Anda di halaman 1dari 91

KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM

(KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIK AlL-GHAZALI)

Olch:
SITI KOMARIYAH

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH


KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH
FAKULTAS SYARI' AH DAN HUKUM
'
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H/2007 M
KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM
(KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIK AL-GHAZALI)

Skripsi
Diajukan Kcpada Fakultas Syari"ah & Hukum
Untuk Mcmcnuhi Salah Satu Syarat ',1cncapai
Gclar Sarjana Hukum Islam

Olch:
Siti Komarivah
NIM. 103045228201

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I, Pembirnbing II,


f

~/ --;'.,_,___· ~
/,X:J
;;am~r1i Zada.MA
NIP. 1fil26 892

KONSENTRASI SIYASAH SYAR'IYYAH


PROGRAM STUD I JINAYAH SIYASAH
FAl(ULTAS SYARI'AH 8l HUKUM
UNIVERSIT AS ISLAM NE GERI
SYARIF HIDAY ATULLAH
JAKARTA
1428 ll/2qfl7 l\'1
PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul "KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM (KAJIAN AT AS


PEMIKIRAN POLITIK AL-GHAZAL!)" telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Univcrsitas .Islam ~egcri
(UIN) SyarifHidayatullah Jakarta, pada 20 September 2007.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gclar Sarjana Hukum Islam (Sill)
pada Jumsan Jinayah Siyasah
(Siyasah Syar'iyyah)

I. Ketua

2. Sekretaris

3. Pembimbing I

4. Pembimbing II

5. Penguji I

6. Penguji II
KATA PENGANTAR

~Jll~Jll~I~!
J>.
Scluruh puji hanyalah milik Allah, seluruh kebaikan menjadi sempuma
karcna limpahan nikmat-Nya semata. Dengan penuh rasa syukur kehadirat Allah
S WT, yang telah memberikan, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini. Rahmat dan keselamatan mudah-mudahan
tercurah senantiasa keharibaan Baginda Nabi Muhammad SAW. Dialah satu-
satunya Rasul yang diutus Allah sebagai cinta kasih keseluruh penjuru semesta.
Demikian, segenap keluarga dan Sahabat beliau pun semoga teraliri shalawat dan
keselamatan serupa. Juga, seluruh umat yang mengikuti jejak kebaikan sampai
Hari Pembalasan.
Kendatipun skripsi ini masih jauh dari kesempumaan, namun ini
merupakan suatu hasil usaha yang maksimal, karena dalam penyelesaiannya tidak
scdikit kesulitan dan hambatan yang penulis temui. Namun berkat pertolongan
yang Maha Kasih Allah SWT dengan memberikan dorongan, kesabaran dan
semangat bagi penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besamya kepada yang
terhormat:
I. Bapak Prof.Dr.I-I. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. selaku Dekan
Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Asmawi, M.Ag. selaku Ketua Prodi Jinayah Siyasah dan Ibu Sri
l!idayati, M.Ag. selaku Sekretaris Prodi Jinayah Siyasah yang telah
ban yak mcluangkan waktunya dalam membimbing dan sebagai konsultan
hagi penulis sclama menempuh studi di Prodi Jinayah Siyasah.
3. Bapak Asep Saepuddin Jahar, MA selaku dosen pembimbing I yang telah
meluangkan waktunya untuk mengoreksi, membimbing serta
mengarahkan penulis guna mendapatkan skripsi yang lebih baik.
4. Baoak Khamami Zada. MA selaku dosen nemhimhincr TT rlitPncr~h
waktunya untuk berdiskusi dan memberikan masukan yang bermanfaat
pada penyusunan skripsi ini.
5. Para Dosen yang telah membimbing clan membcrikan ilmunya dcngan
ikhlas kepada penulis sei:;na mcnempuh pcrkuliahan di Fakultas Syari"ah
dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. ·
6. Seluruh pengurus Staff Perpustakaan Utama UIN, Pcrpustakaan Fakultas
Syari'ah dan Hukum, dan Perpustakaan Iman Jama', Pcrpustakaan Umum
Tangerang yang telah membantu penu!is untuk mendapatkan referensi
berupa kepustakaan yang mengizinkan untuk memakai fasilitasnya.
7. Ayahancla Trijaya dan ibunda Rubiyah, selaku orang tua yang paling
penulis sayangi, yang senantiasa mengalirkan kasih sayang tiada henti.
Spesialnya untuk suamiku yang tercinta yang selalu memberikan motivasi
dan dorongan kepada penulis selaku istri
8. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta dengan hormat yang penulis tidak
sebutkan namanya masing-masing, yang senantiasa :memberiku semangat
baru sehingga muncul motivasi clan kesejukan bagi penulis.
9. Teman-teman seperjuangan Siyasah Syar'iyyah ar1gkatan 2003 (Atun,
Juju, Ana. P, Mae, !is, Owi, Nurma, Dinla, !mas, Bedur. Nawi. Babeh,
Iwa, Nazir, Syaipudclin, Ogi, Q-Roy, Jhoni, Fauzi, Husein, Ivan, Rois,
Kosim, Ana M (Keep our Friendship Forever).
Semoga atas segala bantuan clan amal baik yang telah diberikan kepacla
penulis akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala dan rizki yang
berlipat ganda. Akhimya penulis berharap semoga skripsi ini clapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya, scrta
semoga Allah senantiasa selalu membcrikan kemudahan bagi kita ;;cmua
dalam meniti hari esok yang lebih baik. Amiiien.

Jaka11a, 30 Agustus 2006

Pcnulis
DAFTAR ISi

KATA PENGANTAR. ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................. 7

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 8

E. Metode Penelitian ..................................................................... l 0

F. Sistematika Penulisan ............................................................... 12

BAB II TINJAUAN UMUM KEKUASAAN DALAM ISLAM

A. Penge1tian dan Pembagian Kekuasaan dalam lslam ................ 13

B. Tujuan Kekuasaau dalam Islam ............................................... 27

C. Unsur-Unsur Kekuasaan dalam Islam ...................................... 28

D. Priusip-Prinsip Kekuasaan dalam Islam .................................. .29

BABIIJ BIOGRAFI AL-GHAZALI

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali ...................................................... .38

B. Pendidikan Al-Ghazali ............................................................ .39

C. Posisi Al-Ghazali di antara Para Pemikir Islam Klasik. ......... .45

D. Corak dan Pengaruh Pemikiran Al-Ghazali dalam Dunia

Islam ........................................................................................ .46

E. Kmya-Karya Al-Gliazali ......................................................... .49


BAB IV ANALISA KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM

(KAJIAN ATAS PEMIKIRAN POLITIKAL-GHAZALI)

A. Pemikiran Al-Ghazali Mengenai Kekuasaan (Mulk) .............. .52

l. Hakikat Kekuasaan ............................................................. 52

2. Hubungan Agama dengan Kekuasaan ............................... 53

3. Sumber Kekuasaan ............................................................. 54

4. Prinsip-Prinsip Kekuasaan ................................................ .58

5. Etika Berkuasa................................................................... 63

6. Asal Mula Timbulnya Negara ............................................ 67

7. Profesi Politik.. ................................................................... 68

8. Teori Pimpinan Negara ...................................................... 70

B. Analisa Konsep Kekuasaan dalam Islam !Vfenurut

Al-Ghazali ................................................................................ 74

BABV PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 79

B. Saran ......................................................................................... 80

DAFT AR PUST AKA .............................................................. ............................. 8 l


BAB l

A. LATf\R BELAKAI'"-.lG 1\,1ASALAH

Kekuasaan (powe1~ selalu mernpakan substansi pokok pembahasan dalarn

ilmu politik. Kekuasaan dibe1i aiti sebagai suatu kapasitas, kapabilitas atau

kemampuan untuk mempengaruhi, meyakinkan, mengendalikan, menguasai, daii

memerintah orang lain. 1

Sejarah perebutan kekuasaan dalarn kehidupan manusia merupakan

dinamika umum dalam "drama" penciptaan dunia ini. Yang terekam sejarah

seolah-olah hanya satu hal, yaitu siapa yang berkuasa di suatu tempat dan waktu

tertentu. Mengejar dan mempergunakan kekuasaan dengan se11di1inya me1~jadi

ajang persaingan umat manusrn yang berlangsung pada setiap generasi.

Kecenderungan terhadap peralihan kekuasaan menjadi tak terhindarkan lagi,

bahkan menjadi salah satu tabiat manusia yang secara otomatis berimplikasi

kepada persoalan kehidupan secara substansial. 2

Sejarah mencatat bahwa pennasalahan peitama yang dipersoalkan oleh

generasi pertama umat Islam sesudah Nabi Muhammad SAW wafat adalah

masalah kekuasaan politik atau pengganti beliau yang akan memimpin mnat, atau

juga lazim disebut persoalan imamah. Al-Qur' an sebagai acuan utama di samping

Sunnah Nabi tidak sedikit pun menyirat petunjuk tentang penggantian Nabi atau

tentang sistem dan bentuk pemerintahan serta pembentukannya.

1
Rusadi l(antapranrira, /)'/s/etn l'o/itik Indonesia : Sua/u Model }Jen};a111ar. (Bandung;
Smar Baru, 1983). h. 45.
2
i\llirian1 Budiarjo. f)asar-/Jasar llrnu J>o/itik, (Jakarta~ Gran1edia Pus{aka U{ru.n-:::, ! 977},
h. 35.
2

Keragaman dalam sistem pemerintahan mencuatkan konsep dan pemikiran

yang diintrodusir oleh para pemikir tentru1g politik Islam_ Perbedaan konsep dan

pemikiran ini bertolak dari penafsiran dan pemahaman yrn1g lidak sama dalam

lrnbungan agama dan negara yang dikaitkan dengan kedudukan Nabi, dan

penafsiran terhadap ajaran !slam dan kaitannya dengan politik dan pemerintahan.'

Pemahaman dan pengertian terhadap ajaran Islam dalam kaitannya dengan

politik dan pemerintahan terdapal tiga pemikiran. Pertama, golongan yang

berpendapat bahwa Islam bukanlah semata-mata agama dalam aiti hanya

menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi sesuatu sistem aJaran

lengkap yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, tennasuk kehidupan

bernegara. Penganut pola ini merasa tidak perlu menirn sistem politik dmi luar,

tetapi praktek Nabi SAW dan para sahabatnya sudah cukup untuk menjadi

pedoman bagi umat Islam. Kedua, yaitu golongan yang berpendapat sebaliknya

bahwa Islam sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan, Nabi

Muhammad SAW hanya Rasul biasa seperti halnya Rasul-rasul sebelumnya yang

tidak mempunyai misi politik, dan golongan ketiga yaitu golongan yang menolak

pe1tama dan kedua dan berpendapat bahwa Islam tidak terdapat sistem

kenegaraan, tetapi di dalamnya terdapat prinsip-prinsip nilai etika dalam

kehidupan bemegara_-J

Dalam pemikiran al-Ghazali bahwa agama dan politik, dunia dan akhirat

mempunyai kaitan erat yang tak dapat dipisahkan. Ia juga menyatakan bahwa

agama adalah dasar dan kekuasaan politik adalah penjaga.nya_ Oleh karena itu

Suyuthi Puiungan, 1'lqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pen1illran, (Jakarta;


R~jaGrafindo Persada, 2002), h. X.
" Abdu! Mu.in Sali1n, Flqh Siyasah : Konsepsi Kekuasaan Polilik dalcun Al-Qur 'an,
(Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2002), Cet 3, h. V11.
3

menumtnya agama dan politik sating berganlungan. 5 lajuga menyatakan "Agama

tidak sempuma kecuali dengan dunia". Kekuasaan dan agama adalah saudara

kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dari ;:atu perut yang sama.

Oleh karena itu wajib bagi para penguasa untuk menyempumakan agamanya dan

menjauhkan hawa nafsu, bid'ah, kemunkaran, keragu-raguan, dan setiap ha! yang

mengurangi kesempurnaan syari 'at. 6

Agama merupakan asal tujuan, sedangkan kekuasaan mernpakan penjaga.

Yang tidak berasal atau beragama akan hancur, dan yang tidak berpenjaga atau

berkekuasaan akan hilang. Sesunggulmya kekuasaan adalah sebagian nikmat dari

Allah SWT. 7

Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir besar Islam dalam filsafat

kemanusiaaan, di samping sebagai salah seorang pribadi yang memiliki berbagai

kejeniusan dan banyak kmya. la adalah pakar ilmu syar'iyyah pada dekadenya. 8

Al-Ghazali mernpakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada fase

kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami degredasi yang cukup berarti.

Hal ini ditandai dengan te1jadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat korupsi

di kalangan birokrat dan menunmnya moralitas masyarakat. Latar belakang al-

Ghaza!i yang sejak kecil dididik dalarn lingkungan sufi, ~;angat mempengaruhi

corak pemikiran tokoh ini. Oleh karena itu al-Ghazali yang hidup pada masa

Dau!ah Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Qa 'im (422 H/1031 M) sampai khalifah

Mustazhir (487 H/J 094 M) banyak memunculkan pemikiran-pemikiran yang

5
Suyuthi Pulungan, F'iqh ,\'iyasah Ajaran, Sejarah don Pemikiran, {Jakarta:
Ra.iaGrafindo Persada, 2002), h. 237.
6
lmrun Abu Hamid fvluhaminad Al-Ghaza!i, l•,'tika Berkuasa: /'1asiha1-Nasihat Jn-uan Al-
(lhazali. fenerje111ah. Arief B. Iskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988)_ h. 90.
Ibid, h. 23.
8
Yusuf Qardha\vi. Al-CJhazali anlara J>ro dan Kontra, Penerjemah. Hasan Abrori,
(Surabaya; Pustaka Progressif, 1996), Cet. 3, h. 39.
4

bernilai nonnatif, pemikiran-pemikiran al-Ghazali banyak dipengaruhi oleh

tokoh-tokoh sufi. Selain dipengarnhi gurnnya, al-Juwaini, pemikiran al-Ghazali

juga dipengaruhi oleh Harits bin Asad al-Muhasibi (w. 243 H/859 M) dan Junaid

al-Baghdadi (w. 297 H/910 M).

Imam al-Ghazali adalah seorang teolog terkemuka. ahli hukum, pemikir

yang 01iginal, ahli tasawuf terkenal dan yang mendapat julukan Hz!f./ah al-Islam,

karena al-Ghazali juga seorang klitikus yang mempunyai otoritas dan berwibawa,

dengan hasil bahwa solusi yang ditawarkannya pun memiliki kewenangan atau

ot01itas dan wibawa yang sangat besar. Atas dasar inilah ia mendapatkan gelar

Hzyjah al-Islam ("Argumentasi Islam", yakni pemikir yang telah berhasil

membuktikan kebenaran Islam). 9

Umat Islam di Indonesia mengenalnya terutama melalui karya tulisnya

yang terbesar Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama) yang

terdi1i daii enam jilid, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai buku

petunjuk pelaksanaan paripuma untuk pengalaman dan penghayatan ajaran Islam,

baik yang menyangkut ibadah murni maupun yang berkaitan dengan aspek-aspek

kehidupan bermasyarnkal. Ihyu Ulum al-Din merupakan karya utama al-Ghazali

dan diakui sebagai kilab klasik, dan mernpakan pendekatan terpendek memliu al-

Qur'an. Dalam buku ini al-Ghazali mengungkapkan dan mencela habis-habisan

mereka yang disebut dennawan dan peke1ja sosial, yang pada umumnya

9
Nur Chol is Madjid, Kaki Langil Peradaban Jslau1, (Jakarta; Parainadina, 1997), cet. L
h. 80.
5

menyumbangkan dan melakukan kegiatan sosial mereka dengan motif

'
l'epentmgan d''
m send'm.'10

Islam mernpakan agama yang mengatur cam hidup secara total, baik itu

cara berhubungan antara manusia dengan penciptanya maupun hubungan antar

sesama manusia. 11 Sebagai sebuah agama yang memiliki fungsi mengatur

kehidupan manusia, Islam memiliki nonna-norma yang khusus dan jelas tentang

bagaimana manusia menjalin hubungan dengan manusia lainnya termasuk salah

satunya mengatur kehidupan bernegara (politik), atau yang dikenal kajian politik

Islam. 12

Pemikiran politik Islam merupakan hasil kajian filo:mfis ke dalam bentuk

dan peranan pemerintahan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan agama dan

dunia, dan dalam lmbungannya dengan perubahan sosial di dunia Islam-" Dasar-

dasar politik Islam tergambar dalam finnan Allah SWT yang artinya sebagai

berikut:

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada

yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah mcmberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya Allah J\;faha Mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-

orang yang beriman taatilah Allah dan taati/ah Ra.wt! (Nya), dan ulil amri

di an Iara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapal tentang sesuatu,

io Muna\vir Sjadzali, lslan1 dan Ta1a Negara : Ajaran. Sejarah, dan Pen1ikiran, (Jakarta:
Ul Press, 1993), It 70.
11
Muhammad Abdul Qadir. Sistem Polilik Islam, (Jakarta: Rabbani Press, 2000), h. 3.
12
l'vluna\vir Sjadza1i, f\·fan1 dan Tata Negara : Ajaran. S'ejarah. dan Penzikiran, (Jakrui~
UJ Press, 1993), h. Viii.
13
M. Din. Syan1suddin, ls/can dan J>oJitik :f<;ra ()rde Baru, (Jakarta: Logos, 2001). cet. l,
h. 9.
6

maka kembalika11/ah ia kepada Allah (Al-Qur 'an) dan Rasul (Sunnalmya),

jika k{1n1u benar-benl1r beri111an lu!JJLuiL1 i.J.l!cth r.ian hari ke111udian. }?lutg

den:ikian flu lebih utatua (bugin1u) clllfl lebih baik (Ikibatn.va ". (Q5:..4.n-

Nisa': 58-59).

Penge1tian politik Islam terbagi ke dalam dua pengertian, yang pe1tama

politik Islam yang mempunyai makna bentuk dan sistem pemeiintahan !slam

(Islamic Po/ii_}~, dan pengertian kedua politik Islam yang bennakna kegiatan

po!itik !slam yang lebih bersifat kultural (Political !s!am). 14

Politik Islam yang dimaksud adalah konsepsi !slam mengenai politik,

menyangkut isu-isu seputar soal kepala negara dan tats. earn pemilihannya,

pelaksanaan kenegaraan, hak dan kewajiban rakyat, aparatur negara, penyusunan

undang-undang, dan sebagainya. 15

Berdasarkan penjelasan di atas, secara gans besar penulis memahami

bahwa politik Islam adalah kehidupan sosial bernegara yang diwarnai oleh ajaran

Islam yang berlaku untuk selurnh warga masyarakat dalam suatu negara, se1ta

memiliki pemerintahan yang lslami, yang dimaksud dengan pemerintahan yang

lslami adalah menjalankan kehidupan sosial bernegara berdasarkan pada syari'at

fslam yang telah ditetapkan dalam nash yaitu al-Qm"an clan Sunnah Nabi.

Untuk menjalankan suatu kegiatan politik di masyarakat diperlukan adanya

penguasa yang memiliki kekuasaan untuk mengatur pemerintahan tersebut.

Penulis ingin menjelaskan mengenai kekuasaan dalam Islam, khususnya kajian

pemikiran politik Imam al-Ghazali, karena ia adalah seorang tokoh yang diberi

gelar dengan Hu;jah al-Islam yang memiliki pandangan luas terhadap ajarm1
14
Zainal Abidin Ahn\ad, Jlmu l~olilik lslanz II : l{onsepsi Polilik dan Jdeologi Js!an1,
(Jakarta; Bulan Bintang,). h. 84.
15
Nanang1'ahqiq, Po/itik lsit11n, (Jakarta; Kencana, 2004), Cet l. h. xi.
7

Islam. Dengan demikian penulis memberikan judul sk1ip,;i mengenai "Konsep

Kekuasaan dalam Islam (Kajian Atas Pemikiran Politik Al-Ghazali)".

