Anda di halaman 1dari 9

Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

KETERSEDIAAN SUMBERDAYA GENETIK AYAM LOKAL


DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA UNTUK
PEMBENTUKAN PARENT DAN GRAND PARENT STOCK
(The Availability of Indonesian Native Chicken Genetic Resources and Its
Development Strategy for Establishing Parent and Grand Parent Stock)
TIKE SARTIKA

Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002


tikesartika@hotmail.com

ABSTRACT

Native chicken has a potencial genetic resources to meet demand on meat and eggs. Across all islands in
Indonesia, there have been several native chicken strains that have specific and not specific characteristics
with the number that almost the same of human’s population in Indonesia. Indonesia has been known as one
of the center of domesticated native chicken in the world after China and India, even though raised
traditionally. It has been a blessing that due to Avian influenza outbreak, native chicken farming has become
improved steadily. Most of native chicken were raised extensively and now become in an intensive system
raising. This is also supported by goverment program in good farming practice and good breeding practice.
Native chicken stocks has needed to meet the quality and sustainability, which until today is still be a
constraint while rearing operation has increased significantly. Around 65 – 67% of animal protein
consumption has been met by modern poultry chicken, while that of native chicken is 16%. Government has
launched a program that native chicken should become a host in the country that targeted native chicken
consumption increased from 16 to 25%, which need support from all stakeholders. It has been predicted
through involvement of private business to produce native chicken stocks. There is a need to develop native
chicken grand parent stock and parent stock to meet a good quality stock and sustainability.
Key Words: Native Chicken, Genetic Resources, Improve Breed, Grand Parent Stock, Parent Stock

ABSTRAK

Ayam lokal merupakan sumberdaya genetik yang potensial dalam penyediaan daging dan telur. Pada
seluruh kepulauan di Indonesia tersedia berbagai rumpun ayam lokal yang mempunyai penampilan spesifik
ataupun tidak spesifik dengan populasi hampir sama dengan jumlah penduduk di Indonesia. Diketahui
Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam di dunia setelah China dan India, namun demikian
pengelolaan ayam lokal di Indonesia sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Namun demikian,
dengan adanya kasus flu burung dapat dikatakan merupakan era bangkitnya peternakan ayam lokal di
Indonesia. Ayam lokal yang sebagian besar pemeliharaannya diumbar, saat ini banyak yang sudah
diintensifkan, dimana juga didukung oleh program pemerintah dengan menerapkan good farming practice
dan good breeding practice. Sampai saat ini penyediaan bibit ayam lokal masih menjadi kendala, sementara
usaha budidaya pembesaran ayam lokal terus meningkat. Sekitar 65 – 67% konsumsi protein hewani dipenuhi
dari produk ayam ras, sedangkan hal tersebut untuk ayam lokal baru mencapai 16%. Pemerintah telah
mencanangkan program agar “Ayam lokal dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri” dengan target
meningkatkan konsumsi ayam lokal dari 16 menjadi 25%, dimana hal ini perlu didukung oleh semua pihak.
Prediksi ke depan dengan adanya keterlibatan swasta dalam penyediaan bibit ayam lokal, perlu dibangun
pembentukan GPS ataupun PS ayam lokal, sehingga bibit ayam lokal mudah dicari dengan mutu bibit yang
berkualitas.
Kata Kunci: Ayam Lokal, Sumber Daya Genetik, Bibit, Grand Parent Stock, Parent Stock

15
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

PENDAHULUAN kondusif melalui pemberian bantuan modal


dan bimbingan Good Farming Practice dan
Indonesia kaya akan sumberdaya genetik Good Breeding Practice kepada kelompok-
termasuk berbagai rumpun ayam lokal yang kelompok peternak ayam lokal.
tersebar diseluruh kepulauan di Indonesia. Daging ayam lokal semakin disukai besar
Ayam lokal tersebut ada yang mempunyai masyarakat Indonesia. Berbagai jenis masakan
penampilan spesifik seperti ayam Kedu, khas Indonesia banyak yang lebih cocok
Sentul, Pelung, Gaok, Nunukan, dan menggunakan ayam lokal. Berbagai restoran
Merawang, tetapi ada juga yang tidak spesifik banyak menyajikan ayam kampung goreng dan
dan sangat beragam penampilannya yaitu ayam bakar. Ditunjang dengan perkembangan kuliner
Kampung. Berdasarkan hasil riset Lembaga di Indonesia yang begitu pesat menyebabkan
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang permintaan pasar ayam lokal untuk konsumsi
mengidentifikasi berbagai ayam lokal yang ada terbuka lebar. Dengan melihat tingginya
di Indonesia dengan menggunakan teknik permintaan daging ayam lokal untuk kebutuhan
molekuler fragment DNA D-loop mitokondria, kuliner tersebut di atas, maka diperlukan
diketahui bahwa Indonesia merupakan salah perencanaan produksi ayam lokal dengan
satu pusat domestikasi ayam di dunia setelah target produktivitas dan kontinuitas yang jelas.
China dan India (SULANDARI et al., 2008). Sampai saat ini penyediaan bibit ayam
Namun demikian perhatian dan pemanfaatan lokal dengan mutu genetik yang baik sangat
ayam lokal yang kita punyai masih sangat sulit diperoleh, karena belum ada bibit ayam
rendah. Hal tersebut dikarenakan produksi telur lokal hasil pemuliaan dengan struktur breeding
dan daging ayam lokal yang diusahakan yang jelas. Kebanyakan penyediaan bibit ayam
peternak, relatif rendah. Penyebab utama lokal yang ada, baru terbatas pada usaha-usaha
rendahnya produktifitas ini adalah mutu bibit penetasan untuk keperluan peternak sendiri
yang rendah dengan adanya sifat mengeram, atau untuk dijual berdasarkan pemesanan
disamping sistem pemeliharaan dan pemberian terlebih dahulu. Kualitas bibit dalam hal ini
pakan yang seadanya. SARTIKA (2005), tidak didasarkan pada kriteria kualitas tertentu.
mengemukakan bahwa terdapat korelasi negatif Bibit yang dipilih berkualitas apa adanya.
antara produksi telur dengan lama mengeram, Bahkan banyak sekali yang berasal dari hasil
dengan nilai koefisien korelasi (r) = -0,304 persilangan dengan ayam ras atau dengan ayam
sampai dengan -0,55. Diketahui pula bahwa Bangkok atau ayam Arab. Penyediaan bibit
kemampuan ayam lokal dalam menghasilkan hasil silangan seperti disebutkan di atas telah
telur perekor induk selama periode produktif berkembang di daerah Jawa Timur dan Jawa
sangat bervariasi karena ayam lokal Tengah.
mempunyai keragaman individu cukup tinggi Oleh karena itu, dalam upaya pengembangan
(MANSJOER, 1989; SARTIKA et al., 2004). ayam lokal secara nasional, khususnya dalam
Bagaimanapun juga, ayam lokal mempunyai upaya penyediaan bibit yang kualitas dan
peranan penting dalam penyediaan daging kuantitasnya terjamin dan berkesinambungan,
unggas yang mempunyai rasa dan tekstur yang maka diperlukan program pemuliaan
khas. Dengan populasi yang mencapai 230 juta khususnya seleksi yang terarah, untuk dapat
ekor, sumbangan ayam lokal terhadap produksi menghasilkan bibit ayam lokal unggul dan
daging nasional sebesar 11,07% atau sebesar diterima untuk diusahakan secara komersial.
259,9 ribu ton, sedangkan terhadap produksi
daging unggas nasional, kontribusinya
KARAKTERISASI SUMBERDAYA
mencapai 16,9% (DITJEN PKH, 2010).
GENETIK AYAM LOKAL
Produksi telur ayam lokal pada tahun 2010
mencapai 168,9 ribu ton atau 12,3% terhadap
produksi telur nasional. Upaya identifikasi dan karakterisasi ayam
Adanya kasus flu burung dapat dikatakan lokal telah banyak dilakukan baik oleh
merupakan era bangkitnya peternakan ayam Perguruan Tinggi, LIPI maupun Badan
lokal di Indonesia. Sejak saat itu pemeliharaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Upaya
ayam lokal dilakukan secara intensif. Begitu ini dianggap penting karena informasi yang
juga dengan dukungan pemerintah cukup diperoleh, disamping berguna untuk keperluan

16
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

pengelolaan plasma nutfah Indonesia, juga Teknik analisis DNA untuk mengukur
berguna dalam membantu program pemuliaan. keragaman genetik dapat dilakukan dengan
Identifikasi dapat dilakukan terutama pada ciri- berbagai metode antara lain: Random Amplified
ciri fenotip baik secara kualitatif (warna bulu, Polymorphism DNA (RAPD), Restriction
kulit, shank, bentuk jengger) maupun secara Fragment Length Polymorphism (RFLP),
kuantitatif seperti ukuran-ukuran tubuh analisis sidik jari (finger printing), minisatelit
(morfometrik), produktivitas, reproduktivitas (Variable number tandem repeat/VNTR),
dan ketahanan terhadap penyakit. mikrosatelit (Short tandem repeat/STR), DNA
Upaya penyimpanan semen beku unggas mitokondria dan sequensing.
dapat mendukung program pelestarian ternak Beberapa penelitian mengenai keragaman
unggas langka. Teknik penyimpanan sel genetik dan jarak genetik ayam lokal di
germinal premordia (Primordial Germ Cel = Indonesia telah dilakukan oleh HASHIGUCHI et
PGC) saat ini menjadi topik menarik dalam al. (1982), yang menelaah jarak genetik antara
konservasi ataupun pembuatan chimera, ayam lokal Indonesia dengan ayam Hutan
disamping identifikasi fenotipe yang Merah (Indonesia, Philipina dan Thailand),
diperlukan untuk mengetahui ciri khas dari satu ayam Hutan Hijau dan ayam Hutan Abu-abu.
rumpun ayam lokal yang secara visual dapat HASHIGUCHI et al. (1982) dalam studinya
dibedakan dari rumpun ayam lokal lainnya. menggunakan analisis protein polimorfisme
Analisis multivariate dapat digunakan pada 16 lokus (lokasi gen). Mereka
untuk mententukan bagian/ukuran tubuh mendapatkan 7 lokus polimorfik, yang terdapat
tertentu yang dapat menjadi ciri (pembeda) dari perbedaan segregasi pola pita hasil
rumpun suatu ternak. Teknik molekuler, dapat elektroforesis dan 9 lokus monomorfik yang
digunakan untuk identifikasi keragaman tidak terdapat perbedaan segregasi pola pita
genetik dan jarak genetik ternak. Selanjutnya hasil elektroforesis. Selanjutnya berdasarkan
informasi jarak genetik diperlukan untuk analisis phylogenik diperoleh bahwa ayam-
menunjang program pemuliaan terutama dalam ayam lokal Indonesia mempunyai jarak genetik
persilangan antar rumpun (crossbreeding). yang dekat dengan ayam Hutan Merah
Peningkatan produktivitas melalui Indonesia. ARDININGSASI et al. (1995)
crossbreeding sebaiknya dilakukan dengan mempelajari perbedaan antara ayam Kedu
mengawinkan rumpun yang berkerabat jauh Hitam yang berasal dari Temanggung dan
agar diperoleh efek heterosis positif. Magelang, dengan meneliti segregasi protein
Selain itu, dengan diketahuinya jarak albumin dan transferrin darah, mereka
genetik ayam-ayam lokal, koleksi plasma menemukan tidak adanya perbedaan ayam
nutfah dalam keterbatasan dana dapat Kedu Hitam dari kedua lokasi tersebut.
dilakukan untuk rumpun-rumpun ayam lokal YAMAMOTO et al. (1994) dan YAMAMOTO et
yang mempunyai kekerabatan jauh saja. al. (1996) meneliti keragaman genetik pada
Sebaliknya apabila satu rumpun mendekati ayam Kampung yang berasal dari Sumatera,
kepunahan, kita tidak usah khawatir karena Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, dan ayam
kita dapat mengatasinya melalui pelestarian Pelung, Bangkok, Kedu dengan menggunakan
rumpun yang berkerabat dekat dengan rumpun 8 lokus protein polimorfisme dan 4 golongan
yang akan punah tersebut. darah, melaporkan bahwa ayam lokal Jawa
Studi keragaman genetik dan jarak genetik dengan ayam Pelung masuk dalam satu
dapat dilakukan dengan beberapa metode. rumpun, begitu juga dengan ayam lokal Bali
Metode awal yang dilakukan secara molekuler tergolong dalam rumpun yang sama dengan
pada protein polimorfisme melalui penelaahan ayam lokal Lombok. Ayam lokal Sulawesi
isoenzim atau allozime. Adapun enzim yang mempunyai jarak genetik yang jauh dengan
dapat dianalisis dengan penelaahan isoenzim ayam lokal Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok.
antara lain: Transferrin (Tf), Albumin (Alb), Penelitian keragaman genetik dengan
Haemoglobin (Hb), Amylase (Amy), Adenosin menggunakan daerah D-loop mitokondria pada
deaminase (Ada), dan masih banyak isoenzim berbagai ayam Kampung di Jawa Barat
lainnya. (SARTIKA et al., 2000), tidak memberikan
Analisis keragaman genetik secara suatu hasil yang baik, karena metode PCR-
molekuler sangat berkembang dengan pesat. RFLP dengan lima macam enzim restriksi

