Anda di halaman 1dari 11

Hyperglycaemia And Apoptosis of Microglial Cells In Human Septic Shock

Andrea Polito, Jean Philip Brouland, Raphael Procher, Ronen Sonnevile, Shidasp Siami, Robert D Steven, Cline Guidoux, Virginie Maxime, Geoffroy Lorin de la Grandmaison, Fabrice C Chrtien, Franoise Gray, Djillali Annane and Tarek Shar.

ABSTRAK Pendahuluan : Efek hiperglikemia terhadap sel-sel otak pada pasien syok septik belum dapat diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi hubungan antara hiperglikemia dan apoptosis yang terjadi dalam otak pasien yang mengalami syok. Metode : Dalam sebuah penelitian prospektif dari 17 pasien yang meninggal karena syok septik, jaringan hippocampus dinilai apakah terjadi atau ditemukan iskemia neuron, apoptosis neuronal dan mikroglial, Glukosa Transporter neuronal (GLUT) 4, yang diinduksi endotel Nitrit Oksida Synthase (iNOS), ekspresi mikroglial GLUT5, aktivasi mikroglial dan astrosit. Glukosa darah (BG) tercatat lima kali sehari mulai dari masuk ICU sampai meninggal. Hiperglikemia didefinisikan sebagai BG /dL g/l dan di bawah kurva BG (AUBGC) >2 g/l ikut dinilai dalam penelitian. Hasil : Median BG selama dirawat di ICU adalah 2,2 g / l. Apoptosis neuronal berhubungan dengan ekspresi iNOS endotel (rho = 0,68, P = 0,04), sedangkan apoptosis mikroglial berhubungan dengan AUBGC > 2 g / l (rho = 0,70, P = 0,002). Apoptosis neuronal dan mikroglial berhubungan satu sama lain (rho = 0,69, P = 0,006), tetapi tidak berhubungan dengan durasi syok septik, atau dengan ekspresi GLUT 4 dan 5. Apoptosis neuronal dan iskemia cenderung berhubungan dengan durasi hipotensi. 200mg

Kesimpulan : Pada pasien dengan syok septik, apoptosis neuron agaknya berhubungan dengan ekspresi iNOS dan apoptosis mikroglial dengan hiperglikemia, hal ini kemungkinan dikarenakan penurunan fungsi GLUT 5. Data ini memberikan dasar mekanistik untuk memahami neuroprotektif efek kontrol glukosa darah. PENDAHULUAN Sepsis dan syok septik berhubungan dengan hiperglikemia dan resistensi insulin perifer
[1,2]

. Strategi kontrol Glikemik umumnya diterapkan sebagai tindakan terapi


[3-6]

tambahan pada pasien sakit kritis, meskipun penelitian belakangan ini tidak membuktikan secara konsisten manfaat dari terapi insulin intensif . Salah satu
[7].

pendapat mendukung kontrol glukosa darah merupakan terapi insulin intensif berhubungan dengan efek perlindungan pada sistem saraf perifer dan pusat penyakit kritis neuromyopathy
[7,8

Meskipun telah ditunjukkan bahwa terapi insulin intensif mengurangi kejadian ] dan bahwa hiperglikemia akan memperburuk cedera otak pada stroke iskemik dan trauma kepala, efek hiperglikemia atau insulin pada sepsis yang berhubungan dengan disfungsi otak, tidak dipahami secara baik. Sebuah penelitian inviro terbaru menunjukkan bahwa hiperglikemia meningkatkan kerentanan mikroglial untuk memediasi toksisitas lipopolisakarida (LPS)
[13]

melalui

pembentukan radikal bebas oksidatif. Menariknya, hal ini juga telah ditunjukkan bahwa percobaan sepsis menginduksi kerusakan oksidatif di dalam otak [14]. Dalam penelitian neuropathological sebelumnya, kami menemukan bahwa syok septik berhubungan dengan iskemia neuronal, aktivasi dan apoptosis mikroglial dan juga apoptosis neuron, yang secara statistik berhubungan dengan ekspresi iNOS endotel [15]. Namun, hubungan antara BG dan penemuan neuropathological belum dinilai secara menyeluruh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi masalah ini dan juga untuk menilai apakah hiperglikemia berhubungan dengan apoptosis neuronal atau mikroglial setelah penyesuaian untuk faktor-faktor pro apoptosis lainnya. Kami juga mengevaluasi ekspresi protein Glukosa Transporter (GLUT) otak, protein ini berperan dalam transportasi glukosa transmembran dalam sel neuron dan mikrogial selama kondisi stress. Penilaian hubungan antara hiperglikemia dan kelainan

