Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI Pendahuluan 1 Tinjauan Pustaka........................ 4 Kesimpulan..

22

BAB I BAB II BAB III

DAFTAR PUSTAKA. 23

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga Makalah Ergonomi dan Faal Kerja mengenai Kenyamanan Suhu dan Faktor Iklim pada Ruangan Kerja ini dapat diselesaikan. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Maka dari itu, dengan keterbatasan dan kekurangan ini, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan cakrawala berpikir bagi semua pihak. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, kami meminta maaf yang sebesar-besarnya.

Samarinda, Februari 2012

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 guna mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materil maupun spiritual. Pembangunan ketenagakerjaan ditujukan untuk peningkatan, pembentukan, dan pengembangan tenaga kerja yang berkualitas dan produktif. Kebijakan yang mendorong tercapainya pembangunan ketenagakerjaan adalah perlindungan tenaga kerja (Sugeng Budiono, 2003) Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek yang cukup luas yaitu perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral bangsa. Perlindungan tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajad kesehatan para pekerja (Sumamur, 1996). Di dalam suatu lingkungan kerja, pekerja akan menghadapi tekanan lingkungan. Tekanan tersebut dapat bersifat kimiawi, fisik, biologis, dan psikis. Tekanan yang berupa fisik khususnya tekanan panas memegang peranan yang penting. Oleh sebab itu lingkungan kerja harus diciptakan senyaman mungkin supaya didapatkan efisiensi kerja dan meningkatkan produktivitas (Santoso, 1985). Untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerjaan harus dikerjakan dengan cara dan dalam lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan. Lingkungan dan cara yang dimaksudkan meliputi tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, perserasian manusia dan mesin (Sumamur, 1996). Efisiensi kerja sangat dipengaruhi oleh cuaca kerja dalam lingkungan nikmat kerja. Pengaturan temperatur atau suhu yang nyaman dilakukan untuk menunjang tercapainya produktivitas kerja. Temperatur yang terlalu panas menjadikan perasaan cepat lelah dan mengantuk, sebaliknya temperatur yang

terlalu dingin mengurangi daya atensi dan ketidaktenangan yang berpengaruh negatif terutama pada kerja mental (Sumamur, 1996). Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan suhu baik di atas maupun di bawah nyaman akan berdampak buruk pada produktivitas kerja. Suhu kerja nikmat atau temperatur yang sesuai dengan orang Indonesia yaitu sekitar 2426 C. Suhu dingin mengurangi effisiensi dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot (Sumamur, 1996). Menurut ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah yang berkaitan dengan temperatur tempat kerja, yaitu Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas untuk Iklim Kerja dan Nilai Ambang Batas untuk Temperatur Tempat Kerja, Ditetapkan : Nilai Ambang Batas (NAB) untuk iklim kerja adalah situasi kerja yang masih dapat dihadapi oleh tenaga kerja dalam pekerjaan sehari-hari yang tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak melebihi dari 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu. NAB terendah untuk ruang kerja adalah 25 C dan NAB tertinggi adalah 32,2 C, tergantung pada beban kerja dan pengaturan waktu kerja (Depnakertrans, 1999). Iklim kerja yang panas atau tekanan panas dapat menyebabkan beban tambahan pada sirkulasi darah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang berat di lingkungan yang panas, maka darah akan mendapat beban tambahan karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang sedang bekerja. Di samping itu harus membawa panas dari dalam tubuh ke permukaan kulit. Hal demikian juga merupakan beban tambahan bagi jantung yang harus memompa darah lebih banyak lagi. Akibat dari pekerjaan ini, maka frekuensi denyut nadipun akan lebih banyak lagi atau meningkat (Santoso, 1985). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan februari di industri mebel CV. GION & RAHAYU peneliti menjumpai banyak pekerja yang bekerja di lingkungan kerja yang panas dengan yang tidak memenuhi nilai ambang batas (NAB). Berdasarkan hasil pengukuran iklim kerja pada bagian finishing dengan menggunakan Heat Stress Area, diperoleh Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB) sebesar 32,5 oC. Jika di bandingkan dengan standar iklim kerja

di Indonesia yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 dengan pengaturan waktu kerja 75 % kerja dan 25 % istirahat untuk 8 jam kerja dengan beban kerja yang didasarkan atas pengukuran denyut nadi sebesar 28oC, maka iklim kerja tersebut diatas mempunyai ISBB yang telah melebihi Nilai Ambang Batas (NAB).

B. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan dalam bekerja guna untuk meningkatkat produktivitas kerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Tekanan Panas Menurut Santoso (2004) tekanan panas (heat stress) adalah beban iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia. Tekanan panas adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh tubuh (Sumamur, 2009). Suhu udara dapat diukur dengan termometer biasa (termometer suhu kering) dan suhu demikian disebut suhu kering. Kelembaban udara diukur dengan menggunakan hygrometer. Adapun suhu dan kelembaban dapat diukur bersama-sama dengan misalnya menggunakan alat pengukur sling psychrometer atau arsman psychrometer yang juga menunjukkan suhu basah sekaligus. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan suatu termometer yang dibasahi dan ditiupkan udara kepadanya, dengan demikian suhu tersebut menunjukkan kelembaban relatif udara. Kecepatan aliran udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan kecepatan udara yang kecil diukur dengan memakai kata termometer. Suhu radiasi diukur dengan suatu termometer bola (globe thermometer). Panas radiasi adalah energi atau gelombang elektromagnetis yang panjang gelombangnya lebih dari sinar matahari dan mata tidak peka terhadapnya atau mata tidak dapat melihatnya (Sumamur, 2009).

2. Respon Tubuh Terhadap Tekanan Panas Adapun respon tubuh terhadap tekanan panas a. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses adaptasi fisiologis yang ditandai dengan pengeluaran keringat yang meningkat, penurunan denyut nadi, dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat (Siswanto, 1987). Aklimatisasi terhadap suhu tinggi merupakan hasil penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Untuk aklimatisasi terhadap panas ditandai dengan penurunan frekuensi denyut nadi dan suhu tubuh sebagai akibat pembentukan keringat. Aklimatisasi ini ditujukan kepada suatu pekerjaan dan suhu tinggi untuk beberapa waktu misalnya

2 jam. Mengingat pembentukan keringat tergantung pada kenaikan suhu dan tubuh. Aklimatisasi panas biasanya tercapai sesudah 2 minggu. Dengan bekerja dalam suhu tinggi saja belum dapat menghasilkan aklimatisasi yang sempurna. WHO (1969), mengemukakan adanya perbedaan kecil aklimatisasi antara laki-laki dan perempuan. Perempuan tidak dapat beraklimatisasi dengan baik seperti lakilaki. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kardiovaskuler yang lebih kecil. b. Umur Menurut WHO (1969), daya tahan seseorang terhadap panas akan menurun pada umur yang lebih tua. Orang yang lebih tua akan lebih lambat mengeluarkan keringatnya dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Orang yang lebih tua memerlukan waktu yang lama untuk mengembalikan suhu tubuh menjadi normal setelah terpapar panas. Suatu studi menemukan bahwa 70% dari seluruh penderita (Heat Stroke) adalah mereka yang berusia lebih dari 60 tahun. Denyut nadi maksimal dari kapasitas kerja yang maksimal berangsur-angsur menurun sesuai dengan bertambahnya umur. c. Suku bangsa Perbedaan aklimatisasi yang ada diantara kelompok suku bangsa adalah kecil. Mungkin hal ini dikarenakan perbedaan ukuran tubuh (WHO, 1969). d. Ukuran Tubuh Adanya perbedaan ukuran tubuh akan mempengaruhi reaksi fisiologis tubuh terhadap panas. Laki-laki dengan ukuran tubuh yang lebih kecil dapat mengalami tingkatan tekanan panas yang relatif lebih besar. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kapasitas kerja maksimal yang lebih kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang berat badannya kurang dari 50 Kg selain mempunyai maximal oxygen intake yang rendah tetapi juga toleran terhadap panas daripada mereka yang mempunyai berat badan ratarata (Siswanto, 1987).

e. Gizi Seseorang yang status gizinya jelek akan menunjukkan respon yang berlebihan terhadap tekanan panas, hal ini disebabkan karena sistem kardiovaskuler yang tidak stabil (Siswanto, 1987).

3. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pertukaran Panas a. Konduksi Konduksi ialah pertukaran panas antara tubuh dengan bendabenda sekitar melalui mekanisme sentuhan atau kontak langsung. Konduksi dapat

menghilangkan panas dari tubuh, apabila benda-benda sekitar lebih rendah suhunya, dan dapat menambah panas kepada badan apabila suhunya lebih tinggi dari tubuh. b. Konveksi Konveksi adalah pertukaran panas dari badan dan lingkungan melalui kontak udara dengan tubuh. Udara adalah penghantar panas yang kurang begitu baik, tetapi melalui kontak dengan tubuh dapat terjadi pertukaran panas antara udara dengan tubuh. Tergantung dari suhu udara dan kecepatan angin, konveksi memainkan besarnya peran dalam pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan. Konveksi dapat mengurangi atau menambah panas kepada tubuh. c. Radiasi Setiap benda termasuk tubuh manusia selalu memancarkan gelombang panas. Tergantung dari suhu benda-benda sekitar, tubuh menerima atau kehilangan panas lewat mekanisme radiasi. d. Penguapan Manusia dapat berkeringat dengan penguapan di permukaan kulit atau melalui paru-paru tubuh kehilangan panas untuk penguapan.

