Peran Indonesia-Wps Office
Peran Indonesia-Wps Office
Dalam semangatnya, Gerakan Non-Blok (GNB) adalah gerakan yang dicanangkan oleh
negara-negara pada era dunia ketiga yang mempunyai anggota lebih dari 100 negara. Dimana
gerakan Non Blok ini lahir pada 1 September 1962 di Beograd, SR, Serbia, Yugoslavia., yang
muncul setelah dilaksanakannya Konfrensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, Indonesia.
Tujuan adanya gerakan Non-Blok ini untuk memupuk solidaritas dan kerjasama
diantara anggotanya, memperjuangkan negara berkembang untuk mencapai persamaan
kemerdekaan dan kemakmuran, serta membantu terciptanya perdamaian dunia dengan
meredakan ketegangan antara negara adikuasa.
Persamaan nasib bangsa2 yang pernah dijajah telah menimbulkan penggalangan solidaritas
untuk mengenyahkan kolonialisme.
Terjadinya Perang Dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok barat dan blok
Timur.
1
Terjadinya Krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.
Tidak memihak pada salah satu blok dalam persaingan antara blok Barat dan blok Timur.
Prinsip dasar dan tujuan GNBadalah mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan prinsip
universal mengenai:
Kesamaan kedaulatan,
GNB menentang:
2
Imperialisme,
Kolonialisme,
Neokolonialisme,
1. Berakhirnya Perang Dunia II telah melahirkan dua blok kekuatan dunia, yaitu blok Barat
dan blok Timur à Blok Barat yang beraliran Liberal dipimpin Amerika Serikat (USA), sedangkan
blok Timur yang berideologi komunis dipimpin Uni Soviet (USSR).
2. Kelahiran dua blok kekuatan tsb merupakan ancaman serius bagi perdamaian. Oleh karena
itu, lahirlah Gerakan Nonblok (GNB) yang dianggap sebagai solusi bagi negara2 yang ingin
tetap netral dan bebas dari pengaruh salah satu blok.
Ø Dalam hal ini, Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya GNB
karena KAA telah melahirkan prinsip2 perdamaian, kerja sama internasional, kebebasan,
kemerdekaan, dan hubungan antarbangsa.
3
Ø Pada tahun 1956, Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito
(Yugoslavia), dan PM Jawaharlal Nehru (India) mengadakan pertemuan di Brioni.
KTT GNB
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB adalah forum tertinggi organisasi tersebut. Konferensi ini
dihadiri oleh para kepala negara maupun kepala pemerintahan dari negara2 anggota. Hingga
tahun 2006, KTT GNB telah dilaksanakan 14 kali:
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
4
· Membahas tentang usaha perdamaian dunia serta
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
· Membahas tentang usaha mewujudkan tatanan ekonomi dunia baru untuk negara
berkembang dan
Hasil konferensi:
· Menghasilkan ”The New Delhi Message” yang berisi dukungan terhadap perjuangan
rakyat Palestina dan Namibia serta
5
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
Hasil konferensi:
· Menghasilkan ”Jakarta Message” atau ”Pesan Jakarta” yang berisi tentang pembahasan:
· masalah kependudukan,
Hasil konferensi:
12. KTT XII GNB : Di Durban, Afrika Selatan (1-6 September 1998)
Hasil konferensi:
13. KTT XIII GNB : Di Kuala Lumpur, Malaysia (20-25 Februari 2003)
Hasil konferensi:
· Membahas tentang revitalisasi GNB dan usaha meredakan Perang Teluk III.
6
Hasil konferensi:
· Menyerukan pada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan negara berkembang.
Perkembangan GNB
Setelah Perang Dingin berakhir, negara2 anggota GNB masih bersemangat dalam
bekerjasama.Pasca Perang Dingin, semangat kerja sama di anggota GNB masih tinggi. Ketika
itu, kepemimpinan GNB pasca Perang Dingin dipegang oleh Indonesia (1992- 1995), di mana
Indonesia memprakarsai kerjasama teknis di beberapa bidang sbb:
Menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan untuk meringankan hutang luar negeri negara
berkembang.
Setelah kepemimpinan GNB diganti oleh Kolombia, kerjasama antaranggota GNB mulai
menurun. Oleh karena itu, semangat kerjasama perlu dihidupkan kembali melalui revitalisasi
yang dilakukan saat KTT GNB ke-13 tahun 2003 di Malaysia dan KTT GNB ke-14 di Kuba tahun
2006. Akan tetapi, upaya revitalisasi tersebut hingga kini masih belum berhasil. Bahkan,
semangat kerjasama di antara anggota GNB semakin menurun tajam.
7
Peran Indonesia dalam GNB
Peran Indonesia sendiri dalam gerakan Non-Blok bukan hanya menjadi anggota, tetapi
juga menjadi salah satu negara penggagas gerakan ini yang saat itu diwakili oleh Presiden
Soekarno bersama dengan 4 negara lainnya yaitu India yang diwakili oleh Perdana Menteri
Jawaharlal Nehru, Mesir diwakili oleh Presiden Gamal Abdel Nasser , Yugoslavia diwakili oleh
Josip Broz Tito, dan Ghana diwakili oleh Kwame Nkrumah.
Bagi Soekarno, Gerakan Non-Blok sesuai dengan Politik Bebas Aktif, kebijakan luar
negeri yang diterapkan Indonesia. Bebas artinya Indonesia tidak terikat atau memihak salah
satu blok kekuatan. Sedangkan aktif maksudnya Indonesia aktif menciptakan perdamaian
dunia. Bagi Indonesia gerakan Non-Blok ini penting, karena prinsip dan tujuannya merupakan
refleksi dari perjuangan dan tujuan kebangsaan Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Dasar (UUD)1945.
Peran Indonesia dalam gerakan ini, selain menjadi pemrakarsa juga sempat memimpin
pada tahun 1992 sampai 1995. Dimana, Presiden Soeharto menjabat sebagai ketua gerakan
serta Indonesia menjadi tuan rumah bagi Konfrensi Tingkat Tinggi X gerakan Non Blok pada 1
September 1992.
Selaku ketua gerakan Non-Blok saat itu, Indonesia juga menghidupkan kembali dialog
konstruktif Utara-Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara (genuinde
interdependence), kesamaan kepentingan dan manfaat, serta tanggung jawab bersama. Selain
itu, Indonesia juga mengupayakan penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara
berkembang miskin yang terpadu, berkesinambungan dan komprehensif.
Sedangkan dalam bidang politik Indonesia selalu berperan dalam upaya peningkatan
peranan gerakan Non-Blok untuk menyerukan perdamaian dan keamanan internasional,
proses dialog dan kerjasama dalam upaya penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar
negara, dan upaya penanganan isu-isu dan ancaman keamanan global baru.
8
• Mengupayakan perdamaian dunia
Dalam KTT X GNB, lahir Jakarta Message atau Pesan Jakarta. Sejumlah pokok dari
Pesan Jakarta antara lain, mendukung kemerdekaan Palestina, meminta diskriminasi rasial di
Afrika Selatan diakhiri, dan menolak penggunaan senjata nuklir.