B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

Berangkat dari latar belakang di atas, penulis bermaksud mengungkap

corak pemikiran al-Ghazali. Akan tetapi karena luasnya spektrum pemikiran dan

banyaknya bidang keilmuan yang bisa dipelajmi dari al-Ghazali, maka pemikiran

kritis dan tuntas terhadap semua pemikirannya me11ia<li sangat sulit untuk dibahas

pada skripsi ini. Untuk itu penulis hanya membahas atau mengkaji persoalan-

persoalan pemikiran politiknya saja, khususnya pada konsep kekuasaan dalam

Islam. Sehubungan dengan masalah di atas maka penulis merumuskan masalah

sebagai be1ikut :

I. Apa yang dimaksud dengan kekuasaan di dalam Islam 9

2. Bagaimana pandangan al-Ghazali terhadap kekuasaan dalam lslam?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :

I. Untuk mengetahui konsep kekuasaan dalam !slam

2. Memperoleh gambaran yang jelas dan obyektif pemikiran al-Ghazali

klmsusnya dalam pemikiran politiknya mengenai kekuasaan dalam Islam.


8

Adapun manfoat yang diharnpkan penulis antara lain :

l. Memberikan kontribusi bagi para pihak yang membutuhkan surnber infonnasi

mengenai konsep kekuasaan dalam !slam menurut pemikiran Al-Ghaza!i.

2. i'vlenjadi salah satu bentuk sumbangan pemikiran dalam upaya menggali

konsep-konsep hukum Islam klasik yang masih relevan dengan kekuasaan.

D. TIN.JAUAN PUSTAKA

Sejumlah penelitian tentang topik kekuasaan telah dilakukan, baik yang

mengkaji secara spesifik maupun yang menyinggung secara umum daiam tema

pokok kekuasaan dalam Islam. Berikut ini paparan tinjauan umum atas sebagian

karya penelitian tersebut.

Katya Zainal Abidin Ahmad yang berjudul Konsepsi Negam Bermoraf

Menurul Imam al-Ghazaff. Da!am karya ini membahas mengenai asal mula

timbulnya negara yang disebabkan karena rnanusia saling b•ergantungan dan tidak

dapat hidup secara individu, membahas perpaduan i!mu pengetahuan dengan

agama dan akhlak dan juga membahas mengenai moral dan politik yang

bersendikan agama !slam. Dalam kaiya ini tidak menjelaskan dengan gamblang

mengenai kekuasaan yang berkaitan dengan penelitian, tetapi hanya membahas

sekitar etika politik atau etika penguasa yang disyari'atkan oleh Allah SWT dan

kepala negara yang berakhlak. Di mana dalam kmya ini al-Ghazali mengatakan

bahwa moral politik penguasa berdasarkan kepada keac!ilan, sikap toleransi

terhadap faham-faham agama, sifat amanah, dan sifat JUJUr dalam segala

kehidupan.
Kaiya iviunawir Sjadzall dengan JUdul ls/am dan JG/a Negara. rokus

kajian ka1ya ini adalah hubnngiui antata I:sla111 dau iaia nct;a1.·a ata·u pvhlli-.. dengai1

::,asara11 utatna iHCuc111uh.a1.1 jawatan icutang ada atau tidak .adanya slsie1n politik

dalat11 lsla1n. Daiam kaiya ini iiltiutUv1~ fr~.::nt;Citiau 1itcng0i1a; ~isle1i1 µoliiii-.., ::i1~te1n

pohtlk uJalah suat11 konsepsi yaug tei-isikan antara lain ketentuan-ketenruan

tentang siapa sumber kekuct::iitdu negata, ~iapa pela~.-i(uia k0kt1asactti l~r.sebtu., apil

dasar dan tagaimana cara untuk 111<'alc11tnkan kepada siapa kewenangan

1nelaksanakan kekuasacui ittl dibt1 ~i<.aH, kcpada s:iaµa pelak.:1a11a ~0ku.a~ua11 ~ill

Vea tanggung jawab dau Uagi1i1nana Uentuk Langgung ja\vab itu. Dan di dalam

karya inijuga terdapat biogi"ati ai-UitaL.<iii Uau µetnlk.iit:ut poiitik ai-GhaL.dii ~i.;µ~rli

asai umia tiiui.minya Hegara, µivfesi politik, dan sumber kekuasaan.

Karya Suyuthi Pulungan yang be1juuui i'iq1h S1yusah : Ajaran, Sejarah,

dan Penuiaran. Galam karya ini rue1nual vc111ikiran-pemikiran politik al-Ghazali

seperti asal 1nula timbulnya negatct, stunLc1 1".ckuasrta.11, unsur-11nsuf .negara, tuga~

da11 tujuan pcrne1 iutahan, dan iemi lcutang pimpinan negara. Di dalam kmya ini

tidak hanya memuat pemikirau dl-Gh1u.aii saja iernpi juga. banyak lokoh-tokoh

lainnya seperti Ibn Abi Rabi, al-ivlawardi, al-Farabi, lbn Khaidun, dan iain-

lamnya.

Kaiya M. Din Syamsuddin yang bettajuk Jsiam dan Politik . Era Orde

Ban1. Fokus kajiau dalam karya ini aualah mengenai politik Islam yang

berkembang menjadi dua lcma, yailu : (a) hubunga11 anlal" wahyu dau akaL (b)

lu1bungal! antara agama dan poliiik. Gi Jalam kaiya ini terdapat pemikiran al-

Ghazaii yang berkisar 1nengenu; :1ubuHe,an sirnbiotii... anHua aga1na dah µuiiti1..,

dan kurnngnya pc11jelasan yang l.>cckaitan dengan penelitian mengenm


10

kekuasaaan. Di dalamnya hanya menggambarkan seorang penguasa sebagai

cahaya lllahi yang dibeti kekuatan dan kewenangan untuk dipalubi <lm1 ditaaii

oit:h rakyai11ya.

E. METODE PEI-...,,LiflA!'<i

Daiaut penehtian ini penuiis 1nenggunah.a1i jcuis penuiisa11 1iOiTuatif )rang

bersifat <leskriptifyaug akan 1utaijdaskan lmiang konsep kekuasaan dalam Islam,

s~dangkan pendekatau yang diiaK.iii-..au aUaiali µt:ntl1:Krtla11 ktll'.11ita1..il.

2. Sumber l)afa

Penulis dalam mengkaji persoalau yang berhul>uugau dengan ko1i;ep

kekuasaan daiarn !slam kajian atas p<::mikirau politik al-Ghazali yang bersumber

pa<la iiteratur-literatur ya11g reieva11 Jengan pc::uuttsalal1au ic1::icUuL 3u1uUt:a daiu

penelitian ini adalah :

A. Sumber pruner yaitu yang terdi1i dmi sumbe1 lerl:ulis lt;mtang konsep

kdniasaan daiam Islam <li antaranya buku At 'llhr al-Jvlashuk Fi Nasha 'ih al-

lvfuluk (Etika Berkuasa: Nasihat-Nasihat imam Af-Ghazali), dan Nfukhn1sfiar

Ihya Ulum al-Din, Ki/ah al-Munqidz min adh-Dha/al (Kegelisahan af-Ghazait

: Sehuah Otohiograji Intelektuaf) kaiya Imalll al-Giiuail

B. Sumber sekunder yaiiu bahan pustaka yang berisi tentang buku-buku,

makalah, hasil kaiya ilmiah, hasil-ha,iI peneli1ia11, dan lain-laiu yaug

mcmbaha, tcntang konsep kckuasaan dalam Islam khususnya kajian atas

pemikiran politik al-Gha..wii.


JJ

L_ Bahan hukum tersier yaitu yang mencakup kamus dan ensiklopedia yang

menjeiaskan isriiah-istiiah yang dipergunakau u<1lam peneiitian sebagai

pendukung le1hadap dua ntjukan yang teiah disebutkan sebeiumnya.

3. Pcngu11111ulan Sua1iL~1 Daia

Alar pengmnpul data (instnunent) menentukan kuaiiras data <lan kuaiitas

data menentukan kualitas penelitiaiL Adapun alat pengumµLLl data yang akan

peneliti gunakan adalah sluui <lokumentasi atau hahan pus1aka yang merupakan

awal dari setiap penelitian. Studi dokurnen bagi peneiiLi, mdipul[ sumber primer,

smnber sekunder dan sumber tersier yang berkaitan dengan konsep kekuasaan

dalam Islam. Setiap sumher ini hams diperiksa ulang valid1las <lan reabiiims11ya,

sebab hal uu sangat menenmkan has1i suam peneiman.

4. Analisis Data

Pengolahan dan analisis data pada dasamya bergantuug pada jenis

datanya. Adapun µengolahan dan analisis data yang dilakukan penulis adalah

metode kualitatifyang menghasilirn11 uam ueskriplif anaiilis, yang bert1tjuan untuk

menueslaipsikan dan u1enganalisis temuan-temuan yang diperoleh dengan tepat

danjeias.
12

;:'. Sistcmatika Penulisan

i'enulisan skripsi ini akan diban!,•un secara sistematis, yang terdiri dari

lima bab termasuk <li <lalamnya pendahuluan. Adapun ;:istematika penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikul .

BAB! Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masaiah,

penunusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaal

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi peneiitian, dan

sistematika penulisan.

BAB Ii ivit:rnbahas tentang tinjauan mnum meng1~nai kekuasaan yang

meiiputi : penge1tian dan pembagian kekuasaan <laiam Islam,

tujuan kekuasaan dalam Islam, unsur-unsur kekuasaan dalam

Islam, dan prinsip-prinsip kekuasaait Jalaru Islam.

BAB rn ivit:mbahas tentang biografi al-Ghazali yang meliputi riwayat

hidup, pendidikan, posisi ai-Ghazali di amma para pemik.ir Islam

klasik, corak dan pengaruh pemikiran al-Ghazali dalam dunia

Islam, dan kmya-kmya al-Ghazali.

BAB IV Analisa konsep kekuasaan dalam Islam yang meliputi

pemikiran al-Ghazali mengenai kekuasaa11 yang terdiri atas

hakikat kekuasaan, hubungan agama dengan kekuasaan, sumber

kekuasaan, prinsip-prinsip kekuasaan, etika berkuasa, asal mula

timbulnya negara, profesi politik dan temi tentang pimpinan

negara, dan anaiisa.

BAB V Penutup yang meliputi, kesimpuian dan saran.


BAB II

TlNJAUAN UMUM KEKUASAAN DAN PRINSIP-PRINSIP KEKUASAAN

DALAM fSLAM

A. Tinjauan Umnm Keknasaan dan Pembagian Kekuasaan dalam Islam

lstilah "kekuasaan" terbentuk dari kata Iwasa dengan irnbuhan awalan ke

dan akhiran an. Dalam kamus, kata kekuasaan cliberi arti clengau kuasa (untuk

mengurus, memerintah clan sebagainya); kemampuan; kesanggupan; kekuatan.

Seclangkan kata kuasa sencli1i dibe1i arti clengan : Kemarnpuan atau kesanggupan

(untuk berbuat sesuatu); kekuatan (selain baclan atau benda); Kewenangan atas

sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, rnewakili, mengurus, clan

sebagainya) sesuatu; Orang yang cliberi kewenangan untuk rnengurus (mewakili

clan sebagainya); l'v!ampu, sanggup, kuat; Pengaruh (gcngsi, kesaktian clan

sebagainya) yang ada pada seseorang karena jabatannya (martabatnya ). 1

Kekuasaan pacla clasamya melekat secara inheren pada diri manusia

sebagai manusia politik (won politicon), jadi setiap manusia secara rnendasar

akan memiliki keinginau yang mutlak tentang kekuasaan. Kekuasaan secara

umum clapat cliartikan sebagai suatu kemampuan yang terdapat dalam diri

manusia atau sekelompok manusia yang dapat mempengaruhi tingkah laku orang

atau sekelompok orang lain dalam interaksinya sehingga hasil dari interaksi yang

dilakukan secara aktif ini dapat menimbulkan hasil yang sesuai dengan tujuan clan

keinginan yang terclapat pacla orang atau sekelompok orang yang berkuasa itu. 2

1
Abdul !Vlu'in Salin1, J<iqh S'i.l'asah : Konse;;si Kekuasaan Politik da!atn Al-Qur·an,
Jaka11a: RajaGrafindo Persada.. 2002). Cet 3. h. 52.
2 Deden Faluroh111an dan \Va\van Sobari, J>enganlar Ilrnu l)olitik, (Malang; Universitas
M uha1111nadiyyah malang, 2002), h. 2 l.
14

Max Weber mengartikan kekuasaan sebagai "kesempatan daii seseorang

atau sekelompok orang-orang untnk menyadarkan masyarakat akan kemauan-

kernauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan

perlawanan daii orang-orang atau golongan-golongan te1tenw". Sedangkan Mac

Iver rnerurnuskan kekuasaan sebagai "kernampuan untuk mengendalikai1 tingkah

laku orang lain baik secara langsung rnemberi perintah, maupuu secara tidak

langsung dengan rnernpergunakan segala alat dan cara yang tersedia" .3

Kekuasaan merupakai1 kesempatan seseorang atau sekelornpok orang

untuk rnenyadarkan rnasyarakat akan kernauan-kernauannya sendiri, dengan

sekali!,>uS rnenerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-

orang atau golongan-golongan te1tentu. Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap

masyarakat baik yang masih bersahaja rnaupun yang sudah besar atau rurnit

susunannya. Tetapi walaupun selalu ada kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada

semua anggota masyarakat. Justrn karena pernbagian yang tidak merata, timbul

makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu kernarnpuan untuk rnempengaruhi pihak

lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.

Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai basil pengaruh yang diinginkan

seseorang atau sekelornpok orang sehingga dengan demikian dapat merupakan

suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya, berapa [uas

wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi,

berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang

dirnilikinya, dan lain-lain.

" Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ihnu Negara, (Jakarta; Gaya iVJedia Pra1a1na,
2000), cet. 4, h. 115.
15

Dari uraian di atas, berarti secara filsafati kekuasaan dapat meliputi ruang,

waktu, barang, dan rnanusia. Tetapi pada akhimya kekuasaan itu ditujukan pada

diri manusia, terutama kekuasaan peme1intahan dalam negara.4

Kekuasaan negara pada dasamya adalah sifat yang hanya dirniliki

kekuasaan politik di dalarnnya. Kekuasaan negara berlandaskan pada dua

fenomena, yaitu :

1) Fenornena Internal keknasaan negara adalah kekuasaannya terhadap

individu dan wi!ayah negara.

2) Fenomena Ekstemal adalah kebebasan negara dalam mengatur rnasalah

luar negeri dan menentukan hubungan dengan negara lain, kebebasan

dalam melakukan pe1janjian dengan negara lain dan hak menyatakan

perang atau keharusan sikap kenetralan. 5

Demi tegaknya negara, hams ada kekuasaan tertinggi yang tunduk

kepadanya para individu sebagai rakyat atau bangsa. Kekuasaan ini merupakan

elemen terpenting dalam pembentukan negara dalam siswm politik apapun.

Karena eksistensi kekuasaau politik tertinggi iui berdasarkan pada rakyat, rnaka

ha! mengharuskan adanya pengakuan rakyat itu sendi1i kepadanya. Di mana

kekuasaan rakyat adalah yang menjadi sandaran terakhir sampai terw[\judnya

kekuatan sejak rakyat merasakan bahwa dia sebagai pernilik kekuasaan,

sedangkan peme1intah tidak lain hanya sebatas alat pelaksana kekuasaan. Negara

dengan konsep perundang-undangan adalah sebagai pemilik kekuasaan,

sedangkan pemerintah merupakan pelaksana kekuasaan atas nama negara.

'1 lnu Kencana Syafiie, Al-Qur 'an dan litnu l)oiitik, (Jakarra~ .Rlneka CipHl, 1996), Cet. j~
h. 90.
5
Samir Aliyah. ,)'istem J>en1erintahan, JJeradi/an C\':- Adat da/a1n Jslanz, Pene1jen1ah.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. !, h. 88.
16

Undang-undang menyebntkan tentang beberapa karakteristik atau keistimewaan

yang harus dimiliki pemerintah, seperti berikut ini :

l) Kekuasaan negara adalah bersifat umum yang mencakup semua sisi

aktifitas manusia di negara . .luga sebagai kekuasaan te1tinggi terhadap

semua kekuasaan yang lain, dan tunduk kepadanya semua individu

rakyat.

2) Kekuasaan negara adalah kekuasaan orisinal yang bersumber dari

negara itu sendiri. Karena itu, semua kekuasaan umum di negara

bersumber dan bercabang darinya. Kekuasaan m1 merupakan

kekuasaan abadi yang tidak menenma pembatasan waktu dan

pembagian. Juga kekuasaan mandiri yang menikmati kemandi1ian di

atas bumi negara.

3) Kekuasaan negara adalah satu-satunya yang mengatur kekuatan militer

resmi yang menopang kekuatannya dan tidak berlomba kepadanya.

Karena itu tidak diperkenankan berdi1inya berbagai sistem kemiliteran

yang tidak resmi.

4) Kekuasaan negara adalah satu-satunya yang memiliki otoritas dalam

memberlakukan perundang-undangan yang lazim untuk merealisasikan

kemaslahatan umum, menjamin pelaksanaan penmdang-undangan

dengan kekuatannya, dan mengatur penetapan hukuman yang

1nenja1nin penghonnatru1 terl1adap v..!1dang-tu1da11g i!2i. 6

- JOJO., n. 45.
17

Ini adalah konsep hukum pemndang-undangan terhadap pilar kekuasaan

negara dalam sistem non muslim. Dengan demikian, kekuasaan umum yang

bersumber dari negara adalah sebagai berikut :

J) Kekuasaan Legislatif yaitu !embaga yang "legislate" atau membuat

undang-undang. Anggota-anggotanya dianggap mr~wakili rakyat; maka

dari itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat; nama

lain yang sering dipakai adalah parlemen. Menurut teori yang berlaku,

maka rak-yatlah yang berdaulat, rakyat yang berdaulat ini mempunyai

suatu kemauan. Dewan Perwakilan rakyat dianggap merumuskan

kemauan rakyat atau kemauan umum ini dengan jalan menentukan

kebijaksanaan umum (public policy) yang men1,,tikat seluruh

masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencenninkan

kebijaksanaan-kebijaksaaan itu. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan

badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.

Diantara fongsi legislatifyang paling penting adalah : (1) Menentukan

policy (kebijaksanaan) dan membuat undang-undang. Untuk itu

Dewan Perwakilan Rakyat diberi hale inisiatif, hak untuk mengadakan

amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh

perne1intah, dan hak budget. (2) Mengontrol badan eksekutif dalarn aiti

111en3aga supaya sernua tindakan eksekutif sesum dengan

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk

menyelenggarakan tugas ini, badan perwakilan rakyat diberi hak-hak

kontrol khusus. Sedangkan hak-hak untuk badan legislatif ini adalah :

(I ) Hak bertanya, anggota badan legislatif berhak untuk mengajukan


18

pertanyaan kepada peme1intah mengenai sesuatu hal. (2) Hak

lnterpelasi yaitu hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah

mengenai kebijaksanaannya di sesuatu bidang. (.3) Hak angket yaitu

hak anggota badan legislatif untuk mengadakan penyelidikan sendiri.

