Anda di halaman 1dari 69

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Vitamin A essensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Menurut World Health Organization (WHO) (2008), diantara anakanak pra sekolah diperkirakan terdapat sebanyak 2-3 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita kerusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan yang hidup 25% menjadi buta dan 50-60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu, sebanyak dua juta anak mengalami kebutaan akibat kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20-40 juta menderita kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan tanpa kebutaan. Perbedaan angka kematian antara anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30% (Almatsier, 2003). Studi yang dilakukan Nutrition and Health Surveillance System (NHSS) dan Departemen Kesehatan (2000) menunjukkan sekitar 50% anak Indonesia usia 12-23 bulan tidak mengkonsumsi vitamin A dengan cukup dari makanan sehari-hari. Himpunan Kesehatan Indonesia (HKI) mengatakan angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi (Depkes, 2001).

Penelitian di Jateng tahun 1988 menunjukkan bahwa Ibu-Ibu Balita pada umumnya pernah tahu dan melihat kapsul vitamin A, salah mengerti tentang guna vitamin A, namun secara garis besar ibu tidak tahu bahwa vitamin A baik untuk kesehatan anak, lupa dan tak jelas tata cara pemberian dan mendapatkan kapsul vitamin A, serta tak tahu harga vitamin A (Purjanto, 1994). Pada studi tahun 1991 di Sumatera Barat, Jawa Tengah, Sulsel dan NTB tahun 1991 menunjukkan 76,6% responden pernah mendengar kapsul vitamin A dari jumlah tersebut 73,5%nya pernah memberikan kepada balita. Diantara yang belum memberikan kapsul vitamin A sebanyak 38,7% menyatakan anaknya belum cukup umur, 26,4% menyatakan alasan lain dan 19,9 % tak tahu apa perlu vitamin A untuk anak. Hal lain bahwa di posyandu tak ada pelayanan kapsul vitamin A (9%) dan terlihat nyata di NTB 16,1% (Purjanto, 1994). Pemerintah melalui departemen kesehatan mencanangkan program penanggulangan kekurangan vitamin A sejak tahun 1970-an hingga saat ini masih berlanjut. Dilaksanakannya program ini diharapkan masyarakat Indonesia tidak mengalami penyakit akibat kekurangan vitamin. Oleh karena itu distribusi vitamin A bagi anak balita sangatlah diperlukan. Hasil cakupan vitamin A pada tahun 2002 yang sangat terintegrasi dengan Pekan Imunisasi Nasional Polio pada Agustus 2002 mencapai 83,6 % pada bayi dan 85,1 % pada Balita. Hal ini cukup menggembirakan karena telah melampaui 80% sebagai target nasional yang ditetapkan. Namun

cakupan tersebut menurun kembali pada bulan Februari dan Agustus tahun 2003 menjadi sebesar 56,63 % pada bayi dan 71,53 % pada Balita (Depkes, 2005). Rendahnya cakupan pemberiaan vitamin A dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya yaitu tingkat pengetahuaan yang rendah, tingkat pengetahuan sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu tingkat pendidikan, sosial ekonomi, budaya, informasi, pekerjaan, umur dan paritas (Notoatmodjo, 2006). Pengetahuan seorang ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun dapat mempengaruhi status kesehatan anaknya. Semakin baik pengetahuan ibu, maka semakin baik status kesehatan anaknya (Notoatmodjo, 2003). Menurut hasil penelitian Syafruddin Nurdin (2002) dalam tesisnya yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kunjungan Ibu ke posyandu terhadap cakupan imunisasi serta kapsul vitamin A di wilayah kerja Puskesmas Bantimurung Kabupaten Maros tahun 2002 didapatkan hasil bahwa ada hubungan pengetahuan ibu tentang manfaat pemberian imunisasi dan pemberian kapsul vitamin A pada Balitanya dengan kunjungan Ibu ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi dan kapsul vitamin A. Dengan banyaknya Ibu-Ibu yang berkunjung ke Posyandu untuk memberikan imunisasi dan kapsul vitamin A terhadap Balitanya maka cakupan imunisasi dan kapsul vitamin A akan tinggi pula karena banyaknya jumlah sasaran yang mendapatkan kapsul vitamin A dan imunisasi.

Pemberian makanan yang mengandung vitamin A dan pemberian kapsul vitamin A tentunya harus didukung oleh pengetahuan ibunya tentang manfaat dari pemberian tersebut. Tanpa adanya pengetahuan tentang itu, maka mustahil ibu mau memberikan makanan yang mengandung cukup vitamin A dan membawa anaknya ke Posyandu untuk diberikan kapsul vitamin A. Oleh sebab itu ibu perlu mengetahui tentang pentingnya pemberian vitamin A pada anak usia 1-5 tahun (Anonim, 2004). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Banyumas tahun 2010 pada bulan januari tahun 2011 didapatkan distribusi vitamin A terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen, yaitu 4756 sasaran dan yang terkecil di wilayah kerja Puskesmas Wangon II, yaitu 1356 sasaran. Distribusi vitamin A menurut data tersebut sudah mencapai target 90% yakni 99% dari jumlah ibu peserta posyandu yang hadir. Namun, berdasarkan data dari DKK, dari 39 jumlah Puskesmas yang ada di Banyumas, sebanyak 20 Puskesmas memiliki jumlah sasaran dibawah rata-rata yaitu 2867 sasaran, salah satunya adalah puskesmas kembaran II yaitu 2680 sasaran. Jumlah ini menunjukkan bahwa sasaran yang ada di puskesmas kembaran II masih rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat kehadiran ibu di Posyandu tidak menentu. Jumlah Posyandu yang ada dalam wilayah kerja Puskesmas Kembaran II sebanyak 11 posyandu, salah satunya adalah Posyandu Margosari II yang memiliki jumlah peserta posyandu tertinggi, sedangkan jumlah peserta posyandu terendah adalah posyandu .. Berdasarkan data Puskesmas Kembaran II Tingkat kehadiran ibu dalam kegiatan Posyandu diketahui sudah

cukup tinggi. Namun meskipun begitu masih banyak ibu- ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tidak begitu mengetahui pentingnya vitamin A sehingga mengabaikannya. Kehadiran mereka di posyandu hanya bila ada pembagian makanan/sembako gratis dan obat-obatan dari kader. Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 22 Maret 2011 dengan wawancara terhadap kader Posyandu Margosari II mengenai pelaksanaan distribusi vitamin A mengatakan bahwa semua ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun yang hadir di posyandu sudah mendapatkan vitamin A, untuk tingkat kehadiran mereka masih terhitung rendah karena terkadang tidak datang sesuai jadwal posyandu, untuk pengetahuannya kader mangatakan bahwa sebagian besar ibu yang aktif mengetahui pentingnya vitamin A bagi anak mereka. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2011 di Posyandu Margosari II Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas terhadap 10 orang ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun yang menjadi peserta posyandu diperoleh data bahwa sebanyak 6 orang ibu mengetahui pentingnya vitamin A untuk kesehatan dan perkembangan anak dengan menjawab vitamin A penting bagi pertumbuhan anak sebanyak 2 orang, vitamin A bagus buat mata anak sebanyak 2 orang, dan vitamin A bagus buat perkembangan anak sebanyak 2 orang. Hal ini disebabkan karena mereka selalu aktif dalam kegiatan penyuluhan di posyandu dan kebanyakan dari mereka berpendidikan SMP atau SMA. Sedangkan 4 orang ibu lainnya tidak mengetahui pentingnya vitamin A dengan menjawab ikut ke posyandu karena ikut-ikutan sebanyak 2

orang dan vitamin A tidak diperlukan anaknya lagi sebanyak 2 orang. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari mereka berpendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD) yang memiliki pemahaman rendah dan kurang aktif dalam kegiatan posyandu. Kebanyakan dari ibu-ibu peserta posyandu masih kebingungan jika diminta untuk menguraikan dan menyebutkan kenapa vitamin A itu penting bagi anak. Dengan kata lain, kehadiran ibu di posyandu untuk mendapatkan pelayanan vitamin A belum atas kesadaran sendiri. Disamping itu, berdasarkan informasi yang diberikan oleh kader Posyandu Margosari II bahwa masih banyak ibu-ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun yang tidak mau berangkat ke posyandu. Adapun alasan peneliti memilih Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas sebagai tempat penelitian karena dibandingkan dengan 10 Posyandu lainnya yang berada di wilayah kerja Puskesmas Kembaran II, Posyandu Margosari II memiliki jumlah ibu peserta posyandu terbanyak yaitu 110 orang. Selain itu, ibu-ibu di desa ini pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah, dan terdapat ibu-ibu yang masih memiliki umur terlalu muda atau tua. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II Kecamatan Kembaran II Kabupaten Banyumas tahun 2011 .

B. RUMUSAN MASALAH Dari identifikasi masalah di atas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: "Bagaimanakah Gambaran Pengetahuan Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang Vitamin A di Posyandu Margosari II Desa Ledug, Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2011 ?."

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2011. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan pendidikan terakhir di Posyandu Margosari II Desa Ledug, Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2011. b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan umur di Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2011. c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan sumber informasi di

Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Tahun 2011.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Puskesmas Kembaran II Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi puskesmas untuk dapat meningkatkan partisipasi ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun dalam kegiatan pelaksanaan pemberian vitamin A bagi bayi dan balita di wilayah kerja puskesmas kembaran II. 2. Bagi STIKES Harapan Bangsa Purwokerto a. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi ilmiah tentang gambaran pengetahuan ibu tentang vitamin A. b. Dapat dijadikan acuan untuk perbandingan dalam melakukan penelitian selanjutnya. 3. Bagi Peneliti Dapat menjadi bahan masukan untuk menambah wawasan mengenai tingkat pengetahuan ibu tentang pemberian vitamin A pada anak umur 05 tahun dan menambah pengalaman bagi peneliti dalam melakukan penelitian.

E. KEASLIAN PENELITIAN Penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang sejenis dengan yang teliti namun penulis mencatumkan satu karya tulis ilmiah yang paling mirip

dengan yang penulis teliti. Berikut penulis cantumkan beberapa persamaan dan perbedaan karya ilmiah terdahulu dengan yang sekarang. Tabel 1.1 Persamaan dan perbedaan karya tulis ilmiah terdahulu oleh Rizki Mulyandestika (2010) dengan karya tulis yang dilakukan oleh Siska Wulandari (2011) Persamaan Perbedaan Penelitian terdahulu Penelitian sekarang Ruang lingkup Judul: gambaran Judul : gambaran materi tentang pengetahuan ibu nifas pengetahuan ibu yang vitamin A tentang vitamin A di mempunyai anak umur 0BPS Ny. Dwi Eni Desa 5 tahun tentang vitamin Karanggintung, A di Posyandu Margosari Kecamatan Sumbang, II, Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas kabupaten Banyumas Tahun 2010 Tahun 2011 Oleh: Rizki Oleh: Siska Wulandari Mulyandestika Jenis penelitian Respondennya adalah Respondennya adalah ibu deskriptif ibu nifas yang mempunyai anak kuantitatif umur 0-5 tahun Instrumen quesioner Jumlah responden: 163 ibu nifas Jumlah responden: 86 ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun Variabel penelitian: pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 05 tahun

Variabel tunggal

Variabel penelitian: pengetahuan ibu nifas tentang vitamin A

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengertian menurut Notoatmodjo (2003) merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi mulai pasca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau over behavior atau pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai motivasi awal bagi seseorang dalam berperilaku. Namun perubahan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Rogers (dalam Notoatmodjo, 2003) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu : 1) Awareness/Kesadaran, yaitu individu mengetahui dan menyadari tentang adanya stimulus (objek) terlebih dahulu. 2) Interest, yaitu orang mulai tertarik dan menarik perhatian kepada objek.

10

11

3) Evaluation, yaitu memberikan penilaian dengan menimbangnimbang ada dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, dalam hal ini sikap responden sudah harus lebih baik lagi. 4) Trial, yaitu orang telah mencoba memakai atau berperilaku baru. 5) Adoption, yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Makna pengetahuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan hal (mata pelajaran). Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal (Alwi, 2000). b. Tingkatan Pengetahuan Analisis Taksonomi Bloom yang telah disampaikan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yang mencakup kompetisi,

keterampilan, intelektual dari yang sederhana (tingkat pengetahuan) sampai domain yang paling komplek (evaluasi). Enam tingkatan pengetahuan tersebut adalah : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai pengingat suatu yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.

12

2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisa (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih terkait satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Sintesys) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan

13

yang baru, misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan teori yang sudah ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. c. Pengukuran pengetahuan Menurut teori Lawrence Green (dalam Notoatmodjo, 2003), perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi sebagai faktor predisposisi disamping faktor pendukung seperti lingkungan, fisik, prasarana dan faktor pendorong yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan dalam domain kognitif. Sumber pengetahuan diperoleh manusia lewat kemampuan berfikir rasional dan melalui pengalaman yang konkrit yaitu berasal dari seminar, penyuluhan, pendidikan formal dan non formal. Kemudian nilai presentase yang diperoleh dimasukkan ke dalam standar kriteria obyektif (Arikunto, 2006), yaitu:

14

d. Baik

: jika skor total jawaban benar >75%

e. Cukup : jika skor total jawaban benar 60-75% f. Kurang : jika skor total jawaban benar <60%. g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo, (2006), terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya: 1) Faktor Internal a) Umur Menurut Notoatmodjo (2003), umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan. Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dalam penelitian ini umur dikategorikan menjadi tiga, yaitu kurang dari 20 tahun yang merupakan usia reproduksi awal, 20 sampai 35 tahun merupakan usia reproduksi sehat dan lebih dari 35 tahun merupakan usia reproduksi akhir (Hartanto, 2004). Umur kurang dari 20 tahun merupakan masa remaja

dimana mereka masih mencari identitas diri, pada umur ini banyak pengetahuan yang mereka dapatkan akan tetapi mereka belum bisa menyesuaikan diri dengan baik. Pada umur 20-35 tahun merupakan usia dewasa muda / masa reproduksi

15

sehat dimana mereka dapat memperoleh pengetahuan yang bermakna sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan, pada umur ini mereka sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan, keadaaan sekitar karena pada usia ini merupakan puncak pencapaian pengetahuan tentang kreatifitas, dan daya pikir (Widyastuti, 2007). Sedangkan pada umur lebih dari 35 tahun adalah usia dewasa tua atau masa mendekati premenopause dimana sistem kerja tubuh mulai berkurang atau menurun sehingga kemampuan berpikir dan daya kreatifitasnya pun berkurang (Hartanto, 2004). Pada umumnya usia lebih tua cenderung mempunyai pengalaman dalam hal yang berkaitan dengan pengetahuan dibandingkan dengan berusia muda, hal ini disebabkan

kurangnya pemahaman yang diakibatkan keadaan kondisi psikologis yang cenderung malu-malu sehingga

memungkinkan kurang menerima dan menyerap informasi. Umur Ibu peserta posyandu sangat berpengaruh terhadap keaktifan seorang ibu dalam memanfaatkan kegiatan di Posyandu, dimana semakin tua umur seorang peserta Posyandu maka kesiapan peserta Posyandu dalam

memanfaatkan Posyandu khususnya dalam pemanfaatan disaat berada di meja penyuluhan dapat berjalan dengan baik,

16

menjadi lebih berpengalaman, karena umur seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi kinerja, karena semakin lanjut umurnya, maka semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih berbakti daripada usia muda (Notoatmodjo, 2003). b) Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang sesuatu hal, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatau hal tersebut. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan. Artinya dia dapat mengadopsi informasi dengan cepat, dibandingkan dengan ibu-ibu yang berlatarbelakang

pendidikan rendah yang cenderung sulit untuk mengetahui atau mengikuti info yang tersedia dengan keterbatasan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Aliyah (MTs), atau bentuk lain

17

yang sederajat. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas berbentuk (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan Tinggi (PT) merupakan jenjang

pendidikan setelah pendidikan menengah yang tercakup program pendidikan diploma, sarjana magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi ( undangundang RI Nomor 20 tahun 2003) Bahwa pendidikan dapat menentukan pola dalam pengambilan keputusan tersebut sesuai dengan jenjang pendidikan formal (DepDikNas, 2000) yang dimiliki oleh ibu peserta posyandu, yaitu: i. Sekolah Dasar (SD/MI) dan pendidikan yang sederajat. Pada kelompok ini dalam keaktifannya di posyandu cenderung dipengaruhi oleh orang lain atau lingkungan bukan atas pengetahuannya sendiri, apabila lingkungannya banyak yang rutin mengikuti kegiatan posyandu maka dia pun akan selalu datang ke posyandu. ii. Sekolah lanjutan Tingkat pertama (SLTP) dan pendidikan yang sederajat. Pada kelompok ini tidak jauh berbeda dengan yang berpendidikan SD, apabila lingkungannya banyak yang rutin mengikuti kegiatan posyandu maka dia pun akan selalu datang ke posyandu.

18

iii. Sekolah Menengah Umum (SMU/MA) dan pendidikan yang sederajat. Pada kelompok ini cara berpikirnya sudah lebih terbuka, sebelum memutuskan sesuatu biasanya mereka akan mencari informasi terlebih duhulu apakah hal itu merupakan hal yang terbaik atau tidak, termasuk dalam mengikuti program posyandu, biasanya mereka akan mencari informasi apa saja yang dilakukan di posyandu dan apa manfaatnya bagi mereka. iv. Perguruan Tinggi. Pada kelompok yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak mencari informasi lewat berbagai media atau berkonsultasi langsung ke dokter spesialis atau tenaga medis lainnya, sehingga ketika mereka mengikuti kegiatan posyandu mereka sudah melalui berbagai pertimbangan yang matang. c) Sumber Informasi Sumber informasi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang bermacam-macam misalnya diperoleh dari media massa seperti koran, majalah, baleho dan selebaran, media elektronik seperti radio, televisi (TV), DVD/VCD, dan internet, petugas kesehatan seperti perawat/mantri, bidan desa, dan dokter, dan kerabat dekat seperti keluarga, tetangga dan teman sejawat. Sedangkan sumber informasi yang paling baik adalah tenaga kesehatan karena lebih fokus pada pokok

19

permasalahan yang diteliti. Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. (Notoatmodjo, 2003). d) Sosial ekonomi Sosial ekonomi mempengaruhi pengetahuan dan perilaku seseorang dibidang kesehatan sehubungan dengan kesempatan memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi. Banyak wanita menengah dan golongan atas walaupun menjadi ibu dan pengatur rumah tangga tetapi tidak mau aktif, tergantung dan tidak berkorban secara tradisional (Erick dalam Nursalam, 2003). e) Pekerjaan Pekerjaan adalah suatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Semakin tinggi pendidikan dan derajat pekerjaannya maka semakin tinggi pula pengetahuannya. Kriteria pekerjaan antara lain : ibu rumah tangga, buruh, swasta, Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Notoatmodjo, 2003). 2) Faktor eksternal a) Faktor lingkungan Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. b) Sosial budaya

20

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi. 2. Vitamin A a. Pengertian Vitamin A Sesuai dengan namanya, vitamin A adalah vitamin yang pertama kali ditemukan diantara vitamin yang lainnya. Di awal tahun 1900-an diketahui bahwa ada substansi di dalam lemak hewan dan minyak ikan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan hewan yang masih muda. Para ilmuwan kemudian menjulukinya sebagai substansi zat larut lemak A karena terdapat pada lemak hewan atau animal. Di kemudian hari diperbaharui menjadi vitamin A (Nurasih, 2010). Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak, dan merupakan vitamin yang essensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup (Almatsier, 2003). Vitamin A adalah suatu zat gizi yang sangat penting bagi manusia, karena zat gizi ini tidak dibuat oleh tubuh, jadi harus dipenuhi dari luar tubuh berupa makanan yang dikonsumsi (Hassan, 2002). Vitamin A juga merupakan vitamin yang berfungsi bagi pertumbuhan sel sel

epitel, dan sebagai pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf dan mata. (Notoatmodjo, 2003) Vitamin adalah suatu zat senyawa kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita yang berfungsi untuk mambantu pengaturan atau proses kegiatan tubuh. Tanpa vitamin manusia,

21

hewan dan makhluk hidup lainnya tidak akan dapat melakukan aktifitas hidup dan kekurangan vitamin dapat memperbesar peluang tubuh kita terkena penyakit. Sumber vitamin A meliputi susu, ikan, sayuran berwarna hijau dan kuning, hati, buah-buahan warna merah dan kuning (cabe merah, wortel, pisang, pepaya, dan lain-lain); Penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan vitamin A meliputi rabun senja, katarak, infeksi saluran pernapasan, menurunnya daya tahan tubuh, kulit yang tidak sehat, dan lain-lain. (Notoatmodjo, 2003) Jenis vitamin berdasarkan kelarutannya di dalam air : 1) Vitamin yang larut di dalam air : Vitamin B dan Vitamin C 2) Vitamin yang tidak larut di dalam air : Vitamin A, D, E, dan K atau disingkat Vitamin ADEK. b. Manfaat Vitamin A 1) Penglihatan Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila kita berada di cahaya terang kemudian memasuki ruangan yang remang-remang, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya terang. Hal ini berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia di dalam darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja. Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu disebabkan karena kekurangan vitamin A.

22

Menurut Nurasih (2010), manfaat vitamin A terutama mempunyai peran yang berhubungan dengan kemampuan mata untuk bisa melihat dalam keadaan gelap. Metabolisme vitamin A dikombinasi dengan beberapa protein tertentu akan membuat pigmen visual yang membantu mata dalam mengatur penglihatan dari kondisi terang (banyak cahaya) ke cahaya temaram. Proses tersebut membutuhkan banyak support dari vitamin A. Jika vitamin A tidak terpenuhi maka rabun senja akan menjadi jackpotnya. 2) Pertumbuhan dan Perkembangan Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat. 3) Reproduksi Pembentukan sperma pada hewan jantan serta

pembentukan sel telur dan perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan. Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel

23

dan kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga akan berpengaruh dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kandung kemih. 4) Fungsi Kekebalan Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia. Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh seseorang (Almatsier, 2003). Nurasih (2010) menambahkan bahwa Vitamin A secara normal disimpan dalam hati yang berfungsi penting dalam sistem kekebalan tubuh. Bila pertahanan tubuh rusak karena kekurangan vitamin A maka anak akan menjadi lebih rentan terhadap infeksi dan jika telah mengalami infeksi maka kondisinya akan menjadi lebih berat. 5) Melindungi keutuhan sel epitel kulit. Menjaga kulit dan selaput membran sehat. Membran sehat akan tetapi basah (lembab) dan tahan terhadap serangan yang bersifat merusak. Kelembaban akan mencegah bakteri dan virus untuk mendarat dan menginfeksi tubuh kita. Sel yang sehat juga lebih tahan terhadap serangan cacar, bahkan kanker. 6) Melindungi mulut bagian dalam 7) Menjaga sistem pencernaan 8) Menjaga sistem pernafasan

24

9) Mencegah stroke Menurut Nurasih (2010), asupan vitamin A bisa mencegah penyakit stroke jika dikonsumsi cukup. Memakan cukup buahbuahan dan sayur-sayuran adalah pertahanan yang bagus untuk melawan stroke dan komplikasinya c. Sumber-Sumber Vitamin A Vitamin A yaitu karoten terdapat dalam berbagai macam makanan, seperti daging merah hati, susu, full cream, keju, mentega merupakan makanan yang tinggi retinol. Sayur dan buah-buahan berwarna hijau dan kuning seperti wortel, sayur hijau seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka masak, jeruk, buah pir, alpokat dan minyak sayur, yaitu minyak kelapa sawit yang berwarna merah merupakan makanan yang tinggi karoten (Hidayat, 2005). Vitamin A terdapat baik dalam makanan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan. Vitamin ini diproduksi dari dua senyawa yang berbeda, di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A. Dalam sumber makanan hewani, vitamin A tersedia dalam bentuk retinol, sedangkan dalam sumber makanan tumbuhan dalam bentuk karoten. Dari sumber tumbuhan, sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan pembawa vitamin A terbanyak. Sebagian besar makanan yang mengandung vitamin A adalah yang berwarna cerah (meskipun tidak semua makanan yang berwarna cerah mengandung vitamin A). Sayuran yang kaya akan vitamin A adalah wortel, ubi, labu kuning,

25

bayam, dan melon. Susu murni, keju mentega, margarin, susu skim, dan telor juga mengandung vitamin A. Selain itu ternyata daun singkong juga mengandung vitamin A yang tinggi. Hati adalah sumber vitamin A, tetapi para ahli menyarankan agar mengonsumsinya cukup sekali atau dua kali dalam sebulan dengan mempertimbangkan kandungan racun yang terdapat dalam hati. Namun, patut diingat kebanyakan sumber vitamin A tersebut kecuali susu skim juga mengandung lemak tinggi juga kolesterol tinggi (kecuali margarin). Selain hati, kuning telor, keju, susu murni, mentega, susu skim dan margarin, minyak buah merah dan minyak hati ikan juga tak kalah kaya dengan vitamin A. Satu sendok minyak hati ikan cod mengandung lebih dari 12.000 international unit (IU) dua kali lebih banyak dari yang dibutuhkan orang dewasa dalam sehari (Nurasih, 2010). Tingginya kandungan lemak dan kolesterol yang terdapat pada makanan sumber vitamin overdosis. A membuatnya itu sangat disarankan potensial tidak

mengakibatkan

Untuk

mengonsumsinya terlalu banyak, asal cukup memenuhi kebutuhan vitamin A yang dibutuhkan saja. Ada baiknya asupan vitamin A terdiri dari retinol (dari hewan) dan separuh karotin (dari tumbuhan) (Nurasih, 2010). d. Kebutuhan Vitamin A Pemenuhan kebutuhan vitamin A sangat penting untuk pemeliharaan kelangsungan hidup secara normal. Kebutuhan tubuh