neuropathological mungkin memberikan wawasan mengenai mekanisme dari sepsis terkait neurologis dan konsekuensi psiko-kognitif jangka panjang. BAHAN DAN METODE PASIEN Kami menyelidiki pasien secara berurutan yang meninggal karena syok septik saat mendapatkan perawatan di ICU Raymond Poincare University Hospital, Garches, Prancis. Kriteria eksklusi adalah usia kurang dari 18 tahun, hamil, bukti yang mendasari penyakit saraf degenerative ditentukan secara klinis atau dari pemeriksaan post mortem. PENGUMPULAN DATA Karakteristik demografi, faktor resiko yang sudah ada ( Pra resiko ) untuk penyakit vaskular dan tingkat keparahan penyakit disederhanakan dengan menggunakan skor fisiologi akut II (SAPS II)
[17]

dan penilaian kegagalan organ berurutan dengan skor

(SOFA) dicatat secara rutin. Tanda-tanda vital dicatat terus menerus, sehingga memungkinkan perhitungan durasi kumulatif shock dan waktu yang berlalu dengan tekanan darah rata-rata kurang dari 60 mmHg. Tes laboratorium standar dan data yang terkait mikrobiologi dicatat setiap hari. Semua tingkat arteri dan kapiler BG diukur di antara pendaftaran (penerimaan) dan kematian akan dikumpulkan. Hiperglikemia dan hipoglikemia dipertimbangkan ketika kadar glukosa darah berada di atas 2 g/l dan 0,4 g /l, kemudian kami menilai BG tertinggi dan terendah, variasi tertinggi (max) BG dalam satu hari, disebut Mean BG. Area di bawah kurva BG (AUBGC), dan diatas AUBGC 2 g/l (inilah yang merupakan hiperglikemia). Cut Off AUBGC dari 2g/L dipilih karena mencerminkan kompromi antara durasi hiperglikemia dan nilai glukosa darah. Cut-off juga memungkinkan untuk memperhitungkan selang waktu pengumpulan sampel yang tidak teratur. Kami juga menilai persentase waktu followup hipoglikemia dan hiperglikemia, serta jumlah pasien yang diobati dengan insulin dan yang menderita hipoglikemia dan hiperglikemia. Kita mendefinisikan hiperglikemia yang berkepanjangan sebagai nilai-nilai BG lebih tinggi dari 2 g/l lebih dari 50% dari waktu follow-up (dengan interpolasi linier antara dua sampling darah

berturut-turut). Selama masa penelitian (1997-2001), tidak ada protokol khusus untuk manajemen hiperglikemia yang telah diimplementasikan. PENGAMBILAN SAMPEL OTAK Sampel otak dikumpulkan dalam waktu 12 jam dari kematian. Pemeriksaan kasar otak dilakukan setelah 4-6 minggu difiksasi dengan formalin pada bagian koronal dari belahan/ hemisfer otak dan bagian horizontal batang otak dan otak kecil. Perubahan makroskopik dicatat, dan kami memilih hippocampus untuk pemeriksaan mikroskopis, setelah penanaman parafin. Kami memutuskan untuk mengevaluasi perubahan dalam hippocampus karena sangat rentan terhadap perubahan metabolik, hipoksemia dan iskemia
[20,21].

Setiap bagian diwarnai dengan hematoksilin dan eosin

dan impregnasi perak Bodian dikombinasikan dengan Luxolfast blue. ISKHEMIA, GLIOSIS DAN APOPTOSIS Analisis histologis dilakukan oleh seorang pengamat (FG) yang dibutakan untuk tingkat glikemik. Seperti sebelumnya dijelaskan
[15,22],

digambarkan sebagai neuron

iskemik ketika mereka dipresentasikan sebagai sitoplasma eosinofilik yang menyusut dan inti piknotik. Reaksi glial (yaitu, gliosis) diidentifikasi sebagai sel batang berbentuk mikroglial dan astrosit dengan inti yang jelas. Astrosit dan aktivasi mikroglial dinilai dengan mengevaluasi ekspresi imunohistokimia dari protein asam glial berhubung dengan urat saraf (GFAP, Dako, Glostrup, Denmark) dan kelas MHC II antigen (HLA-DR) (Dako), CD68 (Dako). Kerusakan aksonal dinilai menggunakan imunohistokimia untuk Amyloid Prekursor Protein A4 (beta-APP) (MAB348, Chemicon, Lyon, Perancis). Jaringan ekspresi GLUT1(a3536, Dako), GLUT3 (ab41525, Abcam, Cambridge,Inggris), GLUT4 (ab65976, Abcam) dan GLUT5 (ab36057,Abcam), Kami juga menilai faktor nekrosis tumor (TNFa) (Genzyme, Dako) dan dapat diinduksi sintase NO
[23].

