Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PENGENDALIAN PROSES BAB IV DINAMIKA

Disusun Oleh :

Fischa Widyastuti M.Farhan Richa Amelia Andre Chandra PD

(0609 3040 0343) (0609 3040 0347) (0609 3040 0353) 0609 3040 0339)

Kelompok IV Kelas VKB Dosen Pembimbing : Yohandri Bow M.S, MT

POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG 2011/2012

DAFTAR ISI

COVER DAFTAR ISI KATA PENGANTAR PENGENDALIAN PROSES DINAMIKA

1 2 3 4

1. SIMULASI MENGGUNAKAN KOMPUTER DAN LINEARISASI SITEM-SITEM NONLINIER 5 2. FUNGSI TRANSFER DAN MODEL INPUT OUTPUT 3. KELAKUAN DINAMIK SISTEM ORDE PERTAMA 4. KELAKUAN DINAMIK SISTEM ORDE KEDUA CONTOH SOAL DAFTAR PUSTAKA 10 19 27 32 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan makalah PT. Pertamina (Persero) RU V Balikpapan Kalimantan Selatan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai dalam mata kuliah Pengendalian Proses. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis selama proses penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak Yohandri Bow, S.T.,M.S. selaku dosen pembibing mata kuliah Pengendali Proses. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan kerja praktek ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Penulis

26 September 2011

BAB I PENDAHULUAN

Kelakuan dinamika dan statik beberapa sistem pemroses sederhana. Pemahaman yang baik mengenai kelakuan dinamik sistem-sistem yang lebih baik rumit pada peroses-proses. Meskipun kebanyakan sistem proses kimia sebenarnya dimodalkan oleh pemasaran-pemasaran non-linier. Pengetahuan mengenai teknik-teknik penyelesaina linier sangat berharga dan penting karena alasanalasan berikut : 1. tidak ada teori matematika yang umum untuk menyelesaikan permasamaan diferensial non-linier tidak terdapat perangkat analisis yang komperatif. 2. suatu sistem non-linier dapat didekati dengan baik oleh suatu sistem llinier pada beberapa kondisi operasi. 3. pada teori pengendalian linier telah dicapai perkembanggan yang cukup berarti signifikasi, yang telah memungkinkan sintesis dan perancangan sistem pengendalian yang sangat efektif, bahkan juga untuk sistem-sistem yang non-linier

BAB II ISI

2.1. SIMULASI MENGGUNAKAN KOMPUTER DAN LINEARISASI SITEM-SITEM NONLINIER Kelakuan dinamika suatu proses hnya bisa didapat kan jika persamaan-persamaan keadaan yang digunakan sistem pemprosesan yang perlu dipelajarib hnya dapat dimodelkan dalam bentuk persamaan diferensial non-linier, padahal tidak ada teori matematik yang dapat digunakan untuk secara analisis Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi kesulitan dalam analisis kelakuan dinamik sistem non-linier adalah sebagai berikut : 1. Melakukan simulasi sistem non-linier pada komputer analog atau digital, dan menghitung penyelesaian secara numerik 2. menteranfer variabel-variabel sistem non-linier tersebut. 3. mengambarkan suatu model linier yang kelakuan dinamikanya mendekati sistem linier pada daerah kondisi operasi tertentu yang telah ditetapkan. 1.1 Simulasi Dinamika Proses Menggunkan Komputer Simulasi komputer sekarang telah digunakan secara luas untuk menganalisis kelakuan dinamik proses-proses kimia atau membantu perancangan perangkat pengendalian dan mempelajari efektifitas suatu sistem pengendali jenis komputer yang pertama kali digunakaan untuk simulasi proses kimia.

Beberapa kategori metode numrik yang dapat digunkan untuk menyelesaikan persamaan diferensial dan aljabar non-linier adalah sebagai berikut : 1. Metode Numerik untuk penyelesain persamaan-persamaan aljabar Pada keadaan tunak(steady-state) persamaan keadaan sistem akan berwujud persamaan aljabar sederhana, karena laju akumulasi akan sama dengan nol persamaan nol. Dengan demikian kelakuan proses pada keadaan tunak dapat ditentukan dengan penyelesaian kumpulan persamaan aljabar yang memodelkan keadaan proses. Seluru metode numrik untuk menyelesaikan menggunkan cara trial dan error secara interaksi. Beberapa metode interaksi persamaan aljabar yang sering digunakan adalah metode setengah interval (interval halting), metode subtitusi (sussessive subitution), dan metode Newton Raphson 2. Pengingeritasian Numerik Persamaan-Persamaan Diferensial 5

Pengingeritasian Numerik Persamaan-Persamaan Diferensial adalah dengan mendekati persamaan Diferensial yang sinambungan dengan persamaan-persamaan beda hingga yang disket. Beberapa metode pengintegrasian secara numerik yang dapat digunakan adalah metode eksplisit dan implisit

1.2 Linierisasi Sistem Satu Variabel Linierisasi digunakan secara luas untuk mempelajari dinamika proses dan perencangan sistem pengendalian untuk alasan-alasan berikut : 1, dengan linierisasi didapatkan sistem linier yang dapat dielesaikan secara analitik dan memberikan gambaran kelakuan proses secara lengkap untuk berbagai nilai parameter proses dan variabel input. 2. Perkembangan bearti untuk pengendalian yang efektif baru dicapai sebatas untk proses-proses linier Persamaan non-Linier umumnyang digunakan untuk proses Dx = f (x) Dt Fungsi f(x) pada persamaan tersebut Persamaan tersebut dapat diekspansikan dalam bentuk deret taylor di sekitar titik Xo sebagai berikut : F(x) = f (Xo) + (df ) x xo + (d2f ) ( x - xo) + .... + (dnf) (Dx) (dx) 2! (dxn) (x xo) n

Jika suku orde kedua an selebihnya dan deret taylor tersebut diabaikan, maka f(x) dapat didekatkan sebagai berikut :

F(x)= f(x) + (d2f) (x-xo) (dx) 2!

Galat kesalaha yang digunakan yang akan diabaikan oleh pengendapan diatas adalah sebagai berikut :

T = (D2F) ( X- XO) DX2 2!

Gambar Pendekatan Linierisasi untuk sistem non-linier 6

b. Linierisasi Untuk Suatu Sistem Tangki

Gambar : (a.) Sistem tangki (b.) Pendekatan Terhadap Respons Ketinggian Cairan

Pada sistem tangki dalam, tangki gambar ini Neraca massa total sistem akan menghasilkan persamaan sebagai berikut.

Dengan : n ketinggian cairan, A= Luas penampang Cairan H= Ketinggian cairan

Jika laju alir keluar F0 adalah fungsi linier dan dari ketinggian atau fo = h, dengan suatu konstan, maka persamaan akan menjadi

Suatu yang tidak linier pada persamaan tersebut hanya akar h. Eksfansi deret taylor pada suku ini disekitar titik ho akan menghasilkan linierisasi sebagai berikut :

Pembagian terhadap suku-suku orde kedua dan seterusnya akan menghasilkan

Yang jika diterapkan pada sistem Dinamika non-linier awal akan memberikan model pendekatan linierisasi berikut :

1.3 Variabel Penyimpangan Pada bagian ini akan diperkenalkan konsep variabel penyimpanan yang akan sangat membantu dalam mempelajari bagian-bagian selanjutkan Jika x(s) adalah nilai x pada keadaan tunak yang menggambarkan keadaan dinamika awal system, maka

Jika Xs adalah titik linierisasi untuk persamaan ( Xo=Xs) maka persamaan akan menghasilkan model linier berikut :

Jika variabel penyimpanan x1 didefinisikan sebagai x1= x-xs maka persamaan dapat dituliskan sebagai berikut :

Pengunaan variabel penyimpangan dalam pengendalian dalam pengendalain proses memiliki arti yang penting. Dalam pengendalian proses, seringkali nilai-nilai variabel proses tertentu ( temperatur, Konsentrasi, tekanan, laju alir, volume dan lain-lain). Harus dipertahankan pada nilai tunak tertentu, sehingga kondisi tunak merupakan titik kandidat alami untuk pengembangan model linierisasi. Pada kasus-kasus ini variabel penyimpanan akan mengambarkan secara langsung besar penyimpanan sistem dari tingkat operasi yang diharapkan. Lebih lanjut, jika perangkat pengendali untuk sistem proses terkait telah dirancang dengan baik. Variabel proses tidak akan bergeser terlalu jauh dari nilai tunak. Dengan demikian penyimpana variabel dari model linierisasi dalam akan sangat cocok digunakan untuk menggambarkan kelakuan dinamik proses didekat keadaan tunak.

1.4. Transformasi Laplace Penggunaan Transformasi laplace dalam pengendalian proses memberikan metode yang sederhana dan mudah untuk menyelesaikan persamaan-persamaan diferensial linier atau hasil linierisasi atau hasil sebagai pemodalan proses kimia secara matematik. Pengendalian Transformasi Laplace terdiri persamaan yakni, Pendefinisian Transforfasi Laplace a.1 Transformasi lapcape f (s) dan fungsi f(t) dapat diferensikan :

Tanda garis diatas suatu variabel menunjukan Transformasi Laplace dari variabel tersebut. Perjanjian tanda ini akan selalu digunakan dalam pembahasan selanjutnya.

Catatan 1. Pendefinisian yang lebih mendasari dari transformasi laplace adalah seperti ditunjukan dalam persamaan sebelumnya

Jika fungsi f(t) kontinu dan terdefinisi untuk setiap nilai t dalam rentang t=0 sampai t = , makan definisi (a.1) akan teredusi menjadi untuk (a.1) untuk keseluruha kasus seluruh yang dibahas dalam buku ini, pendefinisian yang lebih sederhana (a.1). Telah cukup. 2. Dari pendefinisian catatan (a.1) terlihat bahwa transformasi laplace merupakan perubahan atau transformasi suatu fungsi dari domain s (dengan s sebagai variabel bebas) s adalah variabel yang didefinisikan pada bagian kompleks

3. Transformasi laplace adalah suatu operasi yang linier

Dengan a1 dan a2 adalah parameter-oarameter yang nilainya konstan. Pembuktian hal ini adalah sebagai berikut 9

2. FUNGSI TRANSFER DAN MODEL INPUT OUTPUT

2. 1 Fungsi Transfer Proses Dengan Output Tunggal, y (t)


A. Proses dengan input tunggal f(t) Pada suatu system pemroses dengan satu input dan satu output seperti pada Gambar 9.1.a., kelakuan dinamik pada proses dapat dijelaskan menggunakan persamaan differensial linier (atau hasil linierisasi) orde n.

Dengan f(t) dan y(t) adalah input dan output dari proses. F(t) Input (a) Gambar 9.1. a. proses dengan satu input, satu output b. diagram balok proses tersebut y(t) output (b) f(s) y(s)

jika pada awalnyya system berada pada kondisi tunak/ steady-state, maka:

untuk fungsi f(t) yang menghasilkan transformasi laplace berikut:

Dan syarat awal pada 8.2, akan didapatkan:

B. pProses Dengan Dua Input, f1(t) dan f2(t)


10

Model dinamik untuk suato proses dengan dua input f1(t) dan f2(t) dan satu output seperti digambarkan dalam Gambar 9.2. dapat dijabarkan sebagai nberikut:

F1(s)
F(t)

prosess

y(t) f2(s)

G1(s) G2(s)

+ +

F2(t)
(a)

(b)

Gambar 9.2. a. proses dengan dua input, satu output b. diagram balok proses tersebut

dengan syarat awal yang sama seperti pada 9.2., persamaan 9.4. dapat dijabarkan lebih lanjudmenjadi :

Atau bentuk yang setara berikut:

Dengan

Dan

11

F1(s) F2(s)

Fn(s)

Gambar 9.3. Diagram balok Suatu Proses dengan Beberapa input dan satu output

Contoh 9.1 Fungsi transfer untuk tangki panas berpengaduk Manipulasi terhadap neraca energy dan tangki pemanas berpengaduk pada contoh 5.1. dan 8.1. akan menghasilkan model matematika dalam bentuk deviasi berikut:

; Dengan T= T-Ts Ti=Ti- Ti,s

Tst= Tst Tst,s

Adalah variable-veriabel yang menyimpangan dari keadaan lunak Ts, Tt,s, dan Tst Transformasi Laplace terhadap kedua ruas persamaan 8.3. akan menghasilkan:

(9.8) Dengan mendefinisikan dua fungsi transfer berikut: ;


12

Maka persamaan 9.8 dapat ditulis ulang menjadi (9.8.a)

Diagram balok untuk system tangki pemanas berpengaduk diatas dapat dilihat pada diagram 9.4.

