Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.

1, Mei 2018 : 1-18


p-ISSN 0216-0897
e-ISSN 2502-6267
Terakreditasi No. 755/AU3/P2MI-LIPI/08/2016

ANALISIS KESIAPAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN


YOGYAKARTA SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
(Analysis on Readiness of Yogyakarta Forest Management Unit
as Sub-National Public Service Agencies)

Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka & Kushartati Budiningsih


Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Jalan Gunung Batu No.5, Bogor 16118, Indonesia
E-mail: sulistya.ekawati@yahoo.co.id; fentiesalaka@gmail.com; k.budiningsih@yahoo.com

Diterima 21 Agustus 2017, direvisi 9 Januari 2018, disetujui 1 Februari 2018.

ABSTRACT

The institution of Yogyakarta Forest Management Unit (FMU) is considered still bureaucratic which makes it
difficult to respond quickly to problems related with financial management. Although Sub-National Public Service
Agencies (SNPSA) is an independent financial management institution, but Yogyakarta FMU is not confident yet to
perform this scheme. This study aims to analyze some legislation related with independent financial management,
formulate supporting legal instruments and provide institutional options for independent financial management
that would be matched for Yogyakarta FMU. By using a qualitative analyse approach with a paradigm of critical
legal theory the study showed that there was similiarity regarding principles of effeciency and effectiveness in
forest and financial management carried out by FMU and SNPSA . However, in order to be independent, FMU
needs to be self-sufficient through synchronization and revision of several regulations related with it. It is suggested
that hybrid public organization as an independent financial management for FMU to gain political support from
local governments, strong leadership, preparation of capable human resources and improvement on accounting
management.

Keywords: FMU; institutional; regulation; forest management; Sub National Public Service Agencies (SNPSA).

ABSTRAK
Bentuk kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta yang ada saat ini sangat birokratis,
sehingga tidak dapat merespon permasalahan dengan cepat terkait pengelolaan keuangan. Selama ini ada
keraguan KPH Yogyakarta untuk menerapkan skema Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam pengelolaan
keuangannya. Penelitian bertujuan menganalisis beberapa peraturan perundangan terkait kelembagaan kemandirian
KPH, merumuskan perangkat hukum pendukung kemandirian manajemen keuangan, dan memberikan pilihan
kelembagaan untuk mendukung kemandirian KPH. Penelitian ini menggunakan paradigma critical legal theory
dan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kesamaan prinsip pengelolaan hutan oleh KPH
dan pengelolaan keuangan oleh BLUD, yaitu prinsip efisiensi dan efektivitas. Kemandirian KPH perlu dilakukan
melalui sinkronisasi dan revisi beberapa peraturan yang terkait dengan KPH. Bentuk kelembagaan KPH hybrid
public organization dalam bentuk BLUD perlu mendapat dukungan politik dari pemerintah daerah, kepemimpinan
yang kuat, penyiapan sumber daya manusia yang kapabel dan perbaikan manajemen akuntansi.

Kata kunci: KPH; kelembagaan; peraturan; pengelolaan hutan; Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

©2018 JAKK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2018.15.1.1-18 1
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

I. PENDAHULUAN secara finansial (self-financing management


Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) unit) yang secara profesional mampu
adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai mengakomodisasi aspek ekologi, sosial, serta
fungsi pokok dan peruntukannya yang ekonomi (Suwarno, 2015). Lembaga KPH
dapat dikelola secara efisien dan lestari mempunyai ciri publik dan privat sekaligus
(Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/ yang lazim disebut sebagai lembaga quasi
Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, pemerintah atau quasi publik. Lembaga KPH
Prosedur, dan Kriteria Pengelolaan Hutan harus mampu memberi respon cepat terhadap
pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung kebutuhan lapangan dengan menekan
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi; proses yang terlalu birokratis. Pembentukan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. lembaga quasi pemerintah adalah untuk
6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan meningkatkan enterpreneurship dari
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan; lembaga yang bersangkutan (Nugroho et al.,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 2013). Efektivitas pengelolaan KPH sangat
Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan terkait dengan tujuan pembentukan KPH
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, (produksi, konservasi, lindung) dan proses
serta Pemanfaatan Hutan, KPH telah menjadi pengelolaan KPH (tata hutan, pemanfaatan,
inti dari kebijakan pengelolaan hutan di rehabilitasi, perlindungan dan konservasi)
Indonesia. KPH telah ditunjuk secara khusus (Karsudi, Soekmadi, & Kartodihardjo, 2010).
sebagai instrumen utama untuk mereformasi Sedangkan efisiensi organisasi KPH sangat
sektor kehutanan dalam negeri (Sahide, terkait dengan model kelembagaan yang
Maryudi, Supratman, & Geissen, 2016) dan dibangun serta dukungan sumber daya yang
memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia tersedia (Karsudi et al., 2010).
(Ekawati, 2014; Kartodihardjo, Nugroho, & KPH Yogyakarta merupakan salah satu
Putro, 2011). KPH dengan perkembangan kemajuan yang
Secara konseptual pembangunan terdepan di Indonesia sehingga menjadi
KPH diyakini sebagai salah satu cara rujukan KPH-KPH lainnya untuk belajar
memperbaiki tata kelola hutan di Indonesia. cara pengelolaan hutan. Berdasarkan
Namun kebijakan KPH belum sepenuhnya Rencana Pengelolaan (RP) KPH Yogyakarta
diakui oleh semua stakeholders sehingga Tahun 2013-2022, skema kelola unit bisnis
berimplikasi terhadap operasionalisasi di meliputi strategi pengelolaan produk-produk
lapangan (Julijanti, Nugroho, Kartodihardjo, kayu, minyak kayu putih, getah pinus dan
& Nurrochmat, 2015). Kelembagaan KPH wisata alam. Hasil kajian bisnis pengelolaan
diharapkan mampu menyelenggarakan sumber daya hutan oleh KPH Yogyakarta,
fungsi-fungsi publik dan sekaligus fungsi menunjukkan pengelolan hutan KPH
privat (bisnis) (Nugroho & Soedomo, 2016). Yogyakarta memiliki prospek cukup baik
Sementara ini bentuk kelembagaan keuangan yang ditunjukkan oleh beberapa parameter
KPH diarahkan pada Pola Pengelolaan kelayakan finansial, yaitu Net Present Value
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), Internal
(PPK-BLUD) (KPH Yogyakarta, 2013). Rate of Return (IRR) pada tingkat suku bunga
Sampai saat ini baru ada dua KPH yang sudah sebesar 14%. Meskipun payback period baru
menginisiasi BLUD dalam pengelolaan dapat direalisasi pada tahun ke-15 (KPH
keuangannya, yaitu KPH Lakitan (Sumatera Yogyakarta, 2013). Menurut Budiningsih et
Selatan) dan KPH Konawe Selatan (Sulawesi al. (2015) berdasarkan kriteria karakteristik
Tenggara). pengelola KPH, partisipasi para pihak dan
KPH di masa mendatang diharapkan potensi usaha, KPH Yogyakarta termasuk
menjadi sebuah institusi yang semi mandiri dalam KPH tipe A dengan pemahaman konsep

