Anda di halaman 1dari 17

BAB.

I KONTROVERSIAL BUNGA BANK

1. Pendahuluan Hingga lebih dari sepuluh tahun berdirinya lembaga keuangan dengan prinsip syariah Islam di Indonesia, kontroversi bunga bank dan riba masih mewarnai wacana yang hidup di masyarakat. Mereka yang pernah menikmati manisnya bunga bank telah secara terbuka menghujat praktek lembaga keuangan syariah sebagai kegiatan yang munafik karena mereka tidak merasakan perbedaannya antara praktek lembaga keuangan syariah dengan praktek lembaga keuangan konvensional. Bahkan dengan secara serampangan berpendapat bahwa system bagi hasil antara mudharib (nasabah) dan robbul mall (bank) merugikan mudharib karena setelah dihitung kembali ternyata bagian keuntungan yang harus diserahkan kepada bank jauh lebih tinggi dari bunga pinjaman kalau mereka meminjam uang dari bank konvensional. Inilah gambaran opini sebagian masyarakat yang disatu pihak belum memahami betul prinsip-prinsip operasional lembaga keuangan syariah dan belum dilaksanakannya secara betul (kaffah) prinsipprinsip syariah dalam operasional lembaga keuangan syariah dilain pihak.

2. Tentang bunga bank a. Difinisi bunga : 1. The American Heritage DICTIONARY of the English Language :Interest is A charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned . 2. KAMUS EKONOMI (Inggris Indonesia), Prof. DR. Winardi, SE.: Interest (net) Bunga modal (netto). Pembayaran untuk penggunaan dana-dana. Diterangkan dengan macam-macam cara seperti misalnya : a) Balas jasa untuk pengorbanan konsumsi atas pendapatan yang dicapai pada waktu sekarang (contoh : teori abstinense). b) Pendapatan-pendapatan orang yang berbeda mengenai preferensi likwiditas yang menyesuaikan harga.

c) Harga yang mengatasi terhadap masa sekarang atas masa yang akan datang (teori preferensi waktu). d) Pengukuran produktifitas macam-macam investasi (efisiensi marginal modal). e) Harga yang menyesuaikan pemintaan dan penawaran akan dana-dana yang dipinjamkan (teori dana yang dipinjamkan).

3. Dictionary of Economics, Sloan and Zurcher : Interest yaitu : Sejumlah uang yang dibayar atau untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang bersangkut paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal.

b. Beberapa pendapat umum yang menganggap bunga bank tidak sama dengan riba 1. Dalam keadaan-keadaan darurat bunga halal hukumnya. 2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja yang dilarang, adapun suku bunga yang wajar dan tidak mendholimi diperkenankan. 3. Keuangan Bank, demikian juga Lembaga Keuangan Bukan Bank sebagai lembaga hukum tidak termasuk dalam teritorial hukum taklif. 4. Hanya kredit yang bersifat konsumtip saja yang pengambilan bunganya dilarang, adapun yang produktip tidak demikian (the productivity theory of interest). 5. Bunga diberikan sebagai ganti rugi (opportunity cost) atas hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pengelolaan dana tersebut (the classical theory of interest). 6. Uang dapat dianggap sebagai komoditi sebagaimana barang-barang lainnya sehingga dapat disewakan atau diambil upah atas penggunaannya (the monetary theory of interest). 7. Bunga diberikan untuk mengimbangi laju inflasi yang mengakibatkan menyusutnya nilai uang atau daya beli uang itu.

8. Jumlah uang pada masa kini mempunyai nilai yang lebih tinggi dari jumlah yang sama pada suatu masa nanti, oleh karena itu bunga diberikan untuk mengimbangi penurunan nilai atau daya beli uang ini (time preferece of money theory). 9. Bunga diberikan sebagai imbalan atas pengorbanan/ pemantangan penggunaan pendapatan yang diperoleh (the abstinence theory of interest).

c. Terhadap pendapat-pendapat tersebut diatas dalam berbagai lokakarya telah ditanggapi sebagai berikut : Pendapat 1) s/d 3) adalah pendapat para ulama atau umat Islam yang putus asa akan kemungkinan dapat dioperasikannya secara murni bank syariah di Indonesia. Oleh karena itu mereka khawatir apabila umat Islam menjauhi bank keadaan ekonomi mereka tidak akan maju.