+ +

Gambar 9.4. Diagram Balok Untuk Sistem Tangki Pemanas Berpengaduk

2.2. Matriks Fungsi Transfer Suatu Prosesbdengan Beberapa Output


Model matematika untuk suatu proses dengan dua input, f1(t) dan f2(t) dengan dua output, y1(t) dan y2(t) dapat dinyatakan dalam dua persamaan differensial linier berikut: = a11y1 + a12y2 + b11f1(t) + b12f2(t) = a21y1 + a22y2 + b21f1(t) + b22f2(t) (9.9.a) (9.9.b)

13

Dengan syarat awal: = Y2(0)=0 f1(t)) y1(t))

F2(t))

y2(t))

(a) Gambar 9.5. a. proses dua input, dua output b. diagram blok proses pada a

(b)

2.3. Pole dan Zero dari Suatu fungsi Transfer


Berdasarkan definisi dari fungsi transfer, didapatkan hubungan berikut:

Secara umum, fungsi transfer G(s) biasanya berupa perbandingan dari dua polinominal:

Pengecualian dari kecendrungan umum tersebut hanya terjadi pada system-sistem dengan time delay , yang akann menghasilkan bentuk eksponensial. Untuk system-sistem yang dapat diwujudkan secara fisik, polynomial Q(s)makan selalu memiliki orde yang lebih rendah dibandingkan polinomiial P(s). alas an akan dijelaskan pada bab-bab berikutnya. Akar-akar dari polynomial Q(s) disebut zero dari fungsi transfer, atau zero dari system yang kelakuan dinamiknya,dapat dijelaskan oleh fungsi transfer G(s). jika kedalam variable s disubtitusikan zero dari G(s), fungsi transfer akan bernilai nol. Akar-akar dari polynomial P(s)disebut pole dari fungsi transfer, atau poles dari system, fungsi transfer akan bernilai tak hingga. Pole dan zero dari suatu system memegang peranan penting dalam analisis dinamika system-sistem pemroses dan perancangan pengendali yang efektif.
14

Contoh 9.2.: Pole dan Zero dari Tangki Pemanas Berpengaduk Model input-output untuk tangki pemanas yang tellah dibahas dalam contoh 9.1. adalahbsebagai berikut:

Fungsi transfer G1(s) adalah:

Yang tidak memiliki zero dan memiliki satu pole pada s=-a Fungsi transfer G2(s) adalah:

Yang juga tidak memiliki zero dan memiliki satu pole pada s=-a

Perhatikan bahwa kedua fungsi transfer memiliki pole yang sama.

2.4. Analisis Kuantitatif Terhadap Responns Suatu Sistem


Respons dinamik suatu output y diberikan oleh

Lebih lanjut, secara umum

Dengan hasil transformasi Laplace dari seluruh input juga dapat dinyatakan sebagai perbandingan dari dua polynomial: (9.13.) Untuk melakukan inverse terhadap ruas kanan dari persamaan 9.13. dengan menggunakan metode fraksi parsial, tterlebih dahulu perlu diketahui akar-akar dari polynomial P(s) [pole-pole system] dan akar-akar dari polinomiial q(s). suku-suku
15

yang akan dihasilkan dari inverse fraksi-fraksi parsial secara unik dikaraktrisasi oleh pole system dan akar-akar q (s). dengan demikian, jika lokasi pole-pole suatu system telah diketahui, karakteristik kualitatif respons system terhadap suatu input tertentu dapat diketahui tanpa perlu melakukan perhitungan tambahan. Contoh umum berikut dapat digunakan menjelaskan pernyataan diatas. Pada suatu system dengan fungsintransfer berikut (9.14.)

