Anda di halaman 1dari 8

Esay Pekan Raya Justitia FH UGM 2011

Mengharap Asa dari Gagasan Pembentukan Pengadilan Lingkungan

Oleh : Rana Agni Bukit /1006661872

UNIVERSITAS INDONESIA 2011

Rumusan Masalah Dalam esay ini penulis menjelaskan hal yang akan menjawab pertanyaan : 1. Bagaimana konsep Pengadilan Lingkungan yang dimaksud ? 2. Sejauh mana urgensi dan probabilitas pembentukan Pengadilan Lingkungan ?

Mengharap Asa dari Gagasan Pembentukan Pengadilan Lingkungan


The struggle to save the global environment is one way much more difficult that the struggle to vanguish Hitler. For this time the war is with ourselves. We are the enemy , just as we have only ourselves as allies. -Al Gore-

29 Mei 2006, Semburan lumpur panas keluar dari perut bumi. Hari demi hari debit lumpur makin meluas dan membesar terus mengancam pemukiman penududuk desa. Kondisi yang semakin memprihatinkan tersebut mengharuskan warga disekitar desa Renokenongo pergi meninggalkan hunian nyaman yang selama ini telah ditempati demi keselamatan jiwa mereka sendiri juga keluarga yang dicintai. Tak kurang dari 8200 jiwa terpaksa mengungsi menuju sanak keluarga terdekat atau justru memilih sejenak menetap di Pasar Baru Porong . Hunian baru yang sempit, minim fasilitas, dan jauh dari kata nyaman. Makin hari kondisi ternyata tak jua membaik, debit lumpur

masih saja menyembur keluar . Kerugian terus diderita, karena kini tempat dimana lumpur Lapindo masih menyembur keluar. Angka nominal dan statistic yang

ditunjukkan selama ini mungkin tak pernah menggambarkan sebenarnya kerugian dan penderitaan yang dialami warga akibat kerusakan lingkungan ini. Desa tempat yang mereka cintai telah tenggelam oleh lumpur, boleh disebut inilah the lost city Sidoarjo. Gugatan kemudian dilayangkan oleh WALHI sebagai organisasi yang konsen pada pelestarian lingkungan hidup karena menganggap telah terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PT Lapindo Berantas. Menurut Walhi tergugat telah

melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan terjadinya pengrusakan lingkungan hidup di wilayah Kecamatan Porong, Jabon dan Tanggulangin, kabupaten Sidoarjo. Untuk itu, Walhi menuntut agar para tergugat menanggulangi dan melakukan pengembalian lingkungan hidup yang rusak dengan biaya tergugat dengan segala usaha dan kemampuan, baik fisik maupun secara financial untuk menghentikan semburan lumpur, memperbaiki sarana dan prasarana pubik, sosial dan kemasyarakatan,serta menanggulangi kerusakan lingkungan hidup yang terjadi serta mengembalikan fungsi lingkungan hidup yang telah rusak tersebut sehingga berfungsi sebagaimana awalnya sebelum terjadi semburan lumpur, termasuk di wilayah lainnya yang nantinya mengalami kerusakan akibat semburan tersebut. Tetapi menurut Majelis Hakim

kemudian memutuskan bahwa terjadinya semburan lumpur panas di lumpur Lapindo karena fenomena alam bukan akibat kesalahan dari tergugat yaitu PT Lapindo tidak melakukan perbuatan yang

Berantas. Majelis menyatakan, bahwa tergugat

melawan hukum. Dengan demikian, Majelis menolak gugatan penggugat , Walhi . Bila ditelisik lebih dalam melihat semburan lumpur panas Lapindo, terlihat bahwa majelis telah membuat pembatasan secara keliru dalam melihat fenomena semburan lumpur Lapindo yaitu dengan membatasi saksi ahli pada bidang geologi dan pengeboran minyak. Seharusnya hakim dapat melihat fenomena lumpur lapindo sebagai peristiwa secara komprehensip dan menyeluruh dari berbagai sudut pandang. Padahal telah jelas juga dalam proses pembuktian bahwa tergugat tidak didukung dengan Analisis terhadap Dampak Lingkungan (AMDAL) sejak awal eksplorasi. Sedangkan menurut Keputusan menteri Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 menentukan bahwa kegiatan usaha bidang energy dan sumber daya mineral adalah termasuk bidang usaha yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. 1 Secara cermat terkait dengan penyebab terjadinya lumpur panas Lapindo, terlihat hakim hanya mempertimbangkan aspek kuantitas saksi ahli yang diajukan oleh masing-masing Penggugat dan tergugat, dimana menurut dan hakim sama sekali tidak