Kesimpulan Perbedaan pendapat tentang apakah bunga bank sama dengan riba sebenarnya telah selesai dengan adanya Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Fa-idah) tanggal 22 Syawal 1424 atau 16 Desember 2003. Pertanyaan tentang bagaimana kalau system bunga dihapuskan saja ternyata telah ditanggapi secara ilmiah oleh sebuah kajian seorang mahasiswa S2 Universitas Indonesia dalam tesisnya yang berjudul Evaluasi terhadap penggunaan bunga dan hikmah pelarangannya ditinjau menurut system moneter Islam dari tulisannya tersebut dapat disimpulkan secara singkat, sebagai berikut : 1. Perilaku suku bunga sebagai variable penjelas terhadap permintaan uang adalah lemah (tidak signifikan), karena tidak mampu menjelaskan peranannya sebagai biaya atas memegang uang kas.

2. Suku bunga tidak efektif sebagai indirect screening mechanism dalam mendorong investasi. Kesimpulan ini terlihat pada tidak signifikannya variable suku bunga terhadap permintaan investasi. Lembaga keuangan dengan system bunga ternyata tidak mampu
3

menjadi intermediaries dalam mengelola dana masyarakat. Permasalahan kredit macet dan masih kecilnya dana masyarakat yang disalurkan pada sector produktif pada perbankan konvensional, menunjukan bahwa fungsi bank telah gagal;

3. Hubungan kausalitas volatilitas suku bunga PUAB terhadap volatilitas kurs menunjukan bahwa system bunga telah menimbulkan ketidakstabilan perekonomian dan sulit untuk diprediksi. Penerapan suku bunga sebagai sasaran operasional hanya akan menciptakan ketidakpastian, karena tingkat harga yang tercipta sangat dipengaruhi perilaku masyarakat yang terlalu berekspektasi terhadap gejolak suku bunga.

Saran yang disampaikannya berkenaan dengan bunga adalah bahwa penghapusan system bunga tidak akan menimbulkan pemasalahan serius dalam kaitannya dengan kebijakan moneter. Dalam studi empiris suku bunga sama sekali tidak mempengaruhi permintaan uang, akan tetapi permintaan uang merupakan kombinasi antara permintaan dan penawaran uang. Demikian halnya terhadap permintaan akan investasi tidak efektif dipengaruhi oleh suku bunga .

BAB II. KONSEP DAN PENGERTIAN


Pengertian Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya. Sedang lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau keduanya.

Menurut UU RI No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Jadi dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan meliputi 3 kegiatan utama yaitu : 1. Menghimpun dana 2. Menyalurkan dana 3. Memberikan jasa lainnya Dalam perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari bunga serta biaya-biaya administrasi dan jasa yang ditawarkan. Sedangkan pada perbankan syariah tidak beroperasi dengan mengandalkan pada bunga.

Bank syariah sendiri adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.

Menurut SyafiI Antonio dan Karnaen Perwataatmadja, membedakan antara bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam yaitu :

Bank syariah adalah :

1. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah 2. Bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Alquran dan Hadits Bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam. Khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam.

Pengertian Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Pengertian bank syariah menurut para ahli : Schaik (2001): Bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya Sudarsono (2004): Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah

Muhammad (2002) dalam Donna (2006): adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

BAB. III PRODUK BANK SYARIAH


1. Penghimpun Dana A. Giro Syariah Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek/ bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan. B. Tabungan Syariah Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro. C. Deposito Syariah Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.

2. Penyaluran Dana A. Akad Mudharabah (bagi hasil) Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. B. Akad Musyarakah (penyertaan modal) Transaksi penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana atau barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dnegan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati, jika pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. C. Akad Murabahah (jual beli) Transaksi jual beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin yang disepakati oleh para pihak, dimana pihak penjual menginformasikan harga perolehan terlebih dahulu kepada pembeli atau konsumen. Mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya memukul atau berjalan. Istilah ini biasa dipakai oleh penