Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Pedesaan merupakan salah satu ukuran pembangunan yang harus diperhatikan, disebabkan oleh peranan pedesaan di dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional dan devisa utama terutama dalam bidang pertanian. Pembangunan masyarakat pedesaan tidak segera menunjukan prakarsa yang berarti, dimana disebabkan oleh struktur dan kultur pedesaan tersebut. Sebagian besar penduduk pedesaan adalah petani dan kaum petani memiliki kultur sendiri seperti ketidakpekaan terhadap pembaharuan, aspirasi terbatas, pandangan hidup yang sempit, dan terhadap pemerintah bersikap di satu pihak bergantung tetapi di lain pihak curiga ( Rogers, 1964:24). Hal diatas menyebabkan pembangunan diarahkan pada masyarkat pedesaan terutama pada negara-negara berkembang. Pembangnan ini dititikberatkan pada peningatan produktivtas yang ditujukan memberantas kemiskinan Masalah yang timbul dalam mewujudkan hal tersebut yaitu upaya untu mendorong partisipasi masyarakat pedesaan dan upaya untu meningkatkan produktivitas mereka yang berbenturan dengan kultur masyarakat di pedesaan. Dengan demikian diperlukan cara atau metode pendekatan supaya timbul kepekaan dalam dirinya untuk menerima inovasi dalam memecahkan masalah kemisinannya. Disinilah letak pentingnya suatu metode penyuluhan yang didasarkan pada pendekatan khusus berdasarkan kondisi dan keadaan masyarakat pedesaan.

Menciptakan Struktur Pedesaan Progresif Struktur pedesaan progresif adalah suatu system sirkulasi di daerah pedesaan yang memperlancar arus barang, informasi, serta jasa-jasa penunjang pertanian antara tiap-tiap usahatani dengan masyarakat yang lebih luas. Dalam pembangunan pertanian Mosher (1974;9) mengatakan bahwa ada enam macam kelompok kegiatan yang saling berpengaruh : 1. Penelitian untuk menemukan dan memperkembangkan teknologi usahatani dan yang ada hubungannya dengan itu yang baru dan lebih baik, 2. Mengusahakan adanya import atau produksi dalam negeri bagi sarana produksi dan alatalat pertanian yang diperlukan agar teknologi baru itu dapat dipergunakan, 3. Menciptakan suatu pedesaan progresif ataupun organisasi pedesaan yang dapat menyedeiakan saluran-saluran agar bahan-bahan dan informasi-informasi dapat tersalur dengan mudah antara masing-masing usahatani dengan seluruh masyarakat disekitarnya, 4. Menciptakan dan memelihara adanya perangsang yang cukup bagi petani-petani untuk meningatkan produksi, 5. Memperbaiki tanah pertanian, 6. Mendidik dan melatih teknisi-teknisi agar mampu melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik. Masalah Pembangunan Pedesaan Kawasan perdesaan menghadapi permasalahan-permasalahan internal dan eksternal yang menghambat perwujudan kawasan permukiman perdesaan yang produktif, berdaya saing dan nyaman. Adapun permasalahan pembangunan perdesaan yang dihadapi terdapat 11 permasalahan dasar yaitu : 1. Terbatasnya alternatif lapangan kerja berkualitas. Kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, baik industri kecil yang mengolah hasil pertanian maupun industri kerajinan serta jasa penunjang lainnya sangat terbatas. Sebagian besar kegiatan ekonomi di perdesaan masih mengandalkan produksi komoditas primer sehingga nilai tambah yang dihasilkan kecil.