26

akan vitamin A untuk orang Indonesia telah dibahas dan ditetapkan dalam Widyakarya Nasional pangan dan Gizi (2007) dengan mempertimbangkan faktor-faktor khas dari kesehatan tubuh orang Indonesia. Tabel 2.1 Daftar Kecukupan Vitamin A Golongan Umur Kebutuhan Vitamin A (RE) Bayi 0 6 bulan 350 7 12 bulan 350 Balita 1 3 tahun 350 4 6 tahun 460 7 9 tahun 400 Pria 10 12 tahun 500 13 15 tahun 600 16 19 tahun 700 20 45 tahun 700 46 59 tahun 700 >60 tahun 600 Wanita 10 12 tahun 500 13 15 tahun 1 500 6 19 tahun 500 20 45 tahun 500 46 59 tahun 500 >60 tahun 500 Hamil Menyusui + 200 0 6 bulan + 350 7 12 bulan + 300 Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2007). e. Akibat Kekurangan Vitamin A Vitamin A juga berperan sebagai antioksidan yang mampu menyingkirkan radikal bebas yang terdapat di dalam membran lemak menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Penyebab primer adalah kekurangan vitamin A dan pembentukan vitamin A dalam pengaturan makanan sehari-hari. Penyebab sekundernya adalah terjadinya

27

kegagalan dalam penggunaan vitamin A (Almatsier, 2003). Penyakit yang timbul akibat kekurangan vitamin A adalah Xeropthalmia yaitu keadaan selaput ikat mata yang kering akibat kekurangan vitamin A (Notoadmojo, 2003). Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua. Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga. Biasanya diobati gangguan protein kalori mal nutrisi dengan menambah vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi. Kekurangan vitamin A banyak ditemukan dibeberapa daerah seperti asia tenggara (Indonesia salah satunya) (Nurasih 2010). Tanda dan Gejala Kekurangan Vitamin A menghambat pengangkutan vitamin A. Kulit dan lapisan paru-paru, usus, dan saluran kemih bisa mengeras. Katarak dan penurunan daya tahan tubuh mengintai jika asupan vitamin A dalam tubuh berkurang. Kekurangan vitamin A sering terjadi pada anak balita. Gangguan pada mata dapat terjadi dalam beberapa tahap, tergantung berat ringannya defisiensi vitamin A, terganggunya kemampuan untuk beradaptasi dan melihat dalam kondisi gelap, hingga akhirnya mengalami kebutaan. Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan vitamin A. kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi

28

kornea dengan tanda pemburaman. Pelapisan sel epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan bisa pecah yang menyebabkan kebutaan total. Beberapa tanda dan gejala lain jika kekurangan

vitamin A adalah kelelahan yang sangat, anemia, kulit menjadi kering, gatal dan kasar. Pada rambut dapat terjadi kekeringan dan gangguan pertumbuhan rambut dan kuku (Almatsier, 2003). Menurut Nurasih (2010), Gejala awal kekurangan vitamin A biasanya adalah rabun senja. Jika dibiarkan berlanjut maka akan timbul pengendapan berbusa (bintik bitot) dalam bagian putih mata (sklera) dan kornea bisa mengeras lalu terbentuk jaringan parut, umumnya disebut gejala penyakit xeroftalmia yang bisa menyebabkan kebutaan permanen. Kekurangan vitamin A adalah penyebab utama kebutaan di dunia. Anak-anak dengan xeroftalmia ringan mempunyai risiko lebih tinggi sebesar 2 - 3 kali untuk menderita penyakit infeksi saluran pernafasan dan diare, serta 3 6 kali untuk risiko kematian. Kekurangan vitamin A juga menyebabkan peradangan kulit (dermatitis) dan menyebabkan kemungkinan terkena infeksi. Beberapa penderita bahkan bisa mengalami anemia (Nurasih, 2010). Pencegahan dan pengobatan di kutip berdasarkan keterangan dari brosur suplementasi vitamin A kapsul yang terdiri dari: 1) Kapsul vitamin A berwarna biru (100.000 IU) Tiap kapsul mengandung vitamin A palmitat 1,7 juta IU 64.7059 mg (setara dengan vitamin A 100.000 IU) dengan dosis

29

a) Pencegahan bayi umur 6 bulan 11 bulan : 1 kapsul b) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia : Saat ditemukan segera beri 1 kapsul, Hari berikutnya 1 kapsul, 4 minggu berikutnya 1 kapsul c) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi lainnya diberi 1 kapsul. 2) Kapsul vitamin A berwarna merah (200.000 IU) Tiap kapsul vitamin A mengandung palmitat 1,7 juta IU 129.5298 mg (setara dengan vitamin A 200.000 IU) dengan dosis : a) Pencegahan bayi umur 1 tahun 3 tahun : 1 kapsul b) Bayi dengan tanda klinis xerofthalmia : Saat ditemukan segera beri 1 kapsul, Hari berikutnya 1 kapsul, 4 minggu berikutnya 1 kapsul. c) Bayi dengan campak, pneumonia, diare, gizi buruk dan infeksi dan infeksi lainnya diberi 1 kapsul ( Siswono, 2004 ). f. Efek Samping dari Penggunaan Vitamin A yang Berlebihan Pemberian vitamin A dengan dosis yang terlalu tinggi dan terjadi dalam waktu yang lama dapat menjadi toksin (racun) bagi tubuh. Hipervitaminosis A banyak dijumpai pada anak-anak dengan tandatanda cengeng, bengkak disekitar tulang-tulang yang panjang, kulit kering dan gatal. Hipervitaminosis A dapat terjadi dalam 2 tingkat : 1) Hipervitaminosis A akut, yaitu jika anak usia 1 tahun 5 tahun mengkonsumsi lebih tinggi (300.000 IU) dosis tunggal, mungkin

30

akan menderita mual, sakit kepala dan anoreksia (tidak nafsu makan). Penonjolan ubun-ubun juga dapat terjadi pada balita < 1 tahun dan akan hilang dalam waktu 1 hari 2 hari. Terjadi akibat pemberian dosis tunggal vitamin A yang sangat besar atau pemberian berulang dosis tunggal yang lebih kecil tetapi masih termasuk dosis besar karena di konsumsi dalam periode 1 hari 2 hari; Pengobatannya dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dan pengobatan simptomatis. 2) Hipervitaminosis mengkonsumsi A kronis, yaitu jika bayi dan balita

> 25.000 IU tiap hari selama > 3 bulan atau

beberapa tahun baik yang berasal dari makanan maupun dari pemberian vitamin A dosis tinggi. Biasanya hanya terjadi pada orang dewasa. Pada anak usia muda dan bayi biasanya dapat menyebabkan anoreksia, kulit kering, gatal-gatal serta kemerahan di kulit, peningkatan intracranial, bibir pecah-pecah, tungkai dan lengan lemah dan bengkak; Pengobatannya sama dengan hipervitaminosis A akut. Nurasih (2010) menambahkan akibat dari Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan keracunan, baik itu terjadi dari satu kali pemberian (keracunan akut) ataupun dalam jangka waktu yang lama (keracunan kronis).

31

a) Keracunan akut : Keracunan akut bisa mengakibatkan seseorang mengantuk, mudah tersinggung, sakit kepala, dan muntah akibat

mengonsumsi vitamin A yang terlalu banyak. Tablet yang mengandung vitamin A sebanyak 20 kali dosis harian yang dianjurkan, yang digunakan untuk pencegahan dan

meringankan penyakit kulit, kadang menyebabkan gejala serupa. b) Keracunan kronis : Keracunan vitamin A dapat terjadi pada bayi dalam beberapa minggu. Keracuanan kronis pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa biasanya merupakan akibat dari mengonsumsi vitamin A dosis tinggi (10 kali dosis harian yang dianjurkan) selama berbulan-bulan. Gejala awal dari keracunan kronis adalah: a) Rambut yang jarang dan kasar b) Kerontokan pada sebagian bulu mata c) Bibir yang pecah-pecah d) Kulit yang kering dan kasar Sakit kepala hebat, peningkatan tekanan dalam otak, dan kelemahan umum terjadi kemudian. Pertumbuhan tulang dan nyeri sendi juga sering terjadi terutama pada anak-anak. Diagnosis keracunan vitamin A ditegakkan berdasarkan gejala

32

dan tingginya kadar vitamin A dalam darah. Gejala akan menghilang dalam empat minggu setelah penghentian pemakaian vitamin A tambahan. g. Jadwal dan Waktu Pemberian Dosis Vitamin A Anak-anak yang mengalami gizi kurang mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami kebutaan sehubungan dengan defisiensi vitamin A, karena alasan ini vitamin A dosis tinggi harus diberikan secara rutin untuk semua anak yang mengalami gizi kurang pada hari pertama, kecuali bila dosis yang sama telah diberikan pada bulan yang lalu. Dosis tersebut adalah sebagai berikut: 50.000 IU untuk bayi berusia < 6 bulan, 100.000 IU untuk bayi berumur 6 - 12 bulan , dan 200.000 IU untuk anak berusia > 12 bulan. Pemberian vitamin A biasanya dilakukan melalui kegiatan Posyandu pada waktu yang sudah ditentukan oleh Program pemerintah yaitu bulan Februari dan Agustus, sasaran dari kegiatan posyandu tersebut adalah anak dengan umur 1 5 tahun. Jika terdapat tanda klinis dari defisiensi vitamin A (seperti rabun senja, xerosis konjungtiva dengan bitots spot, xerosis kornea atau ulceration, atau ketomalasia) maka dosis yang tinggi harus diberikan untuk dua hari pertama diikuti dosis ketiga sekurang-kurangnya 2 minggu kemudian (Arisman, 2004).