2
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

KPH yang baik, sumber daya manusia cukup (APBD) ke bentuk institusi lain yang
dan kapabel, dukungan para pihak tinggi, dan bersifat semi publik, yaitu BLUD, perlu
memiliki potensi usaha baik. diuji implikasinya dari sisi kebijakan publik.
Menurut Nugroho & Soedomo (2016) dan Dalam tulisan ini disajikan hasil penelitian
Pandriadi (2014), terdapat beberapa pilihan beberapa peraturan perundangan yang ada
bentuk pengelolaan keuangan yang dapat terkait dengan kelembagaan kemandirian
diterapkan pada KPH, yaitu Unit Pelaksana KPH, rumusan perangkat hukum pendukung
Teknis Daerah (UPTD) sebagai Kuasa untuk kemandirian KPH Yogyakarta, dan opsi
Pengguna Anggaran (UPTDKPA) atau Satuan kelembagaan untuk mendukung kemandirian
Kerja Perangkat Daerah sebagai Pengguna KPH.
Anggaran (SKPD-PA), selain itu dapat pula
UPTD/SKPD mengelola keuangan sebagai II. METODE PENELITIAN
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pilihan lain adalah menjadi Badan Usaha A. Kerangka Pikir Penelitian
Milik Daerah (BUMD). Dari pilihan-pilihan Setiap kebijakan negara harus selalu
itu, pola pengelolaan keuangan yang paling bertujuan pada kepentingan publik (public
mendukung tujuan KPH adalah BLUD. interest). Pengertian kebijakan (policy) punya
Dengan organisasi yang menerapkan BLUD, arti yang bermacam-macam. Mengadopsi
KPH tidak hanya memperhatikan aspek bisnis pendapat James Anderson, kebijakan
pengelolaan hutan tetapi juga memberikan didefinisikan sebagai arah tindakan yang
peluang keterlibatan masyarakat dalam ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
pengelolaan hutan lestari. Peraturan legal aktor dalam mengatasi sejumlah persoalan
yang menaungi PPK-BLUD adalah Peraturan (Nugroho, 2008). Kebijakan merupakan
Menteri Kehutanan (Permenhut) Nomor taktik dan strategi yang diarahkan untuk
P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma Standar mencapai suatu tujuan, oleh karena itu suatu
Kriteria Prosedur Pengelolaan Hutan oleh kebijakan memuat 3 (tiga) elemen yaitu: (a)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (b) Taktik atau strategi dari berbagai langkah
(KPHP) dan Peraturan Menteri Lingkungan untuk mencapai tujuan yang diinginkan;
Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) dan (c) Penyediaan berbagai input untuk
Nomor P.49/Menlhk/Setjenkum.1/2017 memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari
tentang Kerja Sama Pemanfaatan Hutan pada taktik atau strategi.
KPH. Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemilihan kebijakan sangat tergantung
Kehutanan menyebutkan dua skema pilihan dari karakteristik sumber daya alam.
dalam pendanaan KPH, yaitu melalui BLUD Secara ekstrem terdapat dua jenis barang
atau pola pengelolaan keuangan lainnya. Oleh yaitu barang publik (public good) dan
karena itu, skema pola pengelolaan lain juga barang swasta/privat (private good). KPH
perlu dikaji, misalnya dengan membentuk Yogyakarta memproduksi barang publik
Perusahaan Umum (Perum) atau BUMD. dan barang privat sekaligus. Berdasarkan
Regulasi diharapkan mampu bersifat insentif karakteristik barang dan jasa yang dihasilkan
bagi pengelolaan KPH sebagai unit mandiri. KPH dirumuskan bentuk kelembagaan KPH.
Pergeseran kebijakan bentuk kelembagaan Selain itu, rekomendasi kelembagaan KPH
pengelolaan hutan yang selama ini murni juga dirumuskan berdasarkan hasil analisis
merupakan perangkat daerah yang sumber peraturan perundangan yang ada (normative)
pendanaannya murni berasal dari Anggaran dan praktek sosial (implementasi) peraturan
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/ tersebut di lapangan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

3
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

B. Paradigma Penelitian berita terkait KPH dan pendanaan organisasi


Penelitian ini menggunakan paradigma publik.
critical legal theory. Paradigma ini menilai Analisis data kualitatif dilakukan secara
obyek atau realitas secara kritis (critical interaktif yang terdiri terdiri dari 4 (empat)
realism) yang tidak dapat dilihat secara benar tahapan kegiatan yaitu pengumpulan data,
oleh pengamatan manusia (Salim, 2001). reduksi data, pengujian data, dan verifikasi
Alasan penggunaan paradigma ini adalah data/ menarik kesimpulan.
untuk mengkritisi kebijakan pemerintah
terhadap kelembagaan KPH, pendanaan KPH, III. HASIL DAN PEMBAHASAN
bagaimana permasalahan yang ada, serta A. Analisis Peraturan Perundangan yang
kesesuaiannya dengan karakteristik barang Terkait Pengelolaan Hutan untuk
dan jasa di KPH. Kemandirian KPH
Metode pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah socio legal research Selama ini banyak diwacanakan bahwa
dengan metode kualitatif. Pendekatan ke depan KPH dituntut untuk bisa mandiri.
ini bermaksud melakukan penjelasan Kemandirian menurut Verhagen (1996) adalah
atas permasalahan yang diteliti dalam suatu suasana atau kondisi tertentu yang
hubungannya dengan aspek-aspek hukum membuat seorang individu atau kelompok
serta mencoba menjelajahi realitas empirik manusia mencapai kondisi yang tidak lagi
dalam masyarakat. Hukum tidak hanya dilihat tergantung pada bantuan atau kedermawanan
sebagai suatu entitas normatif yang mandiri pihak ketiga untuk mengamankan
atau teoritik, melainkan juga dilihat sebagai kepentingan individu atau kelompok. Kata
bagian riil dari sistem sosial yang berkaitan kemandirian tidak ditemukan dalam naskah
dengan variabel sosial yang lain. Dengan peraturan perundangan yang terkait dengan
metode kualitatif diharapkan akan ditemukan KPH, tetapi beberapa dokumen peraturan
makna-makna yang tersembunyi di balik perundang-undangan yang terkait KPH
obyek maupun subyek yang diteliti. Metode menyebutkan beberapa prinsip pengelolaan
kualitatif memungkinkan kita memahami hutan oleh KPH seperti yang tertera pada
masyarakat secara personal sehingga Tabel 1, yaitu kompetensi (23%), kelestarian
kepentingan pemilihan bentuk BLUD di KPH (22%), efisiensi (19%), produktivitas
dapat diketahui (Pujirahayu, 1999). (18%) dan sisanya kesatuan pengelolaan
hutan terkecil, membuka peluang investasi,
C. Pengumpulan dan Analisis Data kesatuan wilayah daerah aliran sungai (DAS),
Pengumpulan data primer dilakukan pada keseimbangan nilai ekonomi, konservasi dan
bulan Mei sampai dengan Desember 2016, sosial. Prinsip di sini dimaknai sebagai suatu
dengan cara wawancara mendalam dan kebenaran atau hukum pokok sebagai dasar
diskusi kelompok. Wawancara mendalam suatu pertimbangan atau tindakan.
dengan informan kunci menggunakan metode Walaupun secara eksplisit kata
snow ball. Informan kunci ditemui dan dipilih kemandirian tidak ada dalam dokumen
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya peraturan perundang-undangan, tetapi dalam
di bidang KPH dan pendanaan organisasi pengelolaan hutan juga dibuka peluang
publik. Diskusi kelompok dilakukan investasi guna mendukung tercapainya tujuan
untuk menjaring masukan dari beberapa pengelolaan hutan. Pengaturan pengelolaan
stakeholders terkait. Sementara pengumpulan hutan pada KPHL dan KPHP dilakukan untuk
data sekunder dikumpulkan dari peraturan menjamin terselenggaranya pengelolaan hutan
perundangan-undangan, buku, laporan dan yang bermanfaat dan lestari. Prinsip-prinsip

4
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

Tabel 1. Prinsip pengelolaan hutan oleh KPH


Table 1. Principles of forest management by FMU
No. Prinsip pengelolaan hutan Frekuensi - kali Persentase, %
(No.) (Principles of forest management) (Frequency, times) (Percentage, %)
1. Efisien (Efficient) 14 19
2. Produktivitas (Productivity) 13 18
3. Efektivitas (Effectivity) 2 3
4. Lestari (Sustainability) 16 22
5. Satu wilayah DAS (Within catchment area) 1 1
6. Membuka peluang investasi (Investment opportunities) 4 6
7. Kesatuan pengelolaan hutan terkecil (Smallest forest 5 7
management unit)
8. Kompetensi (Competency) 17 23
9. Keseimbangan nilai ekonomi, konservasi dan sosial 1 1
(Balance in economic value, conservation and social)
Jumlah (Total) 73 100
Keterangan (Remarks): Dianalisis dari 25 peraturan perundangan yang terkait dengan KPH (Analyzed from 25
regulations related to KPH).
Sumber (Source): Analisis data primer, 2016 (Analysis of primary data, 2016).