4. Indikator Tekanan Panas Untuk mengetahui besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh, para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana yang dinyatakan dalam bentuk indeks (Depkes RI, 2003) Indikator tekanan panas dalam industri dimaksudkan sebagai cara pengukuran dengan menyatukan efek sebagai faktor yang mempengaruhi pertukaran panas manusia dan lingkungannya dalam satu indeks tunggal. Ada empat indikator tekanan panas yaitu: a. Suhu Efektif Suhu efektif yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju, kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara (Sumamur, 1996). Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak memperhitungkan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Evectife Temperature Scale). b. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted-4 Hour Sweetrate)

Yaitu keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan udara serta radiasi, dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan (Sumamur, 1996) c. Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) Indeks Belding-Heatch (Heat Stress Index) adalah standard kemampuan berkeringat dari seseorang yaitu seseorang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond dalam keadaan sehat dan memiliki kesehatan jasmani, serta beraklimatisasi terhadap panas. Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan termis. Maka dari itu, Belding dan Heatch mendasarkan indeksnya atas perbandingan banyaknya keringat yang dikeluarkan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat (Sumamur, 1996) d. ISBB (Indeks Suhu Bola Basah) ISBB Merupakan cara pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan ketrampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat (Sumamur, 1996) Indeks ini digunakan sebagai cara penilaian terhadap tekanan panas dengan rumus: a. ISBB Outdoor = (0,7 suhu basah) + (0,2 suhu radiasi) + (0,1 suhu kering). b. ISBB Indoor = (0,7 suhu basah alami) + (0,3 suhu radiasi). (Sumamur, 1996)

5. Mekanisme Panas Tubuh Di dalam kehidupan, tubuh manusia selalu memproduksi panas. Proses dalam menghasilkan panas ini disebut metabolisme. Proses ini pada dasarnya adalah proses oksidasi dari bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, protein, yang diatur oleh enzyme (Santoso, 1985). Manusia termasuk golongan makhluk homoetermis yaitu makhluk yang mampu mempertahankan suhu tubuhnya walaupun suhu lingkungan sekitarnya berubah-ubah. Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap oleh suatu sistem pengatur suhu. Suhu menetap ini adalah akibat kesetimbangan diantara

panas yang dihasilkan di dalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas tubuh dengan lingkungan sekitar (Sumamur, 1996). Proses metabolisme dalam tubuh merupakan proses kimiawi, dan proses ini terus berlangsung supaya kehidupan manusia dapat dipertahankan. Hasil dari metabolisme ini antara lain adalah energi dan panas. Panas yang dihasilkan inilah yang merupakan sumber utama panas tubuh manusia. Dengan demikian panas akan terus dibentuk walaupun dalam keadaan istirahat, selama proses metabolisme berlangsung (Depkes RI, 2003). Tubuh manusia selalu akan menghasilkan panas sebagai akibat dari proses pembakaran zat-zat makanan dengan oksigen. Bila proses pengeluaran panas oleh tubuh terganggu, maka suhu tubuh akan pertukaran panas dan proses pertukaran panas ini tergantung dari suhu lingkungannnya (Siswanto, 1987). Bila suhu tubuh diturunkan terjadi vasodilatasi pembuluh darah kulit, yang menyebabkan suhu kulit mendekati suhu tubuh. Suhu tubuh manusia yang dapat kita raba atau rasakan tidak hanya didapat dari metabolisme tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Makin tinggi panas lingkungan, semakin besar pula pengaruhnya terhadap suhu tubuh. Sebaliknya semakin rendah suhu lingkungan, makin banyak pula yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran ini seimbang dan serasi, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja (Depkes RI, 2003).

6. Efek Panas pada Manusia Bagi tubuh panas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan memberikan efek negatif. Menurut I Nyoman (2004), efek-efek panas bagi tubuh manusia akan berdampak pada tingkat kemampuan fisik dan mental. Pengaruh Suhu Lingkungan terhadap Manusia

Efek Terhadap Tubuh 1 49 C Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh di atas tingkat kemampuan fisik dan mental 2 30 C Aktivasi mental dan daya tangkat mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan 3 24 C Kondisi optimum 4 10 C Kekakuan fisik yang ekstrim mulai muncul (Sumber: I Nyoman Pradnyana Sucipta Putra, 2004)

7. Standar Iklim Kerja Standar iklim di Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/MEN/1999 yaitu: Tabel 2.3. Standar iklim di Indonesia. Pengaturan Waktu Kerja Waktu Kerja Beban kerja terus-menerus Waktu Istirahat 25% istirahat 50% istirahat 75% istirahat ISBB C Beban Kerja Ringan 30 28 29,4 32,2 Sedang 26,7 28 29,4 31,1 Berat 25 25,9 27,9 30

(8 jam/hari) 75% 50% 25% (Sumber: Kepmenaker.1999).