33

h. Risiko Kehilangan Vitamin A saat Pengolahan Makanan Vitamin A tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali (kondisi basa), tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi. Pada cara memasak yang biasa tidak banyak vitamin A yang hilang. Namun, suhu tinggi saat menggoreng dapat merusak vitamin ini, demikian juga jika kita menggoreng dengan minyak yang tengik (akan terjadi oksidasi). Pengeringan buah di bawah sinar matahari dan cara dihidrasi (pengeringan atau menghilangkan kadar air di dalamnya) lain menyebabkan hilangnya sebagian vitamin A (Nurasih, 2010). Produk-produk hewani seperti daging atau telur sebaiknya dimasak sampai matang, karena kondisi setengah matang atau kurang matang akan menimbulkan ancaman keamanan pangan. Telur mentah atau setengah matang misalnya, mengandung zat antigizi (avidin) yang menghambat penyerapan vitamin A. Buah-buahan yang dibekukan juga akan mengalami penyusutan vitamin A sekitar 30% apabila buah dikalengkan, penyusutan vitaminnya bisa 2 3 kali lebih banyak (Nurasih, 2010). 3. Balita Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa Anak merupakan pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun), hingga remaja (11-18 tahun). Pada anak

34

terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam berkembang anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping, dan perilaku sosial (Hidayat, 2005). Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan (tidak menangis) (Hidayat, 2005). Respons emosi terhadap penyakit sangat bervariasi tergantung pada usia dan pencapaian tugas perkembangan anak. Seperti pada masa bayi mempunyai respons emosi yang berbeda dalam menghadapi masalah seperti perpisahan dengan orang tua, maka respon anak akan menangis, berteriak, menarik diri, dan menyerah pada situasi yaitu diam. Apabila tubuh merasakan nyeri, reaksi yang akan dialami pada si anak adalah menangis dan reaksi tubuh untuk immobilitas (tidak mau bergerak sama sekali) (Hidayat, 2005). Masa balita mempunyai respons emosi terhadap penyakit atau situasi yang tidak menyenangkan, akan terjadi reaksi seperti menangis sambil mencari ibunya, berhenti bicara, kehilangan ketrampilan baru yang dimilkinya. Apabila terjadi perubahan rutinitas dan ritual dalam dirinya maka anak akan mempunyai reaksi seperti menyerang dan menunjukkan tingkah laku protes (Hidayat, 2005).

35

B. KERANGKA TEORI Kerangka teori pada dasarnya adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (Arikunto, 2006). Pengetahuan ibu mengenai vitamin A Vitamin A Pengetian Vitamin A : vitamin larut dalam lemak, yang esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup Manfaat Vitamin A : Penglihatan,Pertumbuhan dan Perkembangan, Reproduksi, Fungsi Kekebalan Sumber-sumber Vitamin A: Daging merah hati, susu, keju, mentega, sayuran hijau, kuning telur dsb Kebutuhan vitamin A : pada bayi dan balita umur 0-9 tahun 350-400 RE, pria umur 10 - >60 tahun 500-600 RE, wanita umur 10-12 500 RE, ibu hamil menyusui membutuhkan tambahan 200 RE, 0-6 bulan kehamilan 0-6 bulan +350 RE, 7-12 bulan kehamilan +300 RE Akibat Kekurangan Vitamin A: Kekurangan vitamin A Gangguan pada xerophthalmia, kebutaan, katarak, penurunan daya tahan tubuh, kulit kering, anemia. Kelebihan vitamin A : keracunan akut, dan keracunan kronik Jadwal dan waktu pemberian vitamin A Cara pengolahan makanan sumber vitamin A

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu Faktor yang mempengaruhi 1. Faktor internal a. Tingkat Pendidikan b. Umur c. Informasi d. Pekerjaan e. Sosial ekonomi 2. Faktor eksternal a. Lingkungan b. Sosial budaya Tingkatan Pengetahuan : 1. Tahu (Know) 2. Memahami (Comprehension) 3. Aplikasi (Aplication) 4. Analisis (Analisis) 5. Sintesis (Synthesis) 6. Evaluasi (Evaluation)

Bagan 2.1 Kerangka Teori (Sumber : modifikasi Almatsier 2003, Notoatmodjo 2003, dan Nurasih 2010)

36

C. KERANGKA KONSEP Kerangka konsep merupakan model koseptual yang berkaitan dengan bagaimana peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2007). Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Faktor yang mempengaruhi pengetahuan: 1. Umur 2. Pendidikan 3. Sumber informasi Pengetahuan ibu tentang Vitamin A : 1. Pengertian vitamin A 2. Manfaat vitamin A 3. Sumber-sumber Vitamin A 4. Akibat kekurangan vitamin A 5. Akibat kelebihan vitamin A 6. Jadwal dan waktu pemberian vitamin A 7. Cara pengolahan makanan sumber vitamin A

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

37

BAB III METODE PENELITIAN

A. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif yaitu

suatu metode pendekatan penelitian untuk memperoleh gambaran dan hasilnya ditunjukan dalam jumlah angka. Deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angka-angka yang diperoleh dari hasil pengukuran (Notoatmodjo, 2003). Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A. Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan one shot yaitu model pendekatan yang menggunakan satu kali pengumpulan data pada suatu saat (Arikunto, 2010). Data penelitian dikumpulkan pada satu waktu yaitu dikumpulkannya kelompok yang menjadi responden yang ada pada saat dilaksanakan posyandu di Margosari II pada tanggal 06 Juli 2011 lalu diminta mengisi kuesioner dan surat pernyataan menjadi responden., sedangkan pengambilan data pada responden yang tidak hadir pada saat posyandu dilaksanakan satu kali kunjungan rumah pada hari berikutnya yaitu tanggal 07 Juli 2011 dan diminta mengisi kuesioner dan surat pernyataan menjadi responden.

37

38

B. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi Menurut Notoatmodjo (2005), populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki anak umur 0-5 tahun di Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran II Kabupaten Banyumas pada tanggal 06 10 Juli 2011. Adapun jumlah populasi ibu adalah 110 orang. 2. Sampel Sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi adalah sampel (Notoatmodjo, 2002). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling (acak sederhana). Menurut Sugiyono (2010), purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan cirri ata siafat-sifat yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002). Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling

dimaksudkan bahwa setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi menjadi sampel. Mula mula peneliti mengidentifikasi semua krakteristik populasi dengan mengadakan studi pendahuluan/dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi kemudian peneliti menetapkan sampel berdasarkan pertimbangannya, sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian diambil dengan menggunakan rumus, sehingga teknik

39

pengambilan sampel secara purposive ini didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri. Pada saat dilaksanakan penelitian di Posyandu Margosari II responden yang datang kurang dari sampel yang dibutuhkan yaitu 86 responden, yang datang hanya sejumlah 60 responden, untuk melengkapi jumlah sampel yang dibutuhkan maka peneliti melakukan kunjungan rumah berdasarkan kepada responden yang dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti, yaitu jarak rumah responden yang dekat dengan rumah kader, responden yang pada saat dilakukan kunjungan rumah berada di rumah, responden bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, dan responden yang bisa membaca dan menulis. Bila dikehendaki derajat kepercayaan sampel terhadap populasi 95% dengan tingkat kepercayaan 0,05 dan populasi penelitian lebih kecil dari 10.000 maka ketepatan atau besarnya sampel perlu diperhitungkan. Adapun formula pengambilan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut :
n N 1 N (d 2 )

110 1 110 (0,05 2 )

110 1 0,275

n 86,27

n 86

40

Keterangan : N = Besar Populasi n = Besar sampel d = Tingkat Kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (Sumber : Notoatmodjo, 2005) Jadi, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 86 orang ibu. a. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target dan jangkauan yang diteliti (Nursalam, 2003). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun. 2) Ibu yang bersedia menjadi responden. 3) Ibu yang berdomisili di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. 4) Ibu yang datang ke posyandu, jika tidak datang maka peneliti akan akan melakukan kunjungan rumah. b. Kriteria eksklusi berarti menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2003). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Ibu yang tidak ada di tempat saat dilakukan penelitian. 2) Ibu yang tidak mampu membaca dan menulis. 3) Ibu yang anaknya sedang sakit.