pengelolaan hutan tersebut selaras dengan plan tersebut melalui prinsip 5M (money,
prinsip-prinsip BLUD yang kegiatannya manpower, material, methods, machine)
didasarkan pada efisiensi dan produktivitas. atau 6M (5M tambah marketing) (Ekawati,
Untuk mengarahkan KPH sebagai 2014). Dibukanya peluang investasi dalam
organisasi mandiri perlu ada terobosan dari pengelolaan hutan bertujuan untuk membuat
sistem birokrasi weberian dan administrasi KPH mandiri secara finansial.
publik tradisional. Menurut Lukman (2013), Sebelumnya Kementerian Kehutanan
birokrasi yang kaku dan berdasarkan aturan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup
yang ketat perlu dilakukan deregulasi. Instansi dan Kehutanan) hanya menerapkan satu
pemerintah yang menyelenggarakan layanan skema pola pengelolaan keuangan seperti
publik harus dipecah ke dalam dua bentuk, yang tertulis pada pasal 18 Permenhut
yaitu instansi pembuatan kebijakan/regulasi Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma
dan instansi pelaksana kebijakan (policy- Standar Kriteria Prosedur Pengelolaan Hutan
operation split). oleh KPHL dan KPHP, disebutkan bahwa
KPH merupakan organisasi yang memiliki KPHL dan KPHP yang dapat melakukan
kemampuan manajerial untuk memanfaatkan aktivitas pemanfaatan wilayah tertentu
secara optimal aset yang dimilikinya. Seorang adalah Organisasi KPHL dan KPHP yang
Kepala KPH harus tahu potensi sumber daya telah menerapkan pola pengelolaan Badan
hutan yang ada di wilayahnya dan punya Layanan Umum. Peraturan tersebut kemudian
kemampuan memasarkan potensi tersebut diperbaiki dengan memberikan alternatif pola
untuk mencapai kemandiriannya, oleh sebab pengelolaan keuangan lainnya selain BLUD
itu maka inventarisasi aset atau sumber yang diatur dalam pasal 8 PermenLHK
daya hutan merupakan hal kritikal yang Nomor P.49/Menlhk/Setjenkum.1/2017
harus ada. Berdasarkan inventarisasi aset/ tentang Kerja Sama Pemanfaatan Hutan pada
sumber daya hutan itulah maka tujuan dan KPH. Pemilihan bentuk kelembagaan untuk
sasaran organisasi KPH ditentukan, kebijakan kemandirian KPH melalui skema PPK-BLUD
dan program (business plan) didesain, sebenarnya perlu kehati-hatian, mengingat
serta bagaimana mewujudkan business skema tersebut banyak diimplementasikan

5
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

pada lembaga pelayanan umum (bidang konsep kemandirian yang dibangun, sehingga
kesehatan, pendidikan dan latihan). Evaluasi ke depan menjadi hambatan bagi KPH-KPH
terhadap pelaksanaan BLUD di rumah sakit di hulu DAS yang tingkat aksesibilitasnya
sebagai contoh di Rumah Sakit UNDATA sulit dan jauh. KPH dengan kondisi
di Provinsi Sulawesi Tengah menunjukkan demikian sebenarnya masih perlu bantuan
bahwa peran Dewan Pengawas dalam hal dari Pemerintah Pusat atau KPH lain dalam
ini Dinas Kesehatan masih kurang padahal cakupan DAS yang sama untuk bisa mandiri
lembaga tersebut lebih mengetahui kondisi (Ekawati, 2014).
dan karakteristik daerah sehingga lebih mudah Pemisahan KPH sebagai operator
mengarahkan kebijakan rumah sakit tersebut pengelolaan hutan dan Dinas Kehutanan
(Surianto &Trisnantoro, 2013). Di Kabupaten sebagai administrator/regulator sesungguhnya
Gianyar, empat pusat kesehatan masyarakat merupakan upaya deregulasi dalam rangka
(Puskesmas) perlu difasilitasi input seperti menerapkan new public management.
dana, tenaga dan sarana-prasarana (sarpras) Pengelolaan hutan perlu meniru sektor swasta
serta peraturan pendukung pengelolaan dengan tetap mengutamakan kepentingan
BLUD oleh Dinas Kesehatan setempat agar publik. Otonomi dan diskresi pengambilan
Puskemas siap menerapkan BLUD dalam keputusan dan pengelolaan keuangan perlu
pengelolaan keuangannya (Indrayathi, dilakukan untuk mengurangi hambatan
Listyowati, Nopiyani, & Ulandari, 2014) struktural, manajerial dan regulasi. Organisasi
Sektor kehutanan berbeda dengan sektor publik yang diberikan otonomi dan kebebasan
lainnya karena menghasilkan produk (product) tata kelola sebagaimana organisasi bisnis
dan jasa (services) seperti kayu, hasil hutan dalam ranah kebijakan dan administrasi publik
bukan kayu (HHBK), dan jasa lingkungan. disebut organisasi publik yang semi otonom
Sebagian besar produk yang dihasilkan hutan (semi autonomous public organization) atau
mempunyai jangka waktu pengembalian (pay organisasi publik campuran (hybrid public
back period) yang cukup lama. Selain itu organization). KPH dengan pengelolaan
jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan keuangan BLU atau BLUD adalah salah
sebagian belum bisa dinilai secara ekonomi satu bentuk pengelolaan keuangan dalam
(intangible value). Sebagai pembelajaran, pengelolaan hutan.
KPH Yogyakarta melakukan pengumpulan Tabel 2 menampilkan beberapa peraturan
dana pada KPH melalui Retribusi Penjualan perundang-undangan terkait BLU/BLUD,
Produksi Usaha Daerah yang diatur dalam mulai dari Undang-Undang (UU), Peraturan
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dengan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri
menggunakan payung hukum Undang- (Permen) untuk melihat penerapan BLUD
Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang pada masing-masing sektor.
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Nugroho, Sedikitnya ada 75 peraturan perundang-
2014). undangan terkait BLUD. Sebagian besar
Ada hal mendasar dalam konsep peraturan tersebut dikeluarkan oleh
kemandirian KPH yang selama ini dibangun. Kementerian Keuangan sebagai lembaga
Kementerian LHK selama ini menyerahkan yang mengatur tentang keuangan Negara,
usulan penetapan wilayah KPH pada beberapa kementerian yang sudah menerapkan
pemerintah provinsi dan pemerintah BLUD juga sudah menerbitkan beberapa
kabupaten. Data yang ada menunjukkan peraturan di lingkup kementeriannya, seperti
ada berbagai variasi KPH yang saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
ditetapkan. Masalah muncul ketika konsep Kementerian Kesehatan, dan Kementerian
kemandirian ditetapkan pada masing-masing Dalam Negeri sebagaimana yang tercantum
KPH. Tidak ada keterkaitan antar KPH dalam dalam Tabel 2. Di Kementerian Lingkungan

6
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

Tabel 2. Beberapa Peraturan terkait BLU/BLUD


Table 2. Regulations related with BLU/BLUD
No Jenis Peraturan Jumlah Prosentase, %
(No) (Type of regulation) (Total) (Percentage, %)
1. Undang-Undang (Law) 3 4
2 Peraturan Pemerintah (Government Regulation) 6 8
4. Peraturan di Kementerian Keuangan (Regulation 35 47
under Ministry of Finance)
5. Peraturan di Kementerian Pendidikan dan 17 23
Kebudayaan (Regulation under Ministry of
Education and Culture)
6. Peraturandi Kementerian Kesehatan (Regulation 9 12
under Ministry of Health)
7. Peraturan di Kementerian Dalam Negeri 2 2
(Regulation under Ministry of Internal Affair)
8. Peraturan di Kementerian Lingkungan Hidup 3 4
dan Kehutanan (Regulation under Ministry of
Environment and Forestry)
Jumlah (Total) 75 100
Sumber (Source): Analisis data primer, 2016 (Analysis of primary data, 2016).

Hidup dan Kehutanan ada tiga peraturan Menurut pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 2004
yang terkait BLU, yaitu Peraturan Menteri tentang Perbendaharaan Negara, BLUD
Keuangan Nomor 112/PMK.05/2015 adalah instansi di lingkungan Pemerintah
tentang Tarif Layanan BLU Pusat P2H pada yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
Kementerian LHK, PermenLHK Nomor P.18/ kepada masyarakat berupa penyediaan barang
MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup mencari keuntungan, dan dalam melakukan
dan Kehutanan, dan PermenLHK Nomor kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
P.59/MENLHK-Setjen/2015 tentang Tata dan produktivitas. BLUD merupakan upaya
Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana pengagenan aktivitas yang tidak harus
Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan dilakukan oleh lembaga birokrasi murni,
dan Lahan. Sedangkan panduan bagi KPH tetapi oleh instansi pemerintah dengan
untuk menerapkan BLUD belum diatur secara pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian
rinci. Kementerian LHK hanya mengeluarkan layanan kepada masyarakat menjadi lebih
sebuah buku Panduan Pola Pengelolaan efisien dan efektif.
Keuangan BLUD Menuju Kemandirian KPH. Menurut Pandriadi (2014), terdapat lima
Hal ini menimbulkan kebingungan di daerah. keuntungan penerapan PPK-BLUD pada
Sebenarnya sudah banyak peraturan yang KPH yaitu:
disusun untuk mendukung implementasi 1. Aspek fleksibilitas penggunan dana,
BLUD, tetapi hasil kajian Gustini (2011) 2. Aspek orientasi fungsi sosial ekonomi dan
menyatakan bahwa isi peraturan terkait lingkungan,
BLUD cukup mengakomodasi kepentingan 3. Aspek pengumpulan dana masyarakat,
pihak-pihak terkait serta kemudahan 4. Aspek penganggaran, dan
penerapan kebijakan pada sebagian aturan, 5. Aspek keuntungan dimana surplus
namun sebagian lain sulit diterapkan karena dapat digunakan untuk tahun anggaran
tidak disertai pedoman teknis pelaksanaannya berikutnya untuk memperkuat posisi
dan mengandung potensi konflik. likuiditas BLUD.

