Anda di halaman 1dari 35

ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT TAPIOKA

TEDY KURNIAWAN
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRAK
TEDY KURNIAWAN. Adsorben Berbasis Limbah Padat Tapioka. Dibimbing
oleh HENNY PURWANINGSIH dan KOMAR SUTRIAH.
Penggunaan adsorben ekonomis telah dipelajari sebagai alternatif pengganti
arang aktif untuk menjerap limbah zat warna. Penelitian ini memanfaatkan limbah
padat tapioka, kaolin, bentonit, campuran limbah padat tapioka-kaolin dan limbah
padat tapioka-bentonit sebagai adsorben zat warna biru cibacron. Adsorben
terlebih dahulu diaktivasi dengan asam dan basa. Arang aktif komersial digunakan
sebagai pembanding. Adsorpsi dilakukan dengan ragam waktu adsorpsi dan bobot
adsorben. Dari semua ragam yang dilakukan, diperoleh adsorben yang terbaik
yaitu limbah padat tapioka teraktivasi asam. Kondisi optimum adsorpsi adsorben
limbah padat tapioka aktivasi asam adalah pada waktu 75 menit dan bobot
adsorben 1 g dengan penurunan konsentrasi dari 50 mg/L menjadi 11.12 mg/L,
sedangkan untuk adsorben arang aktif diperoleh kondisi optimum pada waktu 30
menit dan bobot adsorben 0.5 g dengan penurunan konsentrasi dari 50 mg/L
menjadi 19.44 mg/L. Dalam pengujian larutan tunggal biru cibacron, kapasitas
adsorpsi untuk limbah padat tapioka teraktivasi asam dan arang aktif berturut-
turut sebesar 1.94 mg/g dan 3.05 mg/g dengan efisiensi berturut-turut sebesar
77.75% dan 61.11%. Adsorben limbah padat tapioka aktivasi asam menunjukkan
model isoterm Freundlich.
ABSTRACT
TEDY KURNIAWAN. Tapioka Solid Waste Based Adsorbent. Supervised by
HENNY PURWANINGSIH and KOMAR SUTRIAH.
The use of agroindustrial waste and clay mineral have been studied as
alternative adsorbents for dyes, such as cibacron blue. In this research, tapioca
solid waste, kaolin, bentonite, and the mixture of tapioca solid waste and kaolinite
or bentonite were used as adsorbents for cibacron blue. Acid and base treatments
were carried out to activate the adsorbents. Adsorption was varied with adsorption
times and adsorbent weight. The result showed that acid activated tapioca solid
waste had the highest adsorption capacity. The optimum adsorption time and
adsorbent tapioca solid waste weight was 75 minutes and 1 g. The cibacron blue
concentration decrease from 50 mg/L to 11.12 mg/L. On the other hand, the
optimum condition for commercially activated carbon were 30 minutes and 0.5 g
with concentration decreasing from 50 mg/L to 19.44 mg/L. The adsorption
capacity for acid activated tapioca solid waste and activated carbon were 1.94
mg/g and 3.05 mg/g adsorbent respectively. With adsorption efficiency were
77.75% and 61.11%. Acid activated tapioca solid waste were followed Freundlich
isotherm.
ADSORBEN BERBASIS LIMBAH PADAT TAPIOKA
TEDY KURNIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Adsorben Berbasis Limbah Padat Tapioka
Nama : Tedy Kurniawan
NIM : G44062479
Menyetujui
Pembimbing I,
Henny Purwaningsih, S.Si, M.Si.
NIP 19741201 200501 2 001
Pembimbing II,
Drs. Komar Sutriah, M.S.
NIP 19630705 199103 1 004
Mengetahui
Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.
NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
v
PRAKATA
Segala puji senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Shalawat serta salam selalu penulis curahkan kepada Nabi Muhammad saw,
keluarga, sahabat, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan April sampai November
2010 di Laboratorium Kimia Fisik, Departemen Kimia FMIPA IPB. Karya ilmiah
yang berjudul Adsorben Berbasis Limbah Padat Tapioka ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada Departemen Kimia FMIPA
IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Henny Purwaningsih, S.Si,
M.Si. selaku pembimbing pertama, dan Bapak Drs. Komar Sutriah, M.S. selaku
pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama
pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih
penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Nenek dan adik-adikku
(Adetya Mustofa dan M. Tri Amhari) yang selalu memberikan semangat, doa, dan
kasih sayang. Terima kasih juga kepada Bapak Nano, Ibu Ai, Bapak Ismail,
Bapak Sobur atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Risal, Chandra, Nafiul, Anna, Wida, dan
teman-teman kimia 43 yang turut membantu, memberikan semangat dan
dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, April 2011
Tedy Kurniawan
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 12 Juni 1988 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Munzijen Syafei dan Ikah Atikah.
Tahun 2006, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Karawang dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI) IPB. Selama mengikuti masa perkuliahan penulis
aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan IPB, seperti DPM FMIPA,
Century, Merpati Putih, dan Forces. Selain itu, penulis pernah menjadi asisten
praktikum Kimia Dasar TPB IPB tahun ajaran 2008/2009, asisten praktikum
Kimia Lingkungan tahun ajaran 2009/2010 dan asisten praktikum Kimia Fisik
tahun ajaran 2009/2010. Tahun 2009, penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapang
di BPOM, PPOMN Jakarta Pusat, dengan judul Karakterisasi Bahan Baku
Pembanding Obat Imidazole sp.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix
PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Padat Tapioka ........................................................................ 1
Kaolin ................................................................................................ 2
Bentonit ............................................................................................. 3
Adsorpsi.............................................................................................. 3
Isoterm Adsorpsi ................................................................................ 3
Zat Warna ........................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat.................................................................................... 4
Lingkup Kerja ..................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Limbah Padat Tapioka, Kaolin, dan Bentonit ........................ 6
Adsorpsi Biru Cibacron ...................................................................... 7
Penentuan Nisbah Optimum Adsorben ............................................... 7
Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi ................................................. 8
Penentuan Bobot Optimum Adsoben .................................................. 8
Optimalisasi Adsorpsi Biru Cibacron pada AA ................................... 9
Perbandingan Adsorbsi Biru Cibacron pada Adsorben LPTA dan AA 9
Isoterm Adsorpsi ................................................................................ 10
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan............................................................................................. 12
Saran................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 12
LAMPIRAN................................................................................................... 15
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia limbah padat tapioka ....................................................... 2
2 Modifikasi contoh adsorben ....................................................................... 5
3 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi adsorben LPTA dan AA ............. 10
4 Nilai konstanta n dan k dari persamaan Freundlich..................................... 11
5 Nilai konstanta dan dari persamaan Langmuir ...................................... 11
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Limbah padat tapioka ................................................................................. 2
2 Serbuk kaolin ............................................................................................ 2
3 Struktur kaolin .......................................................................................... 2
4 Struktur bentonit ........................................................................................ 3
5 Struktur biru cibacron................................................................................. 4
6 Skema interaksi proton dengan struktur kaolin .......................................... 6
7 Skema interaksi proton dengan struktur bentonit ....................................... 7
8 Penentuan nisbah optimum adsorpsi biru cibacron...................................... 7
9 Perbandingan perlakuan adsorben limbah padat tapioka ............................ 7
10 Waktu optimum adsorpsi biru cibacron oleh LPTA.................................... 8
11 Bobot optimum adsorpsi biru cibacron oleh LPTA..................................... 8
12 Waktu optimum adsorpsi biru cibacron oleh AA........................................ 9
13 Bobot optimum adsorpsi biru cibacron oleh AA......................................... 9
14 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi LPTA dan AA ........................... 10
15 Isoterm Freundlich adsorpsi biru cibacron oleh LPTA................................ 10
16 Isoterm Langmuir adsorpsi biru cibacron oleh LPTA ................................. 10
17 Isoterm Freundlich adsorpsi biru cibacron oleh AA.................................... 11
18 Isoterm Langmuir adsorpsi biru cibacron oleh AA...................................... 11
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian............................................................................... 16
2 Data konsentrasi dan absorbans larutan biru cibacron pada pembuatan
kurva standar.............................................................................................. 17
3 Data optimasi perlakuan adsorben terhadap biru cibacron 50 mg/L ............ 18
4 Data optimasi waktu adsorpsi biru cibacron 50 mg/L.................................. 20
5 Data optimasi bobot adsorben adsorpsi biru cibacron 50 mg/L .................. 21
6 Data optimasi waktu adsorpsi biru cibacron 50 mg/L oleh arang aktif ........ 22
7 Data optimasi bobot arang aktif terhadap biru cibacron 50 mg/L ................ 23
8 Data isoterm Freundlich dan Langmuir untuk adorpsi biru cibacron ........... 24
9 Data isoterm Freundlich dan Langmuir untuk adorpsi biru cibacron oleh
arang aktif ................................................................................................. 25
10 Interaksi gugus polisakarida dengan gugus zat warna reaktif biru cibacron. 26
1
PENDAHULUAN
Kegiatan industri telah menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari kehidupan. Selain
berdampak positif bagi manusia, kegiatan ini
juga memberikan dampak negatif berupa
kerusakan lingkungan akibat pengelolaan
limbah yang tidak baik (Suwarsa 1998,
Zubieta et al. 2007, Hartati et al. 2008).
Limbah merupakan masalah utama dalam
pengendalian dampak lingkungan industri.
Salah satu jenis polutan yang terdapat dalam