(4) Hak mosi yaitu yang pada umumnya dianggap hak kontrol yang

paling ampuh, jika badan legislatif mene1ima sesuatu mosi tidak

percaya, maka dalam sistem parlementer kabinet hams mengundurkan

diri dan terjadi suatu laisis kabinet. 7

2) Kekuasaan Eksekutif yang menjamin pelaksanaan perundang-

undangan dan jalannya urusan negara. Adapun wewenang badan

eksekutif adalah : (1) Diplomatik yaitu mengadakan hubungan

diplomatik dengan negara-negara lain. (2) Adminislratif yaitu

melaksanakan undang-undang serta peraturan-peraturan lain dan

menyelenggarakan administrasi negara. (3) Militer yaitu mengatur

angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang serta kernanan dan

pertahanan negara. (4) Yudikatif yaitu memberi grasi, amnesti, dan

sebagainya. (5) Legislatif yaitu merencanakan rancangan undang-

undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai

menjadi undang-undang. 8

3) Kekuasaan Yudikatif yang mengatur putusan perselisihan yang

diajukan di depannya dengan menurunkan lmkum perundang-

undangan kepadanya. Dalam doktrin trias politika, baik yang diartikan

sebagai pemisahan kekuasaan maupun pembagian kekuasaan, maka


7
Miriam Budiarjo, J)asar-JJasar I/mu J->oli1ik, (Jakarla:, Gra1nedia Puataka Utama, 2003),
h. 173.
8
Ibid., h. 209.
19

khusus untuk cabang kekuasaan yudikatif prinsip yang tetap dipegang

adalah bahwa tiap negara hukum badan yudikatif hamslah bebas dari

camptu- tangan badan eksekutif. lni dimaksudkan agar supaya badan

yudikatif itu dapat berfongsi secara sewajarnya demi penegakan

hukurn dan keadilan serta rnenjarnin hak-hak azasi manusia. Sebab

hanya dengan azas kebebasan dalarn badan yudikatif itulah dapat

diharapkan bahwa keputusan yang diambil oleh badan yudikatif da!arn

suatu perkara tidak mernihak dan berat sebelah dan sernata-rnata

berpedoman pada nonna-nonna hukurn dan keadilan se1ia hati nurani

hakim itu sendiri dengan tidak usah takut bahwa kedudukannya

terancarn. 9

Di atas adalah konsep hukum perundang-undangan terhadap pilar

kekuasaan negara dalarn sistern non rnuslim, sedangkan kousep hukurn

perundang-undangan terhadap pilar kekuasaan negara dalam sistem Islam adalah

sebagai berikut :

a. Kckuasaan Legislatif dalam Islam

Dalarn Islam Legislatif merupakan Iembaga yang berdasarkan tenninologi

fiqih disebut sebagai "lembaga penengah dan pernberi fatwa" (Ahl al-Hall wa al-

'Aqd). ° Kekuasaan legislatif dalam sistern


1
Islam rnempakan bagian terpenting

dalam kekuasaan umum di negara. Sebab dialah yang rnelakukan penetapan

perundang-undangan dan berbagai hukurn yang rnengatur urnsan negara. Adapun

kekuasaan legislatif dalam Islam maka pendapat yang kuat dalam fiqih Islam

terdapat dua arah pandangan dalam penentuannya. Pertama, mengikat penentuan

9
Ibid., h. 227.
10
Abul A'la Al-Maududi, Hukian dan Konstilusi : Sisten1 f>o/itik Islam, pene~jemah.
Asep Hikmat, (Bandung; Mizan, 1993), h. 245.
20

kekuasaan ini dengan makna yang dimaksudkan oleh syari 'at. Kedua,

mengikatnya dengan makna kepemimpinan.

Dalam pandangan pertama, yang dimaksud dengan symi'at adalah salah

satu dari dua makna. Pertama, mewujudkan hukum barn. Kedua, menjelaskan

hukum yang dituntut oleh hukum yang telah ada. Adapun penetapm1 hukum sesuai

dengan makna pertama dalam persepktif Islam adalah hanya hak Allah SWT,

sebab Allahlah yang menentukan hukum barn dengan apa yang ditunmkan-Nya

dalam al-Qur'an, apa yang ditetapkan Rasul-Nya, dan apa yang dibangun

berdasarkan dalil. Dengan makna ini, maka tiada yang berhak menentukan hukum

melainkan Allah SWT. Sedm1gkan dalam malma yang kedua, yaitu menjelaskan

hukum yang menjadi tuntutan syaii'at yang telah ada, maka ha! ini adalah yang

ditangani setelah Rasulullah SAW oleh para khalifah dari ulama sahabat

kemudian para pengganti mereka dari fuqaha tabi'in dan tabi'it-tabi'in dari para

imam mujtahid. Mereka itu pada dasarnya tidak menentukan hukum barn, namun

menyimpulkan hukum dari nash-nash dan dari apa yang telah ditetapkan oleh

penentu syari'at (Allah dan Rasul-Nya) tentang dalil, serta apa yang ditentukan

oleh kaidah-kaidah umum.

Sedangkan dalam pandangan kelompok kedua, maka penentuan kekuasaan

hukum di negara Islam berkaitan dengan sistem kepemimpinan di dalamnya.

Sebab Allah adalah penentu hnkum te1tinggi di negara Islam. Dan bahwa apa

yang disampaikan Allah dalain al-Qur'mi dan apa yang dijelaskan oleh Sunnah

tentang berbagai prinsip, kaidah dan hukum adalah mencerminkan substansi

syari'at Islam yang hams dihonnati dan diterapkan di negara Islam. Tidak
21

seorang pun yang memiliki kekuasaan untuk mernbah atau mengganti sesuatu pun
. 11
dannya.

Jadi prinsip badan legislatif dalam negara Islam sama sekali tidak berhak

membuat perundang-undangan yang bertentangan dengan tuntunan-tuntunan

Allah dan Rasul-Nya. Lembaga legislatif dalam negara Islam memiliki sejumlah

fimgsi yang barns dilakttlrnn, yaitu : (I) Jika terdapat pedoman-pedoman yang

jelas dari Allah dan Rasul-Nya, meskipun badan legislatif tidak dapat mengubah

atau menggantinya, maka hanya legislatiflah yang kompeten untuk

menegakkannya dalam susunan dan bentuk pasal demi pasal, menggunakan

definisi-definisi yang relevan dan rincian-rinciannya, serta menciptakan

peraturan-peraturan dan undang-undang untuk mengundangkannya. (2) Jika

pedoman-pedoman dalam nash mempunyai kemungkinan interpensi lebih dari

satu, maka legislatiflah yang berhak memutuskan penafsiran mana yang hams

ditempatkan dalam Kitab Undang-Undang Dasar.(3) Jika tidak ada isyarat yang

dijelaskan dalam nash, fimgsi lembaga legislatif ini adalah untuk menegakkan

hukum-hukum yang berkaitan dengan masalah yang sama, tentunya dengan selalu

menjagajiwa hukum Islam. Danjika sudah ada lmkum-hukmn dalam bidang yang

sama yang telah tercantum dalam kitab-kitab fiqih, maka dia bertugas untuk

menganut salah satu di antaranya. (4) Jika dalau1 masalah apapun nash tidak

memberikan pedoman yang sifatnya dasar sekalipun, atau masalah ini juga tidak

ada dalam konvensi Al-Khulafa Al-Rasyidun, maka dalam kasus seperti ini

Samir Aliyah, Sisle1n Penierintahcrn, Peradilan &: Adat dafcun Js/atn, Pene~jemah.
11

Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. 1, h. 47.


22

lembaga legislatif dapat merumuskan hukum tanpa batasan, sepanjang tidak

bertentangan dengan syari'ah. 12

b. Kekuasaan Eksekutif dalam Islam

Yang dimaksud kekuasaan eksekutif di negara kontemporer adalah

lembaga yang memerintah dan melaksanakan perundang-undangan, menjalankan

pemerintahan dan kemaslahatan umum. Lembaga ini terdiri daii semua yang

bertanggung jawab di pemerintahan, seperti kepala negara, para menteri, dan para

pegawai. Pembentukan lembaga eksekutif dalam Islam tidak berbeda dengai1

sistem kontemporer. Sebab lembaga ini terdiri dari para pejabat dai1 pegawai

pemerintah, seperti kepala negara, mente1i, amir, muhtasib (pengawas), dan

kepolisian. Dalam bukunya At-Tibru al-Masbuk Pl Nashaih al-Muluk al-Ghazali

juga menjelaskan mengenai lembaga ini.

Pertama, Kepala Negara Islam

Negara Islam memiliki pemimpin te1tinggi yang dinilai simbol kekuasaan

umum di dalamnya dan alat tertinggi negara untuk mengungkapkan keinginan dan

kesatuannya. Pemimpin tertinggi ini disebut Khalifah, Amirul Mukminin, atau

Imam Akbar. Sebab ketiga istilah tersebut dalam satu makna, di mana ulama

mendefinisikannya sebagai "kepemimpinan umum dalam agama dan dunia yang

bertugas dalam memperhatikan kemaslahatan, mengatur urusan umat, menjaga

agama, dan mengatur dunia".

Bentuk kepala negara ini klmsus dalam !slain dan tidak pada selainnya

sebeltun itu. Sebab bentuk ini merupakan kekuasaan yang komprehensif dan

berbeda dengan kekuasaai1 kepala negara kontemporer. Sebab dia mencakup

12
Abul A'la A1-Maududi, Hukurn dan Konstitusi : Sisteni Pohtik Islam, Penerjemah.
Asep Hikmat. (Bandung; Mizan, J 993). h. 246.
23

kekuasaan agama dan kekuasaan negara. Sedangkan kekuasaan kepala negara

pada masa sekarang hanya dalam politik (masalah dunia) saja. 13

Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharnsan bagi kete1tihan

agama, dan ketertiban agama merupakan kehamsan bagi tercapainya

kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pemimpin atau kepala

negara mempakan keharusan atau kewajiban agama (Syar'i) yang tidak mungkin

dan tidak boleh diabaikan. 14 Dan al-Ghazali menyatakan bahwa pembentukan

khilafah mempakan wajib syar 'i berdasarkan ijma' umat. 15

Pemimpin dalam Islam bukan hanya sebatas pernimpin negara, tapi juga

pemimpin pemerintahan di dalamnya. la adalah yang rnelaksanakan kekuasaan

eksekutif tertinggi dan mencenninkan rakyat dalarn kepemirnpinan politiknya,

kekuasaannya bersumber dari rakyat dandari syari'at lslam. 16

Dalam Islam menjelaskan syarat-syarat yang hams dipenuhi oleh calon

kepala negara. Sebagaian ulama berpendapat syarat-syarat yang hams dipenuhi

kepala negara sebanyak tujuh syarat, yaitu adil; berilmu; kesehatan indera

pendengaran, penglihatan dan lisan; keselamatan anggota badan dari cacat;

mempunyai pendapat yang menyampaikan kepada pengaturan rakyat dan

mengatur kemaslahatan; mempunyai keberanian; dan harus da1i keturunan

Quraisy. Sedangkan menumt al-Ghazali ada sepuluh syarat yang hams dipenuhi

oleh kepala negara, yaitu hams laki-laki dewasa; berakal sehat; sehat pendengarnn

13
lbid .. h. 52.
i.iMuna\vir Sjadzali, Jsla1n Dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, lJan Pe1nikiran, (Jakarta:
UI Press, 1993), h. 76.
15
Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan JJen1ikiran, (Jakarta;
R~iaGrafindo Persada, 2002), h. 236.
16
Samir Aliyah, Siste1n J>e111erin1ahan, J)eradilan tV: Ada! da.!ani Jsla111, Penerjen1ah.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakm1a; KHALIFA, 2004), eel. I, h. 56.
24

dan penglihatan; merdeka dan dari suku Quraisy; punya kekuasaan nyata (al-

nadjat); memiliki kemampuan (k!fayal); wara' ;dan berilmu.,.,

Ketlua, Menteri

Kata wazir (menteri) secara etimologi adalah dari akar kata wizr, artinya :

beban. Sebab menteri mengemban beban pemerintahan. 18 Penguasa akan memiliki

sebutan yang tinggi dan kemampuan yang hebat deugau adanya wazir (mente1i)

yang salih, adil dan mampu. Tidak mungkin seorang penguasa mengatur

waktunya dan mengelola kekuasaannya tanpa seorang wazir. Penguasa harus

memperlakukan wazir dengan tiga hal :

A Jika wazir melakukan kekeliruan atau kesalahan, hendaklah tidak

tergesa-gesa membe1ikan sanksi.

B Jika membutuhkan pengabdian dan kesempurnaan perlindungannya,

janganlah menginginkan harta dan kekayaannya.

C Jika ia memiliki kebutuhan, janganlah Ialai dalam memenuhi

kebutuhannya itu.

Dan peuguasa juga tidak boleh menghalangi wazir dari tiga ha!, yaitu :

a. Ketika penguasa ingin melihatnya jangan menghalangi dia daii

rakyatnya.

b. Jangan mendengarkan perkataan yang menghasut wazir.

17
Suyuthi Pulungan, f'iqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pe1r1ikiran, (Jakarla;
RajaGrallndo Persada, 2002). h. 256.
111
Sainir Aliyah, Siste1n JJe1nerintahan, Peradi/an & Adat dalarn Isla1n, Penerjernah.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIF A, 2004), cet. I, h. 61.
25

c. Jangan merahasiakan sesnatu darinya, karena wazir adalah penJaga

rahasia penguasa, pengatur urusan pemerintahan, penguat wibawa dau

kehebatan penguasa. 19

Wazir dalam Islam terdi1i dari dua bentuk, yaitu :

l. Wazir Tafwidh yaitu kemutlakan dalam urnsan negara setelah khalifal1

menyerahkan kepadanya sesuatu. Kekuasaaan wazir tafwidh ini

sampai ia boleh menetapkan hukum sendiri, mengangkat pejabat

uegara sebagaimana halnya khalifah, karena syarat-syarat

pemerintahan ada padanya. Sebagaimana ia juga dapat menentukan

sendiri tentang perang dan menyerahkan urusannya kepada orang yang

diangkatnya.

2. Wazir Tanfidz yang tugasnya hanya terbata;: pada pelaksanaan

perintah khalifah, dan tidak dapat bertindak sendiri secara pribadi

sebagai menteri. Sebab ia hanya sebatas penyambung lidah antara

khalifah dan rakyat, dan melaksanakan apa yang diperintahkan

khalifah kepadanya untuk penentuan para amir, persiapan pasukan, dan

menyampaikan laporan kepadanya tentang kejadian dan hal-hal yang


. ?0
pentmg.-

Ketig11, Para Amir di Daerah

Terdapat beberapa makna untuk kata amir. Pada hari ini, ia dimutlakkan

kepada para putra raja, tokoh suatu kabilah, dan kepala-kepala daerah kecil yang

tersendiri dalam pemerintahannya, sehingga mereka tidak disebut raja, namun

19
l1na111 Al-Ghazali, E"tika BerA·uasa ; Nasihat-Nasihal J111am .Al-Ghazali, Penerjen1ah.
ArieCB. Jskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988). h. 141.
20
Sainir Aliyah, Sistetn J>en1erintahan, J>cradilan & Adat dalan1 lslatn, Penerjemah_
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: KHALIF A, 2004), cet I. h. 63.
26

cukup dengan gelar amir. Sebagaimana kata amir juga dimutlakkan kepada orang-

orang yang sukses dalam segala hal, seperti amir asy-.syu 'ara (para penyair) dan

amr a/-bulagha' (para sastrawan). Sedangkan pada masa lalu, ulama politik Islam

menggunakan kata amir dalam dua tempat. Pertama, amir a/jaisy, yaitu

komandan pasukan. Kedua, amir al-bi/ad (kepala daerah) yang dalam istilah

sekarang setara dengan Gubernur, Bupati atau Walikota. 21

Keempat, Muhtasib (Pengawas)

Hisbah adalah nama jabatan di negara Islam, di mana pejabatnya

merupakan "pengawas" terhadap para pedagang dan para profesional untuk

mencegah mereka dari kecurangan dalam pekerjaan dan produksi mereka dengan

menggunakan takaran dan timbangan yang benar. Sering kali ia menentukan

kepada mereka tentang harga barang mereka. Dalam menjelaskan etika pengawas

ini al-Ghazali mengatakan "semua etika pengawas bersumber pada tiga sifat

dalam diri pengawas, yaitr1: ilmu, wara ', dan akhlak yang bagus". 22

Kelima, Kepolisian

Tentang etika kepolisian dan tugasnya sebagian ulama mengatakan, "

Adapun tugas kepolisian seyogyanya orang yang arif, berwibawa, selalu diam,

banyak berpikir, dan janh dari agresifitas. Hams keras terhadap ahli keraguan

dalam tindakan rekayasa, sanggup, tanggap, bersih, mengetahui tingkatan

hukuman clan tidak tergesa-gesa". 2'

Dalam negara Islam, tujuan sebenarnya lembaga ek:sekutif adalah untuk

menegakkan pedoman-pedoman Allah SWT yang disampaikan melalui al-Qur'an

21
Ibid .. 67.
22
ln1an1 Al-Ghazali, E'ttka Berkuasa : Nasiha1-Nasihat bnatn Al-Ghazali, Pene~jemah.
AriefB. !skandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 153.
2
:- Samir Aliyal1, Sistetn l'e1nerintahan, JJeradilan & Adat da/a1n Js/a1n, Penerje1naJ1
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta; KHALIFA, 2004), eel. I, h. 73.
27

dan Sunnah serta untuk menyiapkan masyarakat agar mengakui dan menganut

pedoman-pedoman ini untuk dijalankan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Karakteristik lembaga eksekutif suatu negara muslim inilah yang

membedakannya dari lembaga eksekutif negara non muslim. Kata ulu/-amri dan

umara' digunakau masing-masing di dalam al-Qur'an dan hadits untuk

menyatakan lembaga eksekutif 24

c. Kckuasaan Yudikatif dalam Islam

Tugas lembaga yudikatif adalah memutuskan perselisihan yang dilaporkan

kepadanya dari orang-orang yang berseteru dan menerapkan hukum perundang-

undangan kepadanya dalam rangka menegakkan keadilan di muka bumi dan

menetapkan kebenaran di antara orang-orang yang meminta peradilan. Pentin!,'11Ya

kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan

dan pennusuhan, pidana dan penganiayaan, mengambil hak dari orang durjana

dan mengembalikannya kepada yang punya, melindungi masyarakat dan

mengawasi harta wakaf dan lain-lain persoalan yang disampaikan kepada

pengadilan. 25

Dalam nomokrasi Islam kekuasaan adalah suatu karunia atau nikmat Allah

SWT. Artinya, ia merupakan rahmat dan kebahagiaan baik bagi yang menerima

kekuasaan itu maupun bagi rakyatnya. Ini dapat terjadi apabila kekuasaan itu

diimplementasikan menurut petunjuk al-Qur'an dan tradisi Nabi Muhammad

SAW. Sebaliknya, jika kekuasaan itu diterapkan dengan cara yang menyimpang

atau bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar al-Qur'an dan tradisi Nabi, maka

akan hilanglah hakiki makna kekuasaan yaitu merupakan kanmia atau nikmat

24
Abu! A 'la Al-Maududi, flu/nun Jan Konstitusi : Sisten-1 Politik Islam, pene~ie1nah.
Asep Hikmat, (Bandung; Mizan. 1993), h. 247.
25
A. Hasjmy, Di Mana Letaknya Negara Islam, (Banda Aceh; Bina Ilmu, 1984), h. 249.
28

Allah. Dalam keadaan seperti ini, kekuasaan bukan lagi merupakan kamnia,

melainkan kekuasaan yang semacam ini akan menjadi bencana dan laknat Allah

SWT.26

Jadi menurut penulis kekuasaan dalam versi Barnt adalah kernarnpuan

seseorang atau sekelompok rnanusia untuk rnempengamhi tingkah lakunya

seseorang atau kelompok lain sedemikian rnpa sehingga tingkah laku itu manjadi

sesuai dengan keinginan dan tujuan dmi orang yang mempunyai kekuasaan itu.

Sedangkan kekuasaan dalam Islam adalah kernarnpuan nntuk mempengarnhi

pihak lain untuk kehendak yang ada pada pemegang kekum:aan yang merupakan

kanmia atau nikmat Allah yang dilirnpahkan kepada pemegang keknasaan untuk

menjalankan kehidupan sosial bernegara yang diwarnai oleh ajaran Islam yang

berlaku untuk seluruh warga masyarakat dalam suatu negara, serta memiliki

pemerintahan yang Islam yaitu peme1intahan yang berlandaskan pada al-Qur'an

dan Sunnah Nabi.