Kami sebelumnya menemukan bahwa

sepsis berhubungan dengan ekspresi TNFa dan iNOS melibatkan ekspresi sel glial dan endotel, Apoptosis diidentifikasi menggunakan antibodi monoklonal caspase 3 (Dako), dan in-situ pelabelan akhir (ISEL)
[24]

dengan penggunaan ApopTag kit


[15].

(Oncor, Gaithersburg, MD, USA). Intensitas iskemia saraf, gliosis, aktivasi glial dan apoptosis yang dinilai antara 0 dan 3, seperti yang dijelaskan dibagian lain

Ekspresi APP beta neuron, glia TNFa, iNOS endotel, GLUT neuron 1, GLUT3, GLUT4 dan mikroglial GLUT5, ekspresi tersebut juga dinilai dari 0 sampai 3
[15

].

Karena immunostaining dari GLUT 3 tidak memuaskan dan dari GLUT 1 immunostainings tidak bervariasi diantara pasien, kami tidak menilai korelasi statistik keduanya dengan tingkat glukosa darah. ANALISIS STATISTIK Variabel kuantitatif dan kualitatif masing-masing dinyatakan dengan median ( kisaran interkuartil, IQR) dan persentase, hubungan antara variabel kontinyu dinilai dengan koefisien non parametrik korelasi Spearman. Variabel kontinyu dan kategori masingmasing dibandingkan antara kelompok pasien dengan Wilcoxon rank-sum dan uji eksak Fisher. Nilai P <0,05 dianggap mengindikasikan signifikansi statistik. Semua analisis statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik R 2.6.2 (Yayasan R untuk statistik Komputasi, Wina, Austria). HASIL Dari tahun 1997-2001, 17 pasien yang meninggal akibat syok septik dimasukkan dalam penelitian .Karakteristik pasien disajikan pada tabel 1. Syok septik memiliki durasi rata-rata empat hari dan yang terutama sekunder karena pneumonia atau selulitis. Empat pasien mengalami pre-diabetes mellitus yang sudah ada. BG Median selama tinggal di ICU sebesar 2,17 g / l. Episode hiperglikemia diamati pada semua pasien dan hipoglikemia terjadi pada lima (29%) pasien. Sembilan (53%) pasien mengalami hiperglikemia berkepanjangan dan enam (35%) diobati dengan insulin (dengan tingkat rata-rata 2,7 BG g / L (1,9-3,0)). Temuan makroskopik adalah iskemia (n = 12), perdarahan (n = 9) dan abses yang tersebarluas (n = 3). Edema diamati hanya pada satu pasien. Berbeda dengan HLA-DR, ekspresi CD 68 mikroglial cenderung berkorelasi dengan AUBGC > 2 g/l (rho = 0,44, P = 0,08). Intensitas neuronal dan mikroglial apoptosis berkorelasi dengan AUBGC > 2 g/l (rho = 0,53; P = 0,03 dan rho = 0,70, P = 0,002) (Tabel 2, Gambar 1). Intensitas ekspresi saraf beta-APP berkorelasi dengan AUBGC > 2 g/ l (rho = 0,61; P = 0,03) (Gambar 2). Ekspresi endotel iNOS berkorelasi dengan intensitas apoptosis neuron (rho = 0,68, P = 0,005) tetapi tidak dengan apoptosis mikroglial (Rho = 0,34, P = 0,17). Intensitas

