Ketersediaan Sumberdaya Genetik Ayam Lokal
Ketersediaan Sumberdaya Genetik Ayam Lokal
ABSTRACT
Native chicken has a potencial genetic resources to meet demand on meat and eggs. Across all islands in
Indonesia, there have been several native chicken strains that have specific and not specific characteristics
with the number that almost the same of human’s population in Indonesia. Indonesia has been known as one
of the center of domesticated native chicken in the world after China and India, even though raised
traditionally. It has been a blessing that due to Avian influenza outbreak, native chicken farming has become
improved steadily. Most of native chicken were raised extensively and now become in an intensive system
raising. This is also supported by goverment program in good farming practice and good breeding practice.
Native chicken stocks has needed to meet the quality and sustainability, which until today is still be a
constraint while rearing operation has increased significantly. Around 65 – 67% of animal protein
consumption has been met by modern poultry chicken, while that of native chicken is 16%. Government has
launched a program that native chicken should become a host in the country that targeted native chicken
consumption increased from 16 to 25%, which need support from all stakeholders. It has been predicted
through involvement of private business to produce native chicken stocks. There is a need to develop native
chicken grand parent stock and parent stock to meet a good quality stock and sustainability.
Key Words: Native Chicken, Genetic Resources, Improve Breed, Grand Parent Stock, Parent Stock
ABSTRAK
Ayam lokal merupakan sumberdaya genetik yang potensial dalam penyediaan daging dan telur. Pada
seluruh kepulauan di Indonesia tersedia berbagai rumpun ayam lokal yang mempunyai penampilan spesifik
ataupun tidak spesifik dengan populasi hampir sama dengan jumlah penduduk di Indonesia. Diketahui
Indonesia merupakan salah satu pusat domestikasi ayam di dunia setelah China dan India, namun demikian
pengelolaan ayam lokal di Indonesia sebagian besar masih dipelihara secara tradisional. Namun demikian,
dengan adanya kasus flu burung dapat dikatakan merupakan era bangkitnya peternakan ayam lokal di
Indonesia. Ayam lokal yang sebagian besar pemeliharaannya diumbar, saat ini banyak yang sudah
diintensifkan, dimana juga didukung oleh program pemerintah dengan menerapkan good farming practice
dan good breeding practice. Sampai saat ini penyediaan bibit ayam lokal masih menjadi kendala, sementara
usaha budidaya pembesaran ayam lokal terus meningkat. Sekitar 65 – 67% konsumsi protein hewani dipenuhi
dari produk ayam ras, sedangkan hal tersebut untuk ayam lokal baru mencapai 16%. Pemerintah telah
mencanangkan program agar “Ayam lokal dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri” dengan target
meningkatkan konsumsi ayam lokal dari 16 menjadi 25%, dimana hal ini perlu didukung oleh semua pihak.
Prediksi ke depan dengan adanya keterlibatan swasta dalam penyediaan bibit ayam lokal, perlu dibangun
pembentukan GPS ataupun PS ayam lokal, sehingga bibit ayam lokal mudah dicari dengan mutu bibit yang
berkualitas.
Kata Kunci: Ayam Lokal, Sumber Daya Genetik, Bibit, Grand Parent Stock, Parent Stock
15
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
16
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
pengelolaan plasma nutfah Indonesia, juga Teknik analisis DNA untuk mengukur
berguna dalam membantu program pemuliaan. keragaman genetik dapat dilakukan dengan
Identifikasi dapat dilakukan terutama pada ciri- berbagai metode antara lain: Random Amplified
ciri fenotip baik secara kualitatif (warna bulu, Polymorphism DNA (RAPD), Restriction
kulit, shank, bentuk jengger) maupun secara Fragment Length Polymorphism (RFLP),
kuantitatif seperti ukuran-ukuran tubuh analisis sidik jari (finger printing), minisatelit
(morfometrik), produktivitas, reproduktivitas (Variable number tandem repeat/VNTR),
dan ketahanan terhadap penyakit. mikrosatelit (Short tandem repeat/STR), DNA
Upaya penyimpanan semen beku unggas mitokondria dan sequensing.
dapat mendukung program pelestarian ternak Beberapa penelitian mengenai keragaman
unggas langka. Teknik penyimpanan sel genetik dan jarak genetik ayam lokal di
germinal premordia (Primordial Germ Cel = Indonesia telah dilakukan oleh HASHIGUCHI et
PGC) saat ini menjadi topik menarik dalam al. (1982), yang menelaah jarak genetik antara
konservasi ataupun pembuatan chimera, ayam lokal Indonesia dengan ayam Hutan
disamping identifikasi fenotipe yang Merah (Indonesia, Philipina dan Thailand),
diperlukan untuk mengetahui ciri khas dari satu ayam Hutan Hijau dan ayam Hutan Abu-abu.