B. Tujuan Kekuasaan dalam Islam

Adapun maksud dan tujuan kekuasaan dalmn Islam adalah :

I) Memelihara agama. Negara, terutama khalifah, bertanggung jawab

unh1k memelihara akidah Islam. Dalam ha! ini dilakukan dengan

mengoptimalkan wewenang yang telah diberikan oleh syara'

kepadanya. Negaralah satu-sahmya institusi yang berhak membunuh

orang-orang murtad dan membe1i pe1ingatan kepada siapa saja yang

menyeleweng dari agama.

26
Muhammad Tahir Azhari, Negara Jfu/...1Jm : Suatu Studi Tentang I>rfnsip-I>rinsipnya
/)ilihat dart 5'egi Hula1m Islam, In1p!e1nentasin;1a pada Periode Negara A!fadinah dan A!fasa Kini,
(Jakarta; Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. !06.
29

2) Mengatur urusan masyarakat dengan earn menerapkan hukum syara'

kepada mereka tanpa membeda-bedakan antara satu individu dengan

yang lainnya.

3) Menjaga negara dan umat dari orang-orang yang merongrong negara.

Caranya dengan melinduni,>i batas-batas negara, mempersiapkan

pasukan militer yang lrnat dan senjata yang eanggih untuk melawan

mus uh.

4) Menyebarkan dakwah lslan1 kepada segenap manusia, yaitu dengan

earn menjalankan jihad sebagaimana yang dilakukau Rasulullah SAW

pada beberapa peperangan, misalnya penaklnkan Mekkah dan perang

tabuk.

5) Menghilangkan pe1tentangan dan perselisihan di antara anggota

masyarakat dengan penuh keadilan. I-Jal ini dilakukan dengan earn

menjatuhkan sanksi kepada mereka yang berbuat dzalim,

memperlihatkan keadilan terhadap orang yang didzalimi sesuai dengan

hukum yang disyari'atkan Allah SWT. 27

C. Unsur-Unsur Kekuasaan dalarn Islam

Sedangkan unsur-unsur kekuasaan dalam Islam adalah:

I) Wilayah yang di dalamnya terdapat air bersih, tempat mata

peneaharian, terhindar dari serangan musuh, jalan-jalan raya,

tempat shalat di tengah kola, pagar yang mengelilingi kota, dan

pasar-pasar. Para ahli ilmu dan para tukang hams dihimpun yang

27
tvl. l-lusain Abdullah, Studi fJasar-IJasar Pen1ikiran lslan1, Penerjemah. Zamroni,
(Bogor; Pustaka Thariqul lzzah, 2002), h. 121.
30

akan membantu memikirkan pengaduan kebutuhan peududuknya.

Semuanya dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

2) Rakyat yang merupakan kumpulan manusia atau masyarakat.

3) Penguasa sebagai pengelola negara yang akan menyelenggarakan

segala urusan negara dan rakyat. Penguasa bertugas melindungi

rakyatnya daii tindakan aniaya yang timbul dari mereka sendiri dan

dmi luar. 28

D. Prinsip-Prinsip Kekuasaan Dalam Islam

Adapun prinsip-prinsip kekuasaan dalam Islam adalah :

I. Prinsip Persaudaraan dan Persatuan

Suatu bangsa, umat dan negm·a tidak akan berdiri tegak tanpa adanya

persatuan dan persaudaraan di antara warganya. Persatuan akan

terbentuk apabila ada rasa saling bekerja sama dan mencintai,

persatuan dm1 persaudaraan merupakan pondasi dan faktor perangkat

terbentuknya suatu negara. Yang dimaksud dalam finnan Allah SWT :

"Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah hersaudara karena itu

damaikanlah antara kedua saudaramu dan hertaqwalah kepada Allah

supaya kamu mendapal rahmat". (QS. Al-Hujurat: 10).

2. Prinsip Pe1:mmaan

Priusip persamaan dalam Islam dapat dipahami antara lain dari al-

Qur'an surah Al-Hujurat I 49 : 13 yang berbunyi sebagai berikut:

28
Suyuthi Pulungan, P'iqh SfJ;asah Ajaran, Sejarah dan Pe1nikiran, (Jakarta;
RaiaGrafindo Persada. 2002). h. 223.
31

. L..:il U:l'W
I-'9.) w ,. _<;\.. ,.. I .<:, .
. .J . .J"-'-" ~ .J ~ .J J-' c.I"
.<;~k wl
r-- <.>"
Uli '. ·w
"<r.< ••

"Hai manusia, se.mng,1,rz1hnya Kami menciptakan kamu dari seorang

/aki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengena/". (QS.

Al-Hujurat: 13).

Ayat diatas menerangkan bahwa dari segi kemanusiaan tidak ada

perbedaan antara seluruh manusia, sekalipun mereka berbangsa-bangsa

atau berbeda wama kulit. Umat manusia selurulmya adalah sama.

Keutamaan masing-masing terletak pada kadar taqwanya kepada

Tuhan.

3. Prinsip fo/ong Meno/ong dan A1embe/a yang Lemah

Prinsip 1111 rnenghendaki adanya persamaan, persatuan dan

persaudaraan, hubungan antara pemeluk agama, hidup bertetangga dan

lainnya yang telah dijelaskan dan diwujudkan pula dalam bentuk

saling tolong-menolong. Saling tolong-menolong sebagai aktnalisasi

dari adanya kebersamaan, hubungan dan persahabatan yang hannonis

di antara kelompok-kelompok sosial.

Sebagaimana firman Allah S WT :

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengetfakan) kebaikan dan

laqwa, dan jangan/ah tolong-menolong da/am berbuat dosa dan


29
pe/anggaran ". (QS. Al-Maidah : 2).

29
Suyuthi Pulungan, f-i'iqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan J>ernikiran, (Jakarta:,
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 270.
32

4. Prinsip Perdamaian

Uraian dalam prinsip-prinsip di atas (persatuan dan persaudaraan,

persamaan dan toloug-menolong) pada hakikat:nya menghendaki

tercapainya perdamaian di kalangan komunitas Islam dan perdamaian

antara komunitas Islam dau komunitas-komunitas lain. Sebab, jika

setiap komunitas memelihara dan melaksanakan hak-hak dan

kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalam prinsip-prinsip

tersebut, maka perdamaian akan terwnjud.

"Dan jika mereka condong kepada kedamaian, maka condong!ah

kepadanya dan bertaqwa/ah kepada Allah".(QS. Al-anfal: 61).

Ayat ini rnembuktikan bahwa dokt:rin Islam selalu mementingkan

perdamaian, manusia memiliki kedudukan yang sama dan mempakan

suatu keluarga yang universal, yang berasal satu moyang yaitu Adam

dan Hawa. 30

5. Prinsip Menegakkan Kepastian Hukum dan Keadilan

"Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah bimpun terhadap

dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia (

terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah /ebih lahu

kemas/ahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa naf.~u karena

ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar ba/ikkan

30
Muha1nn1ad Tahir 1\zhari, Negara Hula11n : ,_)J1atu Sllllli Tcntang J)rinsip-l'rinsipnJYt
J)t/ihat dari Segi HuA.-iun Isla111, ltnple1nentasinya pada J1eriode Negara Madinah dan Masa Kini,
(Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 149.
33

(kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah

adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan ". (QS. An-

Nisa' : 135).

Dalam finnan Allah tersebut memerintahkan kepada orang-orang

mukmin agar benar-benar menjadi penegak keadilan dan menjadi saksi

karena Allah sekalipun terhadap diri sendiri, ibu bapak dan kaum

kerabat, baik terhadap orang kaya maupun miskin, dan jangan

mengikuti bisikan hawa nafsu karena ingin menyimpang dari

kebenaran. Keadilan merupakan kepentingan hak-hak setiap orang.

Dari ayat di atas sekuran1,YJ1ya dapat ditmik tiga garis hukum, yaitu :

• Pertama : menegakkan keadilan adalah kewajiban orang-orang

yang be1iman.

• Kedna : setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan

me11iadi saksi karena Allah SWT dengan sejujur-jujurnya dan adil.

• Ketiga : (a) manusia dilarang mengikuti hawa nafsu; dan (b)


31
manusia dilarang menyelewengkan kebenaran

6. Prinsip Musyawarah

Dalam al-Qur'an ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah

sebagai salah satu prinsip dasar dalam nomokrnsi Islam. Ayat yang

pe11ama dalam surah Ali Imran I 3 : 159, yang artinya sebagai berikut :

"Maka disebabkan rahmal dari Allah-lah kamu berlalai lemah lembut

terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,

tentulah mereka menjauh dari sekelilingmu. Karena ilu maafkanlah

1
' lbid .. h. 118.
34

mereka, mohonkan/ah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah

dengan mereka da/am urusan ilu. Kemudian apabila kamu te!ah

membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya

Allah menyukai orang yang bertawaka/ kepada-Nya ". (QS. Ali hman :

l59).

Ayat ini apabila dijadikan sebagai suatu garis hukum maka ia dapat

dirumuskau sebagai be1ikut : "Hai Muhammad engkau wajib

bennusyawarah dengan para sahabat dalam memecahkan setiap

masalah kenegaraan". Atau secara lebih um um "umat Islam wajib

bennusyawarah dalam memecahkan setiap masalah kenegaraan".

Kewajiban ini terutama dibebankan kepada setiap penyelenggara

kekuasaan negara dalam melaksanakan kekuasaannya itu.

Ayat yang kedua adalah surah Asy-Syura I 42 : 38, di mana Allah

SWT berfinnan sebagai be1ikut :

0fo.i:i ~L.i§j __,\.......l ~ ;,$.)_,,:;, ~.J""l..l ;;_µ11..l""~i..l ~)1>!~1 0:;~1..l

"Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi} seruan

Tithannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)

dengan musyawarah antara mereka: dan mereka menajkahkan

sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka". (QS. Asy-

Syura: 38).

Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang

menyangkut masyarakat atau kepentingan umum Nabi selalu

mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para

sahabatnya. Musyawarah dapat diaitikan sebagai suatu forum tukar


35

menukar pikiran, gagasan atau ide, tennasuk saran-saran yang diajukan

dalam memecahkan sesuatu masalah sebelurn tiba pada suatu


32
pengarnbilan kepulusan.

7. Prinsip Ekonomi dan Perdagangan

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu sating memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu ".

(QS. An-Nisa' : 29).

8. Prinsip Membela Negara

"Hai orang-orang beriman, apakah sebabnya apabi/a dikatakan

kepadamu : berangkatlah (untuk berjihad) di jalan Allah, kamu

merasa berat dan ingin tingga/ di tempatmu ? apakah kamu puas

kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat ? padahal

kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di

akhirat hanya/ah sedikit ". (QS. At-Taubah : 38).

9. Prinsip Hak-hak Asasi

Salah satu prinsip pengakuan dan perlindungan yang berkaitan dengan

martabat rnanusia itLt telah digariskan dalam al-Qur'an surah Al-Isra I

17: 33, yang artinya sebagai berikut:

"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan suatu a/asan yang benC/l'. Dan

barang siapa dibunuh secara zalim maka sesunggu!mya Kami te/ah

memberi kekuasaan pada ahli warisnya (a1au penguasa untuk

32
Ibid" I 11.
36

menuntul si pelaku). letapi janganlah ah/i waris 1/u melampaui batas

da/am membunuh. Se.simgguhnya ia adalah orang yang mendapat

perloiongan". (QS. Al-lsra': 33).

10. Prinsip dalam Menetapkan Para Pejabat atau Pe/aksana suatu urusan

"Sesungguhnya orang yang paling baik untuk kamu peke1jakan ada/ah

orang yang kuat /agi dapal dipercaya (dapat diserahi amanah) ". (QS.

Al-Qashash : 26).

11. Prinsip Amar Ma 'n!ldan Nahi munkar

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh

kepada yang ma 'ruf; dan mencegah dari yang mun/car dan beriman

kepada Allah". (QS. Ali lmran : 110) 33

Dalam nomokrasi Islam kekuasaan ada!ah amauah dan setiap amanah

wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, maka kekuasaan

wajib disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dalam arti

dipelihara dan dijalankan atau diterapkan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

p1insip-prinsip kekuasaan dalam Islam yang digariskan dalam al-Qur'an dan

Sunnah. Menegakkan keadilan merupakan suatu perintah Allah, apabila

kekuasaan itu dihubungkan dengan keadilan, maka dalam nomokrasi Islam

implementasi kekuasaan negara melalui suatu pemerintahan yang adil merupakan

suatu kewajiban penguasa. Kekuasaan harus selalu didasarkan kepada keadilan,

karena prinsip keadilan dalam Islam menempati posisi yang sangat berdekatan

dengan laqwa. Sebagaimana dalam finnan Allah SWT yang mtinya:

33
Suyuthi Pu\ungan, F'iqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pen1ikiran, (Jakarta:
RajaGrafindo Persada. 2002), h. 6.
37

"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang

yang se/a/u menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan

adil. Dan jangan/ah seka/i-kali kebencian kamu terhadap sesuatu lcaum,

mendorong kamu untuk ber/aku !idak adil. Ber/aku adi/lah karena adi/ itu

lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ". (QS. Al-Maidah: 8). 34

34
Muham111ad Tahir Azhari, Negara Huicurn : Suatu Studi Tenlang l)rtnsip-J1rinsipnya
/)i/ihat dari Segi H1ilaun Jslan1, bnplenienlasinya pada I1 eriode Negara lvfadinah dan Masa Kini,
(Jakarta; Bulan Bintang, 2003), Cet. I, h. 107.
BAB 111

BIOGRAFI AL-GHAZAL!

A. Riwayat Hidup Al-Ghazali

Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad lbn Muhammad

lbn Ahmad, ia lahir pada talmn 450 H (I 058 M) di Thus salah satu kota di

Khurasan 1. Karena ayalmya penjual benang, ia diberi nama panggilan al-Ghazali,

yang dalam bahasa Arab bera1ti pembuat benang. 2

Ayalmya seorang yang mempunyai semangat keagamaan tinggi.

Diriwayatkan bahwa ayalmya sangat menyenangi ulama dan sangat rajin

menghaditi majelis-majelis pengajian, bahkan sebagai ungkapan rasa simpatik ia

sering memberikan sesuatu daii hasil jetih payalmya kepada ulama.

Sebelnm ayalmya meninggal, al-Ghazali da11 saudaranya, Ahmad,

dititipkan kepada salah seorang teman ayalmya, seorang sufi yang hidup sangat

sederhana, keduanya diberikan bimbingan dalam berbagai pengetahuan. 3

Siapa di antara umat Islam yang tidak kenal nama Abu Hamid al-Ghazali

atau Imam al-Ghazali, seorang teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir yang

original, ahli tasawufterkenal dan yang mendapatjulukan Hujjah al-Islam.

Umat Islam di Indonesia mengenalnya terutaina melalui kaiya tulisnya

yang terbesar lhya Ulum al-Din (Menghidupkan Kembali Ihnu-·llmu Agama) yang

terdiri dati enam jilid, yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai buku

petunjuk pelaksanaan patipuma untuk pengalaman dan penghayatan ajaran Islam,

1
Iman1 al-Ghazali, Kegelisahan Af-(Jhazali Sebuah (Jtobiografi lnteleklual,
Penerjemah. Aclunad Khudori Soleh. (Bandung; Pustaka Hidayah, 1998).
2
"'!.
l, h. 7.
Jamil Ahmad, Sera/us Muslim Terkemuka, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1984), Cet. 3, h.
97.
3
lbid., h. 148.
39

baik yang menyangkut ibadah mumi maupun yang berkaitan dengan aspek-aspek

kehidupan bermasyarakat, lhya Ulum al-Din merupakan karya utama al-Ghazali

dan diakui sebagai kitab klasik, dan merupakan pendekatan t•erpendek menuju al-

Qur'an, dalam buku ini al-Ghazali mengungkapkan dan mencela habis-habisan

mereka yang disebut dermawan dan peke1ja sosial, yang pada umumnya

menyumbangkan dan melakukan kegiatan sosial mereka dengan motif

kepentingan diii sendiri4.

Al-Ghazali di Barnt dikenal sebagai "Algazel", merupakan salah satu

pemikir ulung lslam 5. Al-Ghazali mempakan salah satu pemikir Islam yang

banyak menyumbang bagi peningkatan sosial, kebudayaan, etika, dan pandangan

metafisika Islam 6 . Al-Ghazali meninggal pada hari Senin, 14 Jumadil Akhir pada
7
tahun 505 Ha tau 1111 M di Thus.

B. Pendidikan AI-Ghazali

Al-Ghazali mendapat pendidikan awalnya di Thus yaitu tempat

kelahirannya, di bawah asuhan seorang pendidik dan ahli tasawuf, sahabat kaiib

ayahnya yang telah meninggaf

Ketika sang sufi merasa keduanya perlu melai1jutkan pelajaran, ia

memasukkan mereka sekolah di kotanya, al-Ghazali belajar kepada salah seorang

4
Muna\vir Sjadzali, !slain dan Tata Negara: ,,.Jjaran, Sejarah, dan Pemikiran, {Jakarl~
UI Press. 1993), h. 70.
5
Jan1il Ahmad, Seratus Muslitn Terken-1uka, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1984), Cet. Ke 3,
h. 97.
6
Ibid., h. l 01.
7
Achmad Ghalabi, Rekonstrukri Pemikiran Islam, (Jakai1a; l'IN Jakai1a Press, 2005),
Cet. l. h. \49.
8
Muna\vi Sjadzali, Isla1n dan Tata Negara. Ajaran, 5'ejarah, dan I'etnikiran, (Jakarta; UI
Press, 1993), h. 70.
40

faqih di kota kelahirannya, Thus, yaitu Ahmad al-Radzhami, lalu pergi ke Jurjan
9
dan belajar kepada Imam Abu Nashs al-Ismaili.

Untuk kelanjutan pendidikannya, al-Ghazali terpaksa meninggalkan kota

kelahirannya ke Nishabur dan Baghdad, yang pada masa itu kedua kota ini

merupakan tempat pendidikan tettinggi di Timur, beruntung ia memiliki dua guru

besar Islam, yaitu Imam Haramain yang menyemarakkan kaiangan sastra

Nishabur, dan Abu Ishaq Shirazi yang cemerlang di cakrawala sastra Baghdad.

Nishabur merupakan pusat pendidikan, dan madrasah el-Bakiath Nishabur

adalah universitas pertama dunia Islam. Nizhamiyah Baghdad bukanlah univesitas

pertama Islam di Timur, karena jauh sebelumnya beberapa univesitas, seperti


10
Bakiath, Sadia, dan Nasiria telah didirikan Mahmud Ghaznavi di Nishabur.

Di Nishabur ia belajar tentang ilmu kalam atau teologi pada Abu al-Ma'ali

al-Juwaini yang bergelar Imam Haramain Juwaini 11 • Di bawah bimbingan

gurunya itulah ia sungguh-sungguh belajar sampai benar-benar menguasm

madzhab, teologi, ushul fiqh, logika dan membaca filsafat serta menguasm

pendapat tentang semua ilmu tersebut 12 .

Al-Ghazali adalah murid terpandai Imam Haramain, begitu banyak dan

cepat menimba ilmu, sehingga ia sambil menuntut ilmu, dapat menjadi pembantu

gurunyau Dan pada waktu itu ia sudah mulai menulis dan mengajar. Tetapi

9
Ach1nad Ghalabi. J?.ekonstruks·i J)e1nikiran ]J'/rnn, (Jakarla; UJN Jakarta Press, 2005),
Cel. I, h. 148.
10
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1984), Cet. Ke 3,
h. 98.
11
Muna\vir Sjadzali, Jslan1 dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan J)enlikiran, (Jakarta~
UI Press, 1993), h. 70.
12
Achmad Ghalabi, Relo:mstruksi l'emikiran Islam, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005),
Cet. l, h. 149.
13
Jamil Ahmad. Seratus Muslim Terkemuka, (Jakar1a: Pustaka Firdaus. 1984). Cet. Ke 3,
h. 98.
41

kiranya pada waktu itu pula sudah mulai timbul kebimbangan pada pikirannya

tentang kebenaran apa yang didapatkan dari gurunya. Selain bergmu pada Imam

Haramain Juwaini, al-Ghazali juga belajar kepada sejumlah ulama lain, tetapi
14
umumnya kurang begih1 terkenal.