mempertimbangkan aspek kualitatif terhadap penyebab semburan lumpur panas Lapindo, khususnya terkait dengan kelalaian dalam hal terhadap Dampak Lingkungan (AMDAL). Walaupun Majelis menyatakan, bahwa para tergugat terbukti tidak bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Akan tetapi majelis juga menyatakan bahwa tergugat harus bertanggungjawab terhadap semburan lumpur panas Lapindo. Hal ini menunjukkan inkonsistensi Majelis dalam melihat fenomena lumpur panas Lapindo, dan itu disebabkan oleh tidak utuhnya melihat fenomena tersebut dari berbagai sudut pandang. Tentu kini kita tidak sedang membicarakan kasus Lapindo pada saat ini tapi kita dapat menarik benang merah terhadap salah satu kasus besar kerusakan Lingkungan diajukan ke pengadilan Negeri yang mempunyai dampak serius terhadap lingkungan dan kehidupan warga masyarakat sekitarnya serta menjadi sorotan tajam media namun masih saja menghasilkan keputusan pengadilan yang tidak memuaskan yang ambivalen oleh hakim yang tidak melihat masalah secara utuh. Maka, dari susdut pandang penulis
1

Fulthoni. AM. Pendapat Hukum Terhadap Putusan Perkara No. 284/PDT.G/2007/PN.JAK.SEL. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Melawan PT Lapindo Brantas Incorporated, DKK. . (Jakarta : 2009),4

hal ini sebasgai pertimbangan yang dirasa perlu untuk merintis suatu pengadilan khusus lingkungan dengan hakim yang juga mempuyai basic competent yang cukup dalam hal wawasan lingkungan. Konsep peradilan Lingkungan Kita mengetahui bahwa penurunan kualitas lingkungan banyak terjadi diberbagai

bidang baik itu kehutanan , sumberdaya, keanekaragaman hayati , maupun pengolahan limbah . Maka itu ide gagasan perlu dibentuknya suatu peradilan lingkungan sebagai bagian dari menumbuhkan sikap sadar sadar lingkungan. Karena dalam menumbuhkan sikap sadar lingkungan memerlukan suatu dukungan baik itu dari aspek sumber daya manusia, sumber daya lain, dan tak kalah pentingnya yaitu peningkatan kapasitas kelembagaan yang dapat digagas melalui lingkungan peradilan lingkungan ini. Perlunya dibentuk suatu peradilan lingkungan yang diajukan oleh penulis mengingat beberapa pertimbangan sebagai berikut : - kualitas lingkungan hidup di Indonesia yang telah semakin menurun dan mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya -parahnya pelanggaran dibidang lingkungan hidup yasng semakin menambah kerusakan lingkungan. -serta bahwa dalam pembangunan ekonomi nasioanal perlu didasarkan pada prinsip hidup pembangunan yang berkelanjutan namun juga berwawasan lingkungan. Peradilan lingkungan yang akan dibentuk adalah lingkungan peradilan dibawah lingkungan peradilan umum mengingat apa yang diamanatkan Undang-undang

nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang menentukan bahwa suatu peradilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan umum yang dibentuk dengan undang-undang sendiri dan akan menjadfi satu-satunya

pengadilan yang memiliki kewenangan mengadili perkara tindak pidana lingkungan dan berkedudukan disetiap provinsi yang daerahnya meliputi daerah hukum pengadilan tinggi yang bersangkutan.

