Edisi 21 (Sep-Okt 2005)
Edisi 21 (Sep-Okt 2005)
SEPTEMBER-OKTOBER 2005
PEMBARUAN TANI
M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I
Berita Hal 13
Opini
salam
pembaruan tani
PEMBARUAN TANI
FEDERASI SERIKAT PETANI INDONESIA (FSPI) PETANI PRESS
PENANGGUNG JAWAB DICETAK OLEH DITERBITKAN OLEH
HENRY SARAGIH
PEMIMPIN UMUM
INDRA SAKTI LUBIS TEJO PRAMONO AGUS RULI ARDIANSYAH IRMA YANNY ALI FAHMI WILDA TARIGAN CECEP RISNANDAR MUHAMMAD IKHWAN SRIWAHYUNI SUPRIYANTO
M
JL MAMPANG O M U N I K XIV NO.5 PRAPATAN A S I P I M B A R K JAKARTA 12790 TELP: +62 21 7991890 FAX: +62 21 7993426 EMAIL: pembaruantani@fspi.or.id www.fspi.or.id
ALAMAT REDAKSI
Redaksi menerima sumbangan artikel, opini atau tulisan mengenai pertanian/agraria/perjuangan yang sesuai dengan visi dan misi tabloid PEMBARUAN TANI. Setiap tulisan yang dikirimkan ke redaksi diketik 1000 (seribu) kata dan dikirimkan lewat pos, fax, maupun email. Apabila tulisan dimuat, anda akan menerima pemberitahuan dari redaksi.
Wartawan PEMBARUAN TANI dilengkapi tanda pengenal dan tidak meminta/menerima apapun dari narasumber
Pembaruan Tani
KABAR UTAMA:
Kekerasan Terhadap Petani di Tanak Awu, Lombok Tengah ....................................................................................
Gerakan Tani Menentang WTO .................................................................................... Petani Protes Polda NTB .................................................................................... Rapat Umum Dibubarkan, Petani Ditembaki, 33 Orang Terluka ....................................................................................
4-9 3 5 9
PENDAPAT
Periode Liberalisasi Perdagangan Beras Di Indonesia ....................................................................................
Album Perjuangan Tanpa Hak Cipta .................................................................................... Membuat Kacang Asin .................................................................................... Petani Mengecam Kekerasan Di Tanak Awu ....................................................................................
10 12-13 14 15 16
internasional
pembaruan tani
Demonstrasi besar-besaran petani dunia terhadap WTO, di JenewaSwiss tepat di depan markas besar WTO
Pemimpin, anggota dan jaringan La Via Campesina pada tanggal 19-20 Oktober lalu berkumpul di Jenewa, Swiss. Pertemuan tersebut untuk memperkuat gerakan perlawanan terhadap Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan kebijakan neoliberal yang telah membunuh jutaan petani kecil, masyarakat adat, produsen kecil dan nelayan. Juga melenyapkan sumber daya agraria dan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang tak dapat diperbarui. Maraknya protes dan kecaman terhadap WTO telah menggema di seluruh belahan dunia, ditandai dengan pergerakan petani-petani dan berbagai elemen masyarakat di bidangnya masing-masing. Demonstrasi di depan markas besar WTO di Jenewa pada tanggal 15 Oktober 2005 membuktikan bahwa solidaritas petani seluruh dunia untuk menolak WTO dari pertanian masih sangat kuat. Hal ini juga ditandai dengan aksi-aksi lain, terutama mereka yang berada di Hong Kong untuk persiapan Ministerial Meeting bulan Desember nanti (buruh migran, NGOs, dll). Mereka semua inilah yang merasa terancam oleh perundingan liberalisasi perdagangan WTO, dan tak lupa pula, terutama masyarakat di Indonesia sendiri. Pada pertemuan Zurich beberapa minggu sebelumnya, WTO seakan mendapatkan momentum bagi perundingan liberalisasi perdagangan dengan dibukanya inisiasi dari usulan Amerika Serikat (AS). Namun petani di seluruh dunia menganggap perundingan tersebut hanya sebagai formalitas belaka, dan tetap tidak mewakili keinginan petani dari seluruh dunia. Hal ini juga terus menyudutkan WTO sebagai organisasi multilateral yang tidak demokratis. Kebijakan WTO juga diyakini tidak mengubah kesejahteraan petani, bahkan hingga kini setelah 10 tahun berdiri. Bahkan dampak yang dihadapi petani adalah subsidi dan perlindungan
pemerintah semakin mengecil, sementara petani Indonesia yang subsisten sangat membutuhkan dukungan dari pemerintah, kata Henry Saragih, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan International Coordinator of La Via Campesina. Kebijakan neoliberal juga tercermin setelah masuknya WTO dengan adanya impor pangan yang dipaksakan, yang membuat pasar domestik dan harga hancur, lanjutnya. Impor pangan sendiri merupakan masalah klasik di Indonesia setelah masuknya WTO tahun 1994, dan hingga kini petani Indonesia menderita karena hal tersebut. Menurut FSPI, impor pangan inilah yang dipaksakan oleh WTO sehingga perusahaanperusahaan transnasional raksasa bisa mengeruk keuntungan. Akibatnya, petani di pedesaan merana. Sedangkan sekitar 70% rakyat Indonesia tinggal di pedesaan, dan kebanyakan dari mereka adalah petani. Semenjak tahun ini 1996 pula Indonesia menjadi pengimpor produk pangan utama, seperti beras, gandum, gula, kedelai dan jagung. Faktanya, Indonesia mengimpor hampir 50% stok beras dunia. Pada dekade lahirnya WTO (1990-1999) Indonesia mengimpor ratarata 1,5 juta ton beras per tahun, dan fenomena ini berlangsung hingga tahun 2004. Untuk gula, jumlah yang diimpor sebesar 1,5 juta ton (kedua terbesar di dunia) atau 40% dari konsumsi nasional. Lalu Indonesia juga mengimpor kedelai sebesar 1,3 juta ton (terbesar di dunia) yang menutup 45% konsumsi kedelai nasional. Sedangkan volume impor untuk jagung berjumlah tidak kurang dari 1 juta ton. Sementara, jangan lupa bahwa Indonesia juga terus mengimpor buah-buahan, sayur dan macam-macam seperti apel, jeruk, pir, kentang, bawang, dan lain-lain. Pemerintah seperti kurang akal untuk mengatasi masalah petani di Indonesia, padahal dengan tegas dalam UUPA 1960 kita harus menegakkan reforma agraria sejati (genuine agrarian reform) demi terwujudnya masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera,