41

C. JENIS DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambil data, langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari (Saryono, 2009). Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui pembagian kuesioner kepada responden. b. Data Sekunder Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya (Saryono, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Purwokerto, data distribusi vitamin A dan daftar posyandu Desa Ledug yang diperoleh dari Puskesmas Kembaran II, daftar nama peserta posyandu Margosari II di peroleh dari ketua kader posyandu Margosari II. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data pertama di Puskesmas Kembaran II kemudian peneliti menentukan tempat penelitian di Posyandu Margosari II, di Posyandu Margosari II peneliti mendapatkan data tentang jumlah peserta posyandu. Setelah itu peneliti menentukan sampel berdasarkan populasi yang didapatkan. Pada tanggal 06 Juli 2011 peneliti melakukan penelitian dengan membagikan lembar

42

kuesioner sesuai jadwal pelaksanaan posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Kuesioner dibagikan kepada ibu yang memiliki anak umur 0-5 tahun yang mengikuti kegiatan Posyandu pada waktu itu. Pada penelitian ini, kuesioner dibagikan kepada responden setelah responden diberi penjelasan cara pengisian dan mengisi lembar persetujuan menjadi responden. Responden diberi batas waktu untuk mengisi kuesioner dan setelah jawaban terisi semua, kuesioner dikumpulkan kembali kepada peneliti. Responden yang hadir pada waktu posyandu berjumlah 60 orang. Sisa responden yang dibutuhkan sebagai sampel adalah 26 orang. Pada waktu dilaksanakan penelitian banyak peserta posyandu yang tidak hadir. Untuk mencukupi jumlah sampel yang dibutuhkan maka peneliti melakukan kunjungan rumah kepada ibu peserta yang tidak hadir dengan dibantu oleh kader yang menunjukkan alamat rumah responden. Responden melakukan pengisian kuesioner setelah diberi penjelasan cara pengisian dan mengisi lembar persetujuan menjadi responden. Pengisian kuesioner dilakukan dirumah responden sendiri dan didampingi oleh peneliti serta satu orang kader.

D. VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 1. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah atribut dari subjek atau objek yang akan diteliti, bervariasi antara satu subjek atau subjek yang satu dengan yang

43

lain dan merupakan anggota sebuah konsep (Arikunto, 2006). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A meliputi umur, pendidikan ibu, dan sumber informasi. 2. Definisi Operasional Definisi Operasional variabel merupakan pedoman bagi peneliti untuk mengukur / memanipulasi data variabel dan penelitian, sehingga perbedaan

memudahkan

pengumpulan

menghindarkan

interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel (Saryono, 2009). Tabel 3.1 Tabel Definisi Operasional No Variabel 1. Pengeta huan tentang vitamin A Definisi Operasional Kemampuan responden yang mempunyai anak umur 0-5 tahun yang mampu menjawab isi kuesioner pada saat penelitian tentang vitamin A meliputi pengertian vitamin A, manfaat vitamin A, sumber vitamin A, tanda dan gejala kekurangan vitamin A, dampak kekurangan vitamin A, dampak kelebihan vitamin A, waktu pemberian vitamin A, dan cara pengolahan makanan sumber vitamin A Lamanya hidup responden dihitung dari sejak lahir sampai dilakukan penelitian Parameter Baik (> 75 %) Cukup (60 % - 75 %) Kurang (< 60 %) Skala Ordinal

2.

Umur

3.

Pendidikan Jenjang pendidikan yang terakhir ibu ditempuh oleh responden dalam memperoleh ijasah terakhir sebagai bukti kelulusan pada saat dilakukan penelitian

Remaja : < 20 tahun Ordinal Dewasa muda : 20-35 tahun Dewasa tua : > 35 tahun Pendidikan dasar Ordinal (SD/MI atau SMP/MTS) Pendidikan menengah atas (SMA/SMK/MA)

44

Sumber informasi

Sumber informasi yang pertama kali diketahui responden mengenai vitamin A

Pendidikan Tinggi Diploma/Sarjana/Magist er/Doktor/Spesialis) Media massa (koran, majalah, baleho, dan selebaran) Media elektronik (radio, TV, DVD/VCD, internet) Tenaga kesehatan (perawat/mantra, bidan desa, dan dokter) Kerabat dekat (keluarga, tetangga, dan teman sejawat)

Nominal

E. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket pertanyaan (kuesioner) yang diujicobakan pada populasi. Bentuk kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk pertanyaan tertutup. Pertanyaan tertutup yaitu pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilihnya (Arikunto, 2006). Kuesioner yang akan dibagikan mempunyai 2 alternatif jawaban benar atau salah. Untuk pertanyaan yang bersifat positif jawab benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0 dimana responden memilih dua alternatif jawaban benar dinilai 1 ( satu ) dan untuk jawaban salah diberi nilai 0 ( nol ). Sedangkan untuk pertanyaan yang negatif jawaban benar diberi nilai 0 dan jawaban salah diberi nilai 1.

45

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner pengetahuan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Variabel Pengertian vitamin A Manfaat vitamin A Sumber vitamin A Tanda dan gejala kekurangan vitamin A Akibat kekurangan vitamin A Dampak kelebihan vitamin A Waktu pemberian vitamin A Cara mendapatkan vitamin A Jumlah Jumlah soal 5 7 6 6 6 5 5 5 45 No Soal 1-5 6-12 13-18 19-24 25-31 32-36 37-41 42-45 1-45 Pertanyaan (-) 3,5 6,9,11 13,15,18 22,23 26,27,28,30, 31 33,35 37,39,40 42,43 22 Pertanyaan (+) 1,2,4 7,8,10,12 14,16,17 19,20,21,24 25,29 32,34,36 38,41 44,45 23

Sebelum kuesioner diajukan pada responden dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terlebih dahulu. 1. Uji Validitas Validitas (kesahihan) adalah suatu pengukuran merujuk kepada suatu keasaan dimana alat ukur mengukur karakteristik yang diukur oleh penelitinya (Arikunto, 2006). Untuk mengetahui apakah kuesioner mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor tiap-tiap item dengan skor total kuesioner. Notoatmodjo (2005) menambahkan agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati normal, maka sebaiknya jumlah responden untuk uji coba paling sedikit 20 orang. Uji validitas telah dilakukan pada tanggal 16 23 Juni 2011 di wilayah Posyandu Margosari I Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas dengan alasan peserta Posyandu Margosari I

46

mempunyai karakteristik yang sama memiliki anak umur 0-5 tahun dan sesuai dengan lokasi penelitian yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Kembaran II, dan berlokasi di Desa Ledug. Jumlah ibu yang mempunyai anak umur 0-5 sebanyak 80 orang, dari keseluruhan populasi diambil sebanyak 20 orang ibu untuk menjadi responden ataau 25% dari popualsi. Pengambilan sampel dengan cara acak mendatangi rumah responden (door to door) yang bersedia menjadi responden pada saat dilakukan uji validitas tersebut. Teknik

pengumpulannya yaitu peneliti mendata jumlah peserta posyandu yang ada di Margosari I kemudian peneliti bekerjasama dengan kader Posyandu Margosari I untuk mencari informasi tentang rumah ibu peserta posyandu yang mempunyai anak umur 0-5 yang menjadi responden dalam uji validitas ini, kader membantu peneliti untuk menunjukkan rumah responden untuk mengisi kuesioner. Sebelum kuesioner diisi, peneliti menjelaskan cara pengisian dan meminta responden untuk mengisi surat persetujuan menjadi responden. Kuesioner dikumpulkan 3 hari setelahnya yaitu pada tanggal 19 Juni 2011. Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan bantuan SPSS V. 16 pada tanggal 20 Juni 2011. Pada tanggal 23 Juni 2011 data selesai diolah. Uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas internal, yaitu kesesuaian antara bagian-bagian instrument dengan instrument secara keseluruhan. Pengujian validitas internal ini dilakukan dengan analisa butir yaitu mengkorelasikan antara skor item instrument

47

dengan skor total. Rumus yang digunakan adalah rumus Pearson Product Moment (Arikunto, 2006). Adapun rumus yang digunakan untuk menguji validitas, yaitu :

N ( )( xy y x ) r ( xN N ( y N( x ) 2 2 )( 2 ) ) yN 2

Keterangan : r N X Y : Korelasi produk momen : Jumlah sampel : Skor variabel X : Skor variabel Y

XY : Skor variabel X dikalikan Y Uji validitas data ini telah dianalisa dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows Versi 16. Nilai r tabel yang digunakan adalah 0,444 dengan taraf signifikansi 0,05. Suatu butir akan dinyatakan valid apabila didapatkan Berdasarkan analisa didapatkan hasil bahwa dari jumlah soal 45 butir sebanyak 38 butir pertanyaan yang valid karena memiliki nilai korelasi yang positif dan nilai rhitung > rtabel (0,444), dan sebanyak 7 butir pertanyaan yang tidak valid karena rhitung < rtabel (0,444), yaitu soal nomor 2, 10, 29, 30, 37, 41, dan 45 dengan rhitung masing-masing, yaitu : 0.406, 0.405, 0.277, 0.404, 0.298, 0.330, dan 0.298 lebih kecil dari rtabel 0,444. Untuk 7 pertanyaan yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian.