rumpun ayam lokal yang secara visual dapat HASHIGUCHI et al. (1982) dalam studinya
dibedakan dari rumpun ayam lokal lainnya. menggunakan analisis protein polimorfisme
Analisis multivariate dapat digunakan pada 16 lokus (lokasi gen). Mereka
untuk mententukan bagian/ukuran tubuh mendapatkan 7 lokus polimorfik, yang terdapat
tertentu yang dapat menjadi ciri (pembeda) dari perbedaan segregasi pola pita hasil
rumpun suatu ternak. Teknik molekuler, dapat elektroforesis dan 9 lokus monomorfik yang
digunakan untuk identifikasi keragaman tidak terdapat perbedaan segregasi pola pita
genetik dan jarak genetik ternak. Selanjutnya hasil elektroforesis. Selanjutnya berdasarkan
informasi jarak genetik diperlukan untuk analisis phylogenik diperoleh bahwa ayam-
menunjang program pemuliaan terutama dalam ayam lokal Indonesia mempunyai jarak genetik
persilangan antar rumpun (crossbreeding). yang dekat dengan ayam Hutan Merah
Peningkatan produktivitas melalui Indonesia. ARDININGSASI et al. (1995)
crossbreeding sebaiknya dilakukan dengan mempelajari perbedaan antara ayam Kedu
mengawinkan rumpun yang berkerabat jauh Hitam yang berasal dari Temanggung dan
agar diperoleh efek heterosis positif. Magelang, dengan meneliti segregasi protein
Selain itu, dengan diketahuinya jarak albumin dan transferrin darah, mereka
genetik ayam-ayam lokal, koleksi plasma menemukan tidak adanya perbedaan ayam
nutfah dalam keterbatasan dana dapat Kedu Hitam dari kedua lokasi tersebut.
dilakukan untuk rumpun-rumpun ayam lokal YAMAMOTO et al. (1994) dan YAMAMOTO et
yang mempunyai kekerabatan jauh saja. al. (1996) meneliti keragaman genetik pada
Sebaliknya apabila satu rumpun mendekati ayam Kampung yang berasal dari Sumatera,
kepunahan, kita tidak usah khawatir karena Jawa, Bali, Lombok, Sulawesi, dan ayam
kita dapat mengatasinya melalui pelestarian Pelung, Bangkok, Kedu dengan menggunakan
rumpun yang berkerabat dekat dengan rumpun 8 lokus protein polimorfisme dan 4 golongan
yang akan punah tersebut. darah, melaporkan bahwa ayam lokal Jawa
Studi keragaman genetik dan jarak genetik dengan ayam Pelung masuk dalam satu
dapat dilakukan dengan beberapa metode. rumpun, begitu juga dengan ayam lokal Bali
Metode awal yang dilakukan secara molekuler tergolong dalam rumpun yang sama dengan
pada protein polimorfisme melalui penelaahan ayam lokal Lombok. Ayam lokal Sulawesi
isoenzim atau allozime. Adapun enzim yang mempunyai jarak genetik yang jauh dengan
dapat dianalisis dengan penelaahan isoenzim ayam lokal Jawa, Sumatera, Bali dan Lombok.
antara lain: Transferrin (Tf), Albumin (Alb), Penelitian keragaman genetik dengan
Haemoglobin (Hb), Amylase (Amy), Adenosin menggunakan daerah D-loop mitokondria pada
deaminase (Ada), dan masih banyak isoenzim berbagai ayam Kampung di Jawa Barat
lainnya. (SARTIKA et al., 2000), tidak memberikan
Analisis keragaman genetik secara suatu hasil yang baik, karena metode PCR-
molekuler sangat berkembang dengan pesat. RFLP dengan lima macam enzim restriksi
17
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
(Alu1, HpaII, MboI, RsaI, NlaIII dan HaeIII) chain reaction), yang dapat membuat cloning
kurang akurat. Kemudian SARTIKA et al. dari gen-gen spesifik. Pustaka genom dapat
(2004) mempelajari kekerabatan genetik ayam dimanfaatkan dalam menunjang program
Kampung, Pelung, Sentul dan Kedu Hitam pemuliaan rekayasa genetik, dengan
dengan menggunakan marker mikrosatelit. menyelipkan gen-gen yang diinginkan pada
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa saat pembelahan sel fase meiosis, disamping
terdapat 73 alel dari sembilan lokus teknik pembuatan chimera, untuk memperoleh
mikrosatelit yang dianalisa pada 4 rumpun ternak unggul. Upaya-upaya melalui teknik
ayam lokal dan satu rumpun ayam ras White rekayasa genetik ini masih memerlukan
Leghorn sebagai outgrup. Jumlah alel berkisar pertimbangan bioetika.