Setelah gunmya, l-laramain Juwaini meninggal dunia pada tahun 478 l-1

(1085 M), al-Ghazali meninggalkan Nishabur menuju Al-Askar, dan pada waktu

itu umurnya belum 28 !alum, tetapi ia tidak tertandingi di seluruh dunia Islam dan

ketenarannya menyebar keseluruh pojok dunia Islam. Kemudian dia

menggabungkan diri sebagai teman dan ilmuwan dengan k•elompok Nizham al-

Mulk yaih1 suatu kelompok yang waktu itu sangat menarik bagi para cendekiawan

muda Islam dan mernpakan sebuah pertemuan para ilmuwan. Dalam majelis ini

keunggulan al-Ghazali tampak menonjol.

Akhirnya pada tahun 484 H atau tahun I 09 l M ia ditugaskau oleh Nizham

al-Mulk Lmtuk mengajar di lembaga pendidikan tinggi Nizhamiyah yang didirikan

di Baghdad, empat tahun Iamanya ia mengajar pada lembaga yang kenamaan itu,

dan melalui jabatannya sebagai maha guru namanya melejit, sehingga ia terhitung

salah seorang ilmuwan yang disegani, dan ahli hukum yang dikagumi, tidak saja

dalam lingkungan Nizhamiyah, tetapi juga di kalangan pemerintahan di

Baghdad 15 . Dan keistimewaannya adalah pengangkatannya sebagai Rektor

Universitas Baghdad Nizhamiyah, perguruan tinggi utama pada waktu ih1, pada

umur 34 tahun. 16

14
l\!1una,vir Sjadzali, ls·!a1n dan Ta/a Negara: Ajaran, Sejarah, dan Petnikiran, (Jakarta:
UI Press. 1993). h. 70.
15
Ibid., h. 71
16
Ja1nil Ah1nad, Seratus A1us/irn Terke1nuka, (Jakarta~ Pustaka Firdaus, 1984), Cet. 3, h.
97.
42

Al-Ghazali tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.

Di samping kegiatannya sebagai maha guru dia terns mendalami ilmu filasafat dan

banyak menulis tentang cabang ilmu itu. Dan ia muak dengan segala kepalsuan

kemegahan dan pesta porn yang meliputi kehidupan sosial kerajaan di Baghdad, ia

mendambakan sesuatu yang lain, yang tidak terdapat dalam tumpukan buku

pengetahuan teori yang ia temukan di lingkungan kesusastraan kota itu. la

memutuskan mengadakan perjalanan spiiihml dan memutuskan semua hubungan

dengan kalangan sosial dan kerajaan, mogok makan secara tcrbatas, memaksakan

untuk diam, dan mengabaikan kesehatan. 17

Sementara it11 ia masih menernskan kebiasaan menyendi1i, sehingga ia

jatuh sakit dan menderita gangguan saraf, karenanya ia tidak dapat lagi mengajar

di Nizhamiyah. Dan pada tahun 488 H atau tahun !095 M ia meninggalkan

Baghdad dengan membe1i kesan akan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah

haji, tetapi ternyata kepergiannya dari Baghdad itu hendak mengakhiri karimya

baik sebagai maha guru maupun sebagai ahli hukum.

Dalam kmyanya Ihya Ulum al-Din dia menyatakan berbuat demikian

karena takut masuk neraka, sambil mengecam apa yang mem1rutnya kebobrokan

akhlaq dan meluasnya korupsi di kalangan para ulama dan ab.Ii hukum pada waktu

itu. Menurutnya kalau ia tetap tinggal di tengah-tengah masyarakat yang rusak itu,

dia mungkin akan terseret ke perbuatan-perbuatan tercela, sementara pengamat

sejarah menyatakan bahwa Ghazali meninggalkan Baghdad terntama karena tak1.1t

17
lbid.• h. 98.
43

pembalasan dari golongan lsmailiyah Bathiniyah yang telah membunuh Nizham


18
al-Mulk pada talnm485 H atau tahun 1092 M.

Al-Ghazali tidak pergi ke Mekkah tetapi ke Damascus, ibu kota lama

kaum Umayyah dan mengundurkan diri ke hidup berkhalwat dan berdoa. Dua

tahun ia tinggal di kota itu, dan berkali-kali ia membahas pokok persoalan mistik

di Masjid Agung Umayyah yang sebenamya adalah Universitas Suriah.

Pengalaman pribadi al-Ghazali mengenai kebenaran inilah yang ditulis

dalam karyanya yang cemerlang, lhya Ulum al-Din, yang mengilhami

kebangkitan kembali agama di kalangan yang tadinya tidak menerima mistik.

Sejak itu ia membawa perubahan yang pasti terhadap pandangan Islam,

mistik, dan ia mensyaratkan bahwa kesucian diturunkan dari kenabian, dan ia

senantiasa meminta pertimbangan dari wewenang tertinggi Muhammad yang

hukum-hukumnya, menurut Ghazali, harus dipatuhi baik secara tersurat maupun

tersirat.

Di situ (Baghdad) ia meujadi murid Syeikh Farmadi, sufi terbesar dan

dihonnati di dunia Islam pada masa itu. Al-Ghazali menmggalkan Damascus

karena seorang penceramah yang tidak mengenal dia banyak mengutip buku

Ghazali di dalam ceramahnya itu, dan dia pun segera meninggalkan Damaskus

agar tidak dikenal dan dip1tji-p1tji sehingga timbul rasa bangga pada dirinya, suatu

perasaan yang di dalam tasawufharus dibuangjauh. 19

Setelah ia pergi meninggalkan Bahgdad ia tiba di Yerussalem, dan

mengunjungi tempat abadi Nabi Ibrahim, dan di samping makam itu ia

Muna\vir Sjadzali, Islani dan Tata Negara : A.Jaran, Sejarah, dan J)e1nikiran, (Jakarta~
18

Ul Press, 1993), h. 71.


19
Jamil Ahmad, Sera/us Muslim Terkemuka, (Jakarta; Pustaka l"irdaus, 1984), Cet. 3, h.
99
44

memntnskan nntnk tetap berpegang pada tiga ha!, yaitu, perlama, tidak akan

mengnnjnngi balairung raja. Kedua, tidak akan menerima hadiah dari raja. Dan

ketiga, tidak akan pernah ambil bagian dari disknsi yang tak b<:rgnna.

Kemndian dari Yerussalem ia pergi ke Mekkah dan Madinah. Ghazali

mengembara lebih dari sepnlnh tahnn, mengnnjungi tempat-tempat snci yang

bertebaran di daerah Islam yang lnas., menurut Ibn Asir, selama perjalanan itn

Ghazali menulis Ihya U/um al-Din, kaiya ntamanya yang memperbaharui dan

sangat mempengaruhi pandangan sosial dan religius Islam dalam berbagai segi. 20

Pada tahnn 498 H atan tahun 1105 M Ghazali dibnjnk oleh wazir Fakhr al-

Mulk, anak Nizham al-Mulk, agar kembali mengajar di Khurasan. Pada akhir

tahun 499 H atau pertengahan 1106 M ia mulai memberikan kuliah di

Nizhamiyah, Nizhabur, dan tidak lama setelah itu ia menulis salah satu bukunya

yang terkenal A/-Munqidz min a/-Dha/a/ (Penyelamat dari Kesesatan). Jarak

antara waktu Ghazali meninggalkan Baghdad dan mengajar kembali di

Nizhamiyah adalah dua betas tahun. 21

Setelah berkali-kali diminta nntnk mengaJar kembali di pergnruan

Nizhamiyah dan akhirnya dilulnskan permintaannya itn oleh Ghazali, namnn

iapun kembali meninggalkan perguruan tersebnt dan kembali kerumalmya, Tims,

tempat lahirnya, dan mendirikan khalaqah bagi kaum sufi serta madrasah bagi

para penuntut 1·1munya. 2'-

Nasib al-Ghazali tidak sepenuhnya menyedihkan, kekecewaannya

terhadap sihmsi keagamaan dan politik di dunia Islam ba1,,>ian Timur sedikit atan

20
Ibid., h. 100.
21
Muna\vir Sjadzali, Jsla1n dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan l'e1nikiran, (Jakarta;
UI Press, 1993), h. 73.
22
Achmad Ghalabi, Rekonstruksi Pemikiran Islam, (Jakarta; UIN Jakarta Press, 2005),
Cet. I, h. 149.
45

banyak telah terobati oleh perkembangan yang terjadi di bai,,>ian Barat dunia Islam.

Pada masanya di Afrika Utara sebelah Barnt telah berdiri dua kerajaan, yaitu

Murabithin yang dibangun oleh Abdullah bin Yasin dan Yusuf bin Tasyfin, clan

wilayahnya yang meliputi Al-Jazair, Marakisy, Afrika Barat clan Andalusia.

Kemudian Muwahidin yang dibangun oleh Muhammad bin Tumaarat,

yang wilayalmya meliputi seluruh daerah Maghrib Arab.. Afrika Barnt dan

Andalusia. Al-Ghazali bersahabat dengan para pendiri dua dinasti itu. Yusuf bin

Tasyfin, pendi1i kerajaan Murabithin, berhubungan dengan Ghazali melalui

korespondensi. Yusuf meminta nasihat ten tang masalah-masalah perang clan

damai, clan kebijaksanaan politik negara. Persahabatan Ghazali yang lain, yang

juga menghasilkan lahimya suatu negara yang didasarkan atas pengarahan dan

petunjuk darinya, adalah persahabatannya dengan Muhammad bin Tumarat,

pendi1i kerajaan Muwahidin, setelah dia berhasil memberontak terhadap

murabithin dan merebut sejumlah wilayah kekuasaannya. Hubtmgan antara

pendi1i dinasti Muwahidin dengan Ghazali yang berlangsung selama tiga tahun

merupakan hubungan antara seorang murid clan seorang guru clan tutor. 23

C. Posisi al-Ghazali di antara Para Pemikir Islam Klasik

Al-Ghazali merupakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada

fase kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami de:gredasi yang cukup

bermti. Hal ini ditandai dengan te1jadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat

korupsi di kalangan birokrat dan menurunnya moralita:; masyarakat. Latar

belakang al-Ghazali yang sejak kecil dididik dalam Iingkungan sufi, sangat

B Ibid., h. 74.
46

mempengaruhi corak pemikiran tokoh ini. Oleh karena itu al··Ghazali yang hidup

pada masa Daulah Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Qa'im (422 H/1031 M)

sampai khalifah Mustazhir (487 H/1094 M) banyak memunculkan pemikiran-

pemikiran yang bemilai nonnatif, pernikiran-pemikiran al-Ghazali banyak

dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sufi. Selain dipengaruhi gurunya, al-Juwaini,

pemikiran al-Ghazali juga dipengaruhi oleh Harits bin Asad al-Muhasibi (w. 243

H/859 M) dan Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M).

Konsekuensi dari korupsi dan tenggelamnya kalangan istana dalam

kehidupan duniawi adalah dicarinya ulama yang saleh, sufi atau asketis. Meskipun

pada awalnya ditentang oleh para ularna karena sejumlah konsep sufi yang

dianggap bertentangan dengan ajaran dasar· Islam, lambat !arm dapat diterima. Di

sinilah peranan al-Ghazali dalam upaya merefonnasi konsep tasawuf, guna

membersihkan paham sufi dmi elemen-elemen y;mg dipe11anyakan.

Kecenderungan sufi, yang lebih menekankan pada ibadah dengan melepaskan

kehidupan dunia smna sekali, temyata kurang relevan.

Karena bagaimanapun juga kaum muslimin punya tanggung jawab

terhadap tantangan dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Selain itu

Rasulullah SAW juga mengajarkan unh1k hidup seimbang, antara dunia dan

akhirat.

D. Corak dan Pengaruh Pemikiran al-Ghazali dalam Dunia Islam

Kritis dan konstruktif setidaknya menjadi aspek pemikiran al-Ghazali yang

tergambar pada karya-karyanya. Motif utama setiap karya al-Ghazali adalah

spiritualisasi pemikiran dan praktek keagamaan, dengan menjadikan keselamatan


47

di akhirat sebagai tujuan akhir. Dia bennaksud mengidentifikasi dan menganalisis

hal-hal yang membantu dan merintangi tercapainya tujuan tersebut. Motif ini

sangat tampak pada karyanya Ihya' Ulum al-Din. Dalam kaiya-kaiyanya yang lain

al-Ghazali berupaya mengidentifikasi Islam. la berpendapat bahwa untuk menjadi

seorang muslim, cukup dengan menganut keyakinan-keyakinBJl yang diatur Tuhan

dan Nabi-Nya dalam al-Qur'an dan Sunnah. Dengan kata lain, bahwa mengetahui
24
argumen rumit yang dikemukakan beberapa teolog bukanlah prasyai·at iman.

Dalam bidang hukum, menilai benar dan salah dengan mernjuk pada teori,

konvensi sosial dan lainnya bat,ri al-Ghazali mernpakan hal yang tercela, karena

menurntnya mempertahankan bentuk dengan mengorbankan rnh, berarti

mengalahkan tujuan hukum itu sendiri. Sedangkan dalam bidang etika, ia

memberi bahasan terperinci mengenai serangkaian kebajikan dan kejahatan serta

menyebut cinta dunia sebagai akar setiap kejahatan, karena mencintai Tuhan

mernpakan kebaika!l tertinggi. Al-Ghazali tidak hanya bernpaya menghidupkan

kembali disiplin-disiplin Islam, tetapi juga memperbaharui masyarakat secara

praktis. la memberikan penilaian terns terang mengenai peran berbagai kelompok

masyarakat, terutama terhadap para pakar muslim yang diyakininya be1tanggung

jawab atas dekadensi sosial dan moral masyarakat.

Di sini dapat disimpulkan bahwa metode yang dipakai oleh al-Ghazali

adalah k1itis analitis. la berpendapat bahwa segala sesuatu patut dikaji dai1 diteliti.

Suatu analisis baginya dapat menyingkapkan kekuatan dan kelemahan pandangan

atau sistem pemikiran. Sedangkan kebenaran, patut diterima dengai1 syarat-syarat

tersendiri. Pendekatan ini membawanya pada kesimpulan bahwa teologi tidak

John L. Esposito, Ensi/dopedi Oxff)rd: l)unia Js/aJJ1 Modern, (Bandung~ Mi_zan, 2001),
24

Vol. 2. h. 112.
48

berhasil memberikan kepastian mutlak, dan bahwa pandangan filosof bukan saja

tidak selaras dengan Islam, melainkan juga tidak memiliki konsistensi internal.

Menurntnya, filosof telah membuat kekeliruan besar karena telah

mengklaim berkompeten dalam suatu bidang tanpa dasar yang kukuh. Filosof

gagal mengikuti kaidah penalaran deminstratifkarena tidak mempunyai data dan

bukti untuk mendukm1g spekulasi mereka mengenai masalah-masalah, seperti

asal-usul dan struktur alam semesta.

Al-Ghazali mernpakan tokoh yang tidak pernah lepas daii pe1tirnbangan

siapapun yang bernsaha memahami agama lslam secara luas dan mendalam. la

terkait erat dengan proses konsolidasi paham Sunni di luar Madzhab I-lambali

(yang meskipun Sunni tidak sepenuhnya menerima pemikiran-pemikiran al-

Ghazali), karena di bidang fiqh al-Ghazali menganut Madzhab Syafi'i, maka

nama pemikir besar itu lagi-lagi tidak dapat dilepaskan dari dunia pemikiran dan

pemahaman Islam di Indonesia, sebab dapat dikatakan bahwa kaum muslim

Indonesia bennazhab Syafi'i.

Sehubungan dengan peran tokoh tersebut, perlu diingat bahwa kawasan

Persia (Iran) di masa al-Ghazali masih beraliran Sunni (Ahl al-Sunnah wa al-

Jamaah), belum menjadi Syi'ah. Tetapi di masa al-Ghazali Nasionalisme Persia

sudah mulai tampil dalam hentuk gerakan (Syu'ubiyah) yang dipelopori oleh

Pujangga Persi terkenal, Firdausi (Abu al-Qasim Mansur, 328-411 1-1/940-1020

M). Dengan demikian, al-Ghazali hidup dalam suasana Islam yang sudah mulai

kehilangan kosmopolitannya dan mulai terpecah-pecah menurut paham

keagamaan (Mazhab), kesukuan, kebahasaan, kedaerahan, dan lain-lainnya. 25

25
Nur Cholis Madjid, Kaki Lang if I)eradaban Is/0111, (Jakarta; l?aramadina, \ 997), cet l,
h. 80.
49

Salah satu jasa al-Ghazali yang disepakati oleh dunia Islam ialah usaha

dan keberhasilannya menyatukan antara dua kubu besar orientasi keagamaan

Islam : orientasi lahiri (yang diwakili oleh para ahli hukum Islam atau fiqh dan

biasanya erat kaitannya dengan susunan kekuasan politik) dan orientasi batini

(yang diwakili oleh kaum sufi), suatu bentuk populisme keagamaan yang sering

tampil sebagai lawan atau pengimbang sistem kekuasaan.

Dalam hat ini sesungguhnya al-Ghazali melanjutkan usaha seorang Sufi

Besar dari Persia, Abu al-Qasim al-Qusyayri (w. 465 H/!072 M). Sedemikian

lengkap sumbangan al-Ghazali dalam penyatuan dua kubu besar orientasi

tersebut, sehingga al-Ghazali dipandang sebagai peletak utama pondasi filsafat

atau tasawuf falsafi. Nilai-nilai ini pula yang banyak mempengamhi pemikiran

politik al-Ghazali.

Di sisi lain al-Ghazali juga seoraug kritikus yang mempunyai otoritas dan

berwibawa, dengan hasil bahwa solusi yang ditawarkannya pun memiliki

kewenangan atau otoritas dan wibawa yang sangat besar. Atas dasar inilah ia

mendapatkan gelar Hujjat al-ls/am ('' Argumentasi Islam", yakni pemikir yang

telah berhasil membuktikan kebenaran Islam). 26

E. Karya-Karya al-Ghazali

Sebagai seseorang yang cinta ilmu pengetahuan dan k1itis dalam

menjawab persoalan-persoalan di zamannya al-Ghazali banyak menciptakan

karya-karya baik bempa kitab atau buku maupun berupa tulisan-tulisan kaiya

ilmiah yang berbentuk shahifat atau selebaran. Karya-kmya tersebut meliputi

26
Ibid._ h. 86.
50

berbagai macam lapangan ilmu antara lain teologi Islam (ilmu kalam), filsafat,

fiqih, tafsir, akhlak dan politik.