hampir semua limbah yang berasal dari
industri, terutama industri tekstil dan makanan
adalah zat warna. Sebagian besar zat warna
tekstil merupakan zat warna sintetik.
Zat warna sintetik adalah salah satu jenis
polutan yang termasuk limbah B3 sehingga
limbah yang dihasilkannya berbahaya bagi
kesehatan manusia. Tidak seperti zat warna
alami, zat warna sintetik sulit dihilangkan
menggunakan metode fisikokimia dan biologi
konvensional (Bulut et al. 2007, Pekkuz et al.
2007). Dalam proses pewarnaan tekstil sekitar
10-15% zat warna reaktif terbawa dalam
aliran sungai (Dizge 2007). Hal ini
menimbulkan masalah lingkungan perairan
seperti mengganggu ekosistem perairan,
memperlambat aktivitas fotosintesis, dan
menghambat pertumbuhan biota perairan
dengan menghalangi masuknya sinar matahari
ke dalam air.
Proses adsorpsi merupakan metode yang
paling efisien untuk pengelolaan limbah zat
warna (Chou et al. 2000). Metode lainnya
dalam pengelolaan limbah zat warna terdiri
atas oksidasi-ozonisasi, flokulasi-koagulasi,
dan penggunaan membran (Pekkuz et al.
2007). Metode-motode tersebut mempunyai
kelebihan dan kekurangan, di antaranya
pembentukan lumpur yang berlebihan dan
penggunaanya yang kurang efisien.
Adsorben yang paling efisien dalam
pengelolaan limbah zat warna adalah karbon
aktif. Karbon aktif merupakan adsorben yang
cukup mahal sehingga saat ini pembuatan
adsorben difokuskan kepada pembuatan
adsorben yang relatif murah yang bersumber
dari produk samping pertanian seperti jerami
dan kulit padi (Suwarsa 1998, Chou et al.
2000, Verma dan Mishra 2010), ampas teh
(Retnowati 2005), tongkol jagung (Fahrizal
2008, Suryani 2009), serbuk gergaji (Pekkuz
et al. 2007), dan ampas tebu (Raghuvanshi et
al. 2004, Azhar et al. 2005, Karnitz et al.
2006, Gurgel et al. 2008, Diapati 2009).
Penelitian ini menggunakan limbah padat
tapioka sebagai bahan baku untuk pembuatan
adsorben. Limbah padat tapioka mempunyai
potensi menjadi adsorben karena mengandung
bahan polisakarida yang cukup tinggi
sehingga dapat dijadikan adsorben untuk
menjerap zat warna. Ketersediaan limbah
padat tapioka terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya produksi tapioka. Limbah padat
tapioka diketahui sebagai bahan sumber
energi yang memiliki kadar protein kasar
rendah, tetapi kaya akan karbohidrat. Oleh
karena itu, limbah padat tapioka dapat
digunakan sebagai pakan ternak. Beberapa
penelitian tentang pemanfaatan limbah padat
tapioka telah dilakukan (Tjiptadi 1985,
Rinaldy 1987, Ali 2008, dan Widiarto et al.
2008). Victoria (2010) mengadsorpsi zat
warna biru metilena dengan campuran
adsorben limbah padat tapioka-kaolin
memperoleh kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi yang baik dibandingkan dengan
arang aktif. Hal ini menunjukkan bahwa
campuran limbah padat tapioka-kaolin
berpotensi sebagai adsorben.
Selain limbah hasil pertanian, kaolin dan
bentonit dilaporkan dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan adsorben. Kaolin dan
bentonit merupakan contoh adsorben yang
termasuk jenis aluminasilikat. Ghosh dan
Bhattacharyya (2002) dan Nandi et al. (2008)
menunjukkan penggunaan kaolin dapat
digunakan sebagai adsorben zat warna,
sedangkan Lian et al. (2008) serta Benguella
dan Yacouta-Nour (2008) menunjukkan
bahwa bentonit dapat digunakan sebagai
adsorben zat warna.
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan
campuran limbah padat tapioka-kaolin dan
limbah padat tapioka-bentonit sebagai
adsorben zat warna reaktif biru cibacron
dengan aktivasi asam maupun basa. Kondisi
optimum adsorpsi yang meliputi waktu
adsorpsi dan nisbah bobot adsorben terhadap
zat warna biru cibacron, serta isoterm adsorpsi
dari adsorben tersebut ditentukan.
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Padat Tapioka
Proses pengolahan ubi kayu (Manihot
utilissima) menjadi tepung tapioka akan
menghasilkan limbah padat dan hasil buangan
berupa cairan yang disebut sludge. Limbah
padat tapioka merupakan limbah padat
industri tapioka yang jumlahnya 30% (b/b)
dari bahan baku (Gambar 1). Potensi limbah
padat tapioka didukung oleh kadar selulosa
2
yang dapat mencapai 65,9% (Widiarto et al.
2008). Berdasarkan kandungan ini, limbah
padat tapioka mempunyai potensi yang besar
untuk dimanfaatkan sebagai sumber selulosa
maupun untuk menghasilkan produk
turunannya.
Gambar 1 Limbah padat tapioka.
Komponen penting yang terdapat dalam
limbah padat tapioka adalah pati dan serat
kasar. Komposisi kimia limbah padat tapioka
sangat bervariasi tergantung pada mutu bahan
baku, efisiensi proses ekstraksi pati dan
penanganan limbah padat tapioka itu sendiri
(Tjiptadi 1985). Komposisi kimia limbah
padat tapioka berbeda untuk setiap daerah asal
dan jenis ubi kayu, serta teknologi yang
digunakan dan penanganan limbah padatnya.
Komposisi kimia limbah padat tapioka dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia limbah padat
tapioka
Komposisi Kadar (%)
Air 12.7
Abu 9.1
Serat Kasar 8.1
Protein 2.5
Lemak 1.0
Karbohidrat 65.9
Sumber : Rinaldy (1987)
Kaolin
Kaolin dengan formula
Al
2
O
3
.2SiO
2
.2H
2
O, merupakan masa batuan
yang tersusun dari material lempung dengan
kandungan besi yang rendah, dan umumnya
berwarna putih atau agak keputihan (Gambar
2). Kelompok mineral kaolin meliputi
kaolinit, nakrit, dikit, dan haloisit. Kaolinit,
nakrit, dan dikit mempunyai komposisi kimia
yang ideal, yaitu Al
2
Si
2
0
5
(OH)
4
.
Kaolinit, nakrit, dan dikit dibedakan oleh
susunan lapisan 1:1. Pengertian lapisan 1:1
adalah untuk setiap satuan mineral terdiri atas
satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan
satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan
aluminat).
Gambar 2 Serbuk kaolin.
Satuan-satuan ini berikatan kuat sesamanya
dengan ikatan hidrogen dan Van der Waals.
Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan
molekul air tidak dapat masuk ke lapisan
silikat maupun aluminat sehingga efektivitas
penjerapannya terbatas hanya di permukaan
saja. Sifat penukar kation atau anion hanya
berasal dari bagian ujung mineral yang
mengalami pemutusan (Muhdarina dan
Linggawati 2003).
Dalam kelompok mineral kaolin, kaolinit
ditemukan dalam jumlah yang paling banyak.
Komposisi kimia dari kaolinit, yaitu SiO
2
46.54%, Al
2
O
3
39.50%, dan H
2
O 13.96%
(Sarapaa dan Al-Ani 2008). Molekul air
dalam struktur kristal kaolinit dapat
ditemukan pada ruang antarlapisannya.
Struktur kaolin disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur kaolin.
Bagian permukaan dari kristal kaolinit
mempunyai muatan negatif yang tetap dan
tidak bergantung pH (permanent charge).
Muatan negatif tersebut berasal dari subtitusi
atom dalam struktur kristal yang tidak
mempengaruhi struktur kristal tersebut,
misalnya dengan adanya atom Al yang
bermuatan +3 yang menggantikan atom Si
yang bermuatan +4 menyebabkan kerangka
kaolinit kekurangan muatan positif atau
kelebihan muatan negatif (Faruqi et al. 1967).
3
Bentonit
Bentonit adalah istilah yang digunakan di
dalam dunia perdagangan untuk sejenis tanah
lempung yang secara alami mempunyai
kemampuan mengembang sampai 15 kali
volume keringnya jika menyerap air. Mineral
bentonit memiliki diameter kurang dari 2 m
yang terdiri dari berbagai macam mineral
filosilikat yang mengandung silika,
alumunium oksida, dan hidroksida yang dapat
mengikat air. Bentonit memiliki struktur tiga
lapisan yang terdiri dari dua lapisan silika
tetrahedron dan satu lapisan sentral octahedral
(Syuhada et al. 2008).
Gambar 4 Struktur bentonit.
Bentonit dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok, yaitu natrium bentonit dan
kalsium bentonit. Bentonit mengandung 85%
montmorilonit yang mempunyai rumus kimia
Al
2
O
3
.4SiO
2
xH
2
O, yaitu senyawa silikat
dalam alumina yang mengandung air terikat
secara kimia. Molekul air dalam struktur
kristal bentonit dapat ditemukan pada ruang
antarlapisannya. Kandungan lain dalam
bentonit merupakan pengotor dari beberapa
jenis mineral seperti kwarsa, ilit, kalsit,
mika,dan klorit. Struktur bentonit ditunjukkan
pada Gambar 4.
Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa
terakumulasinya partikel pada suatu
permukaan (Atkins 1999). Adsorpsi terjadi
karena adanya gaya tarik menarik antar
molekul adsorbat dengan tempat-tempat aktif
di permukaan adsorben. Adsorbat adalah
substansi yang terjerap atau substansi yang
akan dipisahkan dari pelarutnya, sedangkan
adsorben adalah merupakan suatu media
penjerap. Menurut Reynolds yang diacu
dalam Wijaya (2008), proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai proses saat molekul
meninggalkan larutan dan menempel pada
permukaan zat adsorben.
Mekanisme penjerapan tersebut dapat
dibedakan menjadi dua yaitu, adsorpsi secara
fisika (fisisorpsi) dan adsorpsi secara kimia
(kimisorpsi). Pada proses fisisorpsi, gaya yang
mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-
gaya Van der Waals, sedangkan pada proses
adsorpsi kimia terjadi interaksi adsorbat
dengan adsorben melalui pembentukan ikatan
kimia (Sukarta 2008). Kimisorpsi terjadi
diawali dengan adsorpsi secara fisika
(fisisorpsi), yaitu partikel-partikel adsorbat
mendekat ke permukaan adsorben melalui
gaya Van der Waals atau melalui ikatan
hidrogen, kemudian diikuti oleh adsorpsi
kimia yang terjadi setelah adsorpsi fisika.
Pada adsorpsi kimia, partikel yang melekat
pada permukaan akan membentuk ikatan
kimia (Atkins 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
adsorpsi, yaitu sifat fisika dan kimia adsorben
seperti luas permukaan, pori-pori, dan
komposisi kimia. Selanjutnya juga
dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia
adsorbat seperti ukuran molekul, polaritas
molekul, dan komposisi kimia, konsentrasi
adsorbat dalam fase cair, sifat fase cair, serta
lamanya proses adsorpsi tersebut
berlangsung. Semakin kecil ukuran partikel,
maka semakin besar luas permukaan padatan
persatuan volume tertentu sehingga akan
semakin banyak zat yang diadsorpsi (Atkins
1999). Adsorben yang baik memiliki
kapasitas adsorpsi dan persentase efisiensi
penjerapan yang tinggi.
Isoterm Adsorpsi
Isoterm adsorpsi merupakan fungsi
konsentrasi zat terlarut yang terjerap pada
padatan terhadap konsentrasi larutan. Tipe
isoterm adsorpsi dapat digunakan untuk
mempelajari mekanisme adsorpsi. Adsorpsi
fase cair-padat pada umumnya mengikuti tipe
isoterm Freundlich dan Langmuir (Atkins
1999).
Isoterm Adsorpsi Langmuir
Isoterm Langmuir merupakan proses
adsorpsi yang berlangsung secara kimisorpsi
satu lapisan. Kimisorpsi adalah adsorpsi yang
terjadi melalui ikatan kimia yang sangat kuat
antara tapak aktif permukaan dengan molekul
adsorbat dan dipengaruhi oleh densitas
elektron. Adsorpsi satu lapisan terjadi karena
4
ikatan kimia biasanya bersifat spesifik,
sehingga permukaan adsorben dapat mengikat
adsorbat dengan ikatan kimia. Persamaan
isoterm adsorpsi Langmuir dapat diturunkan
secara teoritis dengan menganggap terjadinya
kesetimbangan antara molekul-molekul zat
yang diadsorpsi pada permukaan adsorben
dengan molekul-molekul zat yang tidak
teradsorpsi sebagai berikut :
c
c
m
x