tambah Henry lagi. Dengan mewujudkan reforma agraria sejati, diharapkan dapat menangkal kebijakan neoliberalisme WTO dan juga sebagai prasyarat tegaknya kedaulatan pangan. Aspek ini harus diimplementasikan segera sebagai faktor utama dalam kebijakan pertanian. Kedaulatan pangan adalah hak rakyat untuk memproduksi makanan sendiri dengan cara yang berkesinambungan dan harmonis dengan kebudayaan dan tradisi sendiri. Hal ini juga selaras dengan ketahanan sumber daya agraria dan kekayaankeanekaragaman hayati kita sendiri, lanjutnya. Karena menurut petani di seluruh dunia, pertanian memang lebih seperti jalan hidup (way of life) ketimbang komoditas yang diperdagangkan seperti yang diatur dalam Agreement on Agriculture (AoA) WTO. Besarnya kepedulian terhadap sektor pertanian ini juga sangat beralasan dengan peringatan Hari Pangan Sedunia, karena komitmen dunia untuk mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan di tahun 2015 nanti sangat bergantung pada sektor ini. Menurut FAO pada tahun 1996 terdapat 800 juta dari 5,67 milyar penduduk dunia yang menderita kemiskinan dan kelaparan. Namun hari ini menurut pidato Jacques Diouf, Dirjen FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), lebih dari 850 juta jiwa masih menderita kemiskinan dan kelaparan. Fakta ini menunjukkan bahwa upaya WTO meliberalisasi perdagangan, terutama pertanian tidak cukup signifikan untuk menghapus kemiskinan dan kelaparan. Untuk itusekaligus juga memperingati Hari Pangan Sedunia pada tanggal 16 Oktober lalu, FSPI selaku suara petani di Indonesia menyerukan agar pemerintah menegakkan kedaulatan pangan, dan agar WTO keluar dari pertanian. Hal ini juga berdasarkan logika yang sederhana, karena kondisi pertanian Indonesia praWTO ternyata jauh lebih baik daripada sekarang, tukas Henry. Muhammad Ikhwan
utama
pembaruan tani
Campesina, menyatakan akan melaporkan kekerasan polisi ke komisi hak azasi manusia Perserikatan Bangsabangsa. Petani Amerika yang tergabung dalam Family Farmer Coalition mengatakan perbuatan aparat sebagai aksi yang tidak pantas dan menodai hak asasi. Dari Jerman, aktivis Land Research Action Network, Sofia Monsalve, mengutuk aksi kekerasan oleh kepolisian dan akan melakukan kampanye internasional. Aksi kekerasan berawal ketika polisi memaksa massa petani untuk membubarkan rapat umum. Alasannya, ijin terhadap penyelenggaraan rapat umum sudah dicabut. Namun panitia tidak bisa menerima alasan yang dianggapnya dibuat-buat. Karena sudah jauh-jauh hari, panitia sudah mengantongi ijin dari mabes Polri. Namun panitia mengakui, bahwa ijin tersebut dicabut. Tapi pencabutannya hanya 12 jam menjelang acara berlangsung. Sedangkan kami sudah menyebar undangan. Tentu saja acara tidak bisa dibatalkan begitu saja tutur Ahmad Yakub, Deputi kampanye FSPI. Terlebih lagi hukum di Indonesia tidak mengharuskan ijin dari kepolisian untuk acara-acara seperti rapat umum. Masyarakat hanya wajib memberitahukan saja, bukan meminta ijin, kata Gunawan dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI).
Masyarakat yang menjadi panitia pelaksana paling terpukul dengan pembatalan ijin tersebut. Karena sudah jauh-jauh hari mereka mempersiapkan pesta petani tersebut. Bahkan dua ekor lembu sudah disembelih untuk konsumsi rapat umum. Menjelang pelaksanaan acara yang sedianya akan berlangsung pukul 9 pagi, masyarakat sudah berkumpul di bawah taring (tenda-tenda dari daun kelapa). Mereka menunggu tamu-tamu undangan dari berbagi desa disekitar Tanak Awu dan delegasi dari FSPI yang sedang menuju ke lokasi dari Mataram. Bahkan bersama-sama dengan rombongan FSPI hadir juga puluhan petani dari manca negara. Disaat-saat seperti itu ratusan polisi dengan bersenjatakan lengkap mendatangi lokasi. Mereka memaksa petani membubarkan diri. Sempat terjadi negosiasi antara warga dan polisi. Namun tidak tercapai kesepakatan. Hingga akhirnya polisi mengambil langkah kekerasan untuk membubarkan rapat tersebut. Yang ditunggu rombongan FSPI, tiba-tiba yang datang malah polisi dengan senjata lengkap mengusir kami, ucap Jupri (15 thn). Pada saat kejadian saya mau menyelamatkan kakak saya yang jatuh, tapi tiba-tiba saya terkena peluru di sini sambil menunjuk bagian bawah lengannya, ucapnya dengan polos.
Jupri merupakan salah satu dari enam orang korban yang di rawat di RSUD Mataram dan mengalami luka tembak di bagian bawah lengan kanannya. Ke enam korban terkena tembakan peluru karet dan menderita mengalami luka dibagian kaki, dada, paha dan betis. Mereka diselamatkan oleh panitia kegiatan dari RSUD Mataram karena beberapa orang korban lain yang dirawat di RS Praya dalam kedaan lukaluka langsung dibawa oleh pihak Polres Lombok Tengah untuk di interogasi. Rapat akbar dan pesta solidaritas petani yang dihadiri beberapa utusan petani dari Via Campesina seharusnya menjadi hajat besar bagi Serikat Petani Nusa Tenggara Barat sebagai tuan rumah, akan tetapi kegiatan itu berubah menjadi bencana kerasan. Kegiatan yang sudah disiapkan sekian lama dengan melibatkan banyak orang menjadi kacau balau dalam sekejap oleh desingan peluru aparat. Tindakan represif aparat, terhadap petani menjadi kado pahit peringatan hari tani ke 45 tahun ini. Tragedi berdarah ini telah menambah panjang catatan kekerasan aparat terhadap rakyat. Rezim terus berganti, akan tetapi tidak menjadikan kekerasan berkurang malah terus bertambah. Tita Zen | Cecep Risnandar
utama
pembaruan tani
Pembaruan Tani
Rapat umum yang diadakan Serikat Tani NTB (Serta NTB) dan Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) di Tanak Awu dibubarkan aparat kepolisian dari Polda NTB dan Polres Lombok Tengah secara paksa, Minggu (18/9). Dalam peristiwa tersebut 33 orang terluka akibat kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian. Sebanyak 27 orang terkena luka tembak dan 6 orang luka pukul.
