Anda di halaman 1dari 13

I.

KOREKSI FISKAL

A. Latar Belakang Koreksi Fiskal : - Sehubungan dengan adanya perbedaan antara laba (rugi) menurut perhitungan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal ( berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 jo Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), maka sebelum menghitung Pajak Penghasilan yang terutang, terlebih dahulu laba/rugi komersial tersebut harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. - Dengan demikian, untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. - Koreksi fiskal tersebut dilakukan baik terhadap penghasilan maupun terhadap biaya-biaya (pengurang penghasilan bruto). B. Jenis-Jenis Koreksi Fiskal : Jenis koreksi fiskal di sini merupakan jenis-jenis perbedaan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal (UU Nomor 10 TAHUN 1994 jo UU Nomor 17 Tahun 2000), yaitu terdiri dari : 1. Beda Tetap : - Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan sedangkan menurut ketentuan PPh bukan penghasilan. Misalnya dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau lebih pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. - Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan menurut ketentuan PPh telah dikenakan PPh yang bersifat final. Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (final) sehingga dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya dalam menghitung PPh yang terutang. Misalnya : penghasilan atas bunga deposito atau tabungan lainnya yang telah dipotong PPh Final oleh Bank sebesar 20%. - Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan menurut ketentuan PPh

tidak dapat dibebankan (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ), misalnya ; - Biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh penghasilan yang bukan obyek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final. - Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan. - Sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan. - Biaya-biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan karena tidak memenuhi syarat-syarat tertentu (misalnya ; daftar nominatif biaya entertainment, daftar nominatif atas peghapusan piutang). 2. Beda Waktu : Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misalnya ; Metode penyusutan Metode penilaian persediaan Penyisihan piutang tak tertagih Rugi-laba selisih kurs Dan sebagainya.

II.

KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL

Kompensasi Kerugian dan Contoh Penghitungannya : Sisa kerugian fiskal dalam mata uang Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat dikompensasikan ke Tahun Pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat, dikonversi ke dalam mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi. Contoh Misalnya, SPT Tahunan PT Alfa 1997, 1998, dan 1999 adalah sebagai berikut: :

Rugi Fiskal tahun 1997 Laba Fiskal 1998 Rugi Fiskal 1999 Kurs KMK 31-12-97 Kurs KMK 31-12-99

Rp (10.000.000) Rp 5.000.000 Rp ( 8.000.000) Rp 10.000 USD /

Rp 8.000 / USD

Kerugian Fiskal yang dapat dikompensasikan di tahun 2000 adalah : Sisa Rugi Fiskal 1997 Rugi Fiskal 1999 = Rp 5.000.000 : 10.000 = US $ 500 = Rp 8.000.000 : 8.000 = US $ 1.000

Bagaimana ketentuan mengenai kompensasi kerugian dalam aturan perpajakan? Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang diperkenankan oleh UU PPh didapat kerugian, maka kerugian tersebut dikurangkan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.

Berapa lama kerugian Wajib Pajak dapat dikompensasikan? Selama 5 tahun berturut-turut sejak Tahun Pajak berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian.

penghitungan kompensasi kerugian Contoh : PT. Tridewo dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. Tridewo sebagai berikut :

Tahun 1996 1997 1998 1999

laba rugi Rp200.000.000 (Rp300.000.000) NIHIL Rp100.000.000

2000

Rp800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

Rugi fiskal 1995 Laba fiskal 1996 Sisa rugi fiskal 1995 Rugi fiskal 1997 Sisa rugi fiskal 1995 Laba fiskal 1998 Sisa rugi fiskal 1995 Laba fiskal 1999 Sisa rugi fiskal 1995 Laba fiskal 2000 Sisa rugi fiskal 1995

(Rp1.200.000.000) Rp200.000.000 (Rp1.000.000.000) (Rp300.000.000) (Rp1.000.000.000) NIHIL (Rp1.000.000.000) Rp100.000.000 (Rp900.000.000) Rp800.000.000 (Rp100.000.000)

Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 1997 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan taun 2002, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002

III.

PENGURANG PENGHASILAN BRUTO FISKAL

Biaya biaya yang dapat dikurangkan A. Biaya-Biaya yang Dapat Dikurangkan (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000

1. Pajak Penghasilan yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan Penghasilan Kena Pajak. 2. Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan bruto wajib pajak dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto. 3. Pengurang Penghasilan Bruto terdiri dari :
y

Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yaitu biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang penghasilannya merupakan objek pajak. Dengan demikian, biaya-biaya yang digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Termasuk biaya yang dapat dikurangkan antara lain adalah pajak, kecuali pajak penghasilan.

Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, sepanjang harta yang disusutkan atau diamortisasi tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (objek pajak). Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

y y

Kerugian dari selisih kurs mata uang asing : a. Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian selisih kurs-nya dilakukan pada saat terjadinya realisasi mata uang asing tersebut. b. Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun (per tanggal neraca), maka pembebanan selisih kurs-nya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun. c. Rugi selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca, dan pembebanannya dilakukan secara bertahap berdasarkan realisasi mata uang tersebut. d. Rugi selisih kurs yang terjadi tahun 1997 baik yang sudah direalisasi maupun belum dapat dibebankan sekaligus atau diamortisasi selama 5 tahun,

y y

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan perusahaan, dengan syarat : a. Berhubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara (3M) penghasilan b. Dilakukan dalam batas dan jumlah yang wajar serta tidak dipengaruhi hubungan istimewa c. Pendidikan dan pelatihan tersebut ditentukan oleh pemberi kerja (KEP 545/PJ./2000)

Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat ( KEP - 238/PJ./2001 ): a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial. b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan bersangkutan. c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya), dan d. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak (dilampirkan dalam SPT-nya). piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang

Pengeluaran untuk pajak daerah dan retribusi daerah ( SE - 02/PJ.42/2002) dengan syarat : a. Memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 s.t.d.d. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000; b. Berkaitan dengan biaya 3M atas objek pajak yang tidak dikenakan PPh final / tidak dihitung berdasarkan norma penghitungan penghasilan neto/khusus; c. Bukan untuk sanksi berupa bunga, denda atau kenaikan.