apoptosis neuronal dan mikroglial saling berkorelasi (rho = 0,56, P = 0,02). Immunostaining dari GLUT3 tidak memuaskan. GLUT1 lebih tercat/ terdiri dari selsel endotel daripada sel-sel neuron dan ekspresinya tidak bervariasi diantara pasien. Ekspresi GLUT 4 neuron (Gambar 3) dan mikroglial GLUT 5 (Gambar 4) tidak berkorelasi dengan hiperglikemia yang berkepanjangan atau dengan apoptosis neuron atau mikroglial (Tabel 3). Ekspresi iNOS endotel dan mikroglial GLUT5 berkorelasi terbalik (rho = -0,54; P = 0,03). Apoptosis neuronal dan mikroglial tidak berkorelasi dengan SAPS-II di pendaftaran, skor SOFA tertinggi, durasi syok septik, atau dengan natrium serum (terutama hiponatremia), terendah tekanan sistolik arteri, PaO2 dan SaO2. Intensitas apoptosis neuronal dan iskemia cenderung berkorelasi dengan waktu kumulatif hipotensi (rho = 0,45, P = 0,06 dan rho = 0,38, P = 0,11). DISKUSI Pada pasien yang meninggal akibat syok septik, hiperglikemia dikaitkan dengan apoptosis mikroglial sementara apoptosis neuron lebih cenderung terkait dengan ekspresi iNOS endotel. Kami juga menemukan bahwa hiperglikemia cenderung berkorelasi dengan ekspresi CD 68, yang merupakan penanda aktivasi mikroglial. Postulasi hubungan antara hiperglikemia dan apoptosis sel mikroglial, didukung oleh ketidakhadirannya korelasi statistik dengan hipotensi, hipoksemia atau hipernatremia, sementara diketahui bahwa hippocampus sangat rentan terhadap faktor-faktor ini. Kami juga menemukan bahwa saraf GLUT 4 dan ekspresi mikroglial GLUT5 tidak berkorelasi dengan tingkat glukosa darah, menunjukkan terganggunya downregulation. Hasil ini konsisten dengan beberapa penelitian percobaan. Ketidaksesuaian antara immunostaining mikroglial CD 68 dan HLA-DR diamati sebelumnya
25]

telah

dan berasal dari fakta bahwa CD 68 merupakan marker yang


[26-28].

lebih baik, diaktivasi oleh mikroglia. Oksida nitrat telah banyak didokumentasikan sebagai pro faktor apoptosis, terutama pada sepsis eksperimental Dalam model penelitian eksperimental, trauma otak atau iskemia, hiperglikemia telah dihubungkan dengan cedera sel neuron dan glial melalui berbagai mekanisme termasuk disfungsi mitokondria, stres oksidatif, inflamasi dan excitotoxicity
[29].

Meskipun mekanisme

yang serupa berimplikasi pada sepsis yang berhubungan dengan ensefalopati, kontribusi dari hiperglikemia belum dapat dijelaskan. Baru-baru ini telah dibuktikan

bahwa tinggi glukosa dan LPS secara sinergis menginduksi apoptosis mikroglial oleh pembentukan formasi radikal bebas oksidatif
[13].

Menariknya, korelasi statistik antara

apoptosis neuronal dan mikroglial menunjukkan bahwa keduanya memiliki fenomena saling ketertergantungan. Hal ini membuktikan bahwa fungsi saraf dan kelangsungan hidup berhubungan erat baik dengan astroglial maupun mikroglial sel [30]. Oleh karena itu, seseorang mungkin berspekulasi bahwa hiperglikemia yang menginduksi kematian mikroglial, yang secara sinergis dengan iNOS endotel, menginduksi apoptosis neuron, menunjukkan urutan mekanis memperhitungkan sepsis yang berhubungan dengan disfungsi otak. Model ini memperhitungkan, masing-masing jalur inflamasi [23] dan metabolik (hiperglikemia) yang merupakan proses patofisiologi utama gangguan syok septik. Hubungan antara hiperglikemia dan Ekspresi APP aksonal beta konsisten dengan yang dilaporkan dalam penelitian iskemia otak. Hal ini juga menunjukkan mikroglia
[31].

skenario lain di mana hiperglikemia yang pertama akan

menginduksi terjadinya cedera aksonal, setelah itu terjadi degenerasi sekunder Menariknya, temuan ini mengemukakan mekanisme patofisiologi yang baru dari penurunan kognitif jangka panjang pada pasien sepsis [32]. Penelitian ini adalah yang pertama untuk menjelaskan neuropathological adalah konsekuensi dari hiperglikemia pada pasien yang telah meninggal dari syok septik. Namun penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, seseorang mungkin berpendapat bahwa apoptosis agaknya adalah fenomena post-mortem. Meskipun kemungkinan ini tidak dapat dikesampingkan, kami sebelumnya telah menunjukkan bahwa kematian sel tidak berkorelasi dengan waktu untuk pengambilan sampel otak [15]. Kedua, karena kadar glukosa darah tidak dinilai terus-menerus, ada kemungkinan bahwa hipoglikemia tersendiri atau peristiwa hyperglikemik tidak terdeteksi. Namun, penilaian tingkat BG tidak berbeda antara pasien dengan dan tanpa hiperglikemia atau hiperglikemia berkepanjangan. Ketiga, telah ditunjukkan bahwa uji kapiler tidak memberikan pengukuran yang akurat dari BG, terutama overestimating itu
[33].