Diantara korban tembak terdapat anak berusia 13 tahun. Korban luka-luka dilarikan ke Puskesmas dan rumah sakit terdekat. Kejadian berawal, ketika masyarakat Tanak Awu menghadiri Rapat Umum petani di lahan yang menjadi sengketa karena akan digusur untuk pembangunan Bandara Internasional. Di atas lahan tersebut warga sudah mendirikan
tenda-tenda peneduh dan panggung untuk pertunjukan seni rakyat. Namun pihak pemerintah Lombok Tengah melarang acara yang sebelumnya sudah mendapatkan ijin itu. Pemerintah mengerahkan pasukan kepolisian untuk mengusir warga. Tindak pengusiran secara paksa dilakukan ketika warga masyarakat yang terdiri dari para petani Tanak Awu, Mawun,
utama
pembaruan tani
Pembaruan Tani
Sumber: Serikat Petani NTB (Serta NTB) Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI)
utama
pembaruan tani
Kronologis Pembubaran Rapat Umum Petani Oleh Aparat Kepolisian Dengan Cara-cara Kekerasan yang Mengakibatkan jatuh korban, di Tanak Awu, Lombok TengahNusa Tenggara Barat (Tragedi Kemanusiaan Tanak Awu, Minggu 18 September 2005)
Latar Belakang Setiap tahunnya di bulan September, Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) beserta anggota-anggotanya yakni serikat-serikat tani di tiap wilayah propinsi selalu mengadakan peringatan hari tani 24 September, (SERTA NTB adalah salah satu anggota FSPI). Adapun kegiatan peringatan hari tani ini ada yang sifatnya berskala nasional maupun regional/wilayah. Rangkaian kegiatan hari tani yang berskala nasional selalu diputuskan dalam rapat organisasi FSPI di tingkat nasional (Rapat Pleno). Rangkaian kegiatan hari tani 24 September 2005 direkomendasikan oleh rapat pleno FSPI di Lampung pada bulan Maret 2005, kemudian dimatangkan pada rapat presidium FSPI di Jakarta pada bulan Agustus 2005 , dan memutuskan berlaku sebagai tuan rumah kegiatan hari tani nasional 2005 adalah Serikat Petani Nusa Tenggara Barat (SERTA - NTB) dengan tema kegiatan Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan yang Berbasis Keluarga Melalui Pelaksanaan UUPA 1960 , waktu pelaksanaannya dimulai tanggal 13 sampai 21 September 2005. Secara umum tujuan dari peringatan hari tani ini adalah mendalami aspek pembaruan agraria dan tukar pengalaman dari berbagai petani di daerah lain ataupun petani yang berasal dari negara lain guna mewujudkan pertanian berkelanjutan di Indonesia menuju masyarakat petani yang adil dan sejahtera. Rangkaian kegiatan hari tani ke-45 ini meliputi : Workshop mengenai pertanian berkelanjutan, perdagangan dan pangan, Diskusi penelitian pedesaan dari LRAN, Rapat Umum Petani di Desa Tanak Awu dan Acara kunjungan lapangan di Sembalun, Lombok Timur dan Kute, serta Simposium Pengalaman dari Negara lain tentang Pembaruan Agraria Penentuan lokasi kegiatan ini didasarkan pada hasil rapat pleno FSPI di Lampung yang melihat bahwa perlu dilakukan secara bergiliran setiap tahunnya di tiap-tiap serikat. Dan di Nusa Tenggara Barat inilah dirasakan kondisinya tepat, karena NTB merupakan basis wilayah dominasi petanian dan dalam beberapa bulan kemarin terjadi busung lapar. Maka dari itu diharapkan dengan kegiatan berbagi pengalaman petani ini dapat menjadi pelajaran bagi petani-petani lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk berorganisasi dan soal-soal pertanian berkelanjutan serta kedaulatan pangan. Kemudian panitia lokal dari SERTA - NTB menentukan lokasi kegiatan hari tani di lapangan desa Tanak Awu Kabupaten Lombok Tengah, dengan pertimbangan letak geografis yang sangat strategis mudah dijangkau transportasi dan di desa tanak awu ini terdapat anggota SERTA -NTB yakni OTL Lauq Kawat yang secara organisasi dianggap cukup mampu untuk melaksanakan kegiatan besar berskala nasional dengan melibatkan undangan dari berbagai propinsi di Indonesia, juga undangan dari berbagai negara yang merupakan anggota La Via Campesina. Proses Pemberitahuan Kegiatan ke Mabes POLRI Karena Kegiatan ini berskala nasional dan terdapat undangan dari berbagai negara maka surat pemberitahuan diberikan ke Mabes POLRI. Sesuai agenda FSPI, pada Kamis sore tanggal 8 September 2005, diantarkan surat pemberitahuan kegiatan dari FSPI yang bernomor 043 /K/DKK/09/2005 tertanggal 8 September 2005 ditujukan kepada Kapolri Cq Badan Intelijen Keamanan. Surat ditanda tangani oleh Achmad Ya'kub sebagai ketua panitia nasional. Surat diantar oleh salah satu staff FSPI. Kemudian dinformasikan dari Mabes POLRI bahwa surat pengantar ada beberapa kekurangan mengenai jenis kegiatan, peserta, waktu dan tempat. Lalu diperbaiki oleh staff di FSPI yang kemudian di Fax ke Mabes POLRI. Perbaikan ini esok harinya Jum'at 9 September 2005, ketika di check langsung oleh Achmad Ya'kub ada beberapa kekeliruan, pertama KOP surat FSPI yang digunakan salah, kop surat tersebut merupakan kop surat yang lama. Kedua, daftar acara yang