Menurut SE - 01/PJ.42/2002 tanggal 18/02/2002, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto. Perlakuannya sebagai berikut : - BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan dalam Perusahaan

dibiayakan dengan mekanisme amortisasi sesuai Pasal 11 A - BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam Perusahaan dibiayakan melalui penyusutan sesuai dengan Pasal 11 - PBB atas tanah dan bangunan yang dimiliki dan dipergunakan dalam Perusahaan dapat dikurangkan sekaligus sebagai biaya.
y

Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu (maksimum 5 tahun). Contoh :

PT A dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A adalah sbb : 1996 1997 1998 1999 : : : : laba laba laba rugi fiskal fiskal fiskal fiskal N Rp Rp I Rp H 200.000.000,00 (300.000.000,00) I L

100.000.000,00

2000 : laba fiskal Rp 800.000.000,00 Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut : Rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1996 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Rugi fiskal tahun 1997 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1998 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 1999 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Laba fiskal tahun 2000 Sisa rugi fiskal tahun 1995 Rp (1.200.000.000,00) Rp 200.000.000,00 Rp (1.000.000.000,00) Rp (300.000.000,00) Rp (1.000.000.000,00) Rp 0,00 Rp (1.000.000.000,00) Rp 100.000.000,00 Rp (900.000.000,00) Rp 800.000.000,00 Rp (100.000.000,00)

Sisa rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp (100.000.000,00) tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001, karena sudah lewat 5 tahun.

Rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp (300.000.000,00) hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan 2002, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002.
y

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi Wajib Pajak Orang Pribadi .

Biaya-Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasian Bruto ( Pasal 9 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2000 )

a) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. b) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. c) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali : - cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, dan asuransi - cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang ketentuan dan syaratsyaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. d) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh wajib pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi yang bersangkutan (wajib dipotong PPh Pasal 21). Apabila pembayaran premi asuransi tersebut belum dibebankan sebagai biaya oleh wajib pajak pemberi kerja, maka wajib pajak dapat melakukan penyesuaian fiskal negatif (SE - 03/PJ.41/2003) e) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali : - Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan di tempat kerja secara bersama-sama.

- Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu. - Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. - Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 213/PJ./2001 Jo SE - 14/PJ.31/2003 f) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. g) Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah. h) Pajak Penghasilan i) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya. j) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. k) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan. l) Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan karena : - Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN (Faktur Pajak Standar cacat), kecuali dapat dibuktikan bahwa PPN tersebut nyata-nyata telah dibayar. - Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang termasuk dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. m)Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dan Norma Penghitungan Khusus. n) Kerugian dari harta atau utang yang tidak dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak. o) PPh yang ditanggung pemberi kerja, kecuali PPh Pasal 26 sepanjang PPh tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan untuk pemotongan PPh PPh Pasal 26 tersebut. 466/KMK.04/2000 Jo KEP -

IV.

NORMA PERHITUNGAN PENGHASILAN NETTO

Norma Penghitungan Penghasilan Netto ( Pasal 14 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) a Yaitu pedoman untuk menentukan penghasilan netto wajib pajak, karena wajib pajak .tersebut tidak wajib melakukan pembukuan. b Wajib Pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan adalah wajib pajak orang pribadi .yang memenuhi syarat-syarat berikut : c Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp 600.000.000,00. . - Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun buku. - Menyelenggarakan Pencatatan . d Dalam hal wajib pajak tersebut tidak menyampaikan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak .seperti tersebut di atas, dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. e Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau .tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

V.

PENGHASILAN NETTO KARYAWAN YANG TIDAK PUNYA USAHA

GIF87a 10<1010109 hhfI-R %lhKHA]> "vs- }1I (^ZEEDB1/ 10JFIF1010`10`1010 10C10

]I8101010A10)P10f101010P10101010p 10JFIF1010`10`1010 pp 10C10

!Ho11O11)P11L111111p11111111_)P111111111111111111111111O11 11111111111111111111O 11JFIF1111`11`1111C11

11(o11l111111#1111111111P11 D11XG11Open11fvd11o11 111111111111 o11/111111C: 11JFIF11 I8111111A11)P11f111111P11111111p 11JFIF1111`11`1111 11C11

!Ho11O11)P11L111111p11111111_)P111111111111111111111111O11 11111111111111111111O 11JFIF1111`11`1111 11`11`1111 11C11

\My11111111_)P111111111111111111111111O11 11111111111111111111O11(o11l111111#1111111111P11 D11XG11Open11fv d11o11 111111111111o11/111111C 11JFIF1111`11`1111 11C11

:\My 1I (^ 11JFIF1111`11`1111

11C11

ZEEDB1/ 12JFIF1212`12`1212

12C12

]I8121212A12)P12f121212P12121212p!Ho12O12)P12L121212 p12121212_-)P12121212121212121212 1I (^ZEEDB1/]I8121212A12)P 12JFIF1212`12`1212 12C12

12f121212P12121212p!Ho12O12)P12L121212p12121212_)P12121212121212121212 12JFIF1212`12`1212 12C12

http://www.pajakonline.co

Anda mungkin juga menyukai