8. Respon Tubuh Menghadapi Panas Jika tubuh tidak melepaskan panas, maka temperatur tubuh akan meningkat 1C setiap jam. Panas tubuh dihasilkan oleh metabolisme sel, mengubah energi kimia dari makanan yang dicerna ke bentuk energi lain, terutama energi panas. Karena proses metabolisme ini berlangsung terus-menerus, walaupun tidak konstan, tubuh harus melepaskan energi panas pada kecepatan tertentu agar tidak terjadi penumpukan panas yang menyebabkan peningkatan temperatur. Secara keseluruhan, panas yang didapat dari metabolisme dan

sumbersumber lainnya harus setara dengan panas yang dilepaskan oleh permukaan tubuh. Inilah esensi dari homeostatis. Pelepasan panas dapat terjadi melalui cara-cara berikut: a. Konveksi (juga kadang radiasi & konduksi) panas terutama dari permukaan kulit yang terbuka dan tidak terinsulasi. b. Vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah pada kulit, meningkatkan pelepasan panas melalui kulit. c. Peningkatan penguapan keringat melalui kulit. d. Penghembusan udara panas dari paru-paru. e. Pembuangan panas melalui feses dan urin (James J., 2008).

9. Tekanan Panas Hasil pengukuran tekanan panas di bagian finishing rata-rata sebesar 26,67oC. Hasil pengukuran tekanan panas kurang dari standar. Hal ini dikarenakan, tempat tersebut memiliki ventilasi yang cukup banyak sehingga panas dari tempat tersebut dapat dialirkan ke luar dengan lancar. Keadaan panas lingkungan kerja juga dipengaruhi cuaca lingkungan yang mana saat pengambilan data penelitian suhu udara lingkungan tidak menentu dikarenakan musim (Sumamur, 2009). Menurut Sumamur (2009), sumber panas radiasi adalah berasal dari permukaan matahari yang panas dan memancarkan sinar dari permukaan itu sendiri. Suhu udara (tekanan panas) selalu dipengaruhi oleh cuaca lingkungan. Menurut Heru dan Haryono (2008), tekanan panas disebabkan karena adanya sumber panas yang terjadi seperti pada finishing. Sumber-suber panas yang berada di bagian finishing yaitu dari proses yang kerja menggunakan api agar proses finishing menghasilkan tampilan barang yang sempurna. Iklim kerja adalah kombinasi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara dan suhu radiasi pada suatu lingkungan kerja. Iklim kerja yang tidak nyaman dan tidak sesuai dengan sifat pekerjaan akan sangat menggangu pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja. Hal tersebut dapat mengakibatkan menurunnya daya kerja, timbulnya kelelahan dan ketidaknyamanan dalam bekerja sehingga

produktivitas juga akan mengalami penurunan. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan iklim kerja. Untuk melakukan pengaturan di tempat kerja maka harus diukur terledih dahulu iklim kerjanya, jika iklim kerja tidak sesuai sebaiknya dilakukan penyesuaian. Temperatur yang dianjurkan di tempat kerja adalah 24 26 C.(suhu kering) pada kelembaban 85% - 95% dan suhu basah antara 22 - 30 C, suhu tersebut merupakan suhu nikmat di Indonesia (Sumamur, 1996). Tubuh manusia dapat menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar yang terjadi tidak lebih dari 20% untuk suhu panas dan 35% untuk suhu dingin, semuanya dari keadaan normal tubuh. Sedangkan batas toleransi untuk suhu tinggi adalah 35C-40C, kecepatan gerakan udara 0,2 m/detik, kelembaban udara 40%-50% dan perbedaan suhu permukaan 40C. Sehingga suhu optimal dari dalam tubuh untuk mempertahankan fungsinya adalah 36,5C-39,5C (Grandjean dalam 15 Tarwaka dan kawan-kawan, 2004). Semakin aktif seorang pekerja maka semakin rendah suhu yang diperlukan supaya ideal. Tenaga kerja akan melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan suhu di tempat kerja dengan menjaga keseimbangan panas tubuh.

10. Dampak Iklim Kerja Panas Kelainan atau gangguan yang tampak secara klinis akibat gangguan tekanan panas, dibagi atas 4 yaitu: a. Millaria Rubra (Heat Rash) Sering dijumpai dikalangan militer atau pekerja fisik lainnya yang tinggal di daerah iklim panas. Tampak adanya bintik papulovesikal kemerahan pada kulit yang terasa nyeri bila kepanasan. Hal ini terjadi sebagai akibat sumbatan kelenjar keringat dan terjadi retensi keringat disertai reaksi peradangan. Kelainan ini dapat mengganggu tidur sehingga effisiensi fisiologik menurun dan meningkatkan kelelahan kumulatif. Keadaan ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya faktor yang lebih serius. Adanya kelainan kulit mengakibatkan proses berkeringat dan evaporasi terhambat, sehingga proses pendinginan tubuh terganggu. b. Kejang Panas (Heat Cramps)