dituliskan kurang lengkap. Surat tersebut sudah terlanjur di FAX ke mabes POLRI. Kemudian dari 2 surat tersebut akhirnya diperbaiki langsung oleh Ketua Panitia Nasional dan kembali di FAX ke Mabes POLRI pada tanggal 9 september 2005 dengan sebelum dan sesudah kirim FAX menelepon terlebih dahulu untuk konfirmasi atas perbaikan tersebut, telepon diterima oleh asisten Ibu Nani, dikatakan beliau sedang sibuk. Nomer surat yang dikirimkan dari awal hingga perbaikan akhir adalah tetap sama yaitu No. 043 /K/DKK/09/2005. Hanya tanggalnya kemudian berubah menjadi tertanggal 9 September 2005. Kemudian setelah shollat Jum'at, Achmad Ya'kub sekitar jam 4 sore mengantarkan surat aslinya yang diterima oleh Ibu Nani (Staff di Mabes POLRI). Hari Senin 12 September 2005. FSPI menelepon ke Mabes POLRI apakah surat tersebut sudah jadi, dijawab sudah. Kemudian jam 10.00 WIB, Achmad Ya'kub sudah berada di Mabes POLRI untuk mengambil surat izin yang sudah disetujui. Namun setelah dibaca seksama ternyata surat izin tersebut tidak lengkap memberikan berbagai jenis kegiatan. Ya'kub Kemudian minta diperbaiki. Setelah itu dikatakan bahwa Bapak yang menanda tangani sudah istirahat dan kemungkinan akan datang sore hari, Ya'kub disarankan kembali esok hari. Hari Selasa 13 September 2005, Sdr. Syahroni dan sdri. Sri Wahyuni mendatangi Mabes POLRI mengambil surat izin tersebut sekitar jam 8.00-9.00 WIB. Surat tersebut kemudian diberikan langsung oleh Syahroni kepada A. Ya'kub dibandara Soekarno Hatta menjelang Ya'kub menuju ke Mataram. Kemudian surat yang ditujukan kepada Panitia dan Kapolda NTB dibawa langsung ke Mataram. Selasa, 13 Sept 2005 sore jam 15.00-an WITA sudah di Mataram. Ya'kub lalu berkoordinasi dengan panitia di NTB yaitu Sdr. Herman mengenai proses perizinan tersebut. Kemudian diputuskan segera membuat surat pengantar kepada instansi pemerintah dan kepolisian setempat. Rabu Pagi 14 september 2005, surat pengantar bahwa mengenai informasi kegiatan di tanda tangani oleh Herman selaku panitia Lokal dan Achmad Ya'kub yang mengetahui selaku panitia nasional. Surat-surat tersebut ditujukan kepada KAPOLDA NTB, KAPOLRES LOMBOK TENGAH, KAPOLSEK (Polsek Praya Barat dan Polsek Pujut), dan instansi pemerintah BUPATI, KECAMATAN (Camat Praya Barat dan Camat Pujut), KEPALA DESA (Kades Tanak Awu,Kades Penujak, dan Kades Ketare). Surat tersebut diantarkan oleh Sdr. Memed (Ahmad S.H) dan Zamaturrahili, S.E, dalam waktu antara tanggal 14 15 September 2005. Surat surat tersebut semuanya dilampirkan surat izin dari Mabes POLRI yang bernomor, No. Pol. : SI/YANMIN/785/IX/2005/BAINTELKAM bertanggal 12 september 2005 yang ditanda tangani oleh A.n Kepala Badan Intelijen Keamanan Kabid Yanmin, Drs. J. A. Nardji, MBA. Berdasarkan keluarnya surat izin dari Mabes POLRI tersebut, panitia pun segera melakukan pematangan dan persiapan-persiapan teknis pelaksanaan kegiatan seperti: memastikan kesediaan para undangan yang hadir baik yang berasal dari propinsi lain maupun peserta internasional (Brazil, Republik Dominika, Amerika Serikat, Philipina, Nicaragua, Swedia, Mexico, Jerman, Thailand, Korea Selatan dll) Proses Pencabutan Surat Izin Pada sabtu 17 September 2005, pada jam 18.40 WITA Ketua Panitia Sdr. Achmad Ya'kub ditelepon dari Mabes POLRI yang mengaku bernama Bpk. Slamet. Memberitahukan bahwa surat izin kegiatan akan dicabut. Kemudian terjadi perdebatan. Sdr. Ya'kub kemudian memberikan telepon kepada penitia lokal (Sdr. Herman) agar Bpk. Slamet berbicara langsung ketidak mungkinan acara tersebut untuk dibatalkan mengingat banyak pertimbangan teknis dan lain sebagainya Pada jam 11.00 malam, Ya'kub menerima telepon dari penjaga Sekretariat FSPI di Jakarta yang mengatakan bahwa ada 2 orang dari Mabes POLRI pada Jam 20.00 WIB (artinya 21.00 WITA) malam mengirim surat yang ditujukan kepada Ya'kub. Surat tersebut ternyata surat pencabutan izin. Tidak hanya rapat umum, namun semua kegiatan seperti Simposium, dan Kunjungan ke Lapangan. Artinya semua kegiatan dilarang. No Surat pencabutan Nomor: B/425/IX/2005/Baintelkam, kalsifikasi: biasa. Ditanda tangani oleh A.n Kepala Badan Intelijen Keamanan Kabid Yanmin, Drs. J. A. Nardji, MBA. Pencabutan ini berlangsung hanya sekitar 12 jam, sebelum acara Rapat UMUM dimulai. Padahal berbagai persiapan telah selesai. Terutama undangan dari anggota FSPI dari berbagai propinsi di sumatera, jawa, NTT, sulawesi sudah tiba. Peserta Luar Negeri juga telah tiba. Malam panitia rapat untuk merespon hal ini. Maka atas kesadaran panitia pelaksana serta menghindari hal-hal yang tidak diinginkan beberapa wilayah yang dapat dihubungi via telepon disarankan agar membatalkan datang ke lokasi rapat umum. Tentunya tidak semua peserta dapat dihubungi. Kronologis Bentrokan antara Petani Peserta Rapat Umum dengan Aparat Kepolisian Minggu, 18 