17
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

(Alu1, HpaII, MboI, RsaI, NlaIII dan HaeIII) chain reaction), yang dapat membuat cloning
kurang akurat. Kemudian SARTIKA et al. dari gen-gen spesifik. Pustaka genom dapat
(2004) mempelajari kekerabatan genetik ayam dimanfaatkan dalam menunjang program
Kampung, Pelung, Sentul dan Kedu Hitam pemuliaan rekayasa genetik, dengan
dengan menggunakan marker mikrosatelit. menyelipkan gen-gen yang diinginkan pada
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa saat pembelahan sel fase meiosis, disamping
terdapat 73 alel dari sembilan lokus teknik pembuatan chimera, untuk memperoleh
mikrosatelit yang dianalisa pada 4 rumpun ternak unggul. Upaya-upaya melalui teknik
ayam lokal dan satu rumpun ayam ras White rekayasa genetik ini masih memerlukan
Leghorn sebagai outgrup. Jumlah alel berkisar pertimbangan bioetika.
3 – 17 dari mikrosatelit terpilih. Alel terbanyak
diperoleh ayam Kampung yaitu sebesar 60 alel
(82,2%), hasil ini menunjukkan keragaman PENINGKATAN KUALITAS DAN
genetik ayam Kampung cukup tinggi. Dari KUANTITAS SUMBERDAYA
keempat rumpun ayam lokal tersebut hasil GENETIK AYAM LOKAL
dendogramnya menunjukkan ayam Kampung
dan ayam Sentul mempunyai hubungan Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas
kekerabatan yang paling dekat (satu kelompok) rumpun ayam lokal dapat dilaksanakan dengan
diikuti ayam kedu Hitam dan Pelung, sehingga pemurnian dan persilangan rumpun-rumpun
dapat disimpulkan bahwa keempat rumpun ayam lokal.
tersebut berasal dari nenek moyang yang sama.
Hal tersebut telah dikonfirmasi FUMIHITO et al. Pemurnian rumpun ayam lokal
(1994 dan 1996) bahwa ayam-ayam lokal
Indonesia berasal dari satu nenek moyang yaitu Program pemurnian rumpun ayam lokal
ayam Hutan Merah. SARTIKA et al. (2004) bertujuan untuk melestarikan, memanfaatkan
mempelajari sembilan rumpun ayam lokal dan mengembangkan sumberdaya genetik
Indonesia yang dibandingkan dengan ayam (SDG) ayam lokal.
lokal Jepang. Dengan menggunakan 32 marker Langkah-langkah pelaksanaan program
mikrosatelit maka diperoleh keterangan bahwa pemurnian sebagai berikut:
kelompok ayam lokal Indonesia berbeda dari 1. Identifikasi karakteristik spesifik ayam
kelompok ayam lokal Jepang. Penelitian lokal. Ayam lokal yang ada di Indonesia
terakhir yang paling komprehensif adalah berjumlah lebih dari 30 rumpun dengan
karakterisasi ayam lokal Indonesia karakteristik spesifik yang berbeda-beda,
(SULANDARI et al., 2008) yang menggunakan belum seluruhnya dikenal umum.
15 rumpun ayam lokal dan ayam Hutan Merah Tergantung tujuan pemanfaatan ayam lokal,
(Gallus gallus) dan ayam Hutan Hijau (Gallus karakteristik yang perlu diidentifikasi
varius) sebagai pembanding. Dengan adalah bentuk kepala, warna bulu, paruh,
menggunakan analisisi sekuen variable 1 di jengger, pial, warna kaki, dan suara.
daerah D-loop mitokondria DNA, 2. Pengembangbiakan pada populasi dasar
menunjukkan bahwa ayam lokal Indonesia untuk mencapai populasi yang aman untuk
berasal dari ayam Hutan merah yang dimanfaatkan.
mengelompok pada clade II, salah satu dari 3. Seleksi kinerja sekurang-kurangnya 30%
sistem pengelompokkan berdasarkan Clade tertinggi dari total populasi selama
(SULANDARI et al., 2008). sekurang-kurangnya 4 generasi sampai
Hal terpenting lainnya berkaitan dengan menghasilkan bibit murni.
molekuler adalah pembuatan pustaka genom 4. Pada ketiga langkah angka 1, 2 dan 3 di
(Genomic libraries) dari plasma nutfah ternak atas harus selalu dilakukan pencatatan.
asli Indonesia. Pada pembuatan pustaka genom
ini terlebih dahulu harus dilakukan pemetaan
gen. Bila terdapat fragmen DNA spesifik yang SELEKSI/PEMURNIAN
menjadikan ciri dari jenis ternak tertentu,
fragmen DNA tersebut dapat diperbanyak Dari segi genetik, seleksi diartikan sebagai
dengan penggunaan alat PCR (polimerase suatu tindakan menentukan ternak mana yang