Imaginary axis
4

(4)

(3)

Real axis

4*

Gambar 9.6. Lokasi Pole-Pole pada Bidang Kompleks Pengamatan lebih lanjut terhadap masing-masing pole berdasarkan letak dalam bidang kompleks dan menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Pole pole nyata dan tunggal terletak pada sumbu nyata (gambar 9.6). pada

inversipole-pole ini akan menghasilkan suku-suku eksponensial seperti C1ep1t dan C2ep2. karena p1<0, C1ep1t akan menyeluruh secara eksponensial menuju nol pada t (gambar 9.7.a.). juga karena p2<0, C2ep2takan meningkat secara eksponennsial menuju tak hingga dengan bertambahnya waktu (gambar 9.7.b)

16

C1ep1t C2ep2t

t (a) Gambar 9.7. a. Peluruhan eksponensial b. peningkatan eksponensial

dedengan demikian, pole tunggal nyata negative akan menghasilkan suku yang menyeluruh ke nilai nol dengan bertambahnya waktu, sedangkan pole tunggal nyata positif akan membuat respons system menuju tak hingga dengan bertambahnya waktu.
2. Pole- pole nyata berganda, yang berulang sebanyak m kali. Pole- pole seperti ini

akan menghasilkan suku-suku sebagai berikut:

Suhu dalam kurung akan meningkat menuju tak hingga dengan bertambahnya waktu. Kelakuan suku eksponensial bergantung pada nilai 3

Jika 3 > 0 maka Jika 3 < 0 maka Jika 3 = 0 maka =1

pada t pada t

pada setiap saat

Dengan demikian, suatu pole nyata berganda akan mengghasilkan suku yang meningkat sampai tak hingga, jika pole tersebut positif atau nol, atau suku yang menyeluruh sampai nol, jika pole tersebut negative. Pole-pole kompleks konjugat. Perlu diperhatikan bahwa pole-pole kompleks selalu berpasangan dengan konjugatnya dan tidak pernah terdapat dalam keadaan tunggal. Jika 4= +j dan 4*= +j, dari pembahasan pada bab 8.2. telah diketahui bahwa pasangan akar kompleks konjugat akan menghasilkan suku eat sin(t+) merupakan fungsi periodic yang berosilasi, dengan kekuatan eat bergantung pada nilai bagian nyata .
17

Dengan demikian, suatu pasangan pole kompleks konjugat akan menghasilkan suku dengan kelakuan berosilasi, yang amplitudonya akan terus meningkat jika bagian nyata pole tersebut positif, yang akan meluruh ke nol jika bagian nyata pole tersebut negative, atau yang amplitudonya tetap konstan, jika bagian nyata pole tersebut bernilai nol.

output

output

time (a) (b)

time

output

time

(c) Gambar 9.8. osilasi dengan: a. Amplitudo yang meningkat b. amplitude yang meluruh c. amplitude yang tetap

3. Pole-pole pada titik pusat koordinat. Pole 5 terletak pada titik pusat koordinat bidang kompleks (5= 0 + j.0). dengan demikian, menghasilkan suku konstan C5. , yang setelah inverse akan

18

3. KELAKUAN DINAMIK SISTEM ORDE PERTAMA

Sistem orde pertama adalah suatu system yang outputnya y(t) dapat dimodelkan oleh suatu persamaan differensial orde pertama. Dengan demikian, bentuk umum system orde pertama untuk system linier atau hasil linerisasi adalah sebagai berikut (10.1) Dengan f(t) adalah input dari system(forcing function). Jika

Pendefinisian

Akan menghasilkan bentuk persamaan sebagai berikut: +y = dengan : = konstanta waktu(time constant) proses steady state gainl(static gainl gain proses) (10.2)

Jika y(t)dan f(t)terdapat dalam bentuk variabelpenyimpangan disekitar kondisi tunak, dan syarat awal untuk system tersebut adalah : y(0) = 0 dan f(0)=0

19

maka dari persamaan 10.2 dapat dilakukan penurunan berikut untuk menemukan fungsi transfer system orde pertama: +y = (s)+ sehingga

Dan fungsi transfer orde pertama dapat dinyatakan sebagai berikut : G(s)= (10.3)

Sistem dengan fungsi transfer seperti pada persamaan 10.3 juga dikenal sebagai system lag orde pertama ( first order lag), lag linier (linier lag), atau lag transfer eksponensial(exponential transfer lag). Untuk kasus lain dengan ao=0, persamaan 10.1. dapat ditulis ulang menjadi

Dan

Yang memiliki fungsi transfer sebagai berikut G(s)= System dan fungi transfer seperti pada persamaan 10.5 disebut sebagai system kapasitip murni atau (purely capasitive) atau intergrator murni (pure intergrator).