September 2005 pukul 09.00 WITA, massa petani dari Tanak Awu telah berkumpul di lokasi Rapat Umum di Desa Tanak Awu. Sekitar 1000 petani dari Tanak Awu, Mawun, Grupuk, Penunjak, Rebile, Batujaik, Sumbawa, dan Sembalun, bersiap-siap menyambut kedatangan utusan petani anggota FSPI dari berbagai propinsi, utusan Pengurus La Via Campesina (Gerakan Petani internasional), mahasiswa dari Mataram dan Jakarta, serta utusan masyarakat adat. Beberapa saat kemudian 3 kompi satuan kepolisian (Brimobda) mendatangi lokasi. Polisi meminta masyarakat membubarkan acara yang akan digelar. Alasannya, ijin yang sebelumnya diberikan MABES POLRI kepada FSPI telah dicabut beberapa jam sebelumnya (Sabtu, 17 September pukul 23.00). Massa menolak karena pencabutan ijin dilakukan secara sepihak dan terburu-buru (hanya beberapa jam sebelum acara), padahal para petani sudah mempersiapkan acara jauh-jauh hari. Pihak kepolisian tetap mendesak untuk membubarkan acara. Kapolres Lombok Tengah sempat bernegoisasi dengan Herman (salah seorang warga). Dalam negosiasi itu, Herman minta waktu kepada pihak kepolisian untuk menunggu rekan-rekan peserta lainnya yang telah berkumpul di Mataram. Kapolres memberikan waktu 20 menit terhadap permintaan warga. Setelah 20 menit berlalu, Kapolres menambah pasukannya dan memberikan abaaba kepada pasukannya untuk segera membubarkan diri. Sepuluh menit kemudian, datang pasukan lebih banyak lagi disertai satu buah Panser dan dua mobil pemadam kebakaran. Jumlah aparat polisi sekitar 700 orang, terdiri dari pasukan Brimob, Dalmas, dan Huru-hara. Setelah mendapatkan bantuan pasukan, aparat merangsek ke kerumunan massa dan melakukan beberapakali tembakan peringatan. Massa tetap bertahan di lokasi dan tidak mau membubarkan diri. Aparat kepolisian semakin agresif, tenda-tenda dan panggung yang didirikan warga dirobohkan. Tidak cukup dengan tembakan peringatan, polisi menembak ke arah kerumunan massa. Massa mengadakan perlawanan lagi, melempari polisi dengan tanah dan batu. Akibat dari bentrokan tersebut, dari pihak warga jatuh korban sebanyak 37 orang diantaranya 2 orang anak-anak berusia dibawah 17 tahun. Bahkan ada seorang ibu yang diseret paksa oleh dua orang polisi (ada di tayangan televisi). Korban dilarikan ke Puskesmas Sengkol, Puskesmas Penunjak, RSUD Praya dan RSU Mataram (namanama korban terlampir), anehnya kesemua korban yang terkena tembakan tidak diperbolehkan melihat peluru yang ada, selanjutnya massa mundur ke pemukiman, namun polisi masih tetap mengejar. Hal ini dapat diketahui dimana salah seorang korban bernama Maliki terkena tembakan di tangan kananya di perkampungan. Massa dari Mataram datang berombongan dengan menggunakan satu Toyota Kijang, 3 minibus, 4 truk dan puluhan sepeda motor. Di pertigaan Kamulah Kel. Panji Sari Kec. Praya (Lombok Tengah) masa dihentikan oleh aparat kepolisian dan massa dilarang ke lokasi Tanak Awu dengan alasan khawatir terjadi konflik horizontal sesama masyarakat sipil. Belakangan diketahui, tidak ada kelompok masyarakat sipil lainnya yang menghadang perjalanan rombongan. Di Praya terjadi negoisasi yang alot, akhirnya rombongan kembali dan menuju ke kantor POLDA NTB. Sesampai di POLDA pukul 11.45 WITA, massa memasuki halaman dalam gedung POLDA NTB menyampaikan tuntutan. Massa menuntut kepolisian mempertanggungjawabkan aksi kekerasan dan menarik mundur pasukannya dari Tanak Awu. Selain itu massa menuntut untuk dikawal ke Tanak Awu oleh POLDA NTB untuk mengunjungi petani yang menjadi korban tindak kekerasan.
utama
pembaruan tani
Rombongan petani FSPI dan petani Internasional yang tergabung dalam La Via Campesina dihadang aparat kepolisian di Praya (jalan menuju Tanak Awu). Mereka beralasan bahwa ada pasukan sipil yang akan menghadang rombongan, namun kabar tersebut tidak benar, yang terjadi adalah pasukan brimob sudah membubarkan rapat umum di Tanak Awu secara paksa dan dengan menggunakan kekerasan.
<<
Persiapan rombongan peserta rapat umum yang berangkat dari Komplek Balai Pelatihan Kesehatan Mataram dan iringi-iringan kendaraan menuju Tanak Awu
<<
>>
<<
<<
Para petani Tanak Awu dan petani dari desa sekitarnya tengah bersiap-siap menyambut rombongan petani FSPI yang masih dalam perjalanan dari Mataram.
utama
pembaruan tani
Aparat kepolisian dari Polres Lombok Tengah dan Polda NTB membubarkan rapat umum petani secara paksa. Terjadi tragedi penembakan yang menyebabkan 33 orang terluka
Warga mencoba melakukan negoisasi, namun kepolisian bersikukuh untuk tetap membubarkan rapat umum.
<<
Pangung-pangung dirobohkan, tenda-tenda diobrak-abrik, beberapa petani ditangkapi untuk dimintai keterangan Beberapa butir peluru yang berhasil dikumpulkan dari lapangan sebagai barang bukti kekerasan aparat. Di antaranya terdapat selongsong gas air mata, peluru karet dan beberapa butir peluru tajam.