Menurnt catatan Sulaiman Dunya banyaknya karangan al-Ghazali itu

mencapai 300 buah. Karangan-karangan al-Ghazali yang banyak itu tidak banyak

yang dapat diselamatkan ketika teijadi penghancuran kota Baghdad oleh tentara

Tartar-Mongol, sebagian besar buah kaiyanya ikut terbakar atau hanyut dibuaug

ke laut. 27

Dalam sebuah daftar yang dikemukakan oleh Prof. Djamil al-Rahman dari

Hyderabad dan Prof F. S. Gilani melalui surat sesuai dengan daftar yang dibuat

oleh Syibli dalam bahasa Urdu menyebutkan 59 buah buku al-Ghazali yang dibagi

sesuai dengan bidang ilmu masing-masing, yaitu :

a) 6 buah tentang Canon Law (hukum fiqih)

b) 5 buah tentang Yurisprudence (ilmu hukum dan ketetapan-

ketetapan hukum)

c) 5 buah tentang Logic ( logika)

d) 14 buah tentang Philosophy (filsafat)

e) 4 buah tentang Etichs (akhlak)

f) 13 buah ten tang Sufisme (tasawuf)

Syekh Nawab Ali menceritakan bahwa ketika bangsa Mongol

menghancurkan Bahgdad mereka membakar perpustakaan, huku tafsir al-Ghazali

yang terdiri dari 40 jilid ikut hilang bersama buku-buku yang lainnya, bahkan

buku yang berjudul Sirr al-Alamin yang isinya menerangkan tentang bagaimana

27
Sulaiman Dunya, Al-Haqiqah Fi Nazhar a/-Ghazali, (Kairo; Dar al-Hwa al-Kulub al-
Arabiyah, 1947), h. 6. ·
51

supaya kepala negara berhasil dalam mengatur pemerintahannya. Di antara karya-

karya al-Ghazali yang masih tersisa adalah :

I. A t-Tibn1 al-Masbuk Fi Nasha 'ih a/-Muluk (Batasan logam mulia

tentang nasihat-nasihat untuk Raja-raja).

2. Maqashid al-Falasih (Tujuan ilmu filsafat)

3. Ihya 'Ulum al-Din (Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama)

4. Mi 'yar al- '!Im (Logika)

5. Tahafi1t al-Falas/fah (Kesesatan para filosof)

6. Al-Munqidz min al-Dhalal (Pembebasan dari kesesatan)

7. Kimiya Sa 'adat (Kimia kebahagiaan)

8. Al-Maukul (Skolastik muslim atau kalam)

9. Al-Wajiz (Pelajaran ilmu tauhid)

/0. Al-!qtishadfi al-I'tiqad (Moderasi dalam kepercayaan)

11. Fadhaih al-Bathiniyah wa Fadhaih al-Mustazhiri (Bahaya haluan

Bathiniyah yang ilegal dan kebaikan pemerintah Mustazhili yang

legal)

12. Al-Mustasyfa' fl al-U~hul (Keterangan yang sudah dipilih mengenai

pokok-pokok ilmu lmkum)

13. Mi )1ar al-llmi (Tentang Jogika)

14. Mizan al- 'Amal (Neraca amal)

15. Misykat al-Anwar (Lampu yang bersinar banyak)

16. Makatib al-Ghazali (Surat-surat al-Ghazali)


BAB IV

ANALISA KONSEP KEKUASAAN DALAM ISLAM

ATAS KAJIAN PEMlKIRAN POLITIK AL-GHAZALI

A. Pemikiran al-Ghazali Mengenai Keknasaan (Mulk)

I. Hakikat Kelmasaan

Hal pettama yang hams diketahui oleh manusia adalah kedudukan dan

pentingnya kekuasaan. Sesungguhnya kekuasaan adalah se:bagian nikmat daii

Allah Azza wa Jalla. Siapa saja yang menjalankan kekuasaan dengan benar, maka

ia akan memperoleh kebahagiaan yang tidak ada bandingannya, dan tidak ada

kebahagiaan yang melebihi kebahagiaan itu. Siapa saja yang lalai dan tidak

menegakkan kekuasaan dengan benar, maka ia akan mendapa.t siksa karena kufur

kepada Allah S WT.

Keterangan yang menunjukkan betapa agung kedudukan dan pentingnya

kekuasaan, adalah apa yang diriwayatkan dati Rasulullah SAW, beliau bersabda

yang artinya sebagai berikut :

"Wahai para pemimpin Quraisy, perfakukan/ah rakyal dan para pengikul

kalian dengan liga hat, yaitu jika mereka min/a kasih sayang dari kalian

maka kasihilah mereka, jika kalian membua/ kepulusan maka buatlah

kepulusan yang adi/ da/am umsan mereka, dan berbuat/ah seperti apa

yang kalian katakan. Siapa saja yang tidak melakukan liga ha! terse/JUI,

maka baginya /aknal Allah dan ma/aikat-Nya. Allah tidak akan menerima

amafnya baik yang wajib maupun yang sunah ". (HR. lbnu Abbas). 1

1
I1nam Al-GhazaJi, E'tika Berla1a'J'a : Nasihat-Nasilwt Imam ~41-(Jhazali, Penerjemah.
AriefB. Iskandar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1988), h. 23.
53

2. Hubungan Agama dengan Kekuasaan

Teori politik al-Ghazali dalam kitabnya Nashihat al-Mulk terutama

didasarkan atas suatu konsep dunia metafisik serta implikasi etisnya. Berbeda

dengan pemikir-pemikir Sunni lainnya yang menyandarkan teori-teori mereka

pada doktrin-doktJin tentang delegasi dan obligasi di mana kepatuhan pada imam

bersumber dari peiintah symi'ah, al-Ghazali mengembangkan pemikirannya

sendi1i dengan menyatakan bahwa kepatuhan pada raja didasarkan alas kenyataan

bahwa Tuhan memilih raja dan menganugerahinya dengan kekuatan dan cahaya

Ilahi (jarr-i-lzadi). Dalam kitabnya itu juga al-Ghazali menyatakan bahwa jika

Tuhan mengutus Nabi-nabi dan memberi mereka wahyu, Ia juga mengutus Raja-

raja dan memberkati mereka dengan ''jarr-i-lzadi". Keduanya mempunyai t11juan

yaug sama, yaitu kesejahteraan umat mmmsia. Dengan landasan ini ia juga

menyatakan adanya hubungan simbiotik antara agama dan politik (kekuasaan)

sebagaimana adanya paralelisme antara Nabi dan Raja dan antara wahyu danfarr-

i-lzadi. Dalam pemikiran al-Ghazali bahwa agama dan politik (kekuasaan), dunia

dan akhirat mempunyai kaitan erat yang tak dapat dipisahkan. Ia juga

menyatakan bahwa agama adalah dasar dan kekuasaan politik adalah penjaganya.

Oleh karena itu menurutnya agama dan politik saling bergantungan. 2 la juga

menyatakan "Agmna tidak sempurna kecuali dengan dunia". Kekuasaan dan

agama adalah saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dari

satu perut yang sama, oleh karena itu raja-raja hams dipatuhi dan diikuti sesuai

dengan pe1intah Tuhan. sebagaimana firman Allah SWT yang artinya sebagai

berikut:

2
Suyuthi Pulungan, Nqh Siyasah Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta;
RajaGrafindo Persada; 2002). h. 237.
54

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Ra.11t! (Nya),

dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu be1:1·elisih /enlang

sesuatu, maka kembalilah kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman

kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian lebih utama (bagimu)

lagi lebih baik akibatnya" (QS. An-Nisa': 59).

Mengenai ayat di atas al-Ghazali mengartikan ulil amri (mereka yang

berada dalam kekuasaan), yang dianggapnya sebagai "bayangan Tuhan di muka

bnmi". Dalarn kitab Nashihat al-Mulk al-Ghazali berpendapat bahwa kata Mulk

yang dignnakan bnkan imarnah atan khilafah. Ini mungkin dilihatnya sebagai kata

generik, atau karena logika politik situasional di mana transfonnasi politik radikal

yang dilakukan oleh sultan-sultan saljuk memaksa para pernikir politik

memberikan justifikasi. Bahwa Nizham al-Mulk dan al-Ghazali menghindar

membela pelestarian khilafah historis nampaknya tidak berarti bahwa khilafah

tidak perln bagi mereka. Bagi mereka adanya khilafah bnkan hanya tnntntan yang

didasarkan atas wahyu sebagaimana dikemukakan para fuqaha, tapi juga atas

pertirnbangan rasional, dalam arti pemikiran falsafi. 3

3. Sumber Kekuasaan

Menurut al-Ghazali, Allah telah rnemilih dna kelornpok dari kalangan

manusia. Mereka adalah para Nabi yang bertugas nntuk memberikan petunjuk

kepada para harnba-hamba Allah mengenai tata cara beribadah kepada-Nya, dan

memberikan keterangan kepada mereka jalan yang harus ditempuh. Allah juga

telah memilih para penguasa nntuk menjaga hamba-hamba Allah dari

3
M. Din. Syamsuddin, Islam clan Polilik: Era Onie Boru, (Jakarta; Logos, 2G(ll), ce\. l,
h. 105.
55

penganiayaan sebagian oleh sebagian yang lain. Kekuasaan mereka adalah alat

untuk menetapkan dan membatalkan. Kemaslahatan hidup makhluk bergantung

kepada kebijaksanaan mereka. Allah SWT dengan kekuasaan-Nya telah

menyediakan tempat yang paling mulia bagi mereka. Dan menurnt al-Ghazali

penguasa adalah bayangan Allah di muka bumi, maka siapa saja yang diberi

kekuasaan oleh Allah dan dijadikan bayangan-Nya di burni wajib bagi para

makhluk untuk mencintai, mematuhi dan mentaatinya. Mereka tidak boleh

membangkang dan menentaugnya selama penguasa itu masih berada dijalan yang

benar yaitu mengikuti syari 'at Islam. 4

Dengan demikian menurnt al-Ghazali sistem peme1intahan dapat

dikatakan teokrasi yang puncaknya berdiri seorang wakil Tuhan di muka bumi.

Teori ketuhanan atau disebut juga temi teokrasi mernpakan teori-teori yang

mendasarkan berlakunya hukum atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa,

berhubung peraturan penmdangan itu ditetapkan penguasa negara, maka dalam

sistem teokrasi diajarkan bahwa para penguasa negara itu mendapat kuasa daii

Tuhan, seolah-olah para Raja dan penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan. 5

Teori teokrasi dibagi atas dua bagian, yaitu :

I. Teori Teokrasi Langsung

lstilah langsung menunjukkan bahwa yang berkuasa di dalam negara itu

adalah langsung dari Tuhan. Dan adanya negara di clunia ini adalah atas kehenclak

Tuhan dan yang memerintah adalah Tuhan. Misalnya, pada zaman dahulu raja-

raja Mesir dianggap oleh rakyatnya senagai Tuhan. Di atas selurnlmya itu rajalah

yang merupakan alat pemersatu dan untuk itu ia dipuja-pujanya sebagai Tuhan
4
Jrna1n Al-Ghw.aJi, Etika Berkuasa : Nasihat-Nasihat J1na1n Al-Ghazali, Penei:iemah.
Arief B. Iskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 77.
5
C. S. T. Kansil, Pengantar I/mu Hu/mm Ji/id 1, (Jakarta; Balai Pus1aka, 2002), h. 33.
56

agar supaya ia tetap berwibawa. Maka deugan adanya kenyataan-kenyataan

seperti ini muncul apa yang disebut sebagai teori teola"asi yang maksudnya hendak

membenarkan adanya negara yang didirikan atas kehendak Tuhan dan yang

diperintah oleh Tuhan sendi1i walaupun Tuhan itu berwujnd sebagai seorang

Raja. 6

2. Teori Teokrasi Tidak Langsung

Disebut tidak langsung karena bukan Tuhan sendin· yang memerintah

melainkan Raja atas nama Tuhan. Raja memerintah atas kehendak Tuhan sebagai

karunia. Dalam teori ini hendak membenarkan negara dan kekuasaannya atas

dasar pemberian Tuhan. 7

Manusia yang dibe1i kekuasaan di muka bumi merupakan suatu

pendelegasian kewenangan dari Allah, karena Allah adalah sumber dari segala

kekuasaan. Al-Qur'an menegaskan bahwa Allah sebagai pemilik keknasaan yang

Dia dapat limpahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, demikian pula Dia

mampu merenggut kekuasaan dari siapa saja yang Dia kehendaki, sehagaimana

dalam finnan Allah yang artinya :

"Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan

kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut

kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang

yang Engkau kehendaki dan Ei1gfwu hinakan orang yang Engkau

kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau

Maha Kuasa alas segala sesuatu ". (QS. Ali lmran : 26 ).

6
Moh. Kusnardi dan Bjnlan R. Saragih, Jlmu Negara, (Jakarta; G&.ya Media Pratama,
2000), h. 62.
7
Ibid., h. 64.
57

Mengenai sumber kekuasaan kepala negara terdapal tiga teori, yaitu

Perlama, leori ketuhanan, yaitu kekuasaan yang berasal dati Tuhan (Divine

Rights of Kings). Penguasa bertahta atas kehendak Tuhan sebagai pembe1i

kekuasaan kepadanya. Kedua, teori kekuatan. Yaitu suatu teo1i yang mengatakan

kekuasaan politik diperoleh melalui kekuatan dalam persaiugau antar kelompok.

Negara dibentuk oleh yang menang, dan kekuatanlah yang membentuk kekuasaan

dan pembuat hukum. Ketiga, teori kontrak sosial. Yaitu suatu teori yang

menerangkan kekuasaan diperoleh melalui perjanjian masyarakat. Artinya,

kekuasaan politik bersumber daii rakyat, dan legitimasinya melalui pe1janjian

masyarakat. Dengan kata lain terjadiuya penyerahan kekuasaan oleh anggota

masyarakat kepada seseorang atau Jembaga. Melihat kepada tiga teori tersebut

terdapat banyak pandangan di antara para tokoh Islam. Ibn Abi Rabi' yang

mengambil teori ketuhanan, karena didasarkan pada pendapatnya bahwa Allah

mengangkat penguasa-penguasa bagi masyarakat. Penguasa-penguasa itu

meudapat pancaran Illahi dan menetapkan mereka dengan karamah-Nya. Dengan

demikian sumber kekuasaan kepala negara bukan berasal dari rakyat, melainkan

datang dari Allah yang melimpahkan-Nya kepada sejumlab kecil orang pilihan.

Demikian juga dengan pandangai1 al-Ghazali, yang berlandaskan pada surah An-

Nisa' ayat 59 yang meme1intahkan orang-orang mukrnin taat ke[ada Allah,

kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin, dan surah Ali J'mran ayat 26 yang

menegaskan bahwa Allah memberikan kerajaan (kekuasaan) kepada yang Ia

kehendaki, al-Gbazali mendukung ada1o,>ium yang mengatakan bahwa kepala

negara atau sultan adalah bayangan Allah di atas bumi ini. Sedangkan Al-

Mawardi dan !bu Khaldun Iebih kepada teori kontrak sosial, karena menurut
58

mereka sumber kekuasaan berasaI dari rakyat, gagasan mereka tentang proses

terbentuknya negara adaiah atas dasar kehendak manusia sebagai makhiuk sosiaI

atau makhluk poiitik untuk berkumpuI di suatu tempat dalam rangka ke1ja sama

dan tolong menoiong untuk memenuhi kebutuhan hidup. 8

Dengan demikian menurut aI-Ghazaii kekuasaan yang dimiliki manusia

hanyalah sekedar amanah dari Allah Yang Maha Kuasa dan kekuasaan manusia

itu bersifat nisbi (reiatif) dan temporer, yang kelak hams dipmtangung jawabkan

di hadapan-Nya. 9

4. Prinsip-Prinsip Kekuasaan

Kekuasaan dianugerahkan oieh Allah kepada manusia. Penganugerahan ini

diiakukan meiaiui suatu ikatan perjanjian. Ikatan ini teijaiin antara sang penguasa

dengan Allah SWT di satu pihak dan dengan makhluk (masyarakatnya) di pihak

Iain.

Pe1janjian dengan Allah disebut dalam aI-Qur'an dengan 'ahd. Sedang

perjanjian antar manusia disebut dengan banyak kata, antara Iain baiat, mitsaq dan

undang-undang. Perjanjian ini antara sang penguasa dengan masyarakat maupun

antara dia dengan Yang Maha Kuasa merupakan amanat yang barns ditunaikan.

Dari sini, tidak heran jika perintah taat pada penguasa (uliI amri) didahului oieh

perintah amanah. Sebagaimana finnan Allah yang artinya ;

"Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu unluk menunaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijakasanaan)

8
Suyuthi Pulungan, Fiqh S/J;asah Ajaran, S'ejarah dan I)e111ikiran, (Jakarla;
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 264.
9
Muhamn1ad Tahir Azhari, 1Vegara Hukurn : Suatu Studi Tentang Prinsip-I)rinsipnya
l)ilihal dart ._)'egi Hula.an 11/arn, !1nple1nentasinya pada J>eriode Negara Madinah dan Masa Kini,
(Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. l, h. l 05.
59

di antara kamu supaya menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah

memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya

Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Wahai orang-orang yang

beriman taatilah Allah,dan taatilah Rasul dan ulil amri di antara kamu.

Kemudian jika kamu berse/isih tentang sesuatu, maka kembalilah

kepada Allah dan Rasul, jika kamu beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian lebih utama (bagimu) lagi lebih baik

akibatnya. (QS. An-Nisa: 58-59).

Menurut kedua ayat di atas Al-Ghazali mengatakan bahwa ada dua nilai-

nilai yang terdapat dalam p1insip kekuasaan dalam Islam yaitu, Pertama,

Keadilan. Kedua, Amanah (kejujuran). Di mana keadilan yang sempuma adalah

adanya persamaan antara orang yang tidak dikenal dan yang dikenal pada satu

tempat, dalam perkara pengadilan. Memandang dengan pandangan yang satu,

tidak mengutamakan salah satu pihak dari pihak yang lain, karena yang satu kaya

yang lain miskin.

Sesungguhnya di akhirat mutiara dan tanah berada pada satu tempat.

Orang yang berakal tidak akan membakar di1inya dengan api neraka hanya gara-

gara kemarahan yang menggelegak. Jika seorang yang lemah datang kepada

seorang penguasa mengajukan dakwaan, hendaklah penguasa itu menegakkan

undang-undang dan menerapkan hukum Allah SWT. Hendaklah dia berbuat adil

kepada hamba yang lemah tadi, mengasihinya, tidak berbuat zalim kepadanya dan

tidak malu dalam menegakkan keadilan. Dia melaksanakan finnan Allah :


60

"Se.111ngguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat

baik". (QS. An-Nahl: 90)."'

Al-Ghazali yang hidup di tengah-tengah gelombang kezaliman yang telah

meruntuhkan p1insip-prinsip baik bagi politik Islam, sangatlah me1indukan sifat

keadilan itu. Dan untuk rnenjalankan keadilan tersebut, pemerintah haruslah

bertangan kuat, untuk rnencegah te1jadinya kezalirnan, baik dari pihak pegawai-

pegawai pernerintahan, maupun di dalarn rnasyarakat.''

Keadilan yang dituntut ini bukan hanya terhadap kelompok, golongan atau

kaurn rnuslim saja, tetapi rnencakup seluruh manusia bahkan seluruh rnakhluk.

Berdampingan dengan arnanat yang dibebankan pada penguasa, ditekankan

kewajiban taat rnasyarakat terhadap rnereka. Kekuasaan adalah sebuah arnanah

bagi orang yang rnemegang kekuasaan, maka hendaklah para. penguasa atau yang

dibe1i amanah hams dapat mengartikan kekuasaan itu sebagai sebuah amanah.

Penguasa yang adil adalah penguasa yang berbuat adil di antara manusia,

dan rnenahan diri dari berbuat jahat dan kerusakan. Penguasa zalim adalah

penguasa yang kejam, dan kekuasaannya tidak akan langgeng. Sebagaimana sabda

Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut :

"Kekua.man mungkin saja dapat lenggeng di tangan orang-orang ka,flr,

tetapi tidak akan pernah langgeng di tangan orang-orang zalim"

Dalam sejarah, kaum Majusi telah menguasa dunia selarna ernpat ribu

tahun. Kelanggengan kekuasaan hanya akan terjadi dengan perilaku adil terhadap
10
Imam Abu Ahmad Muhammad A\-Ghazali, Etika Berkuasa : Jtlasi11at-Nasihat Itncnn
Al-Ghazali, Penerjemah. AriefB. Iskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 103.
JJ Zainal Abidin Ahn1ad, !hnu J>o/itik Isla1n II : Konsepsi J>ofilik dan Ideologi Jslarn,
(Jakarta; Bulan Bintang,), h. 19 l.
61

rakyatnya dan memelihara urnsan-umsannya secara bersama-sama. Mereka tidak

membiarkan terjadinya kezaliman dan kejahatan dalam umsan agama dan

keyakinan mereka. Mereka mengelola negaranya dengan adil. Mereka juga

senantiasa berbuat adil kepada manusia.