20

10.2. Proses proses yang dimodelkan sebagai orde pertama Proses orde pertama dapat dikenal atau dikarakterisasi dari : 1. Kemampuannya untuk menyimpan atau menampung massa, energy atau momentum. 2. Terdapatnya tahanan yang terkait dengan aliran massa, energy, momentum dalam mencapai kapasitas tamping tersebut. Dengan demikian, response dinamik tangki-tangki yang memiliki kemampuan untuk menyimpan cairan atau gas dapat dimodelkan sebagai system orde pertama. Pada tangkitangki ini tahanan yang terkait adalah pompa, kerangan, penghalang, dan pipa-pipa yang terdapat pada aliran cairan atau gas masuk atau keluar tangki. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa lag orde pertama dengan kemampuan menyimpan massa dan energy merupakan komponen dinamik yang paling umum digunakan pada suatu pabrik kimia. Contoh 10.1. System orde pertama dengan kapasitas menampung massa. Pada tangki gambar 10.1.a laju alir volumetric (volume/ waktu) masuk dinyatakan sebagai Fl dan laju alir valumetrik keluar sebagai Fo. pada aliran keluar terdapat suatu tahanan terhadap aliran, seperti pipa, kerangan, atau weir. Jika laju alir keluar Fo diasumsikan terhubungkan secara linier dengan tekanan hidrostatik akibat ketinggian cairan h, melalui tahanan R sebagai berikut:

F1 F1

21

(a) Tangki pada gambar 10.1 memiliki kapasitas untuk menampung massa: a. Lag orde pertama b. Kapasitif murni

(b)

Tangki pada gambar 10.1 memiliki kapasitas untuk menampung massa. Neraca massa total pada tangki tersebut akan menghasilkan persamaan berikut:

Atau

Dengan A adalah luas penampang tangki. Pada keadaan tunak hs= RFi,s, dan penurunan terhadap persamaan 10.6. akan menghasilkan persamaan dalam bentuk variable penyimpanan berikut:

Dengan h = h hs dan Fl = Fi-Fl,s Melalui pendefinisian berikut: p= AR = konstanta waktu proses Kp=R= gain untuk proses Didapatkan fungsi transfer proses adalah sebagai berikut: G(s)= Contoh 10.2
22

Sistem kapasitif Murni(Pure Capacitive System) Bila pada tangki dalam contoh10.1, laju alir keluar F0 ditentukan oleh suatu pompa perpindahan positif dan bukan oleh tekanan hidrostatikn akibat ketinggian cairan h ( Gambar 10.1.b), maka neraca massa total tangki akan menghasilkan persamaan berikut : (10.9) Pada keadaan tunak 0= Fi,s Fo (10.10)

Pengurangan persamaan 10.10 dari 10.9 akan menghasilkan persamaan dalam bentuk variabel penyimpangan berikut :

Dengan fungsi transfer : G(s) = = (10.11)

10.3 Respons Dinamik dari suatu Proses Kapasitif Murni(Dynamic Response of a pure Capacitive Process) Fungsi transfer untuk proses kapasitif murni dinyatakan oleh persamaan 10.4 : G(s)=

Jika f(t) berubah menurut fungsi step satuan : F(t) = 1 untuk t > 0

Dengan fungsi transfer untuk fungsi tersebut sebagai berikut : y(s)=


23

Hasil inversi dari persamaan di atas adalah Y(t) = Kpt Dari hasil inversi ini terlihat bahwa output sistem akan terus bertambah secara linier terhadap waktu secara unbounded, sehingga : t

Kp

Gambar 10.2 Respons Unbounded Suatu Proses Kapasitif Murni Bentuk respons unbounded tersebut adalah merupakan ciri khas proses kapasitif murni, yang membuat proses tersebut juga sebagai pure integrator, karena berkelakuan seperti terdapat integrator antara input dan output. Suatu proses kapasitif murni dapat mengakibatkan masalah pengendalian yang serius karena proses ini tidak dapat melakukan penyeimbangan sendiri. Pada tangki dalam contoh 10.3. kecepatan pengaliran pompa perpindahan konstan dapat diatur secara manual untuk mengimbangi aliran masuk dan menjaga ketinggian cairan tetap konstan, tetapi sedikit saja perubahan pada laju alir masuk akan mengakibatkan tangki lood atau menjadi kosong. Sifat proses kapasitif murni ini dikenal dengan non-self-regulation. Proses-prose dengan aksi integrasi yang paling umum dijumpai pada suatu pabrik kimia adalah tangki berisi cairan, bejana berisi gas, sistem penyimpanan bahan baku atau produk, dan lain-lain.