18
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

dapat dipilih untuk bereproduksi berdasarkan 38,73%, 40% dan 43,69% pada generasi G1,
keunggulannya dan disesuaikan dengan G2, G3 dan G4. Respons seleksi yang
keinginan dan kebutuhan manusia (NOOR, diperoleh sebesar 3,56% per generasi.
1996). Seleksi akan mengubah frekuensi gen, YUWONO et al. (1999) melakukan seleksi pada
yaitu frekuensi gen-gen yang diinginkan akan ayam Kedu dengan kriteria seleksi produksi
meningkat dan frekuensi gen-gen yang tidak telur 50% terbaik. Dari hasil seleksi tersebut
diinginkan akan menurun. Perubahan frekuensi menghasilkan produksi telur henday selama
gen ini akan meningkatkan rataan fenotipe dari tiga bulan dari yang semula sebesar 28,3% pada
ternak terseleksi dibandingkan dengan rataan G0 meningkat menjadi 41,4% pada generasi
fenotipe sebelum diseleksi. Perbedaan rataan G1 dan 41,6% pada generasi G2. Respons
ini disebut diferensial seleksi, dinyatakan seleksi yang diperoleh sebesar 6,65% per
dengan rumus (FALCONER dan MACKAY, 1996): generasi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya seleksi dapat meningkatkan keragaan
S = XS - X
produksi dari ayam-ayam Kampung Indonesia.
S = Diferensial seleksi Strategi pemuliaan ayam Kampung untuk
XS = Rataan fenotipe populasi terseleksi memperoleh bibit yang baik, salah satunya
dengan melakukan seleksi. Pada ayam
X = Rataan fenotipe populasi sebelum seleksi
Kampung, seleksi sangat tepat untuk dilakukan
mengingat variasi genetik maupun fenotipe
Respons seleksi adalah perubahan rataan
ayam Kampung cukup tinggi. Keakuratan
populasiyang dihasilkan dari seleksi
seleksi salah satunya ditentukan oleh kriteria
(FALCONER dan MACKAY, 1996). Selanjutnya
dan intensitas seleksi (FALCONER dan
dinyatakan bahwa respons seleksi adalah
MACKAY, 1996). Tingginya intensitas seleksi
perbedaan rataan nilai fenotipik anak dengan
tergantung dari populasi ternak seleksi.
rataan nilai fenotipik tetua sebelum diseleksi,
Balitnak telah melakukan seleksi ayam
respons seleksi demikian disebut realized
Kampung selama 6 generasi dengan intensitas
selection response (FALCONER dan MACKAY,
seleksi sebanyak 50% terbaik, saat ini telah
1996). Respons seleksi (R) dapat juga diduga
menghasilkan rataan produksi telur henday
berdasarkan rumus: R = S x h2, S adalah
50% dengan puncak produksi 65 – 70%.
diferensial seleksi dan h2 adalah nilai
Kriteria seleksi untuk memilih galur betina dan
heritabilitas sifat yang diseleksi, dugaan
galur jantan dapat disajikan pada Tabel 1.
respons seleksi ini disebut expected selection
Untuk memudahkan seleksi sebaiknya dipilih
response.
paling banyak dua kriteria seleksi, sebagai
Beberapa penelitian terdahulu mengenai
seleksi utama.
seleksi ayam Kampung telah menunjukkan
adanya respons seleksi positif. Hal tersebut
dikemukakan SUWINDRA et al. (1993) yang Contoh seleksi pada pemurnian ayam lokal
melakukan seleksi pada ayam Kampung Bali
dengan kriteria seleksi produksi telur selama 6 Populasi dasar untuk seleksi pada
bulan lebih besar 100 butir/ekor/6 bulan pemurnian Bibit ayam lokal berjumlah
mendapatkan respons seleksi sebesar 5,4 butir minimal 500 ekor induk ayam.
pada turunan pertama (G1) yaitu dari produksi Skema perkawinan pemurnian
telur pada populasi dasar (G0) sebesar 88,46
butir menjadi 93,86 butir/ekor/6 bulan pada ♂ G0 x ♀ G0,
generasi G1. Pada turunan kedua (G2) dan
ketiga (G3) respons seleksinya masing-masing F G0 (turunan populasi dasar, dibesarkan
3,77 dan 1,03 butir atau sebesar 1,86% per 1000 DOC)
generasi. Demikian halnya SIDADOLOG et al. Menghasilkan (500 induk, 50 jantan G0),
(1996) melakukan seleksi ayam Kampung diamati produksi telur selama 6 bulan, setelah
dengan kriteria seleksi bobot badan umur 12 itu seleksi 30% terbaik, jadi ada 150 induk
minggu, dapat meningkatkan produksi telur ayam terbaik, pilih 30 ekor jantan terbaik untuk
henday dari produksi awal sebesar 29,45% dikawinkan (rasio ♂ : ♀ = 1 : 5) dan ditetaskan
(G0) menjadi masing-masing sebesar 35,25%, untuk menghasilkan G1.