7
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

Menurut Lukman (2013), filosofi BLUD goods). Pelayanan publik meliputi penyediaan
adalah kemandirian, kebebasan, otonomi dan barang publik murni, semi publik, dan semi
kekayaan yang tidak bisa dipisahkan. BLUD privat (Fatmawati, 2011).
dibentuk untuk memberikan pelayanan Bentuk pelayanan umum yang diberikan
umum yang prima tanpa mengutamakan oleh BLUD kepada masyarakat dapat
pencarian keuntungan. Misi sosial yang dikelompokkan menjadi tiga rumpun, yaitu
diemban oleh BLUD lebih besar daripada 1) Pelayanan jasa dan barang, misalnya
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan bidang pendidikan, kesehatan, penelitian,
Usaha Milik Daerah (BUMD), sehingga dan sebagainya; 2) Pengelolaan dana,
pengembangan BLUD banyak beroperasi pada misalnya dana bergulir, kredit perumahan,
pengembangan sumber daya manusia (SDM), pembangunan hutan, dan sebagainya; dan 3)
seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dan Pengelolaan kawasan atau wilayah, contoh
lembaga penelitian. Sebaliknya misi ekonomi pengelolaan Kawasan atau Wilayah Ekonomi
BUMN/BUMD lebih besar daripada BLUD. Terpadu, Otorita Batam, Kawasan Subang,
BUMN/BUMD lebih mandiri dan lebih Gelora Bung Karno dan sebagainya.
otonom dibanding BLUD. BUMN/BUMD Tabel 3 menjelaskan bentuk pelayanan
merupakan entitas publik dimana segala asset publik yang disediakan oleh KPH Yogyakarta,
dan kekayaannya merupakan kekayaan yang sebagai syarat substantif untuk menjadi
dipisahkan – investasi pemerintah dalam BLUD.
bentuk penyertaan modal Negara, sedangkan Pengembangan PPK-BLUD dalam
BLUD merupakan instansi pemerintah yang pengelolaan hutan oleh KPH diarahkan
kekayaannya tidak dipisahkan (Lukman, untuk mendukung pengelolaan hutan yang
2013). optimal dan mampu memberikan manfaat
Restrukturisasi penyelenggaraan layanan bagi kesejahteraan masyarakat. Sebagai
publik yang lebih berorientasi pada bisnis/ konsekuensi dari upaya melaksanakan
korporat dan otonomi manajerial merupakan kegiatan pengelolaan hutan yang optimal
pengejawantahan new public management. maka organisasi KPH yang menetapkan
Ruled based system, top down decision PPK-BLUD akan bersifat semi pemerintah,
making, input/process-based performance diharapkan berorientasi efisiensi dan
dianggap sebagai salah satu kelemahan dan produktivitas dan mempunyai keleluasaan
tidak majunya pelayanan publik. Reformasi dalam menerapkan kegiatan bisnisnya.
sektor publik harus berorientasi hasil (result Kelebihan SKPD yang menerapkan sistem
based performance), kepuasan pelanggan, PPK-BLUD adalah fleksibilitas dalam aspek
efisiensi, efektivitas dan produktivitas (Ferlie kewenangan penerapan tarif barang dan jasa
et al., 1996 dalam Indrawati, 2010). Tujuan yang disediakan; Perencanaan, penganggaran
keseluruhan reformasi pelayanan publik dan pelaksanaan anggaran; Pengelolaan
adalah untuk merangsang pertumbuhan pendapatan, kas, aset tetap, utang, piutang
ekonomi yang cepat (Ashaver & Teryima, dan investasi; Pengadaan barang dan jasa;
2013). Penyusunan akuntansi, pelaporan dan
Mengacu pada teori barang publik pertanggungjawaban; Pengelolaan surplus
pelayanan publik merupakan tanggung dan defisit; Tata kelola dan remunerasi;
jawab pemerintah dalam menyediakannya, Kerja sama dengan pihak lain; Dapat
sedangkan untuk barang privat, sektor memperkerjakan tenaga non Pegawai Negeri
swastalah yang menyediakan. Namun dalam Sipil (PNS); Pengelolaan dana pendapatan
kenyataannya terdapat beberapa barang secara langsung; Perumusan standar,
campuran, yaitu barang semi publik (quasi kebijakan sistem dan prosedur pengelolaan
public goods) dan semi privat (quasi private keuangan.

8
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

Tabel 3. Bentuk pelayanan di KPHP Yogyakarta


Table 3. Form of services provided by KPHP Yogyakarta
No Bentuk Pelayanan Keterangan
(No) (Forms of service) (Remark)
1. Penyediaan barang dan jasa layanan Barang quasi public goods (semi barang publik):
umum (Provision of goods and services of • Air
public services) • Udara bersih
• Keindahan alam (wisata kalibiru, watu payung, mata
air bengkung)
Barang privat:
• Kayu jati, mahoni, akasia, sonokeling
• Minyak kayu putih (40.000- 60.000 liter per tahun)
• Getah pinus 75.000 kg per tahun
2. Pengelolaan kawasan atau wilayah (Forest • Izin Hutan Tanaman Rakyat (327,73 Hektar)
management area) • Izin Hutan Kemasyarakatan (1.284 Hektar)
• Izin Hutan Desa (627 Hektar)
3. Pengelola dana khusus/dana bergulir -
(Management of special fund/revolving
fund)
Sumber (Source): Dianalisis dari BPKH XI, 2015; Dishutbun Yogyakarta, 2013.

Bagi SKPD atau unit kerja pada SKPD dan manfaat bagi masyarakat; (2) Pola tata
di lingkungan pemerintah daerah yang kelola; (3) Rencana strategis bisnis; (4)
ingin menerapkan PPK-BLUD harus Standar pelayanan minimal; (5) Laporan
memenuhi persyaratan subtantif, teknis dan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi
administratif. Persyaratan substantif SKPD laporan keuangan; dan (6) Laporan audit
yang menyelenggarakan layanan umum terakhir atau pernyataan bersedia untuk
berupa (1) Penyediaan barang dan/atau diaudit secara independen.
jasa layanan umum untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat; B. Deregulasi Peraturan Perundang-
(2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu Undangan untuk Mendukung
untuk tujuan meningkatkan perekonomian Operasionalisasi KPH
masyarakat atau layanan umum; dan/atau KPH sampai saat ini menemui beberapa
(3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka kendala dalam menjalankan tugas operasional
meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan pengelolaan hutan, oleh karena itu diperlukan
kepada masyarakat. Persyaratan teknis deregulasi beberapa peraturan untuk
antara lain (1) Kinerja pelayanan di bidang mempersiapkan KPH menerapkan BLUD.
tugas dan fungsinya layak dikelola dan Belum semua peraturan perundang-
ditingkatkan pencapaiannya melalui BLUD undangan yang menyangkut pengelolaan
atas rekomendasi Sekretaris Daerah untuk hutan melibatkan KPH, sebagai contoh UU
SKPD atau kepala SKPD untuk unit kerja; Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan (2) Kinerja keuangan SKPD atau unit dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU
kerja yang sehat. Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi
Sementara itu persyaratan administratif Tanah dan Air, PP Nomor 6 Tahun 1999
apabila SKPD atau unit kerja membuat dan tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan
menyampaikan dokumen yang meliputi Hasil Hutan pada Hutan Produksi, PP Nomor
(1) Surat pernyataan kesanggupan untuk 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA),