24

10.4. Respons Dinamik dari suatu Sistem Lag orde Pertama( Dynamic Response of at First-Order Lag System)

Fungsi transfer untuk sistem lag orde pertama dinyatakan oleh persamaan 10.3 : G(s) = G(s)= G(s)=

Jika f(t) berubah sesuai fungsi step satuan dengan

= , maka : Hasil inversi dari persamaan di atas adalah y(t)= Kp (1-e-t/ (10.13) (10.12)

Jika perubahan input f(t) adalah sebesar A, respons yang dihasilkan adalah sebagai berikut : y(t)=A Kp (1-e-t/ Gambar 10.3 menunjukkan respons perubahan y(t) terhadap waktu dalam bentuk koordinat tak berdimensi :

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0 1 2 3 4

25

Gambar 10.3 Respons Tak berdimensi Sistem Lag orde pertama terhadap perubahan step pada input. 10.5 Sistem Orde Pertama dengan Konstanta Waktu dan Gain yang bervariasi Pada bagian- bagian sebelumnya, koefisien persamaan differensial orde pertama yang digunakan selalu diasumsikan konstan(lihat persamaan 10.1), sehingga seakan-akan memberikan kesimpulan bahwa konstanta dan gain tunak kp proses adalah suatu konstanta.

Pada situasi nyata, untuk banyak komponen dalam proses kimia hal tersebut tidaklah benar. Pada suatu pabrik kimia akan lebih sering dijumpai proses-proses dengan konstanta waktu dan gain yang berubah-ubah dibandingkan yang tetap.

4. KELAKUAN DINAMIK SISTEM ORDE KEDUA Sistem orde kedua adalah system yang outputnya y(t) dapat dijelaskan sebagai hasil penyelesaian suatu persamaan differensial orde ke dua. Sistem-sistem dengan kelakuan dinamik orde kedua atau lebih tinggi dapat diakibatkan oleh berbagai situasi fisik yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori berikut : 1. Proses Multikapasitas (Multicapacity Process), yaitu proses yang terdiri dari deretan dua atau lebih kapasitas (system orde pertama) yang harus dilalui oleh aliran massa atau energi

26

2. System Orde kedua yang Inheren (Inherently Second-order System), sepertikomponen padatan mekanis atau cairan dari suatu proses yang memiliki inersia dan mengalami percepatan. 3. Suatu Sistem Pemroses dan Pengendalinya (A Processing System with its Controller), juga dapat mengakibatkan terjadinya system orde kedua atau orde yang lebih tinggi. Pada kasus-kasus ini, pengendali yang dipasang pada suatu unit pemroses mengakibatkan dinamika tambahan, yang jika digabungkan dengan dinamika unit pemroses menghasilkan kelakuan dinamik orde kedua atau lebih tinggi. Kebanyakan system orde kedua atau lebih yang dijumpai dalam suatu pabrik kimia adalah proses multkapasitas atau merupakan akibat dari penambahan system pengendali pada proses. Respon Dinamik Sistem Orde Kedua Respons dinamik suatu system orde kedua terhadap input berupa fungsi step satuan.

Untuk suatu perubahan step satuan pada input f(t), didapat persamaan

Berdasarkan letak pole-pole tersebut pada bidang kompleks, system orde kedua dapat dibagi menjadi 3 kasus berikut : Kasus A : Overdamped response, jika > 1 Respon ini dikatakan overdemped dan memiliki sedikit kemiripan dengan orde pertama terhadap perubahan step dan inputnya. Namun demikian, bila dibandingkan dengan respons orde pertama terlihat bahwa pada awal respon system ini terlambat untuk bereaksi, dan responnya kemudian juga agak sluggish (lambat). Respon ini akan menjadi lebih sluggish untuk nilai yang lebih besar. Dengan terlambatnya waktu, respons mendekati nilai ultimatel nilai akhirnya secara asimptotik. Seperti pada system orde pertama, gain untuk orde kedua ini dapat dinyatakan sebagai :