3 – 17 dari mikrosatelit terpilih. Alel terbanyak
diperoleh ayam Kampung yaitu sebesar 60 alel
(82,2%), hasil ini menunjukkan keragaman PENINGKATAN KUALITAS DAN
genetik ayam Kampung cukup tinggi. Dari KUANTITAS SUMBERDAYA
keempat rumpun ayam lokal tersebut hasil GENETIK AYAM LOKAL
dendogramnya menunjukkan ayam Kampung
dan ayam Sentul mempunyai hubungan Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas
kekerabatan yang paling dekat (satu kelompok) rumpun ayam lokal dapat dilaksanakan dengan
diikuti ayam kedu Hitam dan Pelung, sehingga pemurnian dan persilangan rumpun-rumpun
dapat disimpulkan bahwa keempat rumpun ayam lokal.
tersebut berasal dari nenek moyang yang sama.
Hal tersebut telah dikonfirmasi FUMIHITO et al. Pemurnian rumpun ayam lokal
(1994 dan 1996) bahwa ayam-ayam lokal
Indonesia berasal dari satu nenek moyang yaitu Program pemurnian rumpun ayam lokal
ayam Hutan Merah. SARTIKA et al. (2004) bertujuan untuk melestarikan, memanfaatkan
mempelajari sembilan rumpun ayam lokal dan mengembangkan sumberdaya genetik
Indonesia yang dibandingkan dengan ayam (SDG) ayam lokal.
lokal Jepang. Dengan menggunakan 32 marker Langkah-langkah pelaksanaan program
mikrosatelit maka diperoleh keterangan bahwa pemurnian sebagai berikut:
kelompok ayam lokal Indonesia berbeda dari 1. Identifikasi karakteristik spesifik ayam
kelompok ayam lokal Jepang. Penelitian lokal. Ayam lokal yang ada di Indonesia
terakhir yang paling komprehensif adalah berjumlah lebih dari 30 rumpun dengan
karakterisasi ayam lokal Indonesia karakteristik spesifik yang berbeda-beda,
(SULANDARI et al., 2008) yang menggunakan belum seluruhnya dikenal umum.
15 rumpun ayam lokal dan ayam Hutan Merah Tergantung tujuan pemanfaatan ayam lokal,
(Gallus gallus) dan ayam Hutan Hijau (Gallus karakteristik yang perlu diidentifikasi
varius) sebagai pembanding. Dengan adalah bentuk kepala, warna bulu, paruh,
menggunakan analisisi sekuen variable 1 di jengger, pial, warna kaki, dan suara.
daerah D-loop mitokondria DNA, 2. Pengembangbiakan pada populasi dasar
menunjukkan bahwa ayam lokal Indonesia untuk mencapai populasi yang aman untuk
berasal dari ayam Hutan merah yang dimanfaatkan.
mengelompok pada clade II, salah satu dari 3. Seleksi kinerja sekurang-kurangnya 30%
sistem pengelompokkan berdasarkan Clade tertinggi dari total populasi selama
(SULANDARI et al., 2008). sekurang-kurangnya 4 generasi sampai
Hal terpenting lainnya berkaitan dengan menghasilkan bibit murni.
molekuler adalah pembuatan pustaka genom 4. Pada ketiga langkah angka 1, 2 dan 3 di
(Genomic libraries) dari plasma nutfah ternak atas harus selalu dilakukan pencatatan.
asli Indonesia. Pada pembuatan pustaka genom
ini terlebih dahulu harus dilakukan pemetaan
gen. Bila terdapat fragmen DNA spesifik yang SELEKSI/PEMURNIAN
menjadikan ciri dari jenis ternak tertentu,
fragmen DNA tersebut dapat diperbanyak Dari segi genetik, seleksi diartikan sebagai
dengan penggunaan alat PCR (polimerase suatu tindakan menentukan ternak mana yang
18
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
dapat dipilih untuk bereproduksi berdasarkan 38,73%, 40% dan 43,69% pada generasi G1,
keunggulannya dan disesuaikan dengan G2, G3 dan G4. Respons seleksi yang
keinginan dan kebutuhan manusia (NOOR, diperoleh sebesar 3,56% per generasi.
