infiltasi air ke dalam tanah karena kerusakan struktur tanah tapisan atas pada lahan bekas hutan. Dalam keadaan ekstrim, apabila hutan dibuka pada areal yang luas, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir rnoyp upj6oqas dynBueuws Buo. ‘6uD‘ un6uRUadey UDY6neLU YOPA UDdANBUAd “q, !opUN-SuDpUN !SUuNpUIIG OIdID HOH, ued ‘uDy|pipued uoBuRUadey YMUN AUDY UOdANBUed “O sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 8 a a z i Z 2 a g z a 3 5 4 s g 3 g i é E 3 © “@d] Uz! oduny undodp ynjueq WinjOp “ypjosow nyons UDND{UA NOY YALE UDsYNUAd ‘uDJodp| UOUNsNAuad ‘yoILU OfUDy UDsNUAd “UE (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) UA JesnynNoWBy Jo60g aS) = Exo! Big VOR 5587 . fool pat oa re) . dwt ra Boe tee ot gi pumems Bae soos Ea 00306 i Fe ee 1975 16m 750801 OD we y= 29088-67882 . ee 1 sors $9u0 10851951086 2000 Tahun Gambar 2. Jumlsh hari dalam setahun dengan debit sungai Way Besay lebih besar dari 15, 25 dan 35 m3/detik. Serta curah hujan dari tahun 1975 sampai 1998 (Sumber data: Sinukaban et al, 2000) Hilangnya/berkurangnya penutupan Ishan, baik oleh tajuk maupun seresah tanaman menyebabkan terjadinya peningkatan daya rusak tetesan hujan, sehingga tingkat bahaya crosi menjadi lebih tinggi. hubungan antara erosi dengan penebangan buten, yaitu erosi dari suatu small catchment di Guyana Perancis meningkat secera drustis setelah dilalcukannya Roche dalam La! (1986) melaporkan penebangan fuutan (deforestation). Hasil observasi yang dilaluukan pada skala petak kkecil juga menunjukken bahwa penebangen vegetasi alami telah menyebabken terjadinya peningkatan kocfisien runoff 25-100 kali, sementara itu crosi meningkat pula sampai lebih dari 10 kali lipat (Roose, 1986), no upj6oges yoOKuoquedwwew upp UDYyUNUUNBUELU BUDIDIG TZ g FI E g 3 3 E 3 8 z A 5 a ‘@d] 40{0m 6uDf uDBuRUadey UDy/BniaLU YopA UDdANBUad “q, uadae} ynqun psuDy uDdANBUag “o My OfuDey YNuNjas now UDIBogas dignBuaw Buns! 6uppun-Sunpup !uNpUlIq O31 HOH, 1:24 uDsynuad ‘uDJodp| UOUNsnAuad ‘yoILU! BAUD US “ypjosow nyons uone{uR ny sequins ubeangasuauu Uop ubyuuNquDdUuaU OdUD} 1 (o60g uejueyed ympsul) adi mw esd} ¥eH (O) up JesnyjnoWBy Jo60g Permukaan tanah yang menjadi lebih terbuka menyebabkan pula terjadinya fluktuasi suhu dan regim kelembaban tanah menjadi lebih besar. Hal ini menyebabkan terjadinya percepatan penurunan kadar bahan organik tanah (Lal, 1986). Dampak lain dari pembukaan lahan hutan adalah terjadinya peningkatan pelepasan carbon (carbon release), sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar CO di atmosfir (Palm et af, 1986), Pembukaan hutan juga dapat menyebabkan perubahan iklim meso/mikro, diantaranya ditunjukkan oleh perbedaan nitai kelembaban relatif (Tabel 1). ‘Tabel 1. Perbandingan ailai kelembaban udara relatif harian (%) antara lahan hutan dengan lahan butan yang telah dibuka (clearing) di IITA, Tbadan ee Ming ke- [ Vegetasi I es 22 [ee {Clearing a eC 7 Hulap so_| 31 ss_| 7 | 84 | gt | 77 ‘Sumber: Lawson (1986) Erosi: Sebagai Faltor Pembatas Kesesusian Laban untuk Tanaman Kopi Dua macam utama erosi adalah erosi alamiah dan erosi dipercepat. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanab secara alami, Proses pembentukan tanah ‘meliputi: (1) penambahan bahan organik dan mineral ke dalam tanah baik dalam bentuk padat, cair ataupun gas, (2) kehilangan benda-benda tersebut, (3) pemindaan baban-bahan tanah dari satu lapisan ke lapisan lain, dan (4) perubahan bentuk bahan- bahan mineral atau bahan organik di dalam tanah. Erosi permukaan merupakan salah satu contoh proses pembentukan tanah yang tefjadi sebagai akibat 3

Anda mungkin juga menyukai