27

Respons overdemped merupakan respons dari proses-proses multikapasitas, yang diakibatkan oleh kombinasi system-sistem orde pertama dalam susunan seri. Kasus B : Critically Damped Response, jika =1 y(t)/Kp

Time

Dari gambar terlihat bahwa system orde kedua dalam critical damping akan mendekati nilai akhirnya lebih cepat dibandingkan system overdamped. Kasus C : Underdamped response, jika < 1 Respons underdamped untuk berbagai nilai factor damping , dari gambar dapat teelihat : 1. Pada awal proses, respons underdamped lebih cepat dari critically damped ataupun overdamped, yang dikarakterisasi dengan sluggish 2. Meskipun pada awal proses respons system underdamped bereaksi lebih cepat, dan mencapai nilai akhir tersebut,melainkan terus berosilasi dengan amplitude yang terus mengecil. Kelakuan berosilasi inilah yang membuat respons underdamped berbeda dari respons-respons yang telah dibahas sebelumnya. 3. Osilasi respons underdamped akan makin terasa jika nilai factor damping makin kecil. Karakteristik Suatu Respons Underdamped 1. Overshoot Merupakan perbandinganA/b dengan B adalah nilai akhir respons dan A adalah selisih nilai maksimum yang dapat dicapai respons dengan nilai akhirnya.

Overshoot = exp (- S/1-s2)

2. Rasio Peluruhan
28

Merupakan perbandingan C/A (perbandingan dua nilai selisih puncak-puncak yang saling berurutan dengan nilai akhir respons).

3. Periode Osilasi (period of oscillation)

4. Periode Osilasi alamiah (Natural Periode Of Oscillation)

5. Waktu Respons (Respons time) respons suatu system underdamped setelah berosilasi akan mencapai nilai akhirnya pada nilai t takhingga. Untuk kepraktisan, telah disepakati bahwa respons underdamped dapat dianggap telah mencapai nilai akhirnya jika nilai respons telah mencapai 5% dari nilai akhir tersebut akan terus berosilasi dalam rentang tersebut. Waktu yang diperlukan oleh system underdamped untuk mencapai keadaan tersebut respons time. 6. Rise Time Digunakan untuk mencapai kecepatan suatu system underdamped berespons. Rise time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk respons pertama kali mencapai nilai akhirnya. Jika nilai makin kecil, rise time juga akan semakin kecil tetapi overshoot akan semakin besar. Proses Multikapasitas Sebagai system Orde Kedua.

29

Jika massa atau energy mengalir melalui satu capacity akan didapatkan suatu orde pertama, tetapi juka massa atau energy tersebut mengalir melalui suatu deretan dua kapasitas, kelakuan system akan dijelaskan oleh dinamika orde kedua. Berikut merupakan proses-proses multikapasitas menghasilkan suatu system orde kedua. 1. Non Interacting Capacities

2. Interacting Capacities Proses-Proses Orde Kedua yang Inheren Proses-proses inheren akan menghasilkan respons underdamped, sehingga tidak dapat diuraikan menjadi deretan system orde satu dalam susunan seri (interacting atau noninteracting). Proses-proses ini agak jarang terjadi dalam suatu proses kimia, dan terkait dengan gerakan massa cairan atau translasi mekanik suatu bagian padat, yang memiliki : 1. Inersia untuk bergerak 2. Tahanan terhadap gerakan 3. Kapasitas untuk menyimpan energy mekanik Jika kapasitas dan tahanan merupakan karakteristik dari system orde satu, maka system orde kedua inheren dapat dikarakterisasi dengan inersianya untuk bergerak. Contoh soal :
30

Termometer air raksa mempunyai waktu konstan 0,1 menit. Mula-mula termometer ditempatkan pada bak bertemperatur 1000F. Mula-mula saat t = 0 temperatur ditmpatkan pada bak diubah mengikuto fungsi sinus dengan amplitudo 20F. Apabila frekuensi osilasinya = 100/ siklus per menit, gambarkan respon pembacaan termometer pada daerah mantap yang baru (ultimate respons) sebagai fungsi waktu.

31

Daftar Pustaka

32

Manurung,Robert. TK 352. Pengendalian proses. Institut Teknologi Bogor

33

Anda mungkin juga menyukai