2. Lemahnya

keterkaitan

kegiatan

ekonomi baik

secara

sektoral

maupun

spasial. Kondisi ini tercermin dari kurangnya keterkaitan antara sektor pertanian (primer) dengan sektor industri (pengolahan) dan jasa penunjang, serta keterkaitan pembangunan antara kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan. 3. Timbulnya hambatan (barrier) distribusi dan perdagangan antar daerah. Dalam era otonomi daerah timbul kecenderungan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam bentuk pengenaan pajak dan retribusi (pungutan) yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, di antaranya pungutan yang dikenakan dalam aliran perdagangan komoditas pertanian antar daerah yang akan menurunkan daya saing komoditas pertanian. 4. Tingginya risiko kerentanan yang dihadapi petani dan pelaku usaha di perdesaan. Petani dan pelaku usaha di kawasan perdesaan sebagian besar sangat bergantung pada alam. Kondisi alam yang tidak bersahabat akan meningkatkan risiko kerugian usaha seperti gagal panen karena banjir, kekeringan, maupun serangan hama penyakit. Pada kondisi demikian, pelaku industri kecil yang bergerak di bidang pengolahan produk-produk pertanian otomatis akan terkena dampak sulitnya memperoleh bahan baku produksi. Risiko ini masih ditambah lagi dengan fluktuasi harga dan struktur pasar yang merugikan. 5. Rendahnya aset yang dikuasai masyarakat perdesaan. Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga petani gurem (petani dengan pemilikan lahan kurang dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7 juta rumah tangga (RT) atau 56,2 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan pada tahun 2003. Hal ini ditambah lagi dengan masih rendahnya akses masyarakat perdesaan ke sumber daya ekonomi seperti lahan/tanah, permodalan, input produksi, keterampilan dan teknologi, informasi, serta jaringan kerjasama. 6. Rendahnya tingkat pelayanan prasarana dan sarana perdesaan. Ini tercermin dari total area kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio elektrifikasi kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen (tahun 2003), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum perpipaan

baru mencapai 6,2 persen (tahun 2002), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru 52,2 persen (tahun 2002), meningkatnya fasilitas pendidikan yang rusak, terbatasnya pelayanan kesehatan, dan fasilitas pasar yang masih terbatas di perdesaan khususnya di Kawasan Timur Indonesia. 7. Rendahnya kualitas SDM di perdesaan yang sebagian besar berketrampilan rendah (low skilled). Ini ditunjukkan dengan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 5,84 tahun atau belum lulus SD/MI; sementara itu rata-rata lama sekolah penduduk perkotaan sudah mencapai 8,73 tahun. Proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang telah menyelesaikan pendidikan SMP/MTs ke atas hanya 23,8 persen, jauh lebih rendah dibanding penduduk perkotaan yang jumlahnya mencapai 52,9 persen. Kemampuan keaksaraan penduduk perdesaan juga masih rendah yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara yang masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua kali lipat penduduk perkotaan yang angkanya sudah mencapai 5,49 persen (Susenas 2003). 8. Meningkatnya konversi lahan pertanian subur dan beririgasi teknis bagi peruntukan lain. Di samping terjadinya peningkatan luas lahan kritis akibat erosi dan pencemaran tanah dan air, isu paling kritis terkait dengan produktivitas sektor pertanian adalah penyusutan lahan sawah. Pada kurun waktu 1992-2000 luas lahan sawah telah berkurang dari 8,2 juta hektar menjadi 7,8 juta hektar. Kondisi ini selain didorong oleh timpangnya nilai land rent pertanian dibanding untuk permukiman dan industri, juga diakibatkan lemahnya penegakan peraturan yang terkait dengan RTRW di tingkat lokal. 9. Meningkatnya degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup. Sumber daya alam dan lingkungan hidup sebenarnya merupakan aset yang sangat berharga bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Namun demikian, potensi ini akan berkurang bila praktekpraktek pengelolaan yang dijalankan kurang memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Contoh dari hal ini dapat dilihat pada data Statistik Kehutanan tahun 2002, di mana perkiraan luas lahan kritis sampai dengan Desember 2000 adalah 23,24 juta hektar, dengan 35 persen berada di dalam kawasan hutan dan 65 persen di luar kawasan hutan. Untuk hutan sendiri telah terjadi peningkatan

laju degradasi dari 1,6 juta hektar/tahun pada kurun 1985-1997 menjadi 2,1 juta hektar/tahun pada kurun waktu 1997-2001. 10. Lemahnya kelembagaan dan organisasi berbasis masyarakat. Ini tercermin dari kemampuan lembaga dan organisasi dalam menyalurkan aspirasi masyarakat untuk perencanaan kegiatan pembangunan, serta dalam memperkuat posisi tawar masyarakat dalam aktivitas ekonomi. Di samping itu juga terdapat permasalahan masih terbatasnya akses, kontrol dan partisipasi perempuan dalam kegiatan pembangunan di perdesaan yang antara lain disebabkan masih kuatnya pengaruh nilai-nilai sosial budaya yang patriarki, yang menempatkan perempuan dan laki-laki pada kedudukan dan peran yang berbeda, tidak adil dan tidak setara. 11. Lemahnya koordinasi lintas bidang dalam pengembangan kawasan perdesaan. Pembangunan perdesaan secara terpadu akan melibatkan banyak aktor meliputi elemen pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat, dan swasta. Di pihak pemerintah sendiri, koordinasi semakin diperlukan tidak hanya untuk menjamin keterpaduan antar sektor tetapi juga karena telah didesentralisasikannya sebagian besar kewenangan kepada pemerintah daerah. Lemahnya koordinasi mengakibatkan tidak efisiennya pemanfaatan sumber daya pembangunan yang terbatas jumlahnya, baik karena tumpang tindihnya kegiatan maupun karena tidak terjalinnya sinergi antar kegiatan. Berjalannya sistem sirkulasi input atau output dalam usahatani akan tergantung dari tersedianya unsur-unsur atau syarat-syarat (programa) dalam SPP. Unsur-unsur tersebut adalah : 1. Kota-kota pasar (market towns) Mempunyai tempat-tempat perjalanan dimana petani-petani dapat membeli sarana produksi serta alat-alat pertanian dari pasar di mana petani dapat menjual hasil buminya. 2. Jalan-jalan pedesaan Memperlancar dan menekan biaya pengangkutan hasil serta untuk penyaluran informasi dan segala jasa-jasa di daerah pedesaan. 3. Percobaan-percobaan pengujian local Menentukan cara berudahatani yang paling baik sesuai dengan keadaan setempat