<<
<<
pendapat
pembaruan tani
tahun 2004. Untuk gula, jumlah yang diimpor sebesar 1,5 juta ton (kedua terbesar di dunia) atau 40% dari konsumsi nasional. Lalu Indonesia juga mengimpor kedelai sebesar 1,3 juta ton (terbesar di dunia) yang menutup 45% konsumsi kedelai nasional. Sedangkan volume impor untuk jagung berjumlah tidak kurang dari 1 juta ton. Sementara, jangan lupa bahwa Indonesia juga terus mengimpor buah-buahan, sayur dan macam-macam seperti apel, jeruk, pir, kentang, bawang, dan lain-lain. Era Liberalisasi Pasar Akhirnya perekonomian Indonesia jatuh pada tahun 1997 akibat krisis multidimensi, dan akibat dampak kebijakan neoliberalisme yang dipaksakan oleh IMF, World Bank dan WTO. Setelah itu, Indonesia tidak asing lagi bagi pemotongan dan penghilangan subsidi, pembukaan pasar, privatisasi badan usaha milik negara, dan
hancur, dan pendapatan petani semakin berkurang. Akhirnya sektor pertanian di Indonesia menjadi sektor yang tidak menguntungkan, dan petani banyak yang menderita kerugian. Kebijakan WTO yang membunuh petani dan menyengsarakan rakyat Indonesia tersebut berlangsung hingga hari ini. Dari data di atas terlihat bahwa semenjak Indonesia meratifikasi aturan AoA WTO melalui UU No. 7/1994, impor beras rata-rata meningkat terus dari periode 1995-1997 yang hanya sekitar 1,5 juta ton per tahun menjadi sekitar 3,3 juta ton per tahun pada periode 1998-2002. Era liberalisasi perdagangan juga berdampak sangat buruk bagi petani beras. Dengan diberlakukannya AoA WTO dan impor beras, produksi beras di Indonesia terancam karena rendahnya harga di pasar domestik dan kurangnya subsidi dan perlindungan pemerintah terhadap harga tersebut.
10
pendapat
pembaruan tani
11
nasional
pembaruan tani
beban yang ditimbulkan akibat kebijakan menaikan harga BBM kepada petani. Pemerintah menggunakan alasan naiknya harga beras di tingkat pengecer dan kritisnya stok Bulog untuk melakukan impor beras. Padahal situasi seperti itu sengaja diciptakan, contohnya dengan melepas stok Bulog bulan November di akhir Oktober agar terkesan stok Bulog menipis. Hal itu untuk menguatkan alasan mengimpor beras, ujarnya. Henry berargumen dugaan pemerintah tidak berpihak kepada petani bukannya tanpa alasan, mengingat Menteri Pertanian Anton Apriyantono berulang kali menyatakan stok beras nasional mencukupi. Bahkan berdasarkan data dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) sampai awal Desember 2005 mendatang kelebihan stok masih sekitar 3,39 juta ton dengan asumsi bahwa sisa stok bulan sebelumnya sebesar 5,06 juta ton ditambah produksi 1,04 juta ton. Jadi ketersediaan stok beras bulan Desember mencapai 6,1 juta ton, sedangkan konsumsi sekitar 2,71 juta ton. Apabila pemerintah tetap memaksakan kebijakan impor beras, pihak yang paling dirugikan adalah petani dan buruh tani, khususnya petani beras. Harga gabah di tingkat petani akan terus terkoreksi semakin rendah. Ujung-ujungnya pendapatan petani akan tertekan. Padahal selama ini petani merupakan lapisan masyarakat yang paling rentan terhadap kemiskinan. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin malah akan terus bertambah. Hal ini
bertentangan dengan niat pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan itu sendiri. Menurut Achmad Ya'kub (deputi pengkajian kebijakan dan kampanye FSPI), berdasarkan fakta-fakta yang ada pemerintah tidak mempunyai alasan untuk untuk mengimpor beras. Pemerintah mengambil langkah tersebut semata-mata karena tekanan pihak luar. Ada kepentingan bisnis yang selalu berupaya agar negara kita bergantung terhadap beras impor. Hal ini tercermin dari perundingan-perundingan tentang pertanian di WTO. Pemerintah tidak bisa lagi
menetapkan larangan impor beras akibat perjanjiannya dengan WTO, karena itu kebijakan melarang import beras ini harus didukung oleh setiap elemen masyarakat, tegas Ya'kub. Sebaiknya pemerintah bercermin dari pengalamanpengalaman sebelumnya, sekali keran impor dibuka maka harga gabah di tingkat petani akan tertekan. Ditambah lagi dengan mentalitas birokrasi dan aparat yang korup, kemungkinan penyelundupan beras akibat dibukanya keran impor semakin terbuka lebar. Henry juga menilai, selama ini politik pangan pemerintah tidak berpihak
kepada petani. Pemerintah lebih mementingkan kepentingan segelintir importir. Langkah keliru ini masih saja tetap dipertahankan, padahal dengan mengangkat kesejahteraan petani, soal kemiskinan di Indonesia akan lebih terkurangi. Karena sebagian besar rakyat (terutama yang tinggal di pedesaan) masih bergantung kepada sektor ini, dan ironisnya petani dan buruh tani merupakan porsi terbesar dari masyarakat miskin di Indonesia. Cecep Risnandar
12
nasional
pembaruan tani
SPSU
mengutuk kekerasan yang dialami petani Tanak Awuk dan menuntut pemerintah segera mengusut tuntas kasus tersebut. Kekerasan yang terjadi di Lombok merupakan contoh-contoh nyata akibat pembangunan ekonomi pemerintah yang berwatak NEOLIBERALISME dan mengandalkan KEKERASAN, Ujar Mantan Ketua SPSU, Yunus Nasution.