Harns diketahui bahwa kemakmuran dan kemntuhan dunia bergantung

kepada para penguasanya. Jika penguasanya adil, maka dunia akan makmur dan

rakyat akan merasa aman. Jika penguasanya jahat, maka dunia akan runtuh. 12

Manusia yang paling berhak atas jabatan dan kekuasaan, adalah orang

yang dalam hatinya ada tempat untuk keadilan. Rumahnya adalah tempat tinggal

orang-orang beragama dan memiliki keutamaan. Pendapatnya berasal dari ahli

agama dan berakal. Sahabatnya adalah orang-orang yang berakal. Orang-orang

yang diajaknya bennusyawarah adalah orang-orang yang mempunyai wawasan,

sebagaimana dikatakan penyair :

'l'angannya adafah gudang kedermawanan

Sedangkan hati adalah gudangnya niat.

Pintunya selafu lerhuka hagi para pencari keadilan. 13

Adapun unsur-unsur pokok keadilan dan kejujuran atau amanah menurut

al-Ghazali ada sepuluh, yaitu :

I) Pada hakikatnya kekuasaan atau kedudukar1 adalah sebagiar1 nikmat

dari Allah SWT.

2) Senantiasa para penguasa merindukan petuah para ulama dar1

mendengarkan nasihat mereka.

12
In1am Abu I-Iamid Muhmnmad AJ-Ghazali, l!:tika JJerkuasa: }/asihat-Nasihat J1na1n Al-
Ghazali. Penerjemah. AriefB. lskOlldar, (Bandung; Pustaka Hidayah. 1988), h. 78.
13
Ibid., h. 124.
62

3) Senantiasa para penguasa tidak merasa puas dengan keadaan yang

tidak pemah melakukan kedzaliman. Lebih daii itu, para penguasa

harus mendidik para pembantu, sahabat, pegawai, dan para wakilnya.

Janganlah seorang penguasa hanya diam melihat kedzalimau mereka,

karena sesungguhnya para penguasa akan ditanyai tentang perbuatan

dzalim mereka sebagaimana akan ditanyai tentang perbuatan

dzalimnya.

4) Seorang penguasa harus condong kepada sifat pemaaf dan kembali

pada sifat mulia, karena kebanyakan seorang penguasa itu memiliki

sifat sombong. Salah satu bentuk kesombongannya adalah, bila marah

ia akan menjatuhkan hukuman. Kemarahan adalah perkara yang akan

membinasakan aka!, musuh dan penyakit aka!. Oleh karena itu seorang

penguasa harus memiliki sifat pemaaf

5) Sesungguhnya, pada setiap kejadian yang menimpa penguasa, ia mesti

membayangkan bahwa ia adalah salah seorang rakyat, sementara selain

dirinya adalah pemimpin. Dengan demikian, apa yang tidak ia 1idhai,

tidak pula akan diridhai oleh rakyatnya. Jika ia meridhai mereka dalam

apa yang tidak ia ridhai untuk di1inya senditi, maka ia telah

mengkhianati dan menipu bawahannya.

6) Janganlah seorang penguasa memandang rendah orang-orang yang

memiliki kebutuhan yang menunggu di depan pintunya. karena

memenuhi kebutuhan rakyatnya adalah lebih utama dibanding

menunaikan ibadah-ibadah sunnah.


63

7) Janganlah seorang penguasa membiasakan din sibuk mengurus1

berbagai keinginan seperti ingin pakaian kebesaran (jabatan) atau

memakan makanan yang lezat. Akan tetapi, hendaklah penguasa

bersikap qana'ah terhadap seluruh perkara. Sebab, tidak akan ada

keadilan tanpa sikap qana'ah.

8) Sesungguhnya, jika penguasa mampu melakukan setiap nrusan dengan

penuh kasih sayang dan kelembutan, maka janganlah melakukannya

dengan kekerasan dan sikap kasar.

9) Hendaklah penguasa berupaya dengan sungguh-sungguh untuk meraih

ke1idhaan rakyatnya melalui cara-cara yang sesuai deugan hukum

syara'.

I 0) Janganlah seorang penguasa me1iah keridhaan rakyatnya melalui cara-

earn yang bertentangan dengan hukum syara' . 14

5. Etilra Berkuasa

Walaupun al-Ghazali terkenal sebagai penentang utama bagi falsafah

Yunani di dalam berbagai bidang, tetapi mengenai soal moral dan politik,

pendirian al-Ghazali sejalan dengan pendapat Filosof-filosof Yunani. Ia

berpendapat bahwa moral dan politik adalah saudara kembar yang tidak boleh

dipisahkan. Sebagimana halnya moral sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk

menentukan nilai baik dan buruk atau salah dari setiap tinclakan dan keinginan

setiap orang dalam masyarakat, rnaka politik dibutnhkan untuk mengatur

14
hnam Abu Hamid Muhammad A~-Gha:r..ah, J~rika Berku.asa: Nasihar-Nasihaf I111a1n Al-
Uhazali. Penerjemah. Arief B. lskandar, (Bandung; Pustaka Hidayah, 1988), h. 23.
64

rnasyarakat itu sesuai dengan aturan-aturan moral yang dit•~rima oleh anggota-

anggota masyarakat

Dan menurut al-Ghazali juga, moral dan politik bukan hanya saudara

kembar yang tidak boleh dipisahkan, tetapi keduanya adalah satu yang tidak dapat

dibagi. la tidak bersedia menyebutkan "moral dan politik" tetapi secara

konsekwen ia mengemukakan akan satu kata majemuk yang senafas, yaitu

"moral-politik" atau "politik-moral".

Dengan keyakinan yang bulat al-Ghazali menegaskan bahwa pendi1ian

moral politik atau politik moral inilah yaug merupakan pendirian Islam, yang

dengan tegas dinamakan "ideologi Islam". Semua ajaran Islam diarahkan kepada

pendirian ini, ialah terwujudnya moral politik, dan tercapainya politik moral. 15

Moral politik yang di maksud oleh al-Ghazali adalah moral yang

didasarkan kepada agama. Sungguhpun pada dasamya ia tidak menolak pendapat

filosof-filosof Yunani bahwa moral adalah menuju kepada kebahagiaan, tetapi

kebahagiaan itu bukanlah merupakan dasar bagi moral. Dia berpendapat bahwa

dasar satu-satunya yang terbaik, baik bagi moral maupun bagi kebahagiaan, yang

dituju oleh moral itu adalah agama. 16

Menumt ajaran al-Ghazali dalam dimensi "moral dan politik", penegakkan

tatanan politik yang diatur oleh norma-nonna Islam bukanlah tujuan itu sendi1i,

melainkan jalan untuk berbuat baik melalui penciptaan lingkungan sosial yang

mendorong praktik spiritual melalui penerapan peraturan Tuhan. 17

15
Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik Jsla1n II : Konsepsi f>ofitik Dan Jdeologi Islam,
(Jakarta; Bulan Bintang), h. 157.
16
Ibid., h. 163.
17
Ibid .. h. 82.
65

Al-Ghazali sebagaimana para pemikir muslim lain dan tidak sepe1ti para

pemikir Eropa, punya kekhasan dalam pemikiran politiknya, yaitu pemikiran

politik yang bersendikan agama dan moral. Karena rnenurutuya, kedudukan

politik setingkat di bawah kenabian. Menurnt al-Ghazali manusia dikelompokkan

ke dalam tiga golongan, yaitu :

I. Mereka yang terbenam dalam kegelapan dunia dan mate1il

2. Mereka yang berada di atas dunia materil cenderung kearah pernumian

rohani

3. Mereka yang bersifat ketuhanan dan sempuma.

Dan pembagian yang sama terdapat dalam al-Qur' an :

I. Yang paling utama yang mendekatkan diri kepada Allah SWT

2. Pelaku-pelaku kebaikan atau ashabul yam in

3. Pelaku-pelaku kejahatan atau ashabul syimal.

Mereka yang terjerumus menjadi pelaku-pelaku kejahatan karena

disebabkan tiga ha!, yaitu :

I . Syahwat yang rnenyesatkan seseorang kearah kegiatan-kegiatan yang

tidak sehat dan tidak bermoral

2. Amarah yang menghasut seseorang untuk membunuh

3. keserakahan yang mendorong pada berbuat tidak jujur dan korupsi.

Oleh karena itu menurnt al-Ghazali, mernpakan suatu keharnsan bagi para

penguasa memahami tugas dan tanggung jawabnya, membersihkan aparat

pemerintahannya dari segala sifat-sifat tercela, tidak takabbur, menyadari dirinya

adalah sebagian dari rakyat.


66

Aparat pemerintah harus mengutamakan pelayanan terhadap orang-orang

yang membutuhkan dengan tidak melihat siapa yang akan dilayani, tapi ada dan

bagaimana kebutuhannya. Mereka jangan dibiarkan membiasakan diri

bergelimang dengan kemewahan materi dan nafsu.

Yang lebih penting lagi mereka membina hubungan baik dan cinta kasih

dengan rakyat, sikap dan tindakannya tidak bertentangan dengan jiwa syari 'at,

tidak membuat kebijaksanaan dan tindakan yang menyebabkan timbulnya

kebencian rakyat kepadanya, dan menyumbangkan hartanya untuk membantu

rakyat yang taraf kehidupan ekonominya di bawah garis kemiskinan, dan lain

sebagainya.

Dalam rangka itu pula, antara golongan tersebut dan penguasa perlu

menjamin kerja sama yang baik. Sebab mereka kaya dengan pengetahuan

mengenai persoalan-persoalan negara dan kemasyarakatan. Sedangkan penguasa

langsung mengatur urusan negara dan kepentingan rakyat Artinya kedua pihak

harus berpihak kepada golongan lemah dalam rangka memmaikan amanah dan

menegakkan keadilan. 18

Jadi etika berkuasa secara mmnn adalah membekali di1i dengan akhlak

yang mulia, sifat-sifat terpuji dalam bergaul dan berinteraksi dengan manusia,

atau keadaan dan perlakuan yang baik dan apa yang bisa menjaga da1i segala

kesalahan, atau sifat yang bisa menjaga seseorang dari ha! yang bisa

menghinanya. Etika ini berlaku pada manusia, tingkah laku, ilmu dan pengetahuan

secara mutlak, atau apa yang berkaitan dengannya. Maka ada istilah "etika

sultan", "etika mente1i", "etika kekuasaan", dan lain sebagainya.

rn Suyuthi Pu~ungan, Fiqh Siyasah Ajcwan, Sejarah dan J>en1iklran, (Jakarta;


RajaGrafindo Persada, 2002), h. 270.
67

Dan bisa dikatakan bahwa etika tidak hanya ditujukan pada komitmen

akhlak saja, akan tetapi juga ditujukan pada komitmen terhadap syari'ah dan

hukum, sifat-sifat yang hams dimiliki oleh para penguasa yang berwenang, serta

jalan yang hams ditempuh, kewajiban-kewajiban, hak-hak, dan lain sebagainya.

Islam telah meningkatkan etika politik dan kekuasaan dari makna yang

manusiawi dan hukum menuju pemahaman kehambaan yang religins. Dengan

demikian, Islam mewujudkan hubungan antara kelebihan-kelebihan akhlak dan

penghmmatan kepada hukum serta ketaatan pada syari'ah.

6. Asal Mula Timbulnya Negara

Tentang asal mula timbulnya negara, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan

politik sebelumnya, al-Ghazali juga berpendapat bahwa manusia itu makhluk

sosial, ia tidak dapat hidup sendirian yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

Pertama, Kebutuhan akan ketunman demi kelangsungan hidup umat manusia, hal

itu hanya mungkin melalui pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta

keluarga. Bukti bahwa manusia perseorangan tidak marnpu hidup sendiii adalah

dalarn ha! menge1jakan sawah dan ladang. Untuk itu ia rnernerlukan alat-alat

pertanian, yang untuk pengadaannya diperlukan pandai besi dan tukang kayu.

Untuk pengadaan rnakanan dibutuhkan penggiling gandurn dan pernbuat roti. Dan

untuk penyediaan pakaian diperlukan tukang tenun dan tukang jahit. Pendidikan

anak diperlukan ternpat dan guru serta alat-alat lain. Kedua, Saling rnembantu

dalarn penyediaan bahan rnakanan, pakaian dan pendid.ikan anak. 19 Untuk

kesehatan dan kearnanannya, rnanusia perlu rnelindungi d1rinya dari gangguan

19
Muna\vir Sjadzali, l-rla1n dan Tata J\legara. ;4jaran, Sejarah, dan Pe111ikiran, (Jakarla~
Ul Press, 1993), h. 74.
68

alami seperti dingin, panas dan hujan maupun gangguan yang bersifat rekayasa

seperti penjahat, pencuri dan Jain sebagainya. Untuk kehutuhan semua itu,

diperlukan mmah yang kuat dan kokoh. Untuk mengadakannya diperlukan kerja

sama dan bantu-membantu antar sesama. Dalam rangka merealisir kerja sama

untuk mewujudkan kebutuhan manusia dalam arti luas diperlukan adanya sebuah

negara. 20

Dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup rakyat, negara

menurut al-Ghazali memerlukan sejumlah unsur yang menjamin tegaknya negara,

yaitu :

a) Pertanian, untuk menghasilkan bahan makanan

b) Pengembalaan, untuk menghasilkan binatang temak

c) Perburuan dan pertambangan, untnk menghasilkan binatang human,

dan barang tambang yang tersimpan dalam pernt bumi

d) Pemintalan, untuk menghasilkan pakaian

e) Pembangunan, untuk menghasilkan tempat tingga.l. 21

7. Profesi Politik

Pemikiran politik al-Ghazali memiliki khas tersendiri dibanding al-Farabi

maupun al-Mawardi, di mana al-Ghazali menekankan soal profesi ke~ja. Menurut

al-Ghazali untuk pengadaan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia diperlukan

pembat,rian tugas (Division ()f" Labow~ antara para anggota masyarakat, dan

sejumlah industri atau profesi, yang empat darinya mernpakan indushi atau

20
Muhammad A·Lhar, F"ifsafill Politik : l 1erbandinga11 aittara Jsla1n dan Barat, (Jakarta:,
PT RajaGrafindo Persada. 1997), Cet. I, h. 88.
Ajaran, Sejarah dan F'e1nikiran, (Jakarta~
21
Suyuthi Pulungan, Flqh Siyasah
R~jaGrafindo Persada, 2002), h. 227.
69

profesi inti bagi tegaknya negara, yaitu Pertaniau untuk pengadaan makanan,

pembangunan untuk pengadaau tempat tinggal, pemintalan untuk pengadaan

pakaian, dan politik untuk penyusunau dan pengelolaan negara, pengaturan kerja

sama antar warga negara bah>i pengamanan kepentingan bersama, penyelesaian

sengketa antara mereka serta perlindungan terhadap bahaya dan ancaman dari

luar. Dari empat industri atau profesi tersebut politiklah mernpakan profesi yang

paling penting dan paling mulia, dan oleh karenanya politik rnenghendaki tingkat

kesempurnaan yang lebih tinggi dari pada tiga industri atau profesi yang lain. 22

Bagi al-Ghazali profesi politik meliputi empat departemen, yaitu

sebagai berikut :

1. Departemen Ah>raria untuk menjamin kepastian hak atas tanah

2. Departemen Pertahanan dan Keamanan (Hankam) untuk menjamin

keamanan dan pertahanan negara

3. Depaitemen Kehakiman untuk penyelesaian sengketa antara warga

negara

4. Depaitemen llmu Hukum atau Kejaksaai1 untuk penyusunan undang-

undang dan peraturan guna menjamin keserasian hubungan antar

warga negara dari pelanggaran hak, baik oleh sesama warga negara
.. '3
atau olel1 negara send m. -

Oleh karena profesi politik sangat penling dengan empat departemen

tersebut, yang menurut al-Ghazali hanya satu tingkat di bawah kenabian, maka

mereka yang terlibat dalam profesi itu harus betul-betul memiliki pengetahuan,

72
Muna\vir Sjadzah, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan J)emikiran, {Jakarta,
Ul Press, 1993), h 75.
23
Muhammad Azhar, fi'i.l-;qf(1t JJoiftik: JJerbandingan Antara Jslan1 J)an Baral, (Jakarta:,
RajaGrafindo Persada, 1997), Cet. 1. h. 88.
70

kemahiran dan kearifan yang memadai, dan harus dibebaskan dari tugas dan
. b yang Iam.
tanggung.1awa . 24

8.Tcori Tentang Pimpinan Negara

Meuumt al-Ghazali, utjuan manusia dalam bennasyarakat dan bemegara

tidak semata-mata untuk memenuhi kebut1.1han material dan duniawi yang tidak

mungkin ia penuhi sendi1ian, tetapi lebih dari itu untuk mempersiapkan diri bagi

kehidupan sejahtera di akhirat nanti melalui pengamalan dan penghayatan ajaran

agama secara betul, sedangkan yang demikian itu tidak mungkin tanpa keserasian

kehidupan duniawi. 25

Bai,ri al-Ghazali dunia adalah ladang untuk mengumpulkan perbekalan

bai,ri kehidupan akhirat, dunia sebagai wahana 1mtl1k mcncari ridho Tuhan.

Pemanfaatan dunia untuk tujuan ukhrawi hanya 1mmgkin kalau terdapat

ketertiban, keamanan dan kesejahteraan yang merata.

Dalam pada itu diperlukan seorang pemimpin negara yang ditaati, yang

membagikan tugas dan tangguug jawab kepada masing-masing warga negara dan

memberikan altematif bagi warganya tugas yang paling sesuai, dan mengelola

segala urnsan kenegaraan. Berlandaskan pemikiran semacam ini, Ghazali

menyatakan bahwa kewajiban mengangkat seorang kepala negara bukanlah

berdasarkan rasio, tetapi berdasarkan keharusan agama. Faktor keamanan jiwa dan

harta tidak akan tercapai tanpa Jantaran adanya penguasa dua saudara kembar.

Agama adalah fundamen sementara penguasa adalah pelindungnya. Sesuatu yang

tidak menggunakan fundamen akan hancur dan sesuatu tanpa menggunakan


24
Muna\vir SjadzaH, Is/ant dan 1Qta Negara : Ajaran., ~"ejarah, dan f>entikiran, (Jakarta;
UI Press, 1993). h. 74.
25
Ibid, h. 7 6.
71

pelindung akau sia-sia. Operasionalisasi tata aturan dunia tidak akan te1jamin

kecuali ada kepala negara yang ditaati.

Konsekuensi logis dari teori ini, al-Ghazali tidak memisahkan antara

agama dan negara. Tidak ada sekulmisasi ajaran agama yang hanya umsan

individu sehingga hams dilepaskan dmi umsan politik. Kenegaraan dan

kemasyarakatan dalam arti luas. Sekularisme beranggapm1 bahwa kehidupan

materi manusia adalah segala-galanya, satu-satunya tolak ukur kebahab>iaan.

Kemakmuran material bukan lagi dianggap sebagai alat, tetapi diubahnya

sedemikian rupa menjadi tujuan. Mereka menolak kehidupan akhirat. 26 Al-

Ghazali justru menunjukkan sebaliknya antara agama dan negara bagaikan

saudara kembar seperti dua orang bersaudara yang dilahirkan dm·i satu pernt yang

sama. 27

Dengan demikian agama bukan hanya mengatur kehidupan individual,

melainkan juga kehidupan kolektif. Agama menyentuh kehidupan seluruhnya,

mencakup 1itual, etika, hubungan antar anggota keluarga, masalah sosial ekonomi,

administrasi peme1intah, hak dan kewajiban warga negara, sistem peradilan,

hukum perang dan damai, hukum intemasional, dan seternsnya. Ini berarti antara

agama dan negara te1jalin erat dan !mat bagi tegaknya kedaulatan negara melalui

seorang kepala negara yang ditaati, yang mampu menjembatani kepentingan

rakyat. Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharusan bagi ketertiban

agama, dan ketertiban agama men1pakan keharusan bagi tercapainya

kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pemimpin atau kepala

26
1\iJuhatnmad Azhar, J;llsqfal J)o/itik : I'erbandingan antara l~la1n dan Baral, (Jakarta;
RajaGralindo Persada. 1997). Cet. 1, h. 89.
27
T1nam Al-Ghazali, Etika Berkuasa : Nasihat-Nasihat !main Al-Ghaza/i, Penerjen1al1
Arief B. lskandar. (Bandung: Pustaka Hidayah. 1988). h. 90.
72

negara merupakan keharusan atau kewajiban agama (c1yar 'i) yang tidak mungkin
28
dan tidak boleh diabaikan.