Namun, meskipun dengan kelemahan ini, meteran kapiler

digunakan baik di uji klinis dan dalam pemeriksaan rutin untuk mentitrasi terapi insulin. Hal itu harus dicatat bahwa apoptosis. Mikroglial juga berhubungan dengan median BG. Keempat kami memiliki keterbatasan dalam penelitian kami untuk

memeriksa hippocampus karena sangat sensitive terhadap hemodinamik, hipoksia dan insult metabolic namun juga terlibat di ICU, terkait dengan patofisiologi delirium. Dampak apoptosis neuronal dan mikroglial pada fungsi hippocampus tidak dapat jelas disimpulkan dari pengamatan neuropathological sederhana ini. Jika hiperglikemia dikaitkan dengan perubahan dalam elektrofisiologi fungsi hippocampus dan dengan kemampuan kognitif dimediasi oleh struktur hipokampus. Telah dilaporkan bahwa kadar glukosa yang tinggi berhubungan dengan terjadinya delirium pada pasien ICU
[36].

Sebaliknya, telah ditunjukkan bahwa infus glukosa adalah memori peningkat

sistem sepsis pada tikus, menunjukkan bahwa kontrol ketat glukosa, atau setidaknya hipoglikemia, dapat mempengaruhi fungsi hippocampus [37]. Ketika kami telah menunjukkan sebuah hubungan antara hiperglikemia dan kematian sel dalam otak pasien syok septik, data ini tidak memungkinkan kami untuk membuat kesimpulan definitif tentang hiperglikemia sebagai mekanisme penyebab untuk kematian sel. Memang, korelasi statistik antara variable ante-mortem dan penemuan post-mortem ini tidak membuktikan hubungan kausal. Peragaan semacam itu akan membutuhkan penyelidikan yang lebih rinci tentang bagaimana kadar glukosa mempengaruhi sel mikroglial dan fungsi molekul dan peragaan bahwa kontrol glikemik mengurangi apoptosis mikroglial. Hanya penelitian eksperimental dapat secara layak mengatasi masalah ini. Memang, pemeriksaan post-mortem tidak menghasilkan wawasan ke dalam proses proksimal yang mendahului apoptosis pada manusia. Hal ini mungkin menjelaskan hiperglikemia yang cenderung berhubungan dengan aktivasi mikroglial (tercermin dari ekspresi CD68), sebelum terjadinya apoptosis. Penilaian efek neuropathological kontrol BG akan membutuhkan sampling otak pasien yang meninggal dunia akibat shock septik dan yang telah diobati atau tidak diobati dengan terapi insulin. Tugas yang tidak begitu dapat dengan mudah dicapai. Sampel neuropathological, kami didapatkan sebelum implementasi luas kontrol glikemik dengan terapi intensif insulin di banyak unit perawatan kritis. Hal ini diilustrasikan oleh kenyataan bahwa insulin ini diberikan pada sebagian kecil pasien dan tidak ditargetkan untuk normoglikemia. Pengamatan ini mencegah kita untuk menilai efek neuropathological dari insulin. Selain itu, masih terlalu dini untuk mengantisipasi manfaat neurologis dari terapi insulin. Pertama dari semuanya, bahkan

jika sel-sel mikroglial memainkan peran utama dalam host defence dari otak, dan terlibat dalam proses neuroinflammatory dan neurodegenerative, implikasi mereka dalam sepsis yang terkait dengan disfungsi otak tidak ditunjukkan [38]. Tidak diketahui apakah apoptosis mikroglial adalah fenomena adaptif, diabaikan atau merugikan. Berbeda dengan situasi dalam neuron, interpretasi pewarnaan ISEL positif dalam glial dan sel mikroglial tidak sederhana. Karena ISEL tidak mutlak spesifik untuk waktu istirahat DNA beruntai ganda dan juga dapat mendeteksi waktu istirahat DNA beruntai tunggal seperti yang diamati dalam perkalian sel
[39],

pewarnaan positif juga


[40]