13
kabar tani
pembaruan tani
perjuangan kepada kaum tani. Tapi, Sejati juga berupaya mengembalikan dana tersebut ke FSPI dengan mengganti ongkos cetaknya. Royalti dan Hak Cipta Ada suatu yang unik mengenai royalti dan hak cipta dalam album bibit benih perjuangan. Tidak seperti di dunia industri musik pada umumnya yang selalu identik dengan materi atau uang. Dalam album tersebut, royalti disini lebih dipandang dalam bentuk proses penghargaan dan bukan dalam konsep materi. Yaitu dengan menghargai bagaimana mereka selalu mengeluarkan kreatifitaskreatifitas dan mencoba mencari lagi sebuah tema yang akan terus berkelanjutan. Proses yang kita bangun adalah proses menghargai orang bagaimana orang ini bisa terus berkelanjutan untuk terus berkarya. Sejati juga tidak khawatir dengan pembajakan atau penggandaan. Karena harganya lebih murah dibanding harga CD di pasaran. Malah kalau ada orang yang menggandakannya, justru harga produksi akan menjadi lebih mahal bagi orang tersebut. Tapi yang pasti Sejati tidak pernah menggunakan istilah hak cipta. Semua orang dipersilahkan menggandakannya jika itu untuk proses penyadaran dan pendidikan. Hal itu lah yang membuat album ini berbeda dengan album yang ada dipasaran lainnya. Selain itu dengan membeli album ini maka kita telah membantu perjuangan kaum tani Indonesia. Pada prinsipnya, Sejati mencoba mengimbangi kebebasan liberalisme dan kapitalisme yang terlalu mendorong pasar masuk keseluruh sisi kehidupan manusia. Melalui seni dan budaya Sejati mengambil sikap bukan hanya berbicara seni tapi juga berbicara proses penyadaran. Seniman itu bukan hanya menjadi tontonan bagi orang tapi juga seniman bisa mendidik orang untuk sadar terhadap kondisi yang ada sekarang. Sejati juga berharap agar semua lagu didalam album ini bisa diterima masyarakat luas dan semoga album ini bisa terus membarakan perjuangan kaum tani dan buruh tani dalam memperjuangkan pembaruan agraria sejati. Dan, yang terpenting untuk mendapatkan albumnya bisa menghubungi Koperasi Sejati atau FSPI. Tita Zen
Seni lagu menjadi pelengkap dalam sebuah perjuangan dan menjadikan perjuangan tersebut lebih hidup. Melalui seni lagu pula api perjuangan akan terus bergeloran dan membangkitkan jiwa raga untuk terus berjuang. Sebagai kado Hari Ulang Tahun bagi petani Indonesia ke 45, pada tanggal 24 September 2005 Federasi Serikat Petani Indonesia mengeluarkan sebuah album perjuangan yang bertajuk Bibit Benih Perjuangan. Adalah seniman yang tergabung dalam Sejahtera Tani Indonesia (Sejati) yang menjadi aktor pembuatan album ini melalui sebuah proses yang panjang. Beranjak dari pemahaman tentang konsep perlawanan organisasi petani sejak tahun 1999. Baru pada tahun tahun 2002 beberapa lagu dalam album ini sudah dibuat dalam bentuk puisi. Lalu muncul ide untuk menuangkan puisi tersebut kedalam bentuk lagu. Setahun kemudian ada usaha untuk berkolaborasi dengan seniman musik. Setelah melalui proses panjang kita akhirnya bertemu dengan komunitas yang berbasis lagu-lagu rohani. Mereka diminta menggubah lagu-lagu tersebut. Sedangkan untuk proses membuatan syairnya para seniman ini
banyak berdiskusi dengan FSPI. Adapun para penggubah ini terdiri dari Sony, Wawan dan Lucky. Selain itu juga terlibat seniman dari bandung, antara lain Edo yang membuat arranger musik, Herri untuk bass, Alif untuk Lead Guitar, Dindim untuk keyboard. Dari sini mulai tercipta lagu-lagu perjuangan. Pertamakali, lagu-lagu tersebut ditampilkan dalam acara peringatan Konferensi Asia Afrika diadakan FSPI di Gedung Juang, 18 April 2005. Perjuangan kaum tani di berbagai daerah di Indonesia menjadi ide lahirnya album ini. Album ini juga merupakan jejak langkah perjuangan kaum tani Indonesia melawan penindasan dan penghisapan. Terlihat dari tema yang diangkat lebih bersifat nasionalis, dengan tema perjuangan dan penyadaran terhadap realita sosial yang ada. Misalnya lagu lagu pertama menceritakan bagaimana negara yang subur makmur dan tersedianya sumber-sumber agraria, lagu kedua tentang bagaimana pasar pertanian dikuasai dan menjadikan ketergantuan petani terhadap pasar tersebut, lagu ketiga bercerita tentang bagaimana kekuatan milter maupun politik dan teknologi mengancam dunia pertanian. Beberapa lagu
yang lain juga mengangkat tema tentang pemuda pemudi tani yang merupakan bibit perjuangan kaum tani, selanjutnya kita juga berbicara tentang kaum marginal lainnya yang juga kita angkat menjadi tema lagu. Album Bibit Benih Perjuangan terdiri dari sepuluh buah judul lagu. Diaintaranya terdapat empat lagu yang sangat cocok dibawakan dalam aksi-aksi demonstrasi petani. Album ini sepenuhnya diproduksi oleh Sejati walaupun dalam hal-hal yang sangat teknis menggunakan tenaga dari luar. Pada tahap awal ini kita akan memproduksinya hanya dalam bentuk CD saja, tutur Suwarno salah seorang pengurus Sejati. Hal ini mengingat karena kemampuansejati masih terbatas. Kedepannya, baru akan diproduksi dalam bentuk kaset dan kemudian juga akan buat semacam dokumenter yang berkaitan dengan lagulagu tersebut. Memang untuk tahap awal baru diproduksi sebanyak 2000 keping CD. Mengingat biaya produksi yang tinggi. Kedepannya biaya produksi bisa terus ditekan, ungkap Suwarno. Kegiatan produksi album ini
dikerjakan melalui agendaagenda kegiatan FSPI atau undangan dari organisasi lain jaringan FSPI. Selain itu juga dilakukan kampanye dan promosi kepada masyarakat melalui radio, iklan seperti semacam edaran, melalui kegiatan aksi atau seminar dari organisasi lain yang memungkinkan kita menjualnya. Bahkan untuk stasiun radio Sejati sudah menjalin kerja sama dengan beberapa radio di daerah. Sampai saat ini sudah ada beberapa radio diantaranya empat stasiun radio di Sumatera Barat, dua di Sumatera Utara dan tiga di Bandung yang bersedia mempromosikannya. Promosi di stasiun radio tersebut tidak dikenakan biaya. Untuk promosi di televisi sampai saat ini kita belum bisa, alasnnya biaya yang terlalu mahal. Memang ada rencana untuk membuat video klipnya, tapi untuk tahap sekarang belum. Sedangkan jalur distribusi masih ditempuh distribusi langsung. Semua dana pembuatan album tersebut berasal dari sumbangan FSPI yang membantu merealisasikan ide dalam bentuk kampanye melalui lagu-lagu perjuangan, karena album ini juga merupakan bagian dari bentuk
14
info praktis
pembaruan tani
Sumber:Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah, Buku Panduan TeknologiPangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI, 1993.