Jadi menurut al-Ghazali pembentukan negara adalah wajib syar 'i.

Dasamya adalah !jma' umat, dan kategori wajibnya fardhu kifayah. Jjma' umat

itu, menurut al-Ghazali terdapat dalam histmis umat Islam. Yaitu terjadinya ijma'

para sahabat mengangkat seorang khalifah menggantikan Nabi SAW segera

setelah beliau wafat. Sejak peristiwa itu sampai pada masa al--Ghazali, umat Islam

selalu berada di bawah peme1intahan sistem khalifah. Artinya selama beberapa

abad, umat Islam ijma' 29 menerima sistem pemerintahan itu.

Jadi konsep ijma' bagi al-Ghazali adalah konsensus seluruh ulama dan

masyarakat awarn dalam waktu yang tidak terbatas. Baf,>i al-Ghazali yang penting

bukan ijma'nya ih1, tapi mengapa ijrna' itu terjadi. 30

Mengenai seseorang yang akan rnenjadi calon kepala negara al-Ghazali

berpendapat bahwa ada sepuluh syarat yang harus dipenuhi 1.mhilc dapat diangkat

sebagai kepala negara, yaitu :

I) Dewasa atau aqi/ baligh

2) Otak yang sehat

3) Merdeka

4) Laki-laki

5) Keh1runan Quraisy

28
Muna\\1r SjadzaJi, lr/am tlan Tata Negara : Ajaran, S'q"arah. dan J>e1nikiran, (Jakarta:
Ui Press, 1993), h. 76.
29
Ijn1a' dideflnisikan oleh al-Ghazali sebagai persetujuan seluruh umat Islam (ula1na dan
DJ.asya.r.a.kaJ iJ1vanJ)_, kbus.usnya tentang masalah yang berkajtan dengan agan1a. Dengan alasan bi Ia
ulama telah bersepakat maka masyarakat a\varn akan mengikuti mereka. Dasar hukumnya hadits
NAbi SAW : "Uinatku tidak akm1 bersepakat terhadap sesuatu yang sala11 atau sesat". (baca al-
Ghazali, "Al-Musthashfa min ·nm al-c!<hul ",Cairo, 1937, h. l lO).
30
Suyuthi Pulungan, Fiqh SiJ!Clsah Ajaran, Sejarah dan J_)e111ikiran, (Jakarta;
RaiaGrafindo Persada, 2002), h. 236.
73

6) Pendengaran dan peng\ihatan yang sehat

7) Kekuasaan yang nyata, yaitu tersedianya bagi kepala negara perangkat

yang memadai, tennasuk angkatan bersenjata dan kepolisian yang

tangguh yang dapat digunakan untuk memaksakan keputusan-

keputusaunya terhadap mereka yang hendak menentangnya, menindas

pembangkang dan membasmi pemberontak.

8) Hidayah, yaitu daya pikir dan daya rancang yang kuat dan ditunjang

oleh kesediaan bermusyawarah, mendengarkan pendapat serta nasihat

orang lain.

9) llmu pengetahuan

I 0) Wara' (kehidupan yang bersih dengan kemampuan mengendalikan

diri, tidak berbuat hal-hal yang terlarang dan tercel a ). 31

Dan ia pun berpendapat bahwasanya penguasa itu ada empat macam :

1) Penguasa yang menjauhkan dirinya dan pegawainya dari sesuatu yang

haram, maka ia akan mendapatkan pahalanya seorang mujtahid

fisabilillah, shalatnya bagaikan tujuh ribu shalat biasa, dan kekuasaan

Allah yang penuh rahmat akan selalu ada di atas kepalanya melambai-

lambai.

2) Penguasa yang hidupnya selalu berfoya-foya dengan para pegawainya,

maka ia akan mendapatkan dosanya sendiri dan dosanya orang-orang

yang mereka pimpin.

31
Munawir Sjadza\i, lslarn dan Tala Negora : AJaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta;
U! Press, 1993), h. 78.
74

3) Penguasa yang menjauhkan dirinya sendi1i dmi dosa sementara

membiarkan rakyatnya melakukan dosa, maim ia bagaikan orang yang

menjual akhiratnya dengan dunianya orang lain.

4) Penguasa yang berfoya-foya dan menjauhkan rakyatnya dmi dosa,

maka itu adalah kejelekan orang pandai.J 2

B. Analisis Konsep Kekuasaan dalam Islam Menurut Pcmikiran Politik al-

Ghazali

Al-Ghazali adalah salah seorang pemikir besar Islam dalam filsafat

kemanusiaaan dan merupakan salah satu cendekiawan utama yang muncul pada

fase kedua, di mana kondisi sosial politik mengalami degredasi yang cukup

berarti. Hal ini ditandai dengan terjadinya disintegrasi bangsa, tingginya tingkat

korupsi di kalangan birokrat dan mennrunnya moralitas masyarakat.

Pada saat itu al-Ghazali yang juga berperan dalam peme1intahan

menyadari bahwa telah banyak penyelewengan yang telah dilakukan oleh

kalangan birokrat, dan ia pun ingin meninggalkan itu semua yang dapat

membawanya kepada dosa, km·ena latar belakang al-Ghazali yang sejak kecil

dididik dalam lingkungan sufi, sehingga ia pergi dan rneninggalkan semua

kemewahan harta dan gemerlapnya dunia menuju jalan tasawuf dan khalwat.

Al-Ghazali juga seorang teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir yang

original, ahli tasawuf terkenal dan yang mendapat julukan Hujjah al-Islam yaitu

yang memiliki pandangan yang luas terhadap ajaran Islam. Sehingga ia dapat

menciptakan sebuah kmya yang dapat menghidupkan kembali ajaran-ajaran

:;Q \m'i:\m a\-Ghazali, Me111ahan1i Js{ani : (~ara 'J'e!'baik Menana111kan Ni/ai-Nilai Agama,
penerjemah. Forum Kajian Kairo. (Jakarta; RajaGrafindo Persada, 2000), h. 11 I.
75

agama Islam yaitu Jhya U/um al-Din, dalam karyanya ini ia mencela habis-

habisan para birokrat yang disebut dennawan dan pekerja sosial, yang pada

umumnya me1)Yumbangkan dan melakukan kegiatan sosial rnerek~ dengan motif

kepentingan di1i sendi1i.

Menurut al-Ghazali dalam bidang hukum, menilai benar dan salah dengan

men\iuk pada teori, konvensi sosial dan lainnya bagi al-Ghazali mempakan ha!

yang tercela, karena menurutnya mempertahankan bentuk dengan mengorbankan

ruh, berarti mengalahkan tujuan hukum itu sendiri. Sedangkan dalam bidang etika,

ia rnemberi bahasan terperinci mengenai serangkaian kebajikan dan kejahatan

serta menyebut cinta dunia sebagai akar setiap kejahatan, karena mencintai Tuhan

mempakan kebaikan tertingi,>i. Al-Ghazali tidak hanya bempaya rnenghidupkan

kembali disiplin-disiplin Islam, tetapi juga memperbaharui masyarakat secara

praktis. la memberikan penilaian terns terang mengenai peran berbagai kelompok

masyarakat, terutarna terhadap para pakar muslim yang diyakininya bertanggung

jawab atas dekadensi sosial dan moral masyarakat. Sedangkan dalam bidang

politik al-Ghazali tidak mernisahkan antara agama dan negara (kekuasaan), karena

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah dan dibagi. Dan menurutnya

juga kekuasaan merupakan anugerah dan nikmat dari Allah bagi siapa saja yang

rnendapatkannya.

Kekuasaan adalah sebuah amanah bai,>i orang yang memegang kekuasaan,

maka hendaklah para penguasa atau yang diberi amanah ha11.1s dapat mengmtikan

kekuasaan itu sebagai sebuah arnanah. Penguasa berbuat adil dan tidak

rnembedakan satu dengan yang lain, dan kemaslahatan hidup rakyat bergantung

pada kebijaksanaannya. Kemakmuran dan kenmtuhan dunia juga bergantung


76

kepada para penguasanya, jika penguasanya adil maka dunia akan makmur dan

rakyat merasa aman, namun jika penguasanya jahat maka dunia akan nmtuh.

Keamanan merupakan basil dari politik penguasa. Oleh karena itu, penguasa harus

menjalankan politik dan menyertai politik itu dengan keadilan. Karena penguasa

adalah wakil Allah dan al-Ghazali pun berpendapat bahwa penguasa adalah

bayangan Allah di muka bumi, maka penguasa harus memiliki wibawa yang

membuat rakyat segan kepadanya, walaupun mereka jauh dminya. Penguasa hams

menyempumakan politik dan kewibawaannya, karena jika penguasa lemah atau

tidak memiliki politik dan wibawa, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu

merupakan sebab kehancuran negara. Kehancuran itn akan merembet kepada

agama dan dunia. Dalam sebuah perumpamaan disebutkan bahwa :

"Kejahatan penguasa sera/us la/nm lidak sebanding dengan ke1ahatan

rakyal satu sama lain se!ama satu ta/nm".

Dengan demikian al-Ghazali menyatakan bahwa keadilan mempakan salah

satu nilai yang terdapat dalam prinsip kekuasaan dalam Islam selain ammiah I

kejujuran. Karena ia bersandar pada finnan Allah dalam surah An-Nisa' ayat 58-

59.

Dalam bukunya at-7/bru a/-Masbuk Fi Nashaih al-Mulk al-Ghazali tidak

memba!,,>i kekuasaan dalam Islam, tetapi dalam pef\jelasan bukunya ia

mengklasifikasikan adanya pembagian setiap peke1jaan para penguasa yang sudah

diberi wewenang masing-masing. Misalnya, seorang wazir yang mempunyai

wewenang mendampingi penguasa dalam segala ha!. Jad1 menurut penulis al-

Ghazali juga mengakui adanya pembagian kekuasaan dalam Islam, sepe1ti

kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif clan kekuasaan yudikatif


77

Manusia yaug dibe1i kekuasaan di muka bumi merupakan suatu

pendelegasian kewenangan dmi Allah, karena Allah adalah sumber dari segala

kekuasaan. Dan menurut al-Ghazali penguasa adalah bayangan Allah di muka

bumi, maka siapa saja yang diberi kekuasaan oleh Allah dan dijadikan bayangan-

Nya di bumi wajib bagi para makhluk untuk mencintai, mematuhi dan

mentaatinya. Mereka tidak boleh membangkang dan menentangnya selama

penguasa itu masih berada di jalan yang benar yaitu mengikuti syari'at Islam.

Keberadaan Sultan (Kepala Negara) merupakan keharusan bagi ketertiban

agama, dan ketertiban agama merupakan keharusan bagi tercapainya

kesejahteraan akhirat nanti. Oleh karena pengangkatan pcmimpin atau kepala

negara merupakan keharusan atau kewajiban agama (syar 'i) yang tidak mungkin

dan tidak boleh diabaikan. Walaupun dalam bukunya al-Ghazali lebih

menekankan adanya kewajiban syar'i dalam mengangkat kepala negara, tetapi

pada dasamya ia tidak hanya bersandar pada syar'i saja melainkan juga bersandar

pada rasio yaitu dengan alasan yang menyebutkan bahwa faktor keamanan jiwa

dan haita tidak akan tercapai tanpa lantaran adanya penguasa.

Pemikiran politik al-Ghazali memiliki khas tersendin: dibanding yang lain,

di mana al-Ghazali menekankan soal profesi ke1ja. Menurut al-Ghazali untuk

pengadaan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia diperlukan pembagian tugas

(Division Of Labour) antara para anggota masyarakat, dan sejumlah industri atau

profesi, yang empat darinya merupakan industri atau profosi inti bagi tegaknya

negara, yaitu :

I). Pertanian untuk pengadaan makanan,

2 ). Pembangunan untuk pengadaan temp at tinggal,


78

3). Pemintalan untuk pengadaan pakaian, dan

4 ). Politik untuk penyusunan dan pengelolaan negara, pengaturan kerja

sama antar warga negara bagi pengamanan kepentingan bersama,

penyelesaian sengketa antara mereka serta perlindungan terhadap

bahaya dan ancaman dari luar.

Dari empat industri atau profesi tersebut politiklah mernpakan profesi

yang paling penting dan paling mulia, dan oleh karenanya politik menghendaki

tingkat kesempumaan yang lebih tinggi dari pada tiga industri atau profesi yang

lain. 33

D ivJutunvir SjadzaJJ, f<;/an1 Jan Tata 1Vegara. ,4jaran, Sejarah, dan J>e1nikiran, (Jakarta;
Ul Press .. 1993). h 75.
BABV
PENUTUP

A. Kesim1mlan

Daii studi yang dipaparkan di atas menurut penulis dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

I. Kekuasaan dalam Islam adalah kemampuan untuk rnempengaruhi pihak

lain atas kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan yang merupakan karnnia

atau nikmat Allah yang dilimpahkan kepada pemegang kekuasaan untuk

menjalankan kehidupan sosial bemegara yang diwai·nai oleh ajaran Islam yang

berlandaskan pada al-Qur'an dan Sunnah yang berlaku untuk seluruh warga

masyarakat dalam suatu negara. Adapun prinsip-p1insip kekuasaan dalam Islam

terdiri dari : prinsip persaudaraan, prinsip persamaan, prinsip keadilan, p1insip

musyawarah, p1insip hak-hak manusia, prinsip tolong menolong, p1insip

perdamaian, prinsip amar ma'rnf nahi mtmkar, p1insip dalam menetapkan para

penguasa, p1insip ekonomi dan perdagangan, dan p1insip membela negara.

2. Kekuasaan dalam Islam menurut al-Ghazali adalah merupakan kanmia

dari Allah yang dibe1ikan kepada mereka yang memegang kekuasaan dan

dijadikan sebagai bayangan Allah di muka bumi untuk mengatur dan menjalankan

suatu kaum atau negara, dan kekuasaau mereka merupakan suatu pendelegasian

kewenangan dari Allah, karena Allah adalah sumber dari segala kekuasaan. Di

mana al-Ghazali menyatakan bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam prinsip-

prinsip kekuasaan dalam Islam ada dua, yaitu : keadilan dan amanah. Sedangkan

mengenai konsep kekuasaan al-Ghazali membaginya menjadi : hakikat kekuasaan,

hubungan agama dengan kekuasaan, sumber kekuasaan, prinsip-prinsip


80

kekuasaan, etika berkuasa, asal mula timbulnya negara, profosi politik, dan teori

tentang pimpinan negara.

B. Saran-saran

1. Kekuasaan adalah suatu amanah, maka hendaklah para pengnasa atau

yang diberi amanah harus dapat mengattikan kekuasaan itu sebagai sebuah

amanah bukan sebagai alat untuk memperkaya di1i dan juga bukan sebagai alat

untuk menjadi seorang diktator.

2. Kepala negara sebuah peme1intahan hai·uslah orang yang ahli di dalam

biclangnya, bukan hanya rnenganclalkan kekuatan dan mateii :mja, jika pemeiintah

yang rnenjalankan mempunyai kemarnpuan yang baik, sehingga akan terciptanya

masyarakat yang memiliki moralitas yang baik dan terpuji.

3. Apapun bentuk pemerintahan sebuah negara harus benar-benar

konsisten dengan nilai dan nmma syari'at serta keadilan yang merupakan tujuan

daii syari'at yang dapat tegak di tengah masyarakat.


82

Ali Maskhan Musa, "Kiai dan Politik dalam Wacana Civil Society", (Surabaya;

Lepkiss Sunan Giri, 1999).

Anonim I Partai Politik Islam, "Mengenal Hizbut Tahrir'', Penerjemah. Abu Afif,

(Bogor; Perpustakaan Nasional, 2002).

C. S. T. Kansil, "Pengantar !!mu Hukum Ji/id 1 ",(Jakarta; B<dai Pustaka, 2002).

Deden Faturohman dan wawan Sobari, "Pengantar //mu Politik", (Malang;

Universitas Muhammadiyyah Malang, 2002).

Fuad Muhammad Faehmddin, "Pemikiran Po/itik !slam'', (Jakarta; Pedoman

llmu Jaya, 1988), Cet. 1.

Jamil Ahmad, "Seratur Muslim Terkemuka", (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1995),

Cet. 5.

!nu Keneana Syafi'i, "A!-Qur'an dan I/mu Politik", (Jakarta; Rineka Cipta,

1996), eet. 1.

Miriam Budiarjo, "Dasar-Dasar Ilmu Politik", (Jakarta; Gramedia Pustaka

Utama, 1977).

Muhammad Abdul Qadir, "Sis/em Po/itik Islam, (Jakarta; Rabbani Press, 2000).

Muhammad Din Syamsuddin, "Islam dan Politik : Era Orde Baru ", (Jakai1a;

Logos, 2001 ), eet. I.

Muhammad Azhar, "Filsafat Politik : Perbandingan anlara !slam dan

Bara/",(Jakarta; RajaGrafindo Persada, 1997). Cet. I.

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, "I/mu Negara", (Jakai1a; Gaya Media

Pratama), eet. 4.

Muhammad Tahir Azhari, "Negara Hukum : Sua/u Studi Tentang Prinsip-

Prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, lmplementasinya Pada


83

Peri ode Negara Madinah dan Masa Kini", (Jakaita; Bulan Bintang,

2003).

Muhammad Husain Abdullah, "Studi Dasar-Dasar Pemikiran Islam",

Pene1jemah. Zamroni, (Bogar; Pustaka Thariqul lzzah, 2002).

Munawir Sjadzali, "Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran ",

(Jakmta; Ul Press, 1993 ).

Mehdi Muzaffari, "Kekuasaan dalam Islam", Penerjemah. Abdul Rahman

Ahmed, (Jakarta; Pustaka Panjimas).

Nanang Tahqiq, "Pofitik /slam ",(Jakarta; Kencana, 2004), cet. I.

Nur Cholis Madjid, "Kaki Langit Peradaban !slam, (Jakarta; Paramadina, 1997),

cet. I.

Rusadi Kantaprawira, "Sis/em politik Indonesia Suatu Model Pengantar",

(Bandung; Sinar Barn, J 983 ).

Samir Aliyah, "Sis/em Pemerintahan, Peradilan & Adat dalam !slam'',

Pene1jemah. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakmta; KHALIF A,

2004 ), cet. I.

Suyuthi Pulungan, "Flqh siyasah : Ajaran Sejarah, dan Pemikiran '', (Jakarta;

RajaGrafindo Persada, 2002).

_ _ _ _ _ , "Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah :

Dilinjau dari Pandangan Al-Qur 'an", (Jakarta; RajaGrafindo

Persada, I 994 ), Cet. I .

Yusuf Qardhawi, "Al-Ghazafi antara Pro dan Kontra", P1)nerjemah. Hasan

Abrori, (Surabaya; Pustaka Progressif, 1996), cet. 3.


84

Zainal Abidin Ahmad, "I/mu Po/itik Islam : Konsepsi Politik dan ldeo/ogi

!slam", (Jakaita; Bulan Bintang).

_________, "Konsepsi Negara Bermoraf : .lvfenurut Imam a/-

Ghaza/i '', (Jakarta; Bulan Bintang, 1975), cet. I.

Anda mungkin juga menyukai