+
=
1
Kostanta dan dapat ditemukan dari kurva
hubungan
m x
c
/
terhadap c dengan
persamaan :
c
m x
c

1 1
/
+ =
Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
, = konstanta empiris
Isoterm Adsorpsi Freundlich
Isoterm Freundlich merupakan proses
adsorpsi yang terjadi secara fisisorpsi banyak
lapisan. Fisisorpsi adalah adsorpsi yang hanya
melibatkan gaya intermolekul dan ikatannya
lemah. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich
didasarkan atas terbentuknya lapisan
monolayer dari molekul-molekul adsorbat
pada permukaan adsorben. Pada adsorpsi
Freundlich situs-situs aktif pada permukaan
adsorben bersifat heterogen.
Menurut Atkins (1999), pada proses
adsorpsi zat terlarut pada permukaan padatan
diterapkan isoterm Freundlich yang
diturunkan secara empiris dengan bentuk
persamaan :
n
kc
m
x
/ 1
=
Apabila dilogaritmakan, persamaan isoterm
Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut :
c
n
k
m
x
log
1
log log + =
Keterangan:
x/m = massa adsorbat yang teradsorpsi per
gram adsorben
c = konsentrasi kesetimbangan adsorbat
dalam larutan setelah adsorpsi (ppm)
k,n = konstanta empiris
Zat Warna
Zat warna tekstil merupakan senyawa
organik yang keberadaannya dapat
menggangu ekosistem perairan. Limbah cair
yang berwarna ini akan diproses terlebih
dahulu sampai konsentrasinya cukup aman
jika berada di perairan.
Biru cibacron merupakan salah satu jenis
zat warna reaktif yang digunakan dalam
industri tekstil. Zat warna ini memiliki sifat
tidak berbau, berwujud padat pada suhu
kamar, yaitu berupa serbuk berwarna biru
kehitaman yang berwarna biru ketika
dilarutkan dalam air, memiliki pH 6-7, dan
kelarutan dalam air 1000 g/L. Biru cibacron
dengan rumus molekul C
30
H
24
ClN
7
O
10
S
3
termasuk zat warna bifungsional yang
mengandung dua gugus reaktif, yaitu
monoklorotriazin dan vinil sulfona. Struktur
biru cibacron ditunjukkan pada Gambar 5.
O
O
SO
2
OH
NH
2
HN
SO
3
H
N
H
N
N
N
Cl
NH
SO
3
H
Gambar 5 Struktur biru cibacron.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Analisis hasil penelitian ini
menggunakan, spektrofotometer Spectronic
20D
+
Thermo Electron Corporation. Bahan-
bahan yang digunakan adalah limbah padat
tapioka (eksternal) dari perusahaan tapioka di
daerah Cimahpar, Bogor, kaolin komersial,
bentonit dari PT Sud Chemie, zat warna biru
cibacron komersial, dan serbuk arang aktif
komersial.
5
Lingkup Kerja
Penelitian terdiri atas beberapa tahap.
Tahap pertama adalah preparasi limbah padat
tapioka, kaolin dan bentonit. Tahap kedua
adalah aktivasi limbah padat tapioka, kaolin
dan bentonit. Tahap ketiga adalah pembuatan
campuran limbah padat tapioka-kaolin dan
limbah padat tapioka-bentonit. Tahap keempat
adalah optimasi waktu kontak dan bobot
adsorben pada adsorpsi biru cibacron. Tahap
kelima adalah penentuan jenis isoterm
adsorpsi biru cibacron oleh adsorben terbaik.
Diagram alir penelitian dapat dilihat pada
lampiran 1
Metode
Preparasi Sampel
Semua sampel (limbah padat tapioka,
kaolin, dan bentonit) dicuci dengan air suling
lalu dikeringkan pada suhu 105 C selama 3
jam dalam oven, kemudian dihancurkan dan
diayak sehingga berukuran 200 mesh
(Arikan et al. 2009).
Aktivasi Limbah Padat Tapioka
Limbah padat tapioka yang telah dicuci
diaktivasi dengan asam dan basa. Aktivasi
dengan asam dilakukan dengan memasukkan
limbah padat tapioka ke dalam labu
Erlenmeyer dan ditambahkan sebanyak 50 mL
H
3
PO
4
30%. Campuran tersebut dipanaskan
sambil diaduk selama 6 jam, kemudian
disaring dengan vakum. Limbah padat tapioka
yang telah diaktivasi tersebut dicuci beberapa
kali dengan air suling untuk mengeluarkan
asam, setelah itu dikeringkan pada suhu 40 C
selama 24 jam.
Aktivasi limbah padat tapioka dengan
basa dilakukan dengan cara memasukkan
limbah padat tapioka ke dalam labu
Erlenmeyer dan ditambahkan NaOH 0.1 N.
Campuran tersebut dipanaskan sambil diaduk
selama 6 jam, kemudian disaring dengan
vakum. Limbah padat tapioka yang telah
diaktivasi tersebut dicuci beberapa kali
dengan air suling untuk mengeluarkan basa,
setelah itu dikeringkan pada suhu 40 C
selama 24 jam.
Aktivasi Kaolin dan Bentonit
Kaolin ditimbang sebanyak 10 g ke dalam
labu bulat dan ditambahkan sebanyak 250 ml
larutan H
2
SO
4
30%. Campuran tersebut
dipanaskan sambil diaduk dengan pengaduk
magnet dan dipanaskan pada suhu 90-100 C
selama 6 jam, kemudian didinginkan dan
disaring dengan vakum. Kaolin lalu dicuci
beberapa kali dengan air suling untuk
mengeluarkan asam, dan keberadaan ion SO
4
2-
dideteksi menggunakan larutan BaCl
2
. Kaolin
yang telah dicuci tersebut dikeringkan pada
suhu 105 C selama 3 jam. Contoh kaolin
kemudian disimpan dalam desikator untuk
pemakaian selanjutnya. Aktivasi bentonit
merujuk pada metode aktivasi kaolin yang
dilaporkan Koyuncu et al. (2007).
Pembuatan Adsorben Limbah Padat
Tapioka-Kaolin dan Limbah Padat
Tapioka-Bentonit (Victoria 2009)
Limbah padat tapioka yang telah
diaktivasi dicampur hingga merata dengan
kaolin dan bentonit yang juga telah diaktivasi
(Tabel 2). Komposisi campuran adsorben
yaitu 25:75, 50:50, 75:25, dan 100:0. Setelah
itu, adsorben diberi nama sebagai berikut,
limbah padat tapioka aktivasi asam dan kaolin
aktivasi asam (LPTA,KA), limbah padat
tapioka aktivasi asam dan bentonit aktivasi
asam (LPTA,BA), limbah padat tapioka basa
dan kaolin aktivasi asam (LPTB,KA), limbah
padat tapioka basa dan bentonit aktivasi asam
(LPTB,BA).
Tabel 2 Modifikasi contoh adsorben
Adsorpsi Zat Warna
Pembuatan Larutan Zat Warna
Larutan stok zat warna 1000 mg/L dibuat
dengan melarutkan 1000 mg serbuk biru
cibacron dalam air suling dan diencerkan
hingga 1 liter. Setelah itu dibuat kurva standar
dari larutan hasil pengenceran larutan stok ini
dengan konsentrasi 5, 10, 20, 30, 40, dan 50
mg/L (Lampiran 2).
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Panjang gelombang maksimum diukur
dengan spektrofotometer spectronic 20 D+
pada rentang panjang gelombang 600-700 nm
dengan larutan biru cibacron 5 mg/L.
Jenis
Nisbah Adsorben
100:0 75:25 50:50 25:75 0:100
LPTA:KA A1 A2 A3 A4 A5
LPTA:BA B2 B3 B4 B5
LPTB:KA C1 C2 C3 C4
LPTB:BA D2 D3 D4
6
Penentuan Nisbah Optimum Adsorben
Adsorben dengan nisbah tertentu
ditimbang sebanyak 1.0 g dan dimasukkan ke
dalam labu Erlenmeyer yang berisi 50 mL
larutan biru cibacron 50 mg/L. Campuran
dipanaskan sambil diaduk selama 30 menit.
Setelah itu disaring dan diambil filtratnya,
kemudian diukur dengan spektrofotometer
spectronic 20D+ pada panjang gelombang
maksimum.
Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi
Sebanyak 1 g adsorben dimasukkan ke
dalam 50 mL larutan biru cibacron 50 mg/L,
kemudian larutan dipanaskan sambil diaduk
dengan alat gojok. Adsorpsi dilakukan dengan
variasi waktu adsorpsi 15, 30, 45, 60, dan 75
menit. Campuran disaring dan absorbansi
filtrat diukur pada panjang gelombang
maksimum. Waktu optimum ditentukan
dengan menghitung efisiensi dan kapasitas
adsorpsi maksimum.
Penentuan Bobot Optimum Adsorben
Variasi bobot adsorben yang digunakan
adalah 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, dan 2.5 g. Masing-
masing dimasukkan ke dalam 50 mL larutan
biru cibacron 50 mg/L, kemudian dipanaskan
sambil diaduk selama waktu optimum.
Campuran disaring dan absorbansi filtrat
diukur pada panjang gelombang maksimum.
Setelah itu, dihitung efisiensi dan kapasitas
adsorpsi maksimum.
Penentuan Isoterm Adsorpsi (Modifikasi