19
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

Tabel 1. Kriteria seleksi ayam lokal

Kriteria seleksi galur betina Kriteria seleksi galur jantan


Sifat kuantitatif Mengeram Sifat kuantitatif FCR
Produksi telur Pertumbuhan
Fertilitas Fertilitas
Daya tetas Daya tetas
FCR Mortalitas
Pertumbuhan Produksi telur
Mortalitas
Sifat kualitatif Warna bulu Sifat kualitatif Warna bulu
Kulit, kaki Kulit, kaki
Postur tubuh Postur tubuh

♂ G1 x ♀ G1 seterusnya dengan metode yang sama sampai


produksi stabil menjadi galur produksi telur.
F G1 (turunan generasi G1, dibesarkan
G0 = Ayam lokal (populasi dasar)
1000 DOC) G1...n = Generasi ke-1....ke-n
Menghasilkan (500 induk dan 50 jantan
FG1) diamati produksi telur selama 6 bulan, CROSS BREEDING/PERSILANGAN
setelah itu seleksi 30% terbaik untuk betina,
jadi ada 150 induk ayam terbaik, pilih 30 ekor Persilangan adalah perkawinan antara
jantan terbaik untuk dikawinkan (rasio ♂ : ♀ = ternak ayam jantan dengan ayam betina dari
1 : 5) dan ditetaskan untuk menghasilkan G2. rumpun yang berbeda. Hal ini bukan berarti
♂ G2 x ♀ G2 perkawinan asal saja antar rumpun yang
berbeda, namun yang diartikan dengan
persilangan adalah penggunaan sumberdaya
F G2 (turunan generasi G2, dibesarkan genetik yang sistematik dengan perencanaan
1000 DOC) sistem perkawinan untuk mendapatkan hasil
persilangan yang spesifik dengan tujuan
Menghasilkan (500 induk, dan 50 jantan tertentu. Persilangan dilakukan agar hasil
FG2) diamati produksi telur selama 6 bulan, persilangannya lebih unggul dari rumpun
setelah itu seleksi 30% terbaik utk betina, jadi murninya.
ada 150 induk ayam terbaik, pilih jantan 30 Persilangan ayam lokal bertujuan untuk
ekor terbaik untuk dikawinkan (rasio ♂ : ♀ = 1 meningkatkan produktivitas ayam lokal dengan
: 5) dan ditetaskan untuk menghasilkan G3. memanfaatkan dan mengembangkan
♂ G3 x ♀ G3 sumberdaya genetik melalui persilangan.
Persyaratan pelaksanaan persilangan adalah:
1. Menggunakan rumpun pada kondisi
F G3 (turunan generasi G3, dibesarkan populasi aman dan/atau terkendali,
1000 DOC) 2. Menggunakan rumpun/galur ayam murni
Menghasilkan (500 induk dan 50 jantan yang mempunyai spesifikasi jelas,
FG3,) diamati produksi telur selama 6 bulan, 3. Untuk menghasilkan final stock, dilakukan
setelah itu, seleksi 30% terbaik, jadi ada 150 persilangan 1 (satu) tahap dari rumpun
induk ayam terbaik, pilih 30 ekor jantan terbaik berbeda,
untuk dikawinkan (rasio ♂ : ♀ = 1 : 5), dan – Untuk pembentukan rumpun/galur baru:
ditetaskan untuk menghasilkan G4 dan (a) dilakukan persilangan pada 2 (dua)
rumpun/galur yang berbeda dan