9
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

PP Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Kayu (IUPHHBK) dari Hutan Alam atau
DAS, PP Nomor 24 Tahun 2010 tentang dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi,
Penggunaan Kawasan Hutan. Tetapi ada juga seharunya cukup oleh kepala KPH atas nama
beberapa peraturan yang sudah melibatkan Gubernur. PermenLHK Nomor P.9/Menlhk-
KPH, seperti PP Nomor 45 Tahun 2004 II/2015 tentang Tata Cara Pemberian,
tentang Perlindungan Hutan, yang melibatkan Perluasan Areal Kerja dan Perpanjangan
KPH dalam kegiatan perlindungan hutan dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
pengendalian kebakaran hutan. PP Nomor 28 pada Hutan Alam (IUPHHK-HA), Izin
Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada
KPA, sudah menyebutkan KPH sebagai salah Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE), dan
satu unit pengelola. PP Nomor 76 Tahun 2008 Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-
melibatkan KPH dalam pemeliharaan tanaman HTI) pada Hutan Produksi, seharusnya KPH
rehabilitasi. Jika pemerintah berkomitmen dilibatkan dalam penyiapan areal kerja untuk
untuk memperbaiki tata kelola kehutanan perpanjangan izin. Permenhut Nomor P. 36/
melalui pembangunan KPH maka perlu Menhut-II/2009 jo Permenhut Nomor P.11/
sinkronisasi dan revisi beberapa peraturan Menhut-II/2013 jo PermenLHK Nomor P.8/
yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Menlhk-II/2015 tentang Tata Cara Perizinan
KPH, sehingga ada peran KPH di dalamnya. Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan atau
Penetapan posisi-posisi di dalam peraturan Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi
seyogyanya dirancang dengan baik dan dan Hutan Lindung belum mengakomodir
dipadukan dengan penataan aturan otoritas keberadaan KPH, seharunya KPH dilibatkan
yang diarahkan kepada lebih dominannya dalam penyiapan areal kerja (Tim Fakultas
posisi-posisi pro-KPH dibanding posisi- Kehutanan IPB, 2017).
posisi yang resisten (Suwarno, Kartodihardjo, Berikut ini beberapa peraturan yang
Kolopaking & Soedomo, 2015). menghambat operasionalisasi KPH dan perlu
Beberapa peraturan menteri terkait direvisi.
tupoksi KPH belum mengatur dan/atau 1. Belum ada aturan terkait evaluasi
tidak secara eksplisit menyebutkan peran IUPHHK. Selama ini kegiatan yang
KPH sebagai operator pengelolaan hutan dilakukan hanya pemantauan, padahal
di tingkat tapak. Misalnya PermenLHK banyak IUPHHK yang tidak memenuhi
Nomor P.93/Menlhk/Setjen/kum.1/12/2016 target penanaman, sehingga areal
tentang Panitia Tata Batas Kawasan Hutan, yang tidak tertanami menjadi open
PermenLHK Nomor P.14/Menlhk-II/2015 access. Kewajiban untuk melaksanakan
tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha penanaman atau pengayaan tanaman
Pemanfaatan Kawasan Silvopastura pada bagi IUPHHK dalam Peraturan Direktur
Hutan Produksi, PermenLHK Nomor P.29/ Jenderal (Perdirjen) Bina Produksi
Menlhk-Setjen/2015 tentang Pedoman Kehutanan Nomor P.9/VI-BPHA/2009
Penyelenggaraan Kebun Bibit Rakyat, tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem
seharusnya KPH perlu dilibatkan dalam Silvikultur dalam Areal Izin Usaha
pembentukan kelompok sebagai bagian dari Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
pemberdayaan masyarakat dan kemitraan Produksi dilaksanakan tiga tahun setelah
dengan masyarakat. PermenLHK Nomor penebangan di areal bekas tebangan.
P.66/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Selain itu, belum ada peraturan yang
Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin mengatur kewenangan KPH pada areal-
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan areal yang telah dibebani izin sehingga

10
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

pihak KPH tidak berani mengambil atau hutan lindung yang belum dibebani
tindakan jika terjadi perambahan pada izin; b) Hutan lindung yang dikelola oleh
areal-areal open access. Perum Perhutani; c). Wilayah tertentu
2. Belum ada peraturan terkait pemanenan di dalam KPH; dan d) Mengacu pada PIAPS
areal rehabilitasi. Pemanfaatan tanaman (Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial).
hasil rehabilitasi sebenarnya bisa dilakukan 5. Peraturan Daerah ataupun Peraturan
dengan mekanisme HTHR (Hutan Gubernur terkait retribusi wisata alam
Tanaman Hasil Rehabilitasi) sebagaimana di KPH Yogyakarta belum ada, sehingga
diatur dalam Permenhut Nomor P.59/ pungutan untuk wisata alam belum
Menhut-II/2011 tentang Hutan Tanaman ditetapkan. Selama ini dasar hukum untuk
Hasil Rehabilitasi. Dalam aturan tersebut memungut wisata alam lebih banyak di
KPH tidak diberi kewenangan terkait hutan konservasi, sementara di hutan
pemanfaatan HTHR. Padahal HTHR lindung dan hutan produksi belum ada.
merupakan sumber pendapatan yang dapat 6. Belum ada peraturan yang mengatur
dimanfaatkan KPH pada saat beroperasi tata hubungan kerja antara KPH dan
nanti. Jika HTHR nantinya bisa dilakukan pemegang izin (IPPKH, IUPHHK, dan
perorangan, koperasi, Badan Usaha Milik sebagainya). Dalam Permenhut Nomor
Swasta (BUMS) Indonesia, BUMN, P.31/Menhut-II/2014 tentang Tata Cara
BUMD, maka bagaimana kewenanganan Pemberian dan Perluasan Areal Kerja
KPH pada HTHR tersebut juga belum Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
diatur dalam suatu peraturan perundangan- Kayu dalam Hutan Alam, Izin Usaha
perundangan. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi
3. Penetapan lokasi rehabilitasi DAS Ekosistem atau Izin Usaha Pemanfaatan
memakan waktu yang cukup lama. Dalam Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
Permenhut Nomor P.87/Menhut-II/2014 pada Hutan Produksi, belum diatur tata
tentang Pedoman Penanaman bagi hubungan kerja antara pihak pemegang
Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan IUPHHK dengan KPH. Sementara itu
Hutan dalam rangka Rehabilitasi Daerah dalam Permenhut Nomor P.16/Menhut-
Aliran Sungai, total waktu yang dibutuhkan II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai
sejak areal diusulkan oleh pemegang Izin Kawasan Hutan ada ketentuan pada pasal
Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) 30 bahwa pemegang izin pinjam pakai
sampai penetapan lokasi rehabilitasi wajib berkoordinasi dengan Kepala KPH
adalah 55 hari kerja. Kenyataan di untuk mengamankan kawasan hutan
lapangan menunjukan bahwa lokasi untuk konservasi dan hutan lindung jika areal
rehabilitasi sudah siap tetapi penetapan pinjam pakai kawasan hutan berbatasan
areal/kawasan rehabilitasi oleh Menteri dengan kawasan hutan konservasi dan
memakan waktu yang cukup lama. hutan lindung. Akan tetapi tidak diatur
4. Kegiatan penetapan Perhutanan Sosial peran KPH ataupun tata hubungan kerja
(Hutan Tanaman Rakyat/HTR, Hutan antara KPH dengan pemegang izin.
Desa/HD dan Hutan Kemasyarakatan/ 7. Belum ada peran KPH dalam Rencana
HKm) dilakukan pada wilayah tertentu Kerja Tahuan (RKT) pemegang izin.
KPH. PermenLHK Nomor P.83/ Dalam Permenhut Nomor P.33/Menhut-
Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang II/2014 tentang Inventarisasi Hutan
Perhutanan Sosial mengatur kawasan Menyeluruh Berkala dan Rencana Kerja
hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal pada Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
kerja HKm adalah a) Hutan produksi dan/ Hutan Kayu dalam Hutan Alam, yang