Victoria 2009)
Labu Erlenmeyer yang berisi 1.0 g
adsorben dengan nisbah optimum ditambah
dengan 50 mL zat warna pada berbagai
konsentrasi, yaitu 20, 40, 60, 80, dan 100
mg/L, lalu dipanaskan sambil diaduk selama
75 menit. Setelah itu, disaring dan diambil
filtratnya untuk diukur dengan
spektrofotometer spectronic 20D
+
pada
panjang gelombang 617 nm. Persamaan
regresi linier menggunakan persamaan
Langmuir dan Freundlich dibuat untuk
menentukan jenis isoterm yang sesuai.
Penentuan Waktu Optimum dan Bobot
Optimum Adsorben Arang Aktif
Metode penentuan waktu optimum
adsorpsi dan bobot optimum adsorben arang
aktif dilakukan dengan merujuk pada metode
penentuan waktu optimum adsorpsi dan bobot
optimum adsorben.
Penentuan IsotermAdsorpsi Arang Aktif
Metode penentuan isoterm adsorpsi arang
aktif dilakukan dengan merujuk pada metode
penentuan isoterm adsorpsi adsorben.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi limbah padat tapioka, kaolin, dan
bentonit
Penelitian ini menggabungkan limbah
padat tapioka, kaolin, dan bentonit yang
kemudian digunakan sebagai adsorben untuk
zat warna biru cibacron. Limbah padat
tapioka, kaolin, dan bentonit yang digunakan
terlebih dahulu dicuci dengan aquades agar
permukaan adsorben bersih dari bahan-bahan
pengotor. Masing-masing diaktivasi sebelum
dicampur menjadi homogen. Aktivasi limbah
padat tapioka dengan H
3
PO
4
30% dan NaOH
0,1 N bertujuan menghilangkan senyawa-
senyawa selain polisakarida yang larut dalam
asam dan basa, agar tidak ikut berperan dalam
mekanisme adsorpsi zat warna. Dengan
demikian kemampuan untuk menjerap
adsorbat zat warna akan lebih maksimal.
Aktivasi kaolin menggunakan H
2
SO
4
30%
bertujuan melarutkan komponen-komponen
seperti Fe
2
O
3
, Al
2
O
3
, CaO, dan MgO yang
mengisi ruang antarlapisan kaolin, sehingga
menambah luas permukaan adsorben. Ion-ion
Ca
2+
dan Mg
2+
yang berada pada permukaan
kristal adsorben secara berangsur-angsur
diganti oleh ion H
+
dari H
2
SO
4
. Gambar
aktivasi H
2
SO
4
terlihat pada Gambar 6 dan
Gambar 7. Diharapkan pergantian ini dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi.
Gambar 6 Skema interaksi proton dengan
struktur kaolin (Dudkin et al.
2005).
7
Gambar 7 Skema interaksi proton dengan
struktur bentonit.
Begitu juga halnya dalam aktivasi
bentonit. Asam sulfat (H
2
SO
4
30%) digunakan
untuk aktivasi bentonit, karena asam sulfat
memiliki bilangan ekivalen H
+
lebih tinggi
dibanding asam klorida maupun asam nitrat.
Dengan demikian, dapat menggantikan kation
logam seperti Na
+
, Ca
2+
, dan Mg
2+
dalam
struktur bentonit.
Adsorpsi biru cibacron
Penjerapan zat warna oleh limbah padat
tapioka berlangsung melalui interaksi antara
gugus HO-polisakarida dalam limbah padat
tapioka dan gugus-gugus tertentu pada zat
warna tekstil. Interaksi antara limbah padat
tapioka yang banyak mengandung
polisakarida (HO-polisakarida) dengan zat
warna reaktif biru cibacron adalah interaksi
secara fisik. Interaksi ini terjadi karena adanya
suatu ikatan hydrogen atau Van der Waals
dari gugus HO-polisakarida dengan gugus N
pada zat warna biru cibacron.
Penentuan nisbah optimum adsorben
Adsorben yang digunakan pada tahap
penentuan nisbah adalah campuran limbah
padat tapioka-kaolin dan campuran limbah
padat tapioka-bentonit. Adsorben campuran
dari limbah padat tapioka, kaolin, dan bentonit
dibuat dengan nisbah 25:75, 50:50, 75:25, dan
100:0. Pengaruh perlakuan adsorben dan
nisbahnya terhadap kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi dapat dilihat pada Gambar
8.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi
terbesar dihasilkan oleh adsorben A1 yang
terbuat dari limbah padat tapioka aktivasi
asam (LPTA) saja. Pada nisbah optimum
tersebut diperoleh kapasitas adsorpsi sebesar
1.66 mg/g dan efisiensi adsorpsi sebesar
66.63%. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Gambar 8 Penentuan nisbah optimum
adsorpsi biru cibacron.
Adsorben lainnya, yaitu limbah padat
tapioka aktivasi basa (C1) memperoleh nilai
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang
jauh lebih rendah dibandingkan limbah padat
tapioka aktivasi asam. Adsorben limbah padat
tapioka (LPT) yang tidak melalui perlakuan
memperoleh nilai kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi yang lebih baik
dibandingkan limbah padat tapioka aktivasi
basa (LPTB), tetapi lebih rendah
dibandingkan dengan limbah padat tapioka
aktivasi asam (LPTA). Perbandingan
perlakuan adsorben limbah padat tapioka
terhadap kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Perbandingan perlakuan adsorben
limbah padat tapioka A1 (LPTA),
C1 (LPTB), G (LPT).
7 Ca
2+
14
+
[Al13O4(OH)24(H2O)12]
14+
14 H
+
+ 6,5 Al2O3 + 8,5 H2O
8
Hasil perbandingan perlakuan adsorben
limbah padat tapioka diperoleh nilai kapasitas
adsorpsi dan efisiensi adsorpsi LPT awal
sebesar 1.00 mg/g dan 40.10%, tetapi setelah
mengalami aktivasi asam nilai kapasitas
adsorpsi dan efisiensi adsorpsi meningkat
menjadi 66.21% dan 66.17%. Hal ini
menunjukkan bahwa proses aktivasi asam
membantu menghilangkan senyawa-senyawa
selain polisakarida yang larut dalam asam.
Penurunan nilai kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi terlihat pada limbah padat
tapioka aktivasi basa (LPTB), yaitu sebesar
43.39% dan 43.30% yang ditunjukan pada
Gambar 9. Hal ini diakibatkan perlakuan basa
kurang baik dalam menghilangkan senyawa-
senyawa selain polisakarida sehingga kurang
mengadsorpsi zat warna reaktif biru cibacron.
Selanjutnya, adsorben limbah padat
tapioka aktivasi asam (LPTA) ditentukan
kondisi optimum adsorpsinya terhadap zat
warna biru cibacron dengan mengukur dua
parameter, yaitu waktu adsorpsi dan bobot
adsorpsi. Setelah itu, jenis isoterm
adsorpsinya ditentukan.
Penentuan waktu optimum adsorpsi
Kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi
meningkat dengan bertambah lamanya waktu
adsorpsi (Gambar 10). Konsentrasi zat warna
biru cibaron yang diadsorpsi sebesar 50 mg/L,
dan mengalami penurunan menjadi 11.12
mg/L. Penurunan konsentrasi zat warna biru
cibaron sebesar 77.75% ini terjadi pada waktu
adsorpsi 75 menit dengan kapasitas adsorpsi
1.94 mg/g. Setelah 75 menit, kapasitas
adsorpsi dan efisiensi adsorpsi cenderung
tetap. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Gambar 10 Waktu optimum adsorpsi biru
cibacron oleh limbah padat
tapioka aktivasi asam (LPTA).
Hal ini menunjukkan bahwa adsorben telah
jenuh oleh zat warna biru cibacron. Jika
proses dilanjutkan, maka kemungkinan tidak
ada lagi zat warna yang diadsorpsi oleh
adsorben, sampai akhirnya terjadi pelepasan
kembali atau desorpsi.
Penentuan bobot optimum adsorben
Penentuan bobot optimum adsorben
dilakukan dengan meragamkan konsentrasi
biru cibacron. Waktu adsorpsi yang digunakan
merupakan waktu adsorpsi maksimum.
Pengukuran dilakukan pada panjang
gelombang maksimum adsorpsi yaitu 617
nm. Bobot adsorben berpengaruh terhadap
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi zat
warna biru cibacron dengan konsentrasi 50
mg/L (Gambar 11).
Gambar 11 Bobot optimum adsorpsi biru
cibacron oleh limbah padat
tapioka aktivasi asam (LPTA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah adsorben akan
menurunkan kapasitas adsorpsi dan
meningkatkan efisiensi adsorpsi. Hal ini
terlihat dari kapasitas adsorpsi yang semakin
menurun setelah mencapai adsorpsivitas