Heat Cramps (Kram Karena Panas) adalah kejang otot hebat akibat keringat berlebihan, yang terjadi selama melakukan aktivitas pada cuaca yang sangat panas. Heat cramps disebabkan oleh hilangnya banyak cairan dan garam (termasuk natrium, kalium dan magnesium) akibat keringat yang berlebihan, yang sering terjadi ketika melakukan aktivitas fisik yang berat. Heat cramps sering terjadi pada pekerja manual, seperti pekerja di ruang mesin, pekerja pengolah baja dan pekerja pertambangan. Heat cramps seringkali secara tiba-tiba mulai timbul di tangan, betis atau kaki, terasa sangat nyeri. Otot menjadi keras, tegang dan sulit untuk dikendurkan. Heat cramps bisa dicegah atau diobati dengan meminum minuman atau memakan makanan yang mengandung garam. c. Kelelahan Panas (Heat Exhaustion) Heat Exhaustion (Kelelahan Karena Panas) adalah suatu keadaan yang terjadi akibat terkena/terpapar panas selama berjam-jam, dimana hilangnya banyak cairan karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan kadang pingsan. Suhu yang sangat panas bisa menyebabkan hilangnya banyak cairan melalui keringat, terutama selama melakukan kerja fisik atau olah raga berat. Bersamaan dengan cairan, garam (elektrolit) juga hilang sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah dan fungsi otak. Gejala utama adalah kelelahan, kelemahan dan kecemasan yang meningkat, serta badan basah kuyup karena berkeringat. Jika berdiri, penderita akan merasa pusing karena darah terkumpul di dalam pembuluh darah tungkai, yang melebar akibat panas. Denyut jantung menjadi lambat dan lemah, kulit menjadi dingin, pucat dan lembab, penderita menjadi linglung. Hilangnya cairan menyebabkan berkurangnya volume darah, menurunnya tekanan darah dan bisa menyebabkan penderita pingsan. Kelainan ini dapat dipercepat terjadinya pada orang-orang yang kurang minum, berkeringat banyak, muntah-muntah, diare atau penyebab lain yang mengakibatkan pengeluaran air berlebihan. d. Sengatan Panas (Heat Stroke) Sengatan panas adalah suatu keadaan darurat medik dengan angka kematian yang tinggi. Pada kelelahan panas, mekanisme pengatur suhu bekerja berlebihan tetapi masih berfungsi, sedangkan pada sengatan panas, mekanisme

pengatur suhu tubuh sudah tidak berfungsi lagi disertai dengan terhambatnya proses evaporasi secara total. Suhu tinggi biasanya berkaitan dengan berbagai penyakit seperti di atas yaitu pukulan panas, kejang panas, kegagalan dalam penyesuian terhadap panas, dehidrasi, kelelahan tropis dan miliari. Dalam pengalaman, penyakit-penyakit tersebut jarang ditemukan pada tenaga kerja Indonesia. Sampai saat ini tidak ada kasus kejang panas melainkan diare kronis pada tenaga yang berada dalam cuaca panas yang tinggi. Namun begitu, terdapat kesan bahwa suhu ditempat kerja bertalian dengan kenaikan angka-angka sakit seperti masuk angin, influensa, dan sebagainya (Sumamur, 1996). Tekanan panas yang berlebihan merupakan beban tambahan yang harus diperhatikan dan dipehitungkan. Beban tambahan berupa panas lingkungan, dapat menyebabkan beban fisiologis, misalnya kerja jantung menjadi bertambah Tekanan panas yang berlebih juga dapat mengakibatkan perubahan fungsional pada organ yang bersesuaian pada tubuh manusia serta dapat mengakibatkan rasa letih dan kantuk, mengurangi kestabilan dan meningkatnya jumlah angka kesalahan kerja sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.

11. Pencegahan dan Pengendalian Panas a. Pencegahan Panas Pencegahan terhadap panas supaya tidak menimbulkan gangguan pada tubuh meliputi: air minum, garam, makanan, istirahat, tidur dan pakaian (Depkes RI dalam Muffichatum, 2006). Dengan uraian sebagai berikut: 1) Air minum Merupakan unsur pendingin tubuh yang penting dalam lingkungan panas. Air diperlukan untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat berkeringat dan pengeluaran urine. 2) Garam (NaCl) Pada keluaran keringat yang banyak, perlu menambah pemberian garam, akan tetapi tidak boleh berlebihan karena dapat menimbulkan haus dan mual. 3) Makanan