48

2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Rumus koefisiensi realibilitas Alfa cronbach :

r 11

k
k 1

St 1
2

St

Keterangan : r k : reliabilitas instumen : banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal


2

St
St2

: jumlah varian butir : varian total (Notoatmodjo, 2002) Hasil penghitungan akan dibandingkan dengan table product

moment, jika ralpha < rtabel maka pernyataan tersebut tidak reliabel. Uji reliabilitas data kuesioner dihitung dengan menggunakan program SPSS for Windows Versi 16. Setelah dilakukan uji reliabilitas dengan program SPSS for Windows Versi 16 terhadap kuesioner pengetahuan disimpulkan bahwa kuesioner yang reliable ralpha (0,950) > rtabel (0,444), artinya kuesioner dapat dipercaya sebagai instrument penelitian sehingga dapat digunakan untuk melakukan pengambilan data pada penelitian ini.

49

F. LOKASI, WAKTU PENELITIAN, DAN WAKTU PENGAMBILAN DATA 1. Lokasi Lokasi penelitian dilaksanakan dari pertama pengambilan data di Puskesmas Kembaran II sampai Pengambilan data terakhir di Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. 2. Waktu Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 06 - 10 Juli 2011 3. Waktu Pengambilan Data Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan 22 Januari sampai penelitian dilaksanakan pada tanggal 06 Juli Tahun 2011.

G. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 1. Pengolahan Data Data yang telah diisi responden dikumpulkan, kemudian dikoreksi apakah jawaban telah diisi semua. Apabila telah terisi, selanjutnya dilakukan pengolahan data melalui langkah-langkah sebagai beikut: a. Editing Editing adalah memeriksa data hasil kuesioner yang terkumpul, dan memeriksa kelengkapan data serta memperbaiki kualitas dan menghilangkan keraguan data (Narbuko, 2005). Pada penelitian ini editing dilakukan dengan cara memeriksa hasil kuesioner yang telah disebarkan pada seluruh responden yang termasuk dalam sampel

50

penelitian, meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi dari setiap jawaban. b. Scoring Yang dimaksud dengan scoring adalah memberikan skor pada semua hasil jawaban kuesioner yang sudah terkumpul (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini, scoring dilakukan dengan cara memberikan nilai sebagai beikut; bentuk pertanyaan yang bersifat positif jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah diberi nilai 0 dimana responden memilih dua alternatif jawaban benar dinilai 1 ( satu ) dan untuk jawaban salah diberi nilai 0 ( nol ). Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif jawaban benar diberi nilai 0 dan jawaban salah diberi nilai 1. c. Tabulating Tabulating adalah pengelompokkan data dan memasukkan data tersebut kedalam sebuah tabel untuk meringkas data sesuai dengan masing-masing sifat yang dimiliki dan mudah dibaca (Arikunto, 2002). Pada penelitian ini hasil penilaian tersebut dimasukkan kedalam table distribusi frekuensi yang meliputi pengetahuan responden tentang vitamin A, umur responden, pendidikan terakhir responden, dan sumber informasi. 2. Analisis data Dalam penelitian ini menggunakan Analisis Univariat, yaitu menganalisis terhadap tiap variabel dari hasil penelitian yang telah

51

dilakukan (Sugiyono, 2006). Untuk mengukur pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A, penulis menggunakan rumus sebagai berikut: N = Sp x 100% Sm Keterangan: N Sp Sm : Tingkat pengetahuan : Jawaban benar : Jumlah item soal (Arikunto, 2006) Analisis data berdasarkan total prosentase pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II Desa Ledug Kecamatan Kembaran kemudian dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2006): a. b. c. Baik Cukup Kurang : jika jawaban benar >75% : jika jawaban benar 60%-75% : jika jawaban benar <60%

Kemudian dihitung untuk mengetahui frekuensi pengetahuan ibu berdasarkan umur, pendidikan terakhir, dan sumber informasi pertama kali yang diketahui responden tentang vitamin A dengan menggunakan rumus (Budiarto, 2002):

52

P = F x 100% N Keterangan : P F N : prosentase : jumlah frekuensi kejadian dari karakteristik : jumlah sampel

H. ETIKA PENELITIAN Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian berhubungan langsung dengan manusia. maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat, 2009).
1.

Informed consent Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

2.

Anonymity Anonimity merupakan masalah etika dalam penelitian dengan tidak memberikan .nama responden pada lembar alat ukur, hanya menuliskan kode pada lembar kuesioner.

3.

Confidentiality Confidentiality merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian. Semua informasi yang telah

dikumpulkan pada peneliti dijamin kerahasiaannya.

53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas dilaksanakan pada tanggal 06 10 Juli 2011. Jumlah ibu yang menjadi sampel sebanyak 86 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama atau perseorangan yaitu hasil pengisian kuesioner langsung kepada responden tanpa melalui pihak lain dengan hasil sebagai berikut. 1. Gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas pada bulan juli tahun 2011. Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) Baik ( > 75%) Cukup (60%-75%) Kurang ( < 60%) Total 12 42 32 86 14.0 48.8 37.2 100.0

53

54

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa pengetahuan ibu sebagian besar cukup sebanyak 42 responden (48,8%), berpengetahuan kurang sebanyak 32 responden (37,2%) dan berpengetahuan baik sebanyak 12 responden (14,0%). 2. Gambaran umur ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli tahun 2011. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 05 Tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Umur Frekuensi (F) Persentase (%) Remaja (< 20 tahun) Dewasa Muda (20-35 tahun) Dewasa Tua (> 35 tahun) Total 6 68 12 86 7.0 79.1 14.0 100.0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki umur 20-35 tahun atau dewasa muda yaitu sebanyak 68 responden (79,1%).

55

3. Gambaran Pendidikan Terakhir ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli tahun 2011. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Pendidikan Terakhir Frekuensi (F) Persentase (%) Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Perguruan Tinggi Total Berdasarkan tabel 4.2 63 22 1 86 73.3 25.6 1.2 100.0

dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden berpendidikan dasar yaitu sebanyak 63 responden (73,3%). 4. Gambaran Sumber Informasi yang pertama kali diketahui ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli tahun 2011. Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Sumber Informasi Frekuensi (F) Persentase (%) Media Massa Media Elektronik Tenaga Kesehatan Kerabat Dekat Total 5 18 56 7 86 5.8 20.9 65.1 8.1 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menggunakan sumber informasi dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 56 responden (65,1%).

56

5. Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Umur di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas periode Juli tahun 2011. Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Umur di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Pengetahuan Total Umur Responden Baik Cukup Kurang N % n % n % n % Remaja (< 20 tahun) Dewasa muda (20-35 tahun) Dewasa tua (> 35 tahun) Total 0 8 4 12 0,0 11,8 33,3 14,0 2 32 8 42 33,3 47,1 66,7 48,8 4 28 0 32 66,7 41,2 0,0 37,2 6 68 12 86 100,0 100,0 100,0 100,0

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa pengetahuan responden yang berumur < 20 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 4 responden (66,7%), responden yang berumur 20-35 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 32 responden (47,1%), responden yang berumur > 35 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (66,7%). 6. Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas periode Juli tahun 2011.

57

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Pengetahuan Cukup n % 28 44,4 14 63,6 8 66,7 42 48,8 Total n 63 22 1 86 % 100,0 100,0 100,0 100,0

Pendidikan Terakhir Pendidikan Dasar Pendidikan Menengah Perguruan Tinggi Total

Baik n 6 5 1 12 % 9,5 22,7 100 14,0

Kurang n % 29 46,0 3 13,6 0 0,0 32 37,2

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa pengetahuan responden berpendidikan dasar sebagian besar memiliki pengetahuan kurang baik

sebanyak 29 responden (46,0%), ibu yang berpendidikan menengah sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (63,6%), responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden (100,0%). 7. Gambaran Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Sumber Informasi di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas periode Juli tahun 2011.