maksimum pada bobot adsorben 1 g. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kapasitas adsorpsi menunjukkan banyaknya
adsorbat yang diadsorpsi per satuan bobot
adsorben. Karena itu, nilainya dipengaruhi
oleh besarnya bobot adsorben. Peningkatan
bobot adsorben ini memperbanyak sisi aktif
dari adsorben untuk mengadsorpsi adsorbat.
Jika konsentrasi adsorbat dan waktu adsorpsi
tetap, maka terjadi penurunan kapasitas
adsorpsi. Sebaliknya, efisiensi adsorpsi terus
meningkat seiring dengan bertambahnya
jumlah adsorben. Efisiensi adsorpsi
menunjukkan banyaknya konsentrasi zat
warna yang diadsorpsi oleh adsorben. Hal ini
memperkuat penelitian Diapati (2009), dan
Victoria (2010) yang menyatakan bahwa
9
peningkatan bobot adsorben akan menurunkan
kapasitas adsorpsi dan meningkatkan efisiensi
adsorpsi.
Data hasil penelitian menunjukkan
efisiensi adsorpsi biru cibacron meningkat
dari 16.50% sampai 91.90% dengan variasi
bobot dari 0.5 g sampai 2.5 g. Sebaliknya,
kapasitas adsorpsi dengan bobot adsorben 1.0
g sebesar 1.66 mg/g turun menjadi 0.91 mg/g
dengan bobot adsorben 2.5 g. Pada saat bobot
1.0 g hampir seluruh permukaan adsorben
telah terikat dengan adsorbat, sedangkan pada
bobot 2.5 g masih banyak sisi aktif yang
belum berikatan dengan adsorbat.
Optimasi adsorpsi biru cibacron pada
arang aktif
Waktu adsorpsi
Penentuan waktu adsorpsi arang aktif
terhadap larutan biru cibacron dilakukan
dengan meragamkan konsentrasi biru cibacron
50 mg/L dan bobot adsorben 1 g. Pengukuran
dilakukan pada panjang gelombang
maksimum, yaitu 617 nm. Lamanya adsorpsi
ditentukan berdasarkan kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi selama rentang waktu
tertentu. Pengaruh waktu adsorpsi terhadap
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi biru
cibacron oleh arang aktif dapat dilihat pada
Gambar 12.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi zat warna biru cibacron menurun
dari 50 mg/L menjadi 19.44 mg/L dalam
waktu 30 menit. Waktu optimum adsorpsi
adalah 30 menit, karena pada saat itu terjadi
kapasitas adsorpsi 3.05 mg/g. Sebanyak 1 g
adsorben mampu mengadsorpsi 3.05 mg zat
warna biru cibacron dengan efisiensi 61.11%.
Setelah melewati waktu 30 menit terjadi
penurunan kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi.
Gambar 12 Waktu optimum adsorpsi biru
cibacron oleh arang aktif.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Raghuvanshi et al. (2004) yang menyatakan
bahwa efisiensi penjerapan berbanding lurus
dengan waktu sampai pada titik tertentu,
kemudian mengalami penurunan setelah
melewati titik tersebut. Kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi pada waktu 45, 60, dan 75
menit mengalami penurunan kembali karena
telah melewati waktu optimumnya, hal
dimungkinkan ada sejumlah zat warna yang
terlepas kembali (desorpsi) akibat proses
pemanasan sambil diaduk. Data selengkapnya
tertera pada Lampiran 6.
Bobot adsorben
Bobot adsorben berpengaruh terhadap
kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi zat
warna biru cibacron dengan konsentrasi 50
mg/L, dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Bobot optimum adsorpsi biru
cibacron oleh arang aktif.
Penentuan bobot adsorben menggunakan
arang aktif komersil dilakukan dengan
meragamkan konsentrasi zat warna biru
cibacron 50 mg/L. Waktu adsorpsi yang
digunakan adalah waktu adsorpsi maksimum
arang aktif. Pada kondisi waktu dan
konsentrasi yang sama, kenaikan bobot
adsorben menurunkan kapasitas adsorpsi,
tetapi meningkatkan efisiensi adsorpsi. Hal ini
terlihat dari efisiensi adsorpsi biru cibacron
yang meningkat dari 42.96 % sampai 94.25 %
dengan variasi bobot dari 0.5 g sampai 2.5 g.
Sebaliknya, kenaikan jumlah adsorben
menurunkan kapasitas adsorpsi dari 2.14 mg/g
menjadi 0.94 mg/g. Hal ini disebabkan karena
saat bobot 0.5 gram hampir seluruh
permukaan adsorben telah berinteraksi dengan
adsorbat, sedangkan pada bobot 2.5 gram
masih banyak sisi aktif yang belum
berinteraksi dengan adsorbat. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
10
Perbandingan adsorpsi biru cibacron oleh
adsorben limbah padat tapioka aktivasi
asam dan arang aktif
Perbandingan antara adsorben limbah
padat tapioka asam (LPTA) dan adsorben
arang aktif dilakukan pada konsentrasi zat
warna biru cibacron sebesar 50 mg/L. Tabel 3
menunjukkan hasil kapasitas adsorpsi dan
efisiensi adsorpsi yang tertinggi pada limbah
padat tapioka aktivasi asam (LPTA) sebesar
1.94 mg/g dan 77.75%. Adsorben arang aktif
diperoleh kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi sebesar 3.05 mg/g dan 61.11%.
Tabel 3 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi biru cibacron antara
adsorben LPTA dan AA
Gambar 14 menunjukkan bahwa
kapasitas adsorpsi arang aktif memperoleh
kapasitas adsorpsi 36.34% lebih besar dalam
adsorpsi zat warna biru cibacron 50 mg/L.
Persen efisiensi adsorpsi arang aktif 21.39%
lebih rendah dari limbah padat tapioka
aktivasi asam (LPTA). Hasil ini
memperlihatkan potensi limbah padat tapioka
yang diaktivasi oleh asam sebagai adsorben
alternatif dalam mengadsorpsi zat warna
reaktif. Hal ini menambah informasi
penelitian sebelumnya yang menggunakan
campuran 25% limbah padat tapioka aktivasi
asam-75% kaolin aktivasi dalam
mengadsorpsi zat warna biru metilena yang
dilakukan oleh Victoria (2010).
Gambar 14 Kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi limbah padat tapioka
aktivasi asam dan arang aktif.
Isoterm Adsorpsi
Tipe isoterm adsorpsi dapat digunakan
untuk mengetahui mekanisme penjerapan zat
warna biru cibacron dengan adsorben limbah
padat tapioka aktivasi asam. Isoterm adsorpsi
Langmuir dilakukan dengan cara membuat
kurva hubungan c/(x/m) terhadap c,
sedangkan isoterm adsorpsi Freundlich
dilakukan dengan membuat kurva hubungan
log (x/m) terhadap log c. Isoterm adsorpsi zat
warna biru cibacron dapat dilihat pada
Gambar 15 dan Gambar 16.
Berdasarkan gambar yang berasal dari
pengolahan data pada Lampiran 8, adsorpsi
biru cibacron oleh adsorben limbah padat
tapioka aktivasi asam memberikan linieritas
yang cukup tinggi untuk kedua tipe isoterm,
yaitu sebesar 99.90% untuk isoterm
Freundlich (Gambar 15) dan 98.50% untuk
isoterm Langmuir (Gambar 16). Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
adsorpsi biru cibacron oleh adsorben limbah
padat tapioka aktivasi asam mengikuti tipe
isoterm Freundlich, karena nilai linieritas
untuk tipe isoterm ini lebih besar.
Gambar 15 Isoterm Freundlich adsorpsi zat
warna biru cibacron oleh
LPTA.
Gambar 16 Isoterm Langmuir adsorpsi zat
warna biru cibacron oleh
LPTA.
Isoterm Freundlich hanya melibatkan
gaya Van der Waals sehingga ikatan antara
Adsorben Waktu Bobot EP Q
(menit) (gram) (%) (mg/g)
LPTA 75 1.0012 77.7500 1.9435
AA 30 0.5005 61.1167 3.0528
11
adsorbat dengan adsorben bersifat lemah. Hal
ini memungkinkan adsorbat bebas bergerak
hingga akhirnya berlangsung proses adsorpsi
banyak lapisan. Sama halnya dengan adsorben
limbah padat tapioka aktivasi asam, isoterm
adsorpsi biru cibacron oleh arang aktif juga
mengikuti tipe isoterm Freundlich. Gambar 17
dan Gambar 18 yang berasal dari pengolahan
data pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa
isoterm adsorpsi biru cibacron oleh arang aktif
memiliki linieritas yang cukup tinggi untuk
kedua tipe isoterm, yaitu 79.9% untuk isoterm
Langmuir dan 94.7% untuk isoterm
Freundlich. Walaupun keduanya memiliki