4. Aparatur penyuluh Petani dapat belajar tentang teknologi baru dan bagaimana mempergunakan fasilitasfasilitas untuk digunakan teknologi baru. 5. Fasilitas kredit untuk membiayai penggunaan input produksi. STRUKTUR PEDESAAN PROGRESIF Lokalitas usahatani (LUT)

Lokalitas usahatani adalah suatu daerah pedesaan yang cukup sempit sehingga setiap petani di dalamnya dengan alat pengangkutan yang ada padanya dapat pergi dari rumahnya ke pusat pasar dimana fasilitas-fasilitas untuk usahatani tersedia dan pada hari itu juga dapat pulang ke rumahnya. Jadi besar kecilnya lokalitas usahatani akan tergantung dari sarana dan prasarana pengangkutan. Unsur-unsur lokalitas usahatani yang epektif: Satu pusat pasar dengan beberapa tempat jual beli untuk hasil bumi dan tempat penjualan sarana produksi, alat pertanian yang dapat dibeli secara eceran. Cukup terdapatnya jalan baik dari usahatani menuju ke pusat pasar maupun dari pusat pasar ke dareah yang lebih luas lagi. Percobaan-percobaan menguntungkan. Jasa-jasa penyuluhan pertanian Tersedianya kredit usahatani lokal untuk memperoleh cara-cara bertani yang paling

Karena saling isi mengisi semua unsure tersebut itulah, maka didalam usaha penciptaan dan usaha untuk memperkuat lokalitas usahatani harus ditinjau sebagai satu kelompok kegiatan yang tidak terpisahkan antara satu dengan lainnya. Luas dari lokalitas usahatani dapat dirubah atau diperluas jika kemampuan dari jangkauan unsur-unsur terutama unsure pengangkutan sudah berkembang.

Distrik usahatani

Tujuan pembentukan distrik usahatani : 1. Memenuhi/ melayani kebutuhan lokalitas dibutuhkan lokalitas usahatani 2. Untuk membantu petani secara efektif Distrik usahatani ini terdiri dari beberapa lokalitas usahatani. Distrik usahatani harus dapat membantu lokalitas usahatani seperti lokalitas usahatani membentu petani. Dengan demikian distrik usahatani harus menyediakan fasilitas-fasilitas dan jasa-jasa yang memmungkinkan lokalitas usahatani untuk membantu petani secara epektif. Jasa yang dibutuhkan oleh lokalitas usahatani yaitu: 1. Pasar distrik (grosir) untuk hasil produksi, sarana produksi dan alat pertanian. 2. Penelitian pertanian regional 3. Kantor penyuluhan distrik 4. Bank-bank distrik 5. Jalan-jalan dan saluran-saluran perhubungan distrik. Besarnya distrik usahatani ini pada umumnya sama besarnya dengan distrik (kecamatan), dengan demikian batas-batas distrik usahatani sama dengan batas-batas administrative pemerintahan. Sekalipun demikian bukan berarti harus sama, tetapi untuk memudahkan sebaiknnya dibentuk sama. Dalam pembentukan lokalitas usahatani dan distrik usahatai perlu memperhatikan situasi dan kondisi daerah terutama potensi yang dimiliki, dan menyediakan fasilitas dan jasa-jasa yang

menggolongkannya sesuai dengan kondisi tadi, seperti : a. Potensi pertumbuhan (pertanian) segera (PPS) b. Potensi pertumbuhan (pertanian) dikemudian hari segera (PPD) c. Potensi pertumbuhan (pertanian) rendah (PPR).