Sesudah makan, sebagian besar darah mengalir kedaerah usus untuk menyerap hasil pencernaan. 4) Tidur atau istirahat Untuk menghindari efek kelelahan setelah aktivitas fisik yang berat yang dilakukan pada lingkungan kerja yang panas, tubuh memerlukan istirahat yang cukup dan tidur sekitar 7 jam sehari. 5) Pakaian Pakaian melindungi permukaan tubuh terhadap radiasi sinar matahari, tetapi juga merupakan penghambat terjadinya konveksi antara kulit dengan aliran udara. Untuk mendapatkan efek yang menguntungkan, baju yang pakai harus cukup longgar terutama bagian leher, ujung lengan, ujung celana, dan sebagainya. b. Pengendalian Panas Pengendalian terhadap panas meliputi: isolasi terhadap sumber panas, ventilasi setempat, pendinginan lokal dan pengaturan lama kerja. Uraian sebagai berikut (Siswanto dalam Muffichatum, 2006). 1) Isolasi Sumber Panas Isolasi terhadap benda-benda yang panas akan mencegah keluarnya panas ke lingkungan. Ini dapat dilakukan misalnya dengan memisahkan mesin yang mengeluarkan panas, membalut pipa-pipa yang panas, dan lainnya sehingga dapat mengurangi aliran panas yang timbul. 2) Ventilasi Setempat Ventilasi ini bertujuan untuk mengendalikan panas konveksi yaitu dengan menghisap keluar udara yang panas. 3) Pendinginan Lokal Dapat dilakukan dengan pemberian kipas angin maupun AC jika memungkinkan. 4) Pengaturan Lama Kerja Untuk menghindari terjadinya gangguan kesehatan akibat terpapar suhu udara yang tinggi. Lamanya kerja dan istirahat harus disesuaikan dengan tingkat tekanan panas yang dihadapi oleh pekerja.

Sedangkan menurut Soeripto M 2008, pengendalian terhadap tekanan heat stress dan heat strain dilaksanakan dalam rangka perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan. Pengendalian ini dipusatkan disekitar penyebab dari heat stress dan ketegangan physiologi yang dihasilkan. Hal ini memerlukan pengendalian secara umum yang dapat digunakan untuk semua panas yang ada hubungannya dengan pekerjaan (termasuk panas yang berasal dari sumber yang ada di lingkungan tempat kerja dan panas metabolisme yang dihasilkan oleh aktivitas tubuh. Selain itu terdapat pula pengendalian khusus yang harus dievaluasi. a. Pengendalian Secara Umum 1) Training Yang dimaksud disini adalah pendidikan atau latihan bagi calon tenaga kerja sebelum ditempatkan dan setelah ditempatkan yang dilaksanakan secara berkala. Pendidikan seperti ini dilaksanakan baik untuk calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan tempat kerja panas atau tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas maupun untuk supervisornya. Informasi yang

menguntungkan yang dapat diperoleh dari pendidikan ini adalah cara-cara mengendalikan tekanan panas dan cara untuk mengendalikan resiko yang berhubungan dengan panas. Pendidikan sebelum penempatan adalah langsung kepada calon tenaga kerja yang akan ditempatkan pada pekerjaan yang berhubungan dengan panas (calon tenaga kerja belum pernah bekerja di lingkungan tampat kerja panas). 2) Pengendalian Tekanan Panas Melalui Higene Yang dimaksud adalah tindakan-tindakan yang diambil oleh perorangan untuk mengurangi resiko penyakit yang disebabkan oleh panas. Setiap orang bertanggung jawab untuk melaksanakan praktek higene dengan baik dan menolong tenaga kerja atau orang lain untuk melaksanakannya. Termasuk pengendalian tekanan panas melalui penerapan higene adalah sebagai berikut: a) Penggantian Cairan Kehilangan air yang sangat banyak dari tubuh dalam bentuk keringat adalah untuk tujuan pendinginan dan penguapan. Kehilangan dapat mencapai 6

liter air dalam satu hari. Air yang hilang ini harus diganti dengan minum air dingin. Air minum harus disediakan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas, dengan cara seperti itu mereka didorong untuk minum dalam jumlah sedikit-sedikit tetapi sering dilakukan. NIOSH menyarankan agar tenaga kerja minum sebanyak 150-200 cc setiap 15-20 menit. Air minum sebaiknya disimpan di tempat dingin dan diletakkan dekat dengan tempat kerja sehingga tenaga kerja dapat mengambil tanpa meninggalkan lingkungan tempat kerja. Bagi tenaga kerja yang belum beraklimatisasi sebaiknya air minum mengandung garam dengan kadar 0,2%, sedangkan bagi tenaga kerja yang sudah beraklimatisasi kadar garam dalam air minum sebanyak 0,1%. Menurut J. Ramsey dalam Soeripto M 2008, pemberian garam sebaiknya ditambahkan pada makanan karena pemberian garam dalam air minum ternyata menyebabkan beberapa orang merasa mual. b) Aklimatisasi Setiap calon tenaga kerja yang akan bekerja di lingkungan tempat kerja panas harus melakukan penyesuaian fisiologis terhadap pajanan panas secara bertahap. Proses penyesuaian ini tidak hanya bagi tenaga kerja baru tetapi juga berlaku bagi tenaga kerja yang sudah lama bekerja di lingkungan tempat kerja panas yang sudah 9 hari atau lebih absen dari tempat kerja. Menurut J. Ramsey, lama adaptasi dapat dicapai 5-7 hari dan aklimatisasi menjadi maksimal setelah 12-14 hari. Dengan beraklimatisasi maka tubuh dapat meningkatkan kemampuannya untuk berkeringat dan dapat mengurangi pengeluaran garam melalui keringat. Bila sebelum beraklimatisasi kemampuan berkeringat 1,5 liter per jam, maka kemampuan berkeringat dapat mencapai 3 liter per jam dalam waktu 10 hari. Pengeluaran garam juga menurun dari 15-25 gram per hari menjadi 3-5 gram perhari. Demikian pula kadar garam dalam keringat juga menurut dari 4 gram menjadi 1 gram per liter keringat. Tenaga kerja yang tidak beraklimatisasi, namun langsung bekerja di lingkungan tempat kerja panas akan mengalami tanda-tanda stress, seperti rasa tidak nyaman, dan lebih lanjut timbul peningkatan denyut nadi