20
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

dilaksanakan minimal 4 (empat) generasi dari keempat galur tersebut. Skema


dengan perkawinan interse-nya stabil; (b) pembentukan GPS dapat dilihat pada Gambar 1.
dilakukan persilangan 3 (tiga) atau lebih
rumpun/galur yang berbeda, dilaksanakan
hingga mencapai kestabilan genetik dan Grand parent stock (GPS)
performa produksi stabil,
4. Melakukan pencatatan pada setiap Pada setiap pembentukan galur murni (pure
pelaksanaan persilangan, line) dilakukan seleksi yang terus menerus
5. Menjamin kelestarian sumber daya genetik seperti pada contoh, pemurnian ayam lokal di
ayam lokal. atas. Setiap Galur murni mempunyai ciri
spesifik yang khas, misalnya galur produksi
Langkah-langkah pelaksanaan persilangan telur untuk galur betina (female line) dan galur
sebagai berikut: pertumbuhan cepat untuk galur pejantan (male
1. Menetapkan tujuan persilangan yaitu untuk line). Pembentukan galur murni (pure line)
mendapatkan final stock atau galur baru dapat dilakukan dari rumpun yang sama
dengan tujuan untuk menghasilkan (within lines selection) ataupun rumpun yang
produktivitas yang lebih tinggi dari tetua berbeda. Reciprocal recurrent selection dapat
asalnya, dilakukan untuk mendapatkan GPS dengan:
2. Melakukan identifikasi dari rumpun/galur 1. Line cross breeding/linecrossing (between
murni yang akan disilangkan line within breed crossing)
3. Melakukan persilangan antar rumpun/galur 2. Kombinasi hasil persilangan dengan
yang berbeda dengan pola perkawinan yang performans terbaik
jelas dan benar,
4. Melakukan pengembangbiakan hasil Produk akhir dari pembentukan GPS,
silangan untuk disebarluaskan di luar adalah hasil dari persilangan 4 galur yang
wilayah pemurnian, berbeda (4-way-crossing), dengan produk GP
5. Melakukan pengendalian dalam untuk menghasilkan pure line dan PS untuk
pemanfaatan ayam lokal murni yang menghasilkan hybrid.
digunakan untuk menjadi tetua dalam
melaksanakan program persilangan untuk
STRATEGI PENGEMBANGAN
mencegah pengurasan populasi bibit ayam
murninya.
Program pengembangan bibit terutama
dalam pembentukkan GPS maupun PS ayam
PEMBENTUKAN GRAND PARENT lokal, sebaiknya melibatkan swasta yang
STOCK bergerak dalam pembibitan, terutama yang
telah berpengalaman dalam perbanyakan GPS
Untuk mendapatkan struktur pembibitan ayam ras, agar prosedur perbanyakannya dapat
yang jelas dalam pembentukan Grand Parent diaplikasikan secara langsung. Selain itu, usaha
Stock paling tidak harus dibentuk dari 4 pure perbibitan memerlukan modal besar sehingga
line. Dua pure line galur jantan dan dua pure keterlibatan swasta yang mempunyai modal
line galur betina. Dalam hal ini ayam KUB kuat sangat dibutuhkan. Realisasi saat ini,
adalah salah satu galur betina pure line dengan Badan Litbang Pertanian telah mengembangkan
keunggulan produksi telur tinggi, galur lainnya pusat pembibitan ayam KUB-1 di 10 provinsi,
untuk pure line jantan adalah dapat dipilih sehingga dalam waktu dekat diharapkan
ayam Sentul dan Gaok yang mempunyai bobot penyediaan DOC ayam kampung potong telah
badan yang tinggi, serta calon pure line betina tersedia di pusat-pusat pembibitan di setiap
lainnya yang mempunyai prospek produksi provinsi. Selain itu, ayam KUB-1 telah
telur yang bagus yaitu ayam Merawang. dilisensi oleh swasta untuk perbanyakan bibit,
Pemilihan galur-galur tersebut didasarkan pada sehingga permintaan bibit ayam KUB-1 dapat
penampilan performannya dan jarak genetik disuplai oleh pihak swasta tersebut.

21
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

PERSILANGAN AYAM LOKAL

1) Persilangan 2 (dua) rumpun yang berbeda, untuk menghasilkan final stock


♂Ax♀B

F1 AB, final stock


2) Persilangan 2 (dua) rumpun yang berbeda, untuk menghasilkan galur baru
♂Ax♀B ♂ Bx♀ A

F AB (evaluasi) F BA (evaluasi)

AB x BA

F ABBA (galur baru evaluasi sampai stabil, minimal 4 generasi)

3) Persilangan 3 (tiga) rumpun yang berbeda, untuk menghasilkan galur baru


Model 1.
♂A x ♀ B

F AB (evaluasi)
♂AB x ♀ C

F ABC (evaluasi sampai stabil minimal 4 generasi, galur baru)

Model 2.
♂Ax♀B ♂ Ax♀ C ♂Bx♀C

F AB (evaluasi) F AC (evaluasi) F BC (evaluasi)

F ABAC (galur ♀) X F BC (galur♂)

Galur baru
(evaluasi sampai stabil minimal 4 generasi)

Pure line A A B B C C D D

Grand parent A B C D

Parent stock AB CD

Final stock ABCD

Gambar 1. Skema pembentukan grand parent stock

22
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012

PENUTUP Kekerabatan genetik ayam Kampung, Pelung,


Sentul dan Kedu Hitam dengan menggunakan
penanda DNA mikrosatelit. I. Grup pemetaan
Ketersediaan sumber daya genetik ayam pada makro kromosom. JITV 9(2): 81 – 86.
lokal diIndonesia cukup banyak dan perlu
pengelolaan dalam pemanfataannya. SARTIKA T. 2000. Studi keragaman fenotipik dan
genetik ayam Kampung (Gallus gallus
Pembentukan bibit GPS maupun PS ayam
domesticus) pada populasi dasar seleksi. Tesis.
lokal dapat dibangun dengan seleksi pure line Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
dan 4 ways crossing dari pure line yang sudah Bogor.
ditentukan, sehingga prediksi ke depan untuk
SARTIKA, T. 2005. Peningkatan mutu bibit ayam
pembentukkan GPS ayam lokal dapat Kampung melalui seleksi dan penggunaan
dilaksanakan. Perbanyakan bibit GPS maupun penanda genetik promotor prolaktin dalam MAS
PS ayam lokal sebagai usaha komersial dapat (Marker Assisted Selection) untuk mempercepat
dilakukan bekerja sama dengan swasta. seleksi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