mungkin mencerminkan proliferasi sel. Di sisi lain, Petito dan Roberts

menunjukkan bahwa kematian apoptosis astrosit reaktif mungkin ada mekanisme fisiologis dimana otak menghilangkan suatu kelebihan jumlah astrosit yang telah berkembang biak setelah beberapa tipe cedera otak. Ini juga dapat berlaku untuk mikroglia [41]. Kedua, metabolisme glukosa otak sangat kompleks dan gangguan dalam sepsis kurang dijelaskan. Oleh karena itu, sensitivitas saraf untuk hipoglikemia dan hiperglikemia mungkin sangat berubah pada sepsis, membuat efek dari insulin pada metabolisme saraf tidak dapat terduga. Kami telah menemukan bahwa ekspresi saraf GLUT 4 dan mikroglial GLUT 5 berhubungan dengan kadar glukosa darah atau apoptosis sel. Hal ini tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa transporter glukosa terlibat dalam proses kematian sel. Sebagai contoh, telah ditunjukkan secara eksperimental bahwa GLUT5 yang terlibat dalam hiperglikemia terkait kematian sel mikroglial dengan kadar glukosa dalam darah
[40,42,43]. [13].

Lebih lanjut, satu

mungkin berharap bahwa ekspresi glukosa transporter akan berbanding terbalik Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa ketidakhadirannya downregulation mungkin telah meningkatkan konsentrasi glukosa intraseluler dan, dengan demikian, toksisitasnya. Kami mengakui bahwa tidak adanya korelasi antara apoptosis dan ekspresi GLUT mikroglial tidak mengesampingkan suatu perubahan fungsi GLUT, yang dalam penelitian masa depan bisa langsung dievaluasi dengan mengukur beban glukosa protein intraseluler dan glikasi. Selain itu, secara biologis masuk akal bahwa hipoglikemia berpotensi jauh lebih berbahaya bagi otak daripada hiperglikemia. Ini akan bermanfaat untuk menilai berkorelasi neuropathological hipoglikemia pada pasien yang telah meninggal dari syok septik.

Ini akan memerlukan proporsi yang lebih besar dari pasien yang memiliki hipoglikemia telah berkembang daripada yang diamati dalam penelitian ini. Hal ini menarik untuk dicatat bahwa iNOS telah terbukti dapat menurunkan ekspresi serebral GLUT 1 [44]. Seseorang mungkin berpendapat bahwa immunostaining ringan GLUT 1 dari neuron menggambarkan suatu downregulation. Meskipun ekspresi GLUT 3 tidak bisa dinilai karena alasan teknis, itu harus dicatat bahwa perubahan dari GLUT 3 tidak dapat menjelaskan hubungan antara hiperglikemia dan apoptosis sel-sel mikroglial karena tidak diekspresikan oleh sel-sel. Penelitian ini menunjukkan efek yang sama pada ekspresi mikroglial GLUT 5. Mekanisme lain mungkin bisa terlibat, terutama edema perivaskular yang dapat membahayakan substrat dan pengiriman oksigen. Meskipun kami tidak dapat secara khusus menilai mekanisme ini, Hal ini terbukti bahwa, BBB berubah pada sepsis eksperimental tetapi juga pada pasien syok septik
[45].

Meskipun keterbatasan ini, penelitian kami

menunjukkan bahwa hiperglikemia dapat berkontribusi pada jarring-jaring kompleks dari sinyal abnormal, yang menyebabkan terjadinya sepsis terkait dengan disfungsi otak. Penelitian masa depan seharusnya menyelidiki mekanisme hiperglikemia terkait dengan apoptosis mikroglial, khususnya downregulation gangguan GLUT, dan menilai efek neuropathological dan juga neurologis kontrol glukosa darah dengan terapi insulin.

KESIMPULAN Tampaknya kemungkinan bahwa faktor hemodinamik, inflamasi dan metabolik menyebabkan disfungsi sel otak dan kematian selama syok septik, dan mungkin menjelaskan sepsis berhubungan dengan disfungsi otak, yang terkait dengan peningkatan mortalitas
[46].

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami

signifikansi patogen dari faktor-faktor ini dan bagaimana mereka dapat dimodulasi untuk tujuan terapeutik. Pesan utama

Pada pasien syok septik, mikroglia sangat kuat diaktivasi. Faktor hemodinamik, inflamasi dan metabolik berkontribusi terhadap disfungsi sel otak dan kematian selama septik syok. Hiperglikemia berkaitan dengan apoptosis mikroglial sedangkan apoptosis neuron berkaitan dengan ekspresi iNOS endotel. Hiperglikemia dapat berkontribusi ke kompleks web sinyal yang abnormal, mengakibatkan sepsis terkait dengan disfungsi otak.

Anda mungkin juga menyukai