Struktur pedesaan progresif ini akan berpengaruh dalam produktivitas usahatani dalam berbagai bentuk seperti : Pertanian kecil atau petani gurem atau subsistem Pertanian besar Perkebunan besar

Asalkan bentuk struktur pedesaan progresif disesuaikan dengan ukuran dan jenis usahatani yang ada didalam suatu daerah geografis tertentu. Masalah-masalah yang timbul dalam struktur pedesaan progresif adalah : 1. Masalah perimbangan antara berbagai unsur struktur pedesaan progresif yang harus digabung. 2. Masalah bagaimana mengatur intensitas program-program yang menunjang struktur pedesaan progresif secara geografis di dalam suatu negara. 3. Masalah penyesuaian perencanaan yang diperlukan untuk mencapai struktur pedesaan progresif kepada prosedur perencanaan nasional yang menyeluruh bagi pembangunan pertanian.

4. Bagaimana membuat efektifitas atau berkualitas tiap-tiap unsur struktur pedesaan progresif. 5. Masalah untuk menetapkan besarnya perhatian (dan sumber-sumber pemerintah) yang perlu dicurahkan untuk struktur pedesaan progresif. Struktur pedesaan progresif secara alami, perlahan-lahan dalam jangka waktu tertentu akan terbentuk baik secara lokal, regional ataupun nasional. Pembentukan struktur pedesaan progresif terjadi bertahun-tahun melalui proses eksperimen dan penyesuaian diri, sedangkan unsur-unsurnya terbentuk serta mengalami perubahan sendiri-sendiri selama bertahun-tahun , seperti terbentuknya jalan-jalan, pasar, lembaga perkreditan, tenaga penyuluh. Hanya bisanya unsure-unsur tadi tidak/kurang terkoordinasi dengan baik. Hal-hal yang dapat mempercepat tumbuhnya struktur pedesaan progresif adalah sebagai berikut: a. Merencanakan dan melaksanakan rencana pengadaan unsure-unsur struktur pedesaan progresif. b. Mengkoordinasikan dengan baik unsur-unsur struktur pedesaan progresif c. Pertambahan penduduk d. Adanya pengaruh dari daerah yang telah maju (baik disengaja maupun tidak disengaja) e. Berkembangnya pengetahuan dan teknologi khususnya dalam berusahatani. Struktur pedesaan progresif tidak selalu harus direncanakan secara nasional dari atas ke bawah, tetapi mungkin dapat ditetapkan secara garis besar saja dan dibarengi dengan diberikannya subsidi. Struktur pedesaan progresif sebaiknya direncanakan secara lokal sehingga sesuai dengan kebutuhan dan situasi setempat. Pada tahap tertentu pelaksanaan struktur pedesaan progresif ini akan membutuhkan koordinasi dengan daerah-daerah lain sehingga akan tercapai struktur pedesaan progresif di tingkat regional, dan seterusnya.

Bagi banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, kebijakan pembangunan yang mengabaikan sektor pertanian telah menimbulkan tidak memadainya pertumbuhan

pendapatan di daerah pedesaan. Di sisi lain, kebijakan mengimpor teknologi padat modal secara besar-besaran untuk mencapai industrialisasi dengan segera telah menyebabkan pertumbuhan kesempatan kerja di kota tidak sesuai dengan jumlah orang yang mencari pekerjaan. Ribuan petani di pedesaan kehilangan tanah karena mekanisasi pertanian yang belum waktunya, alih fungsi lahan yang semakin terus meningkat menimbulkan gejala baru yang menyebabkan petani harus berpindah ke kota-kota yang tumbuh dengan pesat, tetapi apa yang diharapkan mereka ternyata tidak terwujud. Dari pemaparan di atas ternyata urabnisasi merupakan dampat dari moderniasi yang mempunyai sisi positif dan negatif. Konsep Agropolitan Konsep agropolitan adalah sebuah kebijakan pemerintah pusat yang merupakan pendekatan terpadu dari beberapa departemen bidang jalan ekonomi melengkapi untuk

pembangunan di pedesaan khususnya pertanian dengan

infrastruktur,

memperluas akses terhadap kredit usaha untuk meningkatkan pendapatan petani dan mendorong pertumbuhan industri guna meningkatkan nilai tambah sektor pertanian. Program ini dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (Deptan, 2002). Namun pada kenyataannya kawasan agropolitan yang dibangun di Indonesia, tidak pernah benar-benar mandiri dalam memenuhi kebutuhan kawasan maupun dalam distribusi produk. Jadi diperlukan upaya dalam memanfaatkan dan mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan dalam meningkatkan produtivitas wilayah akan barang dan jasa, (Friedman & Allonso, 1978). Konsep agropolitan memandang bahwa pembangunan wilayah ditujukan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang medorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desadesa hinterland atau wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi, yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain.