Catatan : Pengeringan harus benar-benar sempurna, bila tidak dapat menimbulkan pertumbuhan jamur atau kapang.
esai
BBM
Entah mengapa sebuah buku yang didedikasikan untuk Munir diberi judul Sebuah Kitab Melawan Lupa. Mungkin si editor terinspirasi kutipan dalam buku Milan Kundera, The Book of Laughter and Forgetting, bunyinya Perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan manusia melawan lupa. Dan, kalimat itu di nisbatkan sebagai karakter sang pejuang hak asasi manusia, Munir. Jaleswari Pramodhawardani, salah satu editornya memandang Munir sebagai sosok yang terus berjuang melawan upaya untuk melupakan praktik ketidakadilan. Munir selalu mengingatkan bahwa ingatan kita pendek. Saya melihat sosok Munir yang selalu tegar menjadi orang yang mengajak untuk melawan lupa, ujarnya. Memang, lupa seakan-akan telah menjadi bagian dari diri kita. Mungkin kita pernah mempunyai banyak cita-cita ketika reformasi 98 digulirkan. Namun sekarang kita sudah melupakan semuanya. Bahkan kita terjerumus kembali dalam kesalahan yang sama. Persis seperti keledai yang terantuk pada batu yang sama. Sungguh memori kita pendek, para elitnya dan juga seluruh masyakarakatnya. Kita lupa jika para pejabat orde baru yang dulu kita cerca sekarang sedang ongkang-ongkang kaki di kursi empuk kekuasaaan dengan wajah baru yang sok reformis.
Partai yang dulu dibenci setengah mati sekarang kembali menjadi pemenang pemilu. Juga fasisme militer yang selalu menjamah ruang-ruang pribadi rakyat, sekarang sudah kembali diterima sebagai suatu kewajaran. Bahkan, kita bersama-sama memilihnya kembali menjadi pemimpinpemimpin kita. Memang tak terasa delapan tahun berlalu sejak reformasi. Kebebasan pernah kita kecap walau hanya selintas lalu. Namun sekarang, untuk sebuah aksi saja kita harus pontang-panting mengurus ijin ke kepolisian. Ya, sebenarnya hanya pemberitahuan tapi sekarang sudah dianggap ijin, karena kita memang pelupa. Buktinya kalau ijin itu tak keluar siap-siap polisi huru-hara mengevakuasi demonstran. Katanya, demi stabilitas keamanan yang lagilagi sebuah frasa yang sudah kita lupakan pula. Ditambah dengan merebaknya isu terorisme, intelintel gaya orba mulai bergentayangan memanfaatkan situasi. Satu lagi bukti, Panglima TNI, Jenderal Endiartono Sutarto sudah tak segan-segan lagi mencetuskan niat akan mengaktifkan kembali koter. Mendapat banyak tentangan memang. Tapi anjing menggonggong kafilah berlalu. Kritikan-kritikan lewat begitu saja. Para Babinsa sudah mulai
melakukan kerja lamanya. Seminar, aksi, rapat umum, atau apapun namanya, terutama yang diadakan organisasi rakyat kembali ramai dihadiri orangorang tak dikenal, atau yang mengaku aparat keamanan. Tidak percaya? cobalah bikin KTP. Mungkin anda akan mendengar alasan seperti ini, Sekarang musim teroris, aparat memperketat persyaratan membuat KTP, dengan tambahan, tapi kalau ditambah 50 ribu sih mungkin masih bisa. Maaf tidak nyambung, tapi itu bener lho! Sialnya, orang-orang tak dikenal itu perlu makan dan minta diberi makan. Biasanya secara sadar mereka meminta jatah kepada pihak yang "diamankan". Bila "jatah" tak keluar mereka akan menyanyikan lagu lama yang mengesalkan: neo-komunisme, neo-PKI, atau lagu yang benarbenar baru seperti ekstrimisme bahkan terorisme. Terus apa hubungannya dengan BBM? Saya juga jadi lupa kalau judul tulisan ini BBM. Tapi yang jelas sekarang harga BBM melambung tinggi. Rakyat menjadi susah, sudah pasti. Lha... minyak buat masak saja mahal, pergi belanja jadi mahal, juga barang-barang belanjaan ikutikutan mahal. Kenapa begitu? Saya tidak tahu, tanyakan saja pada pakar ekonomi.
Anehnya, pemerintah punya anggapan lain. Katanya kenaikan BBM bertujuan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Dari mana logika aneh itu muncul, saya juga tidak tahu. Barangkali hasil itung-itungan para pakar ekonomi yang pinter-pinter itu. Maksudnya pinter cari duit sendiri. Kembali pada soal lupa, agaknya kenaikan BBM juga akibat faktor lupa. Kelupaan kita saat pemilu lalu. Tidak mustahil juga kelupaan itu muncul kembali saat pemilu yang akan datang. Bukankah setiap akan ada pemilu wabah lupa itu menjadi pendemi, seperti flu burung? Lantas kalau sudah begini ngapain? Ya, mau ngapain aja boleh emangnya gue pikirin! Mau diam, bagus. Mau demo juga boleh, tapi jangan lupa ya.. urus ijin. Bagi yang tak kuat beli BBM mungkin bisa meniru Si Tua Sais Pedati dalam lagunya Iwan Fals yang kemana-mana selalu membawa cemeti dan ditemani lembu yang menarik gerobak. Karena itu, Dia tak pernah ketakutan, Apa kata orang tentang gawatnya krisis energi. Ups! hampir saja saya lupa, kalau sekarang banyak penulis yang mendekam di penjara garagara tulisannya. Karena itu saya akhiri tulisan ini.
15
serikat
HARI TANI
pembaruan tani
SERIKAT
Pembaruan Tani
DAFTAR LAGU: 1. Tolak Impor Pangan 2. Maju Pantang Mundur 3. Benih Bibit Perjuangan 4. Bersatulah Petani Dunia 5. Majulah Pemuda Pemudi Petani
6. Bersatu Padu 7. Sorga Di Khatulistiwa 8. Tanah Untuk Petani 9. Burung Nazar Di Pasar Bebas 10. Organisasi Massa Perjuangan Petani
SEJATI PRODUCTION 2005 Jl. SMA XIV No.15A Dewi Sartika Jakarta Timur 13640, Jakarta-Indonesia Phone/Fax: +62 21 80882492 Email: sejati@fspi.or.id www.fspi.or.id
16