linieritas yang cukup tinggi, proses adsorpsi
lebih dominan mengikuti tipe isoterm
Freundlich. Hal ini menunjukkan bahwa pada
adsorpsi biru cibacron oleh arang aktif
diperkirakan membentuk banyak lapisan
sebagaimana adsorben limbah padat tapioka
aktivasi asam.
Gambar 17 Isoterm Freundlich adsorpsi zat
warna biru cibacron oleh AA.
Gambar 18 Isoterm Langmuir adsorpsi zat
warna biru cibacron oleh AA.
Nilai konstanta n, k, , dan dapat
dihitung dari persamaan regresi Freundlich
dan Langmuir untuk zat warna biru cibacron
dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Nilai n dan k
pada isoterm Freundlich tergantung dengan
suhu, adsorben, dan unsur-unsur yang dijerap.
Nilai n menggambarkan intensitas dari
adsorpsi.
Tabel 4 Nilai konstanta n dan k dari
persamaan Freundlich untuk
limbah padat tapioka aktivasi
asam (LPTA) dan arang aktif
(AA)
Nilai n dari adsorben LPTA lebih besar
daripada adsorben AA, artinya adsorpsi lebih
baik saat menggunakan adsorben dari LPTA.
Sedangkan nilai k menunjukkan kapasitas
adsorpsi dari adsorben, terlihat berdasarkan
tabel 4 nilai k AA lebih besar daripada LPTA.
Artinya, kapasitas adsorben AA untuk
menjerap biru cibacron lebih baik daripada
adsorben LPTA.
Tabel 5 Nilai konstanta dan dari
persamaan Langmuir untuk
limbah padat tapioka aktivasi
asam (LPTA) dan arang aktif
(AA)
Nilai menggambarkan jumlah yang dijerap
atau kapasitas adsorpsi untuk membentuk
lapisan sempurna pada permukaan adsorben.
Nilai merupakan konstanta yang bertambah
dengan kenaikan ukuran molekuler yang
menunjukkan kekuatan ikatan molekul
adsorbat pada permukaan adsorben.
Berdasarkan data penelitian sebelumnya
yaitu Victoria (2010) yang menggunakan
campuran limbah padat tapioka dan kaolin
sebagai bahan dasar pembuatan adsorben
memberikan hasil yang baik untuk penjerapan
zat warna biru metilena. Namun dalam
penelitian ini memberikan hasil yang kurang
baik untuk campuran limbah padat tapioka-
kaolin dan limbah padat tapioka-bentonit.
Pada penelitian ini hanya adsorben dari
limbah padat tapioka saja yang memberikan
hasil yang baik dalam penjerapan zat warna
biru cibacron. Adsorben berbasis polisakarida
ini setelah diaktifkan oleh asam dapat
berinteraksi lebih baik dengan sisi reaktif zat
warna biru cibacron, dibandingkan dengan
penambahan kaolin maupun bentonit. Pola
interaksi setelah penambahan kaolin
menurunkan kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi. Sisi aktif dari kaolin maupun
Adsorben n k R
LPTA 2.8090 9.8855 0.999
AA 1.3568 11.041 0.947
Adsorben R
LPTA 4.3860 11.4000 0.985
AA 142.85 0.00817 0.799
12
bentonit tidak lebih banyak dibandingkan
dengan sisi aktif limbah padat tapioka. Hal ini
menunjukkan bahwa campuran limbah padat
tapioka-kaolin dan limbah padat tapioka-
bentonit kurang baik digunakan sebagai
mengadsorpsi zat warna reaktif seperti biru
cibacron.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah padat tapioka dapat digunakan
sebagai adsorben zat warna reaktif biru
cibacron. Kapasitas adsorpsi dan efisiensi
adsorpsi larutan tunggal zat warna reaktif biru
cibacron diperoleh kondisi optimum adsorpi
zat warna biru cibacron pada waktu 75menit
dengan bobot 1 g. Isoterm adsorpsi limbah
padat tapioka aktivasi asam, dan arang aktif,
yaitu tipe isoterm Freundlich.
Saran
Perlu dilakukan penetapan entalpi adsorpsi
untuk menyempurnakan mekanisme adsorpsi
zat warna, dengan parameter ragam waktu
kontak dan bobot adsorben optimum.
DAFTAR PUSTAKA
Ali U. 2008. Pengaruh penggunaan onggok
dan isi rumen sapi komplit dalam pakan
komplit terhadap penampilan kambing
peranakan etawah. [skripsi]. Malang:
Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Islam
Malang.
Arikan M, Sobolev K, Ertun T, Yeginobali A,
Turker P. 2009. Properties of blended
cements with thermally activated kaolin.
Construction and Building Materials
23:6270.
Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1.
Kartohadiprojo I, penerjemah;
Rohhadyan T, Hadiyana K, editor.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:
Physical chemistry.
Azhar SS, Liew AG, Suhardy D, Hafiz KF,
Hatim MD. 2005. Dye removal from
aqueous solution by using adsorption on
treated sugarcane bagasse. Am J Appl Sci
11:1499-1503.
Benguella B dan A. Yacouta-Nour. 2008.
Adsorption of bezanyl red and
nylomine green from aqueous
solutions by natural and acid-
activated bentonite. Desalination
235:276292.
Bulut E, Ozacar M, Sengil IA. 2007.
Equilibrium and kinetic data and process
design for adsorption of Congo Red onto
bentonite. J Hazard Mat 154:613-622.
Chou KS, Tsai JC, Lo CT. 2000. The
adsorption of congo red and vacuum
pump oil by rice hull ash. Biores Technol
78:217-219.
Diapati M. 2009. Ampas tebu sebagai
adsorben zat warna reaktif cibarcon red.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengtahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Dizge N, Aydiner C, Demirbas E, Kobya M,
Kara S. 2007. Adsorption of reactive dyes
from aqueous solutions by fly ash: kinetic
and equilibrium studies. J Hazard Mat
150:737746.
Fahrizal. 2008. Pemanfaatan tongkol jagung
sebagai biosorben zat warna biru metilena
[skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengtahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Faruqi FA, Okuda S, Williamson WO.1967.
Chemisorption of methylene blue by
kaolinite. Clay Minerals 7(19).
Ghosh D, Bhattacharyya KG. 2002.
Adsorption of methylene blue on
kaolinite. App Clay Sci 20:295-300.
Gurgel LVA, Rossimiriam Pereira de Freitas
dan Laurent Frdric Gil. 2008.
Adsorption of Cu(II), Cd(II), and Pb(II)
from aqueous single metal solutions by
sugarcane bagasse and mercerized
sugarcane bagasse chemically modified
with succinic anhydride. Carbohydr
Polym 74: 922-929.
Hartati E, Sutisna M, Windi NS. 2008.
Perbaikan kualitas air limbah industry
farmasi menggunakan koagulan biji kelor
13
(Moringa oleifera) dan PAC (poly
alumunium chloride). [makalah ilmiah].
Bandung: Jurusan Teknik Lingkungan,
Institut Teknologi Nasional.
Karnitz O, Vinicius L, Cesar J, Botaro VR,
Sacramento TM, Pereira R, Frederic R.
2006. Adsorption of heavy metal ion
from aqueous single metal solution by
chemically modified sugarcane bagasse.
Bioresource Technology 98:12911297.
Koyuncu H, Kul AR, Yildiz N, Calimli A,
Ceylan H. 2007. Equilibrium and kinetic
studies for the sorption of 3-
methoxybenzaldehyde on activated
kaolinites. Hazardous Materials 14:128-
139.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi
kaolinit alam untuk meningkatkan
kapasitas tukar kation. Jurnal Natur
Indonesia 6: 20-23
Nandi BK, Goswani A, Purkait MK. 2008.
Adsorption characteristics of brilliant
green dye on kaolin. J Hazard Mat
161:387-395.
Pekkuz H, Uzun I, dan Guzel F. 2007.
Kinetics and thermodynamics of the
adsorption of some dyestuffs from
aqueous solution by poplar sawdust.
Bioresource Technology 99:20092017.
Raghuvanshi SP, Singh R, Kaushik CP.
2004.Kinetics study of methylene blue
dye bioadsorption on bagasse. Appl Ecol
Environ Res 2: 35-43.
Retnowati. 2005. Efektivitas ampas teh
sebagai adsorben alternatif limbah cair
industri tekstil. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan IPA, Institut Pertanian
Bogor.
Rinaldy W. 1987. Pemanfaatan onggok
singkong (Manihot esculenta Crantz)
sebagai bahan pembuatan etanol. [tesis].
Bogor : Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Sarapaa O, Al-Ani T. 2008. Clay and Clay