Tujuan

utama

program

ini

adalah

untuk

memenuhi

pelayanan

terhadap

masyarakat di pedesaan, dengan kata lain menurut Friedmann, adalah menciptakan kota di desa agar para petani atau masyarakat desa secara umum tidak perlu pergi ke kota untuk memenuhi kebutuhan mereka. Terutama dalam hal pelayanan produksi dan distribusi, pelayanan sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya. Disamping itu program ini juga diharapkan dapat menahan masyarakat untuk tetap kerasan berada di kampung dan membangun desa guna mengurangi exodus ke kota. Pengembangan agropolitan diciptakan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan di daerah. Teori ini mendukung paradigma pembangunan dari bawah yang muncul sebagai pendekatan pembangunan yang mengutamakan kekuatan lokal. Menurut

Friedmann dalam Aydalot,1985:146 menyatakan bahwa pembangunan dari dalam adalah yang bersifat kedaerahan, kerakyatan dan demokratis. Daerah merupakan basis pembangunan, dimana wilyah merupakan basis dari pembangunan itu sendiri, yaitu sebuah kawasan tertentu dimana pembangunan terjadi dan menarik sumber daya yang ada. Dia merupakan hasil dari setiap bagian/komponen wilayah dari suatu kawasan, dengan kata lain komponen alam, budaya, ekonomi dan sosial. Pertumbuhan pertanian sebagai prasarat pengembangan pedesaan melalui ; y y y y y Diversifikasi pertanian Keluarga petani sebagai unit dasar organisasi Perkembangan secara simultan system pendukung Organisasi oleh dan untuk petani Industrialisasi pedesaan berupa eggroll

Pembangunan pedesaan dilakukan dengan pendekatan secara multisektoral(holistik), partisipatif, berlandaskan pada semangat kemandirian, berwawasanlingkungan dan berkelanjutan serta melaksanakan pemanfaatan sumberdayapembangunan secana serasi dan selaras dan sinergis sehingga tercapai optimalitas.Ada tiga prinsip pokok pembangunan pedesaan, yaitu: Pertama, Kebijaksaan dan langkah-langkah pembangunan di setiap desa mengacukepada pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan Trilogi Pembangunan.Ketiga unsur Trilogi Pembangunan tersebut yaitu

(a) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, (b) pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan (c) stabilitas yang sehat dan dinamis, diterapkan di setiap sektor, temasuk desadan kota, di setiap wlayah dan antar wilayah secara saling terkait, sertadikembangkan secara selaras dan terpadu. Kedua, Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pembangunanyang berkelanjutan. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan mensyaratkansetiap daerah lebih mengandalkan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagaisumber pertumbuhan. Disamping itu setiap desa perlu memanfaatkan SDM secaraluas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesinmesin, dan peralatan seefisienmungkin. Ketiga, Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijaksanaan deregulasi debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya. Dalam melaksanakankegiatan pembangunan pedesaan diperlukan kerjasama yang erat antar daerahdalam satu wilayah dan antar wilayah. Dalam hubungan ini perlu selaludiperhatikan kesesuaian hubungan antar kota dengan daerah pedesaan sekitarnya,dan antara suatu kota dengan kota-kota sekitarnya. Hal ini disebabkan karena padaumumnya lokasi industri, lokasi kegiatan pertanian atau sektor-sektor lain

yangmenunjang/terkait cenderung terkonsentrasi hanya pada beberapa daerahadministrasi yang berdekatan. Dengan kerjasama antar daerah, maka daerah-daerah yang dimaksud dapat tumbuh secara serasi dan saling menunjang.Melalui kerjasama antara daerah-daerah/wilayah-wilayah dapat diusahakankeseimbangan pertumbuhan antara sektor pertanian dan sektor-sektor lain baikdari segi nilai tambah maupun dari segi penyiapan tenaga kerja

http://images.sjarwo.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SD5BgwoKCncAADDrJuM1/ PEMBANGUNAN%20PEDESAAN.ppt?key=sjarwo:journal:10&nmid=87415560.
http://tarbiyahkamis.blogspot.com/2008/06/struktur-pedesaan-progresif-untuk.html http://eprints.undip.ac.id/17730/1/YUNELIMETA.pdf

Anda mungkin juga menyukai