11
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

memiliki kewenangan untuk menilai 10. Posisi Polisi Hutan (Polhut) jika
dan menyetujui Rencana Kerja Tahunan melakukan penindakan, akan gugur demi
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu hukum sejak munculnya UU Nomor
pada Hutan Alam (RKTUPHHK- 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
HA) adalah Kepala Dinas Kehutanan Daerah. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun
Provinsi (bagi IUPHHK yang belum 2014, kewenangan penyelenggaraan
self-approval). Peran KPH pada urusan pemerintahan bidang kehutanan
pengurusan RKTUPPHK-HA hanyalah merupakan urusan bersama antara
sebatas sebagai (1) Salah satu penerima pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
tembusan/laporan usulan RKTUPPHK- Pemerintah kabupaten hanya mempunyai
HA; (2) Salah satu penerima laporan atau kewenangan yang berkaitan dengan
dokumen RKTUPPHK-HA dari IUPHHK pengelolaan taman hutan raya (Tahura)
yang belum self-approval; dan (3) Salah dan hutan rakyat.
satu penerima tembusan/laporan usulan 11. Eselonisasi KPH dan cakupan luas wilayah
revisi RKTUPPHK-HA. kerja. Bentuk kelembagaan (organisasi)
8. KPH belum dilibatkan dalam monitoring KPH menurut Peraturan Menteri Dalam
dan evaluasi IPPKH. Pelaksanaan Negeri Nomor 61 Tahun 2010 adalah
monitoring IPPKH sesuai Permenhut SKPD dengan dua tipe, yaitu KPH tipe A
Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang yang dipimpin oleh Kepala KPH setingkat
Pedoman Pinjam Pakai Kawasan eselon III/a dan KPH tipe B yang dipimpin
Hutan dilakukan oleh dinas kehutanan oleh Kepala KPH setingkat eselon IV/a.
kabupaten/kota dan dikoordinasikan oleh Nama kepala organisasi dan tingkat eselon
dinas kehutanan provinsi. Pelaksanaan yang ada di peraturan tersebut menjadi
evaluasi persetujuan prinsip penggunaan kendala psikologis ketika kepala KPH
kawasan hutan dan izin pinjam pakai melakukan koordinasi dengan lembaga
kawasan dilaksanakan oleh gubernur lain yang tingkat eselonnya lebih tinggi.
yang merupakan pelimpahan dari Menteri 12. Rencana penggabungan beberapa KPH
Kehutanan. Pemegang IPPKH juga wajib oleh Dinas Provinsi paska UU Nomor
membuat laporan rencana dan realisasi dari 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
setiap kegiatan yang dilakukan (termasuk Daerah. Beberapa dinas yang mengurusi
rehabilitasi DAS) setiap enam bulan sekali kehutanan di provinsi saat ini sedang
kepada Menteri dengan tembusan kepada melakukan restrukturisasi organisasi
beberapa instansi terkait. Tetapi dalam paska keluarnya UU Nomor 23 Tahun
aturan tersebut, Kepala KPH bukanlah 2014. Jika KPH yang selama ini ada
salah satu dari delapan pimpinan instansi di kabupaten akan ditarik ke provinsi
yang tercatat menerima tembusan laporan sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, maka
kegiatan IPPKH. kemungkinan besar KPH-KPH tersebut
9. Belum ada peraturan untuk membuat akan digabung, sesuai PP Nomor 18
jalan inspeksi hutan. Jalan ini akan sangat Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
dibutuhkan ketika nanti KPH mulai 13. Tumpang tindih kawasan hutan. Selama
beroperasi untuk pelaksanaan kegiatan ini sebagian besar konflik terjadi karena
sesusai dengan Rencana Pengelolaan tumpang tindih penguasaan (klaim
Hutan Jangka Panjang (RPH-JP) maupun kepemilikan lahan) dan pemanfaatan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka lahan (land use). Namun penanganan
Pendek (RPH-JPd). Jalan inspeksi pada masalah klaim lahan masih sulit dilakukan
dasarnya merupakan jalan yang dibangun dibandingkan dengan penanganan
untuk keperluan operasi atau pemantauan. masalah perambahan. Program-

12
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

program pemerintah yang bertujuan kompetensi untuk melindungi kepentingan


untuk menyelesaikan masalah konflik hutan (termasuk kepentingan publik dari
lahan seperti melalui kemitraan dengan hutan); e) Mampu menjawab jangkauan
pemegang izin, HTR, HKm, hutan desa, dampak pengelolaan hutan yang bersifat
dan lain-lain tidak selalu berjalan baik. lokal, nasional dan sekaligus global; dan f)
Berbasis pada profesionalisme kehutanan.
C. Beberapa Opsi Kelembagaan KPH 2. Organisasi yang merupakan cerminan
Pemerintah membuat banyak harapan integrasi (kolaborasi/sinergi) dari Pusat,
terhadap organisasi KPH, seperti tertuang provinsi dan kabupaten/kota.
dalam penjelasan pasal 8 ayat 1 PP Nomor 3. Pembentukan organisasi KPH tetap
3 Tahun 2008 disebutkan bahwa organisasi menghormati keberadaan unit-unit (izin-
KPH yang ditetapkan mempunyai bentuk: izin) pemanfaatan hutan yang telah ada.
1. Sebuah organisasi pengelola hutan 4. Struktur organisasi dan rincian tugas
yang: a) Mampu menyelenggarakan dan fungsinya memberikan jaminan
pengelolaan yang dapat menghasilkan dapat memfasilitasi terselenggaranya
nilai ekonomi dari pemanfaatan hutan pengelolaan hutan secara lestari.
dalam keseimbangan dengan fungsi 5. Organisasi yang memiliki kelenturan
konservasi, perlindungan, dan sosial (fleksibel) untuk menyesuaikan dengan
dari hutan; b) Mampu mengembangkan kondisi/tipologi setempat serta perubahan
investasi dan menggerakkan lapangan lingkungan strategis yang berpengaruh
kerja; c) Mempunyai kompetensi terhadap pengelolaan hutan.
menyusun perencanaan dan monitoring/
evaluasi berbasis spasial; d) Mempunyai

Tabel 4. Perbedaan antara Institusi Birokrasi, BLU/BLUD dan BUMN/BUMD


Table 4. The difference between the bureaucracy of Institutions, BLU/BLUD and BUMN/BUMD
Ragam Institusi
Harapan Bentuk
No. Perbedaan Birokrasi
BLU/BLUD BUMN/BUMD Kelembagaan
No. Aspect of Bureaucracy
KPH
differences Institutions
1. Status hukum Bukan badan Bukan badan hukum Badan hukum atau Bukan badan
Legal status hukum atau atau subyek hukum subyek hukum hukum atau
subyek hukum subyek hukum
2. Kekayaan Tidak dipisahkan Tidak dipisahkan Dipisahkan Tidak dipisahkan
Wealth
3. Motif Institution Nirlaba Pelayanan Pengejaran Tujuan utama
goals masyarakat berupa keuntungan, tapi bukan mencari
penyediaan barang mengutamakan keuntungan,
dan/atau jasa pelayanan publik tetapi dituntut
yang dijual tanpa untuk
mengutamakan kemandirian
mencari keuntungan
4. Kemandirian Tidak otonom Semi otonom Otonom Semi otonom
Independence
5. Pola pengelolaan Tidak fleksibel Fleksibel Sanga/t fleksibel Fleksibel
keuangan Type
of financial
management

13
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

Ragam Institusi
Harapan Bentuk
No. Perbedaan Birokrasi
BLU/BLUD BUMN/BUMD Kelembagaan
No. Aspect of Bureaucracy
KPH
differences Institutions
6. Sumber Dana APBN/APBD APBN/APBD dan Dana operasional APBN/APBD
financial dana operasional sendiri dan dana
resources sendiri operasional
sendiri
7. SDM Human PNS PNS dan Non PNS Non PNS PNS dan
resources Non PNS
(professional)
8. Kontrol dan Sangat kuat Kurang kuat Tidak kuat Masih di
campur tangan bawah kontrol
pemerintah pemerintah
Government
control and
intervention
9. Perpajakan Bukan subyek Bukan subyek pajak Bukan subyek Bukan subyek
Taxation pajak pajak pajak
10. Penggunaan Standar Standar Akuntansi Standar akuntansi Standar
standar Akuntansi pemerintah dan keuangan Akuntansi
akuntansi Use pemerintah standar akuntansi pemerintah
of accounting keuangan dan standar
standards akuntansi
keuangan
11. Tipologi barang Public goods, Public goods, quasi Public goods, Public goods,
dan jasa yang quasi public public goods quasi public quasi public
dihasilkan goods goods, private goods, private
Typology of goods goods
goods and
services
produced
Sumber (Source):Data primer, 2016 (analysis of primary data, 2016).
Tabel diadaptasi dari Lukman, 2013 (Table adapted from Lukman, 2013).

Dilihat dari sisi kelembagaan dengan jasa yang dihasilkan antara lain wisata alam
menggunakan konsep pengagenan (pemandangan alam, gua, air terjun), air,
(agencification), institusi penyelenggara pengendali tata air (banjir, kekeringan),
layanan publik dikelompokkan menjadi tiga kesuburan tanah, petani magersari,
yaitu institusi birokrasi, BLU/BLUD dan penyerapan tenaga kerja penyulingan minyak
BUMN/BUMD. Masing-masing mempunyai kayu putih 186 orang per hari, dan tumpang
karakter yang berbeda. Perbedaan ketiga sari minyak kayu putih 9.000 kepala keluarga
institusi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. (KK) masing-masing seluas 4.000 hektar.
Bentuk organisasi KPH tidak terlepas dari Menurut teori, penyediaan barang publik
bentuk barang dan jasa yang dihasilkan KPH. merupakan tanggung jawab pemerintah,
Barang yang dihasilkan KPH Yogyakarta sedangkan penyediaan barang privat menjadi
antara lain kayu jati, akasia, pinus, bambu, tanggung jawab sektor swasta. Namun dalam
sono, getah pinus, minyak kayu putih, kenyataannya terdapat beberapa barang
kemiri, kesambi, dan murbei. Sedangkan campuran, yaitu barang semi publik (quasi