Mineralogy. Finland: GTK Espoo.
Sukarta N I. 2008. Adsorpsi ion Cr
3+
oleh
serbuk gergaji kayu albizia (Albizia
falcata) : studi pengembangan bahan
alternatif penjerap limbah logam berat
[tesis]. Bogor : Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Suryani AM. 2009. Pemanfaatan tongkol
jagung untuk pembuatan arang aktif
sebagai adsorben pemurnian minyak
goreng bekas. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan IPA, Institut Pertanian
Bogor.
Suwarsa S. 1998. Penyerapan zat warna tekstil
BR Red HE 7B oleh jerami padi. JMS
3:32-40.
Syuhada, Wijaya R, Jayatin, Rohman S. 2008.
Modifikasi bentonit (clay) menjadi
organoclay dengan penambahan
surfaktan. Nanosains dan Nanoteknologi
2: 1-4.
Tjiptadi W. 1985. Telaah kualitas dan
kuantitas limbah industri tapioka serta
cara pengendalian di daerah bogor dan
sekitarnya [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Verma VK dan AK Mishra. 2010. Kinetic and
isotherm modeling of adsorption of dyes
onto rice husk carbon. Global NEST
Journal 10:1-7.
Victoria. 2009. Adsorpsi asam lemak bebas
dan zat warna menggunakan campuran
kaolin-limbah padat tapioka. [skripsi].
Bogor: Fakultas Matematika dan IPA,
Institut Pertanian Bogor.
Widiarto S, Suka IG, Simanjuntak W. 2008.
Pembuatan polimer peka lingkungan
dengan polimerisasi grafing campuran n-
isopropilakrilamida dan asam metakrilat
(binary monomer) pada selulosa yang
diekstraksi dari onggok. Prosiding
Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II;
Lampung, 17-18 November 2008.
Lampung: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Lampung. hlm. 328-341.
Wijaya H. 2008. Penggunaan tanah laterit
sebagai media adsorpsi untuk
menurunkan kadar chemical oxygen
demand (COD) pada pengolahan limbah
cair di rumah sakit Baktiningsih Klepu.
[skripsi].Yogyakarta: Jurusan Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan,Universitas Islam Indonesia.
14
Zubieta et al. 2007. The adsorption of dyes
used in the textile industry on
mesoporous materials. Colloid Polym Sci
286:377384.
15
LAMPIRAN
16
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Limbah padat tapioka
Dicuci dengan aquades
Rendam dengan aquades
(90 menit dengan pergantian air 30 menit sekali)
Dikeringkan 40
0
C-24 jam
Aktivasi asam
(asam fosfat 30%, 6 jam)
Aktivasi basa
(NaOH 0.1 N, 6 jam)
Kaolin teraktivasi Bentonit teraktivasi Kaolin teraktivasi Bentonit teraktivasi
Nisbah 100:0; 75:25; 50:50; 25:75; dan 100:0
Penentuan maks
Penentuan nisbah optimum
Penentuan bobot dan waktu optimum adsorpsi
Penentuan isoterm adsorpsi
17
Lampiran 2 Konsentrasi dan absorbans larutan biru cibacon pada pembuatan kurva standar
(Panjang gelombang maksimum 617 nm)
[biru cibacron] Absorbans
(ppm)
5 0.0515
10 0.0746
20 0.1414
30 0.2175
40 0.2839
50 0.3545
18
Lampiran 3 Data optimasi perlakuan adsorben terhadap biru cibacron 50 mg/L
Keterangan :
EP : Efisiensi adsorpsi
Q : Kapasitas adsorpsi
LPTA,KA : Campuran limbah padat tapioka asam dan kaolin aktivasi
LPTA,BA : Campuran limbah padat tapioka asam dan bentonit aktivasi
LPTB,KA : Campuran limbah padat tapioka basa dan kaolin aktivasi
LPTB,BA : Campuran limbah padat tapioka basa dan bentonit aktivasi
K : Kaolin
B : Bentonit
LPT : Limbah padat tapioka
1 : Adsorben dengan nisbah 100:0
Adsorben Rasio Bobot A [biru cibacron] [biru cibacron] EP EP rata-rata Q Q rata-rata
(gram) (ppm) rerata (%) (%) (mg/g) (mg/g)
LPTA,KA A 1 1,0002 0,1090 16.5000 16.6833 67.0000 66.6333 1.6747 1.6655
1,0002 0,1112 16.8667 66.2667 1.6563
2 1.0008 0.1804 28.4000 28.6167 43.2000 42.7667 1.0791 1.0684
1.0007 0.1830 28.8333 42.3333 1.0576
3 1.0009 0.1726 27.1000 26.9917 45.8000 46.0167 1.1440 1.1495
1.0007 0.1713 26.8833 46.2333 1.1550
4 1.0009 0.1624 25.4000 25.5000 49.2000 49.0000 1.2289 1.2235
1.0015 0.1636 25.6000 48.8000 1.2182
5 1.0004 0.1249 19.1500 19.4417 61.7000 61.1167 1.5419 1.5270
1.0008 0.1284 19.7333 60.5333 1.5121
LPTA,BA B 2 1.0013 0.1687 26.4500 26.7550 47.1000 46.4500 1.1760 1.1596
1.0015 0.1726 27.1000 45.8000 1.1433
3 1.0012 0.1979 31.3167 31.2000 37.3667 37.6000 0.9330 0.9392
1.0005 0.1965 31.0833 37.8333 0.9454
4 1.0013 0.2441 39.0167 39.0167 21.9667 21.9667 0.5485 0.5484
1.0014 0.2441 39.0167 21.9667 0.5484
5 1.0005 0.3151 50.8500 51.3000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
1.0002 0.3205 51.7500 0.0000 0.0000
LPTB,KA C 1 1.0030 0.2410 38.5000 38.6333 23.0000 22.7333 0.5733 0.5672
1.0010 0.2426 38.7667 22.4667 0.5611
2 1.0005 0.2020 32.0000 32.3500 36.0000 35.3000 0.8996 0.8821
1.0003 0.2062 32.7000 34.6000 0.8647
3 1.0007 0.2020 32.0000 31.8833 36.0000 36.2333 0.8994 0.9053
1.0004 0.2006 31.7667 36.4667 0.9113
4 1.0003 0.1938 30.6333 30.7417 38.7333 38.5167 0.9680 0.9625
1.0005 0.1951 30.8500 38.3000 0.9570
LPTB,BA D 2 1.0101 0.2247 35.7833 35.9083 28.4333 28.1833 0.7037 0.6994
1.0046 0.2262 36.0333 27.9333 0.6951
3 1.0008 0.2773 44.5500 44.6917 10.9000 10.6167 0.2723 0.2651
1.0015 0.2790 44.8333 10.3333 0.2579
4 1.0032 0.2790 44.8333 45.1083 10.3333 9.7833 0.2575 0.2440
1.0011 0.2823 45.3833 9.2333 0.2306
K 1.0002 0.2006 31.7667 31.8833 36.4667 36.2333 0.9115 0.9057
1.0001 0.2020 32.0000 36.0000 0.8999
B 1.0009 0.1804 28.4000 28.2917 43.2000 43.4167 1.0790 1.0841
1.0015 0.1791 28.1833 43.6333 1.0892
LPT 1.0002 0.1897 29.9500 29.9500 40.1000 40.1000 1.0023 1.0020
1.0007 0.1897 29.9500 40.1000 1.0018
19
Lanjutan lampiran 3 Data optimasi perlakuan adsorben terhadap biru cibacron 50 mg/L
2 : Adsorben dengan nisbah 75:25
3 : Adsorben dengan nisbah 50:50
4 : Adsorben dengan nisbah 25:75
5 : Adsorben dengan nisbah 0:100
20
Lampiran 4 Data optimasi waktu adsorpsi biru cibacron 50 mg/L
Adsorben Waktu Bobot A [biru cibacron] [biru cibacron] EP EP rata-rata Q Q rata-rata
(menit) (gram) (ppm) rerata (%) (%) (mg/g) (mg/g)
Ab 15 1.0001 0.1844 29.0667 28.9500 41.8667 42.1000 1.0466 1.0522
1.0004 0.1830 28.8333 42.3333 1.0579
30 1.0004 0.1366 21.1000 21.2000 57.8000 57.6000 1.4444 1.4391
1.0008 0.1378 21.3000 57.4000 1.4339
45 1.0004 0.1045 15.7500 15.8417 68.5000 68.3167 1.7118 1.7071
1.0006 0.1056 15.9333 68.1333 1.7023
60 1.0002 0.0958 14.3000 14.2083 71.4000 71.5833 1.7846 1.7890
1.0004 0.0947 14.1167 71.7667 1.7934
75 1.0002 0.0778 11.3000 11.1250 77.4000 77.7500 1.9346 1.9435
1.0001 0.0757 10.9500 78.1000 1.9523
150 1.0006 0.0778 11.3000 11.1250 77.4000 77.7500 1.9338 1.9430
1.0002 0.0757 10.9500 78.1000 1.9521
21
Lampiran 5 Data optimasi bobot adsorben terhadap biru cibacron 50 mg/L
Contoh perhitungan :
EP rata-rata = 16.2667 + 16.7333 = 16.5000 %
2
Q rata-rata = 0.8125 + 0.8360 = 0.8243 mg/g
2
Keterangan :
EP = efisiensi adsorpsi biru cibacron (%)
Q = kapasitas adsorpsi biru cibacron (mg/g)
Adsorben Bobot A [biru cibacron] [biru cibacron] EP EP rata-rata Q Q rata-rata
(gram) (ppm) rerata (%) (%) (mg/g) (mg/g)
LPTA Aa 0.5005 0.2612 41.8667 41.7500 16.2667 16.5000 0.8125 0.8243
0.5004 0.2598 41.6333 16.7333 0.8360
Ab 1,0002 0,1090 16.5000 16.6833 67.0000 66.6333 1.6747 1.6655
1,0002 0,1112 16.8667 66.2667 1.6563
Ac 1.5003 0.0883 13.0500 12.7833 73.9000 74.4333 1.2314 1.2403
1.5004 0.0851 12.5167 74.9667 1.2491
Ad 2.0008 0.0535 7.2500 7.2500 85.5000 85.5000 1.0683 1.0685
2.0002 0.0535 7.2500 85.5000 1.0686
Ae 2.5004 0.0334 3.9000 4.0500 92.2000 91.9000 0.9219 0.9188
2.5006 0.0352 4.2000 91.6000 0.9158
%
% 100
) 41.8667 50 (
% 100
) (
50
=