58

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Tentang Vitamin A Berdasarkan Sumber Informasi di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011. Pengetahuan Cukup n % 0 0,0 8 44,4 31 55,4 3 42,9 42 48,8 Total n 5 18 56 7 86 % 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Sumber Informasi Media Massa Media Elektronik Tenaga Kesehatan Kerabat Dekat Total n 3 1 6 2 12

Baik % 60,0 5,6 10,7 28,6 14,0

Kurang n % 2 40,0 9 50,0 19 33,9 2 28,6 32 37,2

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa pengetahuan responde yang mendapatkan informasi melalui media massa sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 3 responden (60,0%), responden yang mendapatkan informasi melalui medis elektronik sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (50,0%), responden yang mendapatkan informasi melalui tenaga kesehatan sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 responden (55,4%), responden yang mendapatkan informasi melalui kerabat dekat memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 3 responden (42,9%). B. Pembahasan 1. Gambaran pengetahuan Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Bulan Juli Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A sebagian besar

59

pada kategori cukup yaitu sebanyak 42 responden (48,8%), dan sebagian kecil pada kategori baik sebanyak 12 responden (14,0%). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan dengan kategori cukupdan baik memiliki keaktifan dalam mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Posyandu Margosari II dan mampu menyerap ilmu yang disampaikan pada saat penyuluhan. Serta melalui berbagai interaksi dengan petugas kesehatan dan kader yang ada di Posyandu Margosari II. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh

Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, indera penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo,2003). Apabila penerimaan perilaku baru/adopsi perilaku melalui proses yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka,

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak di dasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2003). 2. Gambaran pengetahuan Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan umur di Posyandu Margosari II di Desa Ledug

60

Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Bulan Juli Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden yang berumur < 20 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan kurang

sebanyak 4 responden (66,7%), berpengetahuan cukup sebanyak 2 responden (33,3%,), berpengetahuan baik tidak ada. Responden yang

berumur antara 20 35 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 32 responden (47,1%), berpengetahuan baik sebanyak 8 responden (11,8%), berpengetahuan kurang (41,2%). sebanyak 28 responden

Responden yang berumur > 35 tahun sebagian besar memiliki

pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (66,7%), berpengetahuan baik 4 responden (33,3%), berpengetahuan kurang tidak ada. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan. Semakin tua umur seseorang maka pengalamannya akan semakin bertambah. Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian diatas bahwa umur ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun semakin tua maka akan cenderung diikuti oleh meningkatnya pengetahuan ibu, khususnya tentang vitamin A. Hal ini juga terkait dengan pengalaman ibu yang semakin banyak seiring dengan bertambahnya umur ibu. Menurut teori yang disampaikan oleh Wdyastuti (2007) bahwa Umur kurang dari 20 tahun merupakan masa remaja dimana mereka

masih mencari identitas diri, pada umur ini banyak pengetahuan yang mereka dapatkan akan tetapi mereka belum bisa menyesuaikan diri dengan

61

baik. Pada umur 20-35 tahun merupakan usia dewasa muda / masa reproduksi sehat dimana mereka dapat memperoleh pengetahuan yang bermakna sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan, pada umur ini mereka sudah dapat beradaptasi dengan lingkungan, keadaaan sekitar

karena pada usia ini merupakan puncak pencapaian pengetahuan tentang kreatifitas, dan daya pikir (Widyastuti, 2007). Hartanto (2004) menambahkan bahwa pada umur lebih dari 35 tahun adalah usia dewasa tua atau masa mendekati premenopause dimana sistem kerja tubuh mulai berkurang atau menurun sehingga kemampuan berpikir dan daya kreatifitasnya pun berkurang (Hartanto, 2004). Pendapat Notoatmodjo (2003) juga menyatakan bahwa semakin tinggi usia seseorang, maka orang tersebut akan selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan dalam hidup yang salah satunya menjaga kelangsungan hidup. Namun dari usaha tersebut terkadang yang terjadi adalah sebaliknya. Hal ini di karenakan masingmasing individu akan berbeda dalam berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan tingkat pengetahuan yang berbeda pula. 3. Gambaran pengetahuan Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan pendidikan terakhir di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Bulan Juli Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan

responden yang berpendidikan dasar sebagian besar memiliki pengetahuan kurang baik yaitu sebanyak 29 responden (46,0%), berpengetahuan

62

cukup sebanyak 28 responden (44,4%), berpengetahuan baik sebanyak 6 responden (9,5%). Responden yang berpendidikan menengah sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (63,6%), berpengetahun baik sebanyak 5 responden (22,7%), berpengetahuan kurang sebanyak 3 responden (13,6%). Responden yang berpendidikan

Perguruan Tinggi sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden (100,0%), responden dengan pengetahuan cukupdan Kurang tidak ada. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendidikan terakhir berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki individu maka akan semakin mudah individu tersebut menyerap ilmu yang diterimanya sehingga mampu merubah perilaku individu tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa faktor pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang sesuatu hal, sebab dengan pendidikan seseorang dapat lebih mengetahui sesuatau hal tersebut. Seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah menerima informasi yang disampaikan oleh tenaga kesehatan. Artinya dia dapat mengadopsi informasi dengan cepat, dibandingkan dengan ibu-ibu yang berlatarbelakang pendidikan rendah yang cenderung sulit untuk mengetahui atau mengikuti info yang tersedia dengan keterbatasan pengetahuan Berdasarkan Undang Undang RI No. 20 tahun 2003

63

menyebutkan bahwa jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Aliyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas berbentuk (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan Tinggi (PT) merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang tercakup program pendidikan diploma, sarjana magister, spesialis, dan doctor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi 4. Gambaran pengetahuan Ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan sumber informasi di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas Bulan Juli Tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan responden yang mendapatkan informasi melalui media massa sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 3 responden (60,0%), berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 2 responden (40,0%),

berpengetahuan cukuptidak ada. Responden yang mendapatkan informasi melalui media elektronik sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (50,0%), berpengetahuan cukup yaitu sebanyak 8 responden (44,4%), berpengetahuan baik yaitu sebanyak 1

64

responden (5,6%). Responden yang mendapatkan informasi melalui tenaga kesehatan sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 responden (55,4%), berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 19 responden (33,9%), berpengetahuan baik yaitu sebanyak 6 responden (10,7%). Responden yang mendapatkan informasi melalui kerabat dekat sebagian besar memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 3 responden (42,9%), berpengetahuan baik yaitu sebanyak 2 responden (28,6%), berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 2 responden (28,6%). Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Hal di atas menunjukan bahwa sebagian besar ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun yang pertama kali mengetahui informasi tentang vitamin A dari tenaga kesehatan memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 responden (55,4%). Disamping itu, faktor pengalaman yang dimiliki responden dalam pergaulan atau interaksi sosial yang berlangsung sehari-harinya dengan kerabat dekat dan teman sejawat mereka, sehingga memudahkan ibu mendapatkan informasi yang lebih jelas dan bisa diterima dengan mudah sesuai dengan kemampuan mereka. Sedangkan responden yang mendapatkan informasi dari media elektronik sebagian besar memiliki pengetahun kurang. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa sumber informasi seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang bermacam-

65

macam misalnya diperoleh dari media massa seperti koran, majalah, baleho dan selebaran, media elektronik seperti radio, televisi (TV), DVD/VCD, dan internet, petugas kesehatan seperti perawat/mantri, bidan desa, dan dokter, dan kerabat dekat seperti keluarga, tetangga dan teman sejawat. Sedangkan sumber informasi yang paling baik adalah tenaga kesehatan karena lebih fokus pada pokok permasalahan yang diteliti.

66

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011 sebagian besar pada kategori cukup yaitu

sebanyak 42 responden (48,8%). 2. Pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan umur di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011 diketahui bahwa ibu

yang berumur < 20 tahun sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang yaitu sebanyak 4 responden (66,7%), ibu yang berumur 20-35 sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 32 tahun

responden

(47,1%), ibu yang berumur > 35 tahun sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 8 responden (66,7%). 3. Pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan pendidikan terakhir di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011 diketahui bahwa pengetahuan ibu berpendidikan dasar sebagian besar memiliki pengetahuan kurang sebanyak 29 responden (46,0%), ibu yang

66

67

berpendidikan menengah sebagian besar memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 responden (63,6%), ibu yang berpendidikan Perguruan Tinggi sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebanyak 1 responden (100,0%). 4. Pengetahuan ibu yang mempunyai anak umur 0-5 tahun tentang vitamin A berdasarkan umur di Posyandu Margosari II di Desa Ledug Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas bulan Juli 2011 diketahui bahwa pengetahuan ibu yang mendapatkan informasi melalui media massa sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 3 responden (60,0%), ibu yang mendapatkan informasi melalui medis elektronik sebagian besar memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 9 responden (50,0%), ibu yang mendapatkan informasi melalui tenaga kesehatan sebagian besar memiliki pengetahuan cukup yaitu sebanyak 31 responden (55,4%), ibu yang mendapatkan informasi melalui kerabat dekat memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 3 responden (42,9%).

B. SARAN 1. Bagi Ibu yang Mempunyai Anak Umur 0-5 Tahun Ibu diharapkan perlu meningkatkan pengetahuannya tentang vitamin A sehingga dapat mendorong ibu untuk memberikan asupan vitamin A kepada anaknya, baik yang berasal dari petugas kesehatan atau sumber-sumber makanan yang mengandung vitamin A secara teratur.

68

2. Bagi institusi pesndidikan Diharapkan hasil penelitian ini dipublikasikan sebagai referensi ilmiah yang dapat dimanfaatkan bagi pihak yang berkepentingan. 3. Bagi pelayanan kesehatan Diharapkan dapat melaksanakan program penyuluhan kesehatan ibu dan anak, khususnya tentang konsumsi vitamin A pada anak umur 1-5 tahun yang lebih intensif untuk memastikan seluruh anak mengkonsumsi vitamin A sesuai dengan tahap perkembangannya. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut dengan

menganalisis faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap pengetahuan tentang asupan makanan yang mengandung vitamin A.

69

Anda mungkin juga menyukai