14
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

public goods) dan semi privat (quasi private Bentuk organisasi BLUD tujuan utamanya
goods). Pelayanan publik meliputi penyediaan bukan mencari keuntungan, tetapi bentuk
barang publik murni, semi publik, dan semi organisasi BLUD memiliki kewenangan
privat (Mahmudi, 2007). Senada dengan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis
hal tersebut Nugroho & Soedomo (2016) yang sehat seperti organisasi yang berorientasi
menyatakan bahwa KPH sebagai lembaga pada keuntungan (Suroso, 2015).
yang mempunyai ciri quasi publik harus Berdasarkan karakteristik pada Tabel
mampu menjalankan layanan publik secara 4, jika dibandingkan dengan tiga bentuk
mandiri, baik dalam hal pengelolaan operasi organisasi yang ada (institusi birokrasi yaitu
maupun dalam hal pendanaan. Dinas/UPTD, BLUD, dan BUMN/BUMD),
Berdasarkan karakteristik barang dan jasa maka bentuk kelembagaan KPH yang paling
yang dihasilkan KPH, dapat disimpulkan sesuai adalah KPH dengan bentuk pengelolaan
bahwa barang dan jasa bukan hanya private keuangan BLUD. Hal ini sesuai dengan hasil
goods tetapi juga public goods, sehinga barang temuan Nugroho et al. (2013).
jasa yang dihasilnya merupakan quasi public BUMN memiliki keterbatasan informasi
goods. Barang publik adalah barang yang karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya
penggunaannya memiliki ciri non-rivalry, masyarakat, sehingga secara psikologis
seperti udara, air, dan sebagainya. Adapun keeratan hubungan dengan komunitas
barang privat dicirikan oleh adanya rivalitas, masyarakat adat dan pengambil keputusan
seperti kayu, rumah dan lain-lain. Baik barang politisi daerah kurang signifikan terhadap
publik dan barang privat di sektor permintaan aspek legalitas, legitimasi, kemampuan
(demand) ditentukan oleh selera konsumen. mengatasi konflik, serta kemampuan dalam
Barang privat persediaan ditentukan oleh menentukan lokasi pengelolaan kawasan
produsen yang bertujuan mencari untung dengan konsep KPH (Karsudi et al., 2010).
(profit motive), sedangkan barang publik Institusi birokrasi seperti Dinas Kehutanan
ditentukan melalui proses politik. Oleh karena lebih diposisikan sebagai instansi yang
itu institusi yang cocok untuk mengelolanya menghasilkan berbagai kebijakan untuk
adalah institusi yang bersifat hybrid public hutan yang ada di wilayahnya, sedangkan
organization. KPH bertanggung jawab secara penuh
Identifikasi karakteristik KPH sangat atas kegiatan operasional dengan panduan
penting untuk menentukan bentuk organisasi kebijakan-kebijakan yang telah disusun oleh
KPH. Aset KPH merupakan kekayaan Dinas Kehutanan (Maryudi, 2016). Dalam
negara yang tidak dapat dipisahkan yang tataran praktis, KPH akan menjadi lembaga
memproduksi barang privat dan barang otonom (dalam konteks manajerial hutan),
publik, bertujuan tidak sepenuhnya mencari namun akan bertanggungjawab kepada dinas
laba, menjalankan pelayanan publik dan kehutanan. Hal ini membawa implikasi
diharapkan untuk mandiri. Pola pengelolaan bahwa KPH nantinya akan mempunyai ruang
keuangan fleksibel, dengan sumber pendanaan berkreasi yang cukup luas terkait dengan
dari APBN, APBD dan lain-lain pendapatan penentuan opsi pengelolaan hutan (Maryudi,
yang sah. Bentuk organisasi BLUD tujuan 2016).
utamanya bukan mencari keuntungan, BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat
tetapi bentuk organisasi BLUD memiliki Daerah atau unit kerja pada Satuan Kerja
kewenangan untuk menerapkan praktek- Perangkat Daerah di lingkungan pemerintah
praktek bisnis yang sehat seperti organisasi daerah yang dibentuk untuk memberikan
yang berorientasi pada keuntungan (Suroso, pelayanan kepada masyarakat berupa
2015). penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual

15
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

tanpa mengutamakan mencari keuntungan, (2011) menunjukkan faktor yang menentukan


dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan keberhasilan implementasi BLUD antara lain
pada prinsip efisiensi dan produktivitas 1) Dukungan elit politik di Pemda setempat;
(Putra & Farida, 2014). Prinsip efisiensi dan 2) Komunikasi internal dalam tubuh BLUD,
produktivitas juga ditemukan dalam dokumen komunikasi antara pimpinan BLUD dengan
peraturan perundangan yang terkait dengan kepala daerah, dan komunikasi pimpinan
KPH, ditemukan kesamaan prinsip pada BLUD dengan stakeholders lainnya; 3) Belum
pengelolaan hutan oleh KPH dan BLUD. lengkapnya isi dari kebijakan BLUD sehingga
Berdasarkan pasal 60 Permendagri Nomor sulit diterapkan karena tidak disertai pedoman
61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis teknis pelaksanaannya dan mengandung
Pengelolaan Keuangan BLUD, pendapatan potensi konflik. Sedangkan menurut
BLUD dapat bersumber dari jasa layanan, Chalidyanto (2015), aspek yang mendukung
hibah, hasil kerja sama dengan pihak lain, perubahan SKPD menjadi BLUD adalah
APBD, APBN dan lain-lain pendapatan kepemimpinan, SDM (mindset, pengetahuan,
BLUD yang sah. Yang dimaksud dengan lain- komitmen, kesadaran dan ketersediaan SDM
lain pendapatan BLUD yang sah sebagaimana keuangan), dukungan Pemda dan DPRD serta
dimaksud dalam Pasal 60 huruf f, antara sinkronisasi sistem keuangan pemerintah
lain hasil penjualan kekayaan yang tidak daerah dan BLU.
dipisahkan, hasil pemanfaatan kekayaan, jasa Oleh karena itu dorongan KPH untuk
giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih menerapkan BLUD perlu diperkuat untuk
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, meningkatkan kinerja pengelolaan hutan
komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai melalui beberapa langkah seperti kuatnya
akibat dari penjualan dan/atau pengadaan dukungan politik dari Pemda setempat,
barang dan/atau jasa oleh BLUD, dan hasil penyiapan manajemen dan prosedur
investasi. Penggalian potensi yang ada di KPH pengelolaan keuangan dan pengelolaan hutan
Yogyakarta seperti peningkatan produktivitas yang baik, penyiapan sumber daya manusia
kayu putih, pengembangan wisata alam, dan komitmen dari semua pihak.
pengembangan sylvopasture, sutera alam
dan penanaman pinus serta jati unggul perlu IV. KESIMPULAN DAN SARAN
diintensifkan untuk memandirikan KPH.
Hasil analisis Jahra (2013) menunjukkan A. Kesimpulan
bahwa secara keseluruhan PPK BLUD Secara eksplisit kata kemandirian tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap ada dalam dokumen peraturan perundang-
kinerja keuangan, kinerja pelayanan serta undangan, tetapi dalam pengelolaan hutan
kinerja mutu dan manfaat bagi masyarakat. dibuka peluang investasi guna mendukung
Namun demikian tidak dapat dipungkiri tercapainya tujuan pengelolaan hutan.
bahwa penerapan BLUD di beberapa Ada kesamaan prinsip antara pengelolaan
lembaga pendidikan dan rumah sakit masih hutan oleh KPH dan pengelolaan keuangan
menemui beberapa kendala yang dihadapi dengan BLUD yaitu prinsip efisiensi dan
antara lain kesulitan dalam prosedur kerja produktivitas.
(SOP) dan menyajikan informasi akuntansi, Masih terdapat peraturan yang
terbatasnya sumber daya manusia yang menghambat operasionalisasi KPH, sehingga
memiliki kapabilitas yang mumpuni dan perlu direvisi. Peraturan yang perlu direvisi
kurangnya komitmen manajemen untuk terkait evaluasi IUPHHK, pemanenan di areal
menerapkan konsep BLUD sebagai entitas rehabilitasi, izin pinjam pakai kawasan hutan,
bisnis (Nadilla, Basri, & Fahlevi, 2016; Putra pemanfaatan hutan, retribusi wisata alam
& Farida, 2014). Hasil penelitian Gustini, di hutan lindung dan hutan produksi, tata