(denyut jantung), suhu inti tubuh meningkat dan timbul keluhan-keluhan sakit kepala, pusing atau perut mual. c) Self Determination Self determination diartikan sebagai pembatasan terhadap pajanan panas, tenaga kerja menghindari terhadap cuaca panas apabila sudah merasa terpapar suhu panas secara berlebihan. d) Diet Diet makanan seimbang dan mempunyai nilai gizi yang baik adalah sangat penting untuk mempertahankan kesehatan yang prima yang dibutuhkan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas. Makanan harus mengandung garam yang cukup bagi kebutuhan tenaga kerja yang bekerja di bawah tekanan penas. Makanan yang terlalu manis atau mengandung karbohidrat berlebihan tidak dianjurkan karena akan menahan cairan melalui ginjal atau keringat. e) Gaya Hidup dan Status Kesehatan Cara hidup yang sehat sangat penting bagi tenaga kerja yang mempunyai resiko gangguan yang berhubungan dengan lingkungan tempat kerja panas. Tenaga kerja harus tidur yang cukup dan berolahraga merupakan hal yang sangat penting. Semua tenaga kerja sebaiknya tidak mengidap penyakit-penyakit kronis seperti penyakit jantung, paru-paru, ginjal, dan hati karena tenaga kerja yang berpenyakit seperti disebutkan diatas mempunyai toleransi yang sangat rendah terhadap tekanan panas. f) Pakaian Kerja Pakaian kerja untuk lingkungan tempat kerja panas sebaiknya dari bahan yang mudah menyerap keringat seperti bahan yang terbuat dari katun sehingga penguapan mudah terjadi. Bila pakaian kerja terlalu tebal atau bahannya kurang dapat menyerap keringat maka udara di antara kulit dan baju akan sangat lembab sehingga proses pengeluaran keringat akan terhambat. Keringat akan keluar berupa butiran-butiran yang mengalir dan tidak dapat menguap. b. Pengendalian Secara Khusus 1) Pengendalian Secara Teknis

Pengendalian secara teknis ini mencangkup: a) Mengurangi Beban Kerja Harga panas metabolisme yang digunakan untuk bekerja merupakan penyumbang terbesar terhadap tambahan panas bagi seorang tenaga kerja. Mengurangi beban kerja dari berat ke beban kerja ringan dapat menurunkan tingkat tekanan panas. Cara dalam mengurangi beban kerja umumnya termasuk penggunaan tenaga untuk peralatan kerja atau cara kerja baru untuk mengurangi upaya-upaya yang bersifat manual. b) Menurunkan Suhu Udara Bila suhu udara di atas 140F (40C), tenaga kerja mendapat tambahan panas secara nyata dari udara. Bila suhu di udara di bawah 90F (32C) maka ada pelepasan atau kehilangan panas dari tubuh secara nyata. Suhu udara dapat diturunkan dengan memasang ventilasi dengan cara pengenceran dan dengan pendinginan secara aktif. Ventilasi dengan cara pengenceran maksudnya yaitu memasukkan udara yang lebih dingin dari tempat lain (dari luar gedung) ke dalam lingkungan tempat kerja panas, sehingga udara dingin bercampur dengan udara panas dan menurunkan suhu udara di dalam tempat kerja. Cara ini dapat dilaksanakan untuk mendinginkan seluruh ruangan atau hanya pendinginan setempat. Pendinginan secara aktif diartikan sebagai pendinginan dengan mesin atau penguapan dengan pendinginan. Udara yang akan digunakan didinginkan terlebih dahulu dengan mesin pendingin, selanjutnya baru dimasukkan ke lingkungan tempat kerja untuk mengencerkan udara lingkungan tempat kerja panas. c) Menurunkan Kelembaban Udara Kecepatan penguapan keringat dengan pendinginan oleh udara dingin sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kecepatan pendinginan sering membatasi timbulnya tegangan panas dalam tubuh agar tidak menjadi berlebihan. Kecepatan penguapan dengan cara pendinginan dapat ditingkatkan dengan menurunkan kandungan air dalan udara. Air dapat dihilangkan dari udara dengan