1996). Seleksi akan mengubah frekuensi gen, YUWONO et al. (1999) melakukan seleksi pada
yaitu frekuensi gen-gen yang diinginkan akan ayam Kedu dengan kriteria seleksi produksi
meningkat dan frekuensi gen-gen yang tidak telur 50% terbaik. Dari hasil seleksi tersebut
diinginkan akan menurun. Perubahan frekuensi menghasilkan produksi telur henday selama
gen ini akan meningkatkan rataan fenotipe dari tiga bulan dari yang semula sebesar 28,3% pada
ternak terseleksi dibandingkan dengan rataan G0 meningkat menjadi 41,4% pada generasi
fenotipe sebelum diseleksi. Perbedaan rataan G1 dan 41,6% pada generasi G2. Respons
ini disebut diferensial seleksi, dinyatakan seleksi yang diperoleh sebesar 6,65% per
dengan rumus (FALCONER dan MACKAY, 1996): generasi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan
adanya seleksi dapat meningkatkan keragaan
S = XS - X
produksi dari ayam-ayam Kampung Indonesia.
S = Diferensial seleksi Strategi pemuliaan ayam Kampung untuk
XS = Rataan fenotipe populasi terseleksi memperoleh bibit yang baik, salah satunya
dengan melakukan seleksi. Pada ayam
X = Rataan fenotipe populasi sebelum seleksi
Kampung, seleksi sangat tepat untuk dilakukan
mengingat variasi genetik maupun fenotipe
Respons seleksi adalah perubahan rataan
ayam Kampung cukup tinggi. Keakuratan
populasiyang dihasilkan dari seleksi
seleksi salah satunya ditentukan oleh kriteria
(FALCONER dan MACKAY, 1996). Selanjutnya
dan intensitas seleksi (FALCONER dan
dinyatakan bahwa respons seleksi adalah
MACKAY, 1996). Tingginya intensitas seleksi
perbedaan rataan nilai fenotipik anak dengan
tergantung dari populasi ternak seleksi.
rataan nilai fenotipik tetua sebelum diseleksi,
Balitnak telah melakukan seleksi ayam
respons seleksi demikian disebut realized
Kampung selama 6 generasi dengan intensitas
selection response (FALCONER dan MACKAY,
seleksi sebanyak 50% terbaik, saat ini telah
1996). Respons seleksi (R) dapat juga diduga
menghasilkan rataan produksi telur henday
berdasarkan rumus: R = S x h2, S adalah
50% dengan puncak produksi 65 – 70%.
diferensial seleksi dan h2 adalah nilai
Kriteria seleksi untuk memilih galur betina dan
heritabilitas sifat yang diseleksi, dugaan
galur jantan dapat disajikan pada Tabel 1.
respons seleksi ini disebut expected selection
Untuk memudahkan seleksi sebaiknya dipilih
response.
paling banyak dua kriteria seleksi, sebagai
Beberapa penelitian terdahulu mengenai
seleksi utama.
seleksi ayam Kampung telah menunjukkan
adanya respons seleksi positif. Hal tersebut
dikemukakan SUWINDRA et al. (1993) yang Contoh seleksi pada pemurnian ayam lokal
melakukan seleksi pada ayam Kampung Bali
dengan kriteria seleksi produksi telur selama 6 Populasi dasar untuk seleksi pada
bulan lebih besar 100 butir/ekor/6 bulan pemurnian Bibit ayam lokal berjumlah
mendapatkan respons seleksi sebesar 5,4 butir minimal 500 ekor induk ayam.
pada turunan pertama (G1) yaitu dari produksi Skema perkawinan pemurnian
telur pada populasi dasar (G0) sebesar 88,46
butir menjadi 93,86 butir/ekor/6 bulan pada ♂ G0 x ♀ G0,
generasi G1. Pada turunan kedua (G2) dan
ketiga (G3) respons seleksinya masing-masing F G0 (turunan populasi dasar, dibesarkan
3,77 dan 1,03 butir atau sebesar 1,86% per 1000 DOC)
generasi. Demikian halnya SIDADOLOG et al. Menghasilkan (500 induk, 50 jantan G0),
(1996) melakukan seleksi ayam Kampung diamati produksi telur selama 6 bulan, setelah
dengan kriteria seleksi bobot badan umur 12 itu seleksi 30% terbaik, jadi ada 150 induk
minggu, dapat meningkatkan produksi telur ayam terbaik, pilih 30 ekor jantan terbaik untuk
henday dari produksi awal sebesar 29,45% dikawinkan (rasio ♂ : ♀ = 1 : 5) dan ditetaskan
(G0) menjadi masing-masing sebesar 35,25%, untuk menghasilkan G1.
19
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
20
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
21
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
F AB (evaluasi) F BA (evaluasi)
AB x BA
F AB (evaluasi)
♂AB x ♀ C
Model 2.
♂Ax♀B ♂ Ax♀ C ♂Bx♀C
Galur baru
(evaluasi sampai stabil minimal 4 generasi)
Pure line A A B B C C D D
Grand parent A B C D
Parent stock AB CD
22
Workshop Nasional Unggas Lokal 2012
23