=
Co
Ca Co
EP
16.2667
g mg
ml
l ml
ml
l
m
Ca Co V
Q
/
8125 . 0
1000
1
5005 . 0
) 8667
.
41 50
(
50
1000
1
) (
=

-
=

-
=
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
22
Lampiran 6 Data optimasi waktu adsorpsi biru cibacron 50 mg/L oleh arang aktif
Adsorben Waktu Bobot A [biru cibacron] [biru cibacron] EP EP rata-rata Q Q rata-rata
(menit) (gram) (ppm) rerata (%) (%) (mg/g) (mg/g)
AAa 15 0.5006 0.1512 23.5333 23.6333 52.9333 52.7333 2.6435 2.6340
0.5004 0.1524 23.7333 52.5333 2.6246
30 0.5006 0.1284 19.7333 19.4417 60.5333 61.1167 3.0230 3.0528
0.5004 0.1249 19.1500 61.7000 3.0825
45 0.5003 0.1911 30.1833 30.2917 39.6333 39.4167 1.9805 1.9691
0.5006 0.1924 30.4000 39.2000 1.9577
60 0.5003 0.2189 34.8167 35.0583 30.3667 29.8833 1.5174 1.4925
0.5008 0.2218 35.3000 29.4000 1.4677
75 0.5005 0.2941 47.3500 47.6333 5.3000 4.7333 0.2647 0.2364
0.5008 0.2975 47.9167 4.1667 0.2080
23
Lampiran 7 Data optimasi bobot arang aktif terhadap biru cibacron 50 mg/L
Contoh perhitungan :
EP rata-rata = 44.5000 + 41.4333 = 42.9667 %
2
Q rata-rata = 2.2232 + 2.0692 = 2.1462 mg/g
2
Keterangan :
EP = efisiensi adsorpsi biru cibacron (%)
Q = kapasitas adsorpsi biru cibacron (mg/g)
Adsorben Bobot A [biru cibacron] [biru cibacron] EP EP rata-rata Q Q rata-rata
(gram) (ppm) rerata (%) (%) (mg/g) (mg/g)
AAa 0.5004 0.1765 27.7500 28.5167 44.5000 42.9667 2.2232 2.1462
0.5006 0.1857 29.2833 41.4333 2.0692
AAb 1.0002 0.1203 18.3833 18.3833 63.2333 63.2333 1.5805 1.5800
1.0009 0.1203 18.3833 63.2333 1.5794
AAc 1.5007 0.0767 11.1167 11.0333 77.7667 77.9333 1.2955 1.2982
1.5010 0.0757 10.9500 78.1000 1.3008
AAd 2.0001 0.0296 3.2667 3.3417 93.4667 93.3167 1.1683 1.1664
2.0002 0.0305 3.4167 93.1667 1.1645
AAe 2.5008 0.0278 2.9667 2.8750 94.0667 94.2500 0.9404 0.9422
2.5009 0.0267 2.7833 94.4333 0.9440
%
% 100
) 27.7500 50 (
% 100
) (
50
=

=
Co
Ca Co
EP
44.5000
g mg
ml
l ml
ml
l
m
Ca Co V
Q
/
2232 . 2
1000
1
5004 .
0
) 5000 . 44 50 ( 50
1000
1 )
(
=

-
=

-
=
|
.
|

\
|
|
.
|

\
|
24
Lampiran 8 Data isoterm Freundlich dan Langmuir untuk adsorpsi biru cibacron
- Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0.020 + 0.228x dengan r
2
= 0.985 maka
dari persamaan
C
m x
C

1 1
/
+ =
, diperoleh nilai = 4.3860 dan =11.4000
- Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0.995 + 0.356x dengan r
2
= 0.999
maka dari persamaan log
m
x
= log k +
n
1
log C, diperoleh nilai n = 2.8090 dan k = 9.8855
[biru cibacron] Bobot Langmuir Freundlich
awal adsorben A [biru cibacron]akhir x x/m C/x/m log log
(mg/l) (mg) (mg/l) (mg/l) (mg/g) (g/l) x/m C
20 1.0007 0.0334 3.9000 16.1000 16.0887 0.2424 1.2065 0.5911
40 1.0003 0.0969 14.4833 25.5167 25.50901 0.5678 1.4067 1.1609
60 1.0002 0.1739 27.3167 32.6833 32.6768 0.8360 1.5142 1.4364
80 1.0006 0.2660 42.6667 37.3333 37.31095 1.1435 1.5718 1.6301
100 1.0009 0.3565 57.7500 42.2500 42.21201 1.3681 1.6254 1.7616
25
Lampiran 9 Data isoterm Freundlich dan Langmuir untuk adsorpsi biru cibacron oleh arang aktif
- Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0.007 + 0.856x dengan r
2
= 0.799 maka
dari persamaan
C
m x
C

1 1
/
+ =
, diperoleh nilai = 142.857 dan = 0.0082
- Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0.737x + 0.345 dengan r
2
= 0.947
maka dari persamaan log
m
x
= log k +
n
1
log C, diperoleh nilai n = 1.3568 dan k = 11.041
[Biru cibacron] Bobot Langmuir Freundlich
awal adsorben A [biru cibacron]akhir x x/m C/x/m log log
(mg/l) (mg) (mg/l) (mg/l) (mg/g) (g/l) x/m C
40 0.5003 0.1765 27.7500 12.2500 24.4853 1.1333 1.3889 1.4433
60 0.5005 0.2612 41.8667 18.1333 36.2304 1.1556 1.5591 1.6219
80 0.5003 0.3487 56.4500 23.5500 47.0718 1.1992 1.6728 1.7517
100 0.5006 0.4609 75.1500 24.8500 49.6404 1.5139 1.6958 1.8759
26
Lampiran 10 Interaksi gugus polisakarida dengan gugus zat warna reaktif biru cibacron
O
O
SO
2
OH
NH
2
HN
SO
3
H
N
H
N
N
N
Cl
NH
SO
3
H
O
O
SO
2
OH
NH
2
HN
SO
3
H
N
H
N
N
N
Cl
NH
SO
3
H
H- O-polisakarida
+ HO-polisakarida

Anda mungkin juga menyukai