menggunakan mesin pendingin. Jadi tekanan panas diturunkan dengan menghilangkan uap air dari dalam udara dan menurunka suhu udara. Dengan menggunakan ruangan yang dingin akan menurunkan tekanan panas, hal ini disebabkan oleh karena suhu udara dan kelembaban udara yang lebih rendah, sehingga meningkatkan kecepatan penguapan dengan pendinginan. d) Menurunkan Panas Radiasi Bila suhu globe lebih dari 109F (43C), panas radiasi merupakan sumber tekanan panas secara nyata. Panas radiasi dapat datang dari sumber dengan suhu permukaan yang tinggi. Bila suatu sumber panas dapat ditentukan atau dilokalisir (diisolasi) maka panas radiasi dapat dikembalikan secara efektif dengan memasang lembaran logam aluminium sebagai perisai di sekeliling sumber panas. Dengan cara demikian udara di belakang logam aluminium akan tetap terasa dingin. e) Meningkatkan Gerakan Udara Keuntungan dari peningkatan gerakan udara adalah dapat mempertinggi penguapan dengan pendinginan, dan pendinginan melalui konveksi dapat terjadi bila suhu udara lebih kecil dari 35C. Penurunan tekanan panas yang terbesar terjadi bila gerakan udara naik dari 1m/detik menjadi 2 m/detik. f) Ganti Pakaian 2) Pengendalian Secara Administratif Pengendalian secara administratif adalah perubahan cara kerja yang dilakukan dalam upaya untuk membatasi resiko pemajanan. Untuk tekanan panas, pengendalian secara administratif dilaksanakan langsung ke arah pembatasan pemajanan sehingga kenaikan denyut nadi dan kenaikan suhu inti tubuh tidak melampaui batas yang diperkenankan. a) Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses yang mengijinkan seorang tenaga kerja menjadi terbiasa terhadap tekanan panas, setelah aklimatisasi tercapai tenaga kerja memiliki kemampuan yang lebih baik untuk bekerja di lingkungan kerja panas. b) Memperlambat Kerja

Panas metabolisme yang dihasilkan karena bekerja adalan suatu sumbangan yang sangat penting terhadap tekanan panas. Cara mengurangi besarnya tekanan panas dapat dilaksanakan secara langsung yaitu mengurangi kecepatan pembentukan panas metabolisme. Kecepatan pembentukan panas metabolisme dapat dikurangi apabila sejumlah pekerjaan yang sama dikerjakan dalam jangka waktu yang lebih lama. c) Membagi Pekerjaan Apabila suatu pekerjaan dilakukan oleh seorang tenaga kerja mungkin akan memerlukan waktu yang cukup lama, itu berarti orang tersebut akan terpapar panas dalam jangka waktu lama. Untuk mengurangi pajanan panas, pekerjaan dapat dibagi atau dikerjakan oleh beberapa orang dengan cara bergantian. Dengan demikian pemaparan terhadap panas bagi tenaga kerja turun/berkurang atau hanya berlangsung dalam waktu singkat.

BAB III KESIMPULAN

Dalam pekerjaan sangat banyak sekali factor yang mempengaruhi agar pekerjaan yang seseorang lakukan dapat memperoleh hasil yang maksimal. Kenyamanan dalam pekerjaan ini disebut ergonomis kerja guna meningkatkan produktivitas kerja. Ergonomi dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek pekerjaan, aspek fisik dan aspek psikologis. Dari begitu banyak factor yang mempengaruhi, kita dapat mengetahui apabila iklim dan suhu kerja sangat amat mempengaruhi produktivitas kerja. Dengan demikian penyimpangan dari batas kenyamanan suhu baik di atas maupun di bawah nyaman akan berdampak buruk pada produktivitas kerja. Karena pada saat bekerja banyak sekali pertukaran panas yang teradi dalam tubuh kita. Oleh sebab itu perlunya iklim dan suhu kerja yang bagus , guna untuk meningkatkat kenyamanan pekerja dan produktivitas kerja yang di lihat dari sisi ergonomisnya. Iklim dan suhu pada tempat kerja, sebaiknya merupakan suhu optimal, sebab jika suhu tidak optimal , hal tersebut akan berdampak buruk pada pekerjaan dan pekerja itu sendiri. Akan tetapi tidak hanya iklim dan suhu yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan, ada banyak hal lain yang juga perlu di perhatikan antara lain tekanan panas, temperature ruangan, kursi, posisi meja, sinar matahari dan sirkulasi udara.

DAFTAR PUSTAKA Anonim 2011 Suhu atau Temperatur di Tempat Kerja : Sebuah Tinjauan Kepustakaan http://makalahkesehatankerja.info. Diunggah pada rabu 15 februari 2011 pukul 09.35 WITA Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi Kedua. Guna Widya: Surabaya. Santa, Hadi. 2011 Pengaruh Kebisingan, Temperatur dan Pencahayaan Terhadap Performa Karyawan. http://industri15hadi.blog.mercubuana.ac.id. Diunggah pada rabu 15 februari 2011 pukul 09.35 WITA

Anda mungkin juga menyukai