DAFTAR PUSTAKA SARTIKA, T., M. MINEZAWA, H. HIHARA, L.H.


PRASETYO and H. TAKAHASHI. 2004. Genetic
relationships among Japanese and Indonesian
ARDININGSASI, S.M., A.M. UMIYATI dan I.K. native breeds of chicken based on microsatellite
SUMEDIONO. 1995. Tinjauan genetik pada ayam DNA polymorphism. Proc. 29th International
Kedu melalui pengamatan karakteristik Conference on Animal Genetics, ISAG-2004,
polimorfisme albumin (Alb) dan Transferrin (Tf) Tokyo.
darah. Pros. Seminar Nasional Sains dan
Teknologi Peternakan, Balitnak. SIDADOLOG J.H, T. YUWANTA dan H. SASONGKO.
1996. Pengaruh seleksi terhadap perkembangan
DITJEN PKH. 2010. Buku Statistik Peternakan. sifat pertumbuhan, produksi dan reproduksi
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan ayam Kampung legund dan normal. Bull.
Hewan Kementerian Pertanian, Jakarta. Peternakan 20(2): 85 – 97.
FALCONER, D.S. dan T.F.C. MACKAY. 1996. SULANDARI, S., M.S.A. ZEIN and T. SARTIKA. 2008.
Introduction to Quantitative Genetics. Ed. 4th, Molecular characterization of Indonesian
Longman, England. Indigenous chickens based on Mitochondrial DNA
FUMHITO, A., T. MIYAKE, S. SUMI, M. TAKADA, S. Displacement (D)-loop Sequences. Hayati J.
OHNO and N. KONDO. 1994. One subspecies of Biosciences 15(4): 145 – 154.
the red jungle fowl (Gallus gallus gallus) SUWINDRA, I.N., K. ASTININGSIH dan W. IKA. 1993.
suffices as the matriarchic ancestor of all Seleksi dan Pembibitan Ayam Kampung di
indigenous breeds. Proc. Natl. Acad. Sci. USA Daerah Bali. Laporan Penelitian, Fapet,
91: 12505 – 12509. Universitas Udayana Bali.
FUMIHITO, A., T. MIYAKE, M. TAKADA, R. SHINGU, T. YAMAMOTO, Y., T. NAMIKAWA, I. OKADA, M.
ENDO, T. GOJOBORI, W. KONDO and S. NISHIBORI, S.S. MANSJOER and H. MARTOJO.
OHNO.1996. Monophyletic originand unique 1996. Genetical studies on native chickens in
dispersal patterns of indigenous fowl. Proc. Natl. Indonesia. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 9(4):
Acad. Sci. USA 93: 6792 – 6795. 405 – 410.
HASHIGUCHI,T., T. NISHIDA, Y. HAYASHI and S.S. YAMAMOTO. Y., T. NAMIKAWA, I. OKADA, M.
MANSJOER. 1982. Blood protein variations of the NISHIBORI, S.S. MANSJOER dan H. MARTOJO.
native and the jungle fowls in Indonesia. The 1994. Genetical studies on native chickens in
origin ang phylogeny of Indonesian native Indonesia. Proc. of the 7th AAAP Animal Science
livestock, Part III. Research report by the Congress, Bali, Indonesia.
research group of overseas scientific survey.
YUWONO, D.M., MURYANTO, SUBIHARTA dan W.
MANSJOER, S.S. 1989. Pengembangan ayam Kampung DIRJOPRATONO. 1999. Peningkatan pendapatan
di Indonesia. Disampaikan pada Seminar Peran peternak ayam Kedu melalui penerapan
Unggas Lokal di Indonesia. Semarang, 28 teknologi seleksi secara sederhana. J.
September 1989. Lustrum V, Fakultas Pengembangan Peternakan Tropis Edisi Khusus.
Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang. hlm. 223 – 229.
NOOR, R.R. 1996. Genetika Ternak. Penebar Swadaya,
Jakarta.
SARTIKA, T., S, ISKANDAR, L.H. PRASETYO, H.
TAKAHASHI dan M. MINEZAWA. 2004.

23

Anda mungkin juga menyukai