16
Analisis Kesiapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta.........(Sulistya Ekawati, Fentie J. Salaka, dan Kushartati Budiningsih)

hubungan kerja antara KPH dan pemegang DAFTAR PUSTAKA


izin, peran KPH dalam RKT yang disusun
pemegang izin; peraturan jalan inspeksi Ashaver, & Teryima, B. (2013). Globalization and
public sector reform in third world countries :
hutan; belum jelasnya posisi polhut paska UU
The Nigerian experience. IOSR Journal Of
Nomor 23 Tahun 2014; rencana penggabungan Humanities And Social Science, 14(2), 13–22.
beberapa KPH oleh dinas provinsi paska UU Budiningsih, K., Ekawati, S., Gamin, Sylviani,
Nomor 23 Tahun 2014; dan eselonisasi KPH Suryandari, E. Y., & Salaka, F. (2015).
dan cakupan wilayah kerja dan penyelesaian Tipologi dan strategi pengembangan kesatuan
pengelolaan hutan di Indonesia. Jurnal
tumpang tindih kawasan hutan.
Analisis Kebijakan Kehutanan, 12(3), 283–
Berdasarkan karakteristik kelembagaan 298.
KPH, ke depan KPH diarahkan menerapkan Chalidyanto, D. (2015). Rumah sakit pemerintah
pola BLUD dalam pengelolaan keuangannya. sebagai badan layanan umum (BLU), apakah
BLUD merupakan bentuk terobosan dari mendukung universal coverage ? Surabaya:
Departemen Administrasi dan Kebijakan
sistem birokrasi weberian dan administrasi
Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
publik tradisional menuju ke hybrid public Universitas Airlangga..
organization. Ekawati, S. (2014). Apakah yang dimaksud dengan
kesatuan pengelolaan hutan (KPH).
B. Saran Dalam B. Hernowo & S. Ekawati (Eds.)
Beberapa daftar revisi peraturan yang Operasionalisasi kesatuan pengelolaan hutan
(KPH): Langkah awal menuju kemandirian.
terkait dengan tupoksi KPH perlu didiskusikan
Yogyakarta: PT Kanisius.
dengan stakeholders terkait untuk Fatmawati. (2011). Kemitraan dalam pelayanan publik
ditindaklanjuti oleh Biro Hukum Kementerian sebuah penjelajahan teoritik. Jurnal Otoritas,
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 1(2), 91–101.
Perlu ada pendekatan di Pemda Yogyakarta Gustini, S. (2011). Implementasi kebijakan pengelolaan
keuangan badan layanan umum daerah. Studi
dan Dinas Kehutanan Provinsi untuk tidak
kasus pada RSUD Tidar Kota Magelang.
ragu-ragu memilih BLUD sebagai salah satu Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
bentuk lembaga pengelolaan keuangan di KPH. Indrawati, N. (2010). Penyusunan anggaran dalam era
Beberapa potensi yang ada di KPH Yogyakarta new public management: Implementasinya di
perlu diintensifkan pengembangannya seperti Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis,
10(2), 176–193.
peningkatan produktivitas kayu putih,
Indrayathi, P., Listyowati, R., Nopiyani, N.M.S., &
pengembangan wisata alam, pengembangan Ulandari, L.P.S. (2014). Mutu pelayanan
sylvopasture, sutera alam dan penanaman puskesmas perawatan yang berstatus BLUD.
pinus serta jati unggul perlu diintensifkan Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(2).
untuk memandirikan KPH. Jahra, N. (2013). Analisis implementasi pola
pengelolaan badan layanan umum pada
Rumah Sakit Daerah Kalisat–Jember.
UCAPAN TERIMA KASIH (Artikel Ilmiah Mahasiswa). Jember: Jurusan
(ACKNOWLEDGEMENT) Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas
Jember (UNEJ).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Julijanti, Nugroho, B., Kartodihardjo, H., & Nurrochmat,
KPH Yogyakarta dan semua pihak yang telah D. R. (2015). Proses operasionalisasi
membantu dan berpartisipasi dalam proses kebijakan kesatuan pengelolaan hutan:
pengumpulan data dan informasi dalam Perspektif teori difusi inovasi. Jurnal Analisis
penelitian ini. Kebijakan Kehutanan, 12(1), 67–88.
Karsudi, Soekmadi, R., & Kartodihardjo, H. (2010).
Model pengembangan kelembagaan
pembentukan wilayah kesatuan pengelolaan
hutan di Provinsi Papua. JMHT, XVI(2), 92–
100.

17
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 15 No.1, Mei 2018 : 1-18

Kartodihardjo, H., Nogroho, B., & Putro, H. R. (2011). Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-
Pembangunan kesatuan pengelolaan hutan II/2009 tentang Pembentukan Wilayah
(KPH). Konsep, praturan perundangan Kesatuan Pengelolaan Hutan.
dan implementasi. Jakarta: Direktorat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Pemanfaatan Kawasan Hutan. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
KPH Yogyakarta. (2013). Laporan kajian BLUD serta Pemanfaatan Hutan.
KPH Yogyakarta dalam rangka tata hutan Pujirahayu, E.W. (1999). Metodologi penelitian bidang
dan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta. humaniora dalam metodologi penelitian ilmu
Yogyakarta: KPH Yogyakarta. sosial (dengan orientasi penelitian bidang
Lukman, M. (2013). Badan layanan umum. Dari hukum). (Materi Pelatihan Metodologi Ilmu
birokrasi menuju korporasi. Jakarta: Bumi Sosial). Semarang: Bagian Humas Fakultas
Aksara. Hukum Universitas Diponegoro.
Mahmudi. (2007). Kemitraan pemerintah daerah dan Putra, J., & Farida, L. (2014). Implementasi badan
efektivitas pelayanan publik. Jurnal Sinergi layanan umum daerah. Jurnal Administrasi
Kajian Bisnis dan Manajemen, 9(1), 53–67. Pembangunan, 2(2), 115–226.
Maryudi, A. (2016). Arahan tata hubungan Sahide, M., Maryudi, A., Supratman, & Geissen.
kelembagaan kesatuan pengelolaan hutan (2016). Is Indonesia utilising its international
(KPH) di Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan, partners? The driving forces behind forest
10(1), 57–64. management units. Forest Policy and
Nadilla, T., Basri, H., & Fahlevi, H. (2016). Identifikasi Economics, 69, 11–20.
permasalahan penerapan pola pengelolaan Salim, A. (2001). Teori dan pradigma penelitian
keuangan badan layanan umum daerah (PPK sosial (Denzim guba dan penerapannya).
BLUD). Studi kasus pada Rumah Sakit Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya.
Permata dan Rumah Sakit Berlian. Jurnal Surianto, & Trisnantoro, L. (2013). Evaluasi penerapan
Magister Akuntansi Pascasarjana Universitas kebijakan BLUD di RSUD UNDATA
Syiah Kuala, 88–99. Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Kebijakan
Nugroho, B. (2014). Menuju KPH mandiri: Apa Kesehatan Indonesia, 2(Maret).
yang harus dilakukan ? In Sugiharto (Ed.). Suroso. (2015). Optimasi pelayanan dan pendapatan
Strategi pengembangan KPH dan perubahan negara dengan BLU. Retrieved July 20, 2017,
struktur kehutanan di Indonesia. Jakarta: from http://www.bppk.kemenkeu.go.id
Direktorat Planologi Kehutanan, Kementerian Suwarno, E. (2015). Apakah KPH dapat memperbaiki
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. tata kelola hutan Indonesia. Wahana Forestra:
Nugroho, B., & Soedomo, S. (2016). Panduan pola Jurnal Kehutanan, 10(2), 1–15.
pengelolaan keuangan badan layanan umum Suwarno, E., Kartodihardjo, H., Kolopaking, L. M.,
daerah menuju kemandirian KPH. (2nd ed.). & Soedomo, S. (2015). Penggunaan konsep
Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan rules-in-use ostrom dalam analisis peraturan
Kehutanan. pembentukan organisasi kesatuan pengelolaan
Nugroho, N., Kartodihardjo, H., Soedomo, S., Handra, hutan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan,
H., Setyarso, A., & Djajono, A. (2013). 12(1), 13–26.
Pola pengelolaan keuangan BLUD menuju Tim Fakultas kehutanan IPB. (2017, Mei).
kemandirian KPH. Jakarta: Debut Wahana Mewujudkan pengelolaan hutan produksi
Sinergi. lestari (PHPL) melalui pembangunan KPH.
Nugroho, R. (2008). Public policy. Jakarta: PT Elex Seminar Nasional TNC-IPB: Percepatan
Media Komputindo. Operasionalisasi KPH. Jakarta: TNC-IPB.
Pandriadi. (2014, Juni). Upaya optimalisasi peran Verhagen, K. (1996). Pengembangan keswadayaan :
KPHP dalam rangka menuju perbaikan Pengalaman LSM di tiga negara. Cimanggis:
tata kelola hutan dan lahan melalui pola Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara
pengelolaan keuangan BLUD : Studi kasus (PUSPA SWARA).
KPHP model Lakitan. Workshop Penyebaran
Policy Brief: KPHP Lakitan Menuju PPK-
BLUD. Musi Rawas: KPHP Lakitan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-
II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi.

18

Anda mungkin juga menyukai