Kemudian untuk hukum acara yang digunakan adalah sesuai dengan hukum acara pidana maupun perdata yang berlaku. Kekhususan mungkin terjadi dalam pengaturan mengenai penegasan: - pembagian tugas dan wewenang antara ketua dan wakil ketua pengadilan lingkungan . -adanya hakim ad hoc yang berwenang memeriksa perkara perdata-pidana dalam pengadilan lingkungan. -adanya kepaniteraan khusus untuk pengadilan lingkungan. Hakim dalam pengadilan lingkungan akan terdiri dari hakim karier yang diangkat oleh Mahkamah Agung maupun hakim ad hoc yang diusulkan dan diberhentikan Presiden atas usul Mahkamah Agung. Kedua jenis hakim diatas haruslah telah memiliki sertifikasi khusus dan kompetensi mengenai hukum lingkungan. Urgensi Pengadilan Lingkungan & Probilitas Realisasi Upaya pemerintah dalam upaya penegakan hukum selama ini lebih banyak pada pendekatan command & control ( C & C ) dimana terdapat kekurangan didalamnya yaitu : Perlunya suatu pemantauan, pemeriksaan, dan penerapan sanksi yang terus menerus. - Adanya celah kolusi bagi petugas dan perusahaan yang terkait - Perlunya suatu peradilan yang kuat dan tangguh yang belum dimiliki. Menurut Keith Hawkins penegakan hukum haruslah terdiri dari dua sistem strategi baik itu compliance maupun conciliatory style. Dimana konsep tersebut dapat dimulai dengan upaya pembentukan Pengadilan Lingkungan.2 Dalam berbagai kasus mengenai lingkungan yang diajukan di pengadilan negeri menunjukkan fakta yang tidak menggembirakan . Dari data yang dihimpun oleh ICEL pada tahun 2002 menunjukkan bahwa banyak kasus lingkungan yang ditangani oleh Pengadilan Negeri yang tidak selesai yaitu mencapai 51 % dari seluruh total kasus yasng masuk, dan pemberian sanksi administrasi yang menurun hingga 34 %. Wajar saja jika kepercayaan masyarakat terhadap penyelesaian kasus di pengadilan menurun. Padahal selama ini kerugian yang ditanggung negara akibat perusakan lingkungan dari pembalakan liar alias illegal Logging cukup besar. Dalam sehari, kerugian akibat -

Hardjasoemantri, Koesnadin. Hukum Tata lingkungan. (Yogyakarta : 2004), 164

perbuatan yang merusak lingkungan tersebut mencapat Rp 83 miliar atau Rp 30,3 triliun per tahun. Kejahatan Lingkungan sendiri merupakan suatu kejahatan yang khas baik dari segi pelaku, korban, juga reaksi sosial yasng berbeda dibanding dengan kejahatan

konvensional . Berikut disajikan perbandingan kejahatan antar-kejahatan konvensional dan kejahatan kontemporer dengan kejahatan lingkungan, antara lain: Perbedaan Kejahatan Lingkungan dan Kejahatan Kontenporer Unsur Konvensional/Kontemporer Pelaku Individu Korban Reaksi Sosial Langsung Pembuktian Langsung Cepat dan Mudah Sumber: harlimuin.wordpress.com Sejauh ini dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup pun sedang membuat konsep pengadilan lingkungan ini . Dimana, ada beberapa model yang bisa digunakan untuk peradilan lingkungan. Di antaranya model detasering, artinya hakim yang mendapat sertifikasi lingkungan turun langsung ke daerah yang tercemar lingkungan untuk menggelar persidangan. Atau bisa juga hakim yang memiliki sertifikasi membantu kasus lingkungan yang berada dekat dengan yurisdiksinya. Pada akhirnya Pengadilan Lingkungan Indonesia sangat perlu untuk menunjang kelestarian lingkungan di negaranya maupun dunia dan menjamin pemeliharan lingkungan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang ada. Karena dengan adanya kepastian pengadilan lingkungan bisa memberikan keadilan, kesetaraan, dan akuntabilitas sistem yang lebih baik. Kejahatan Kejahatan Lingkungan Kolektif Kolektif Korban Segera Tidak Langsung dan Lamban Sulit dan Jangka Panjang

Daftar Pustaka

Fulthoni. AM. Pendapat Hukum Terhadap Putusan Perkara No. 284/PDT.G/2007/PN.JAK.SEL. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Melawan PT Lapindo Brantas Incorporated, DKK. Jakarta :The Indonesian Legal Resource Center (ILRC), 2009. Hardjasoemantri, Koesnadi. (2004). Hukum Tata lingkungan. Yogyakarta : UGM press. Indra, Ray. Penatagunaan (Stewardess) : Praktek unggulan Program Berkelanjutan Untuk Indonesia dan Pertambangan Jakarta : Australian Government Departemen of Industry Tourism & Resources. 2006. Mensah, Adelina Meliana dan Castro , Luciana Camargo. (2004) ZEF center of Development Research University of Bon : .Sustainable Resources Use & Sustainable Development : A contradiction ?.Makalah tidak diterbitkan. Reoputra, Andira. Dukung Adanya Pengadilan Lingkungan .

.http:green.kompasiana.com. ( 9 November 2011). Riyono, Sugeng .Empati pada www.hukumonline.com. (9 November 2011) Kasus-Kasus Lingkungan.http :

Sumardiyono, Eko.Evaluasi Pelaksanaan Community Development dalam Perolehan Proper Hijau. (Studi Kasus di PT. Pupuk Kaltim Bontang). Tesis program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, 2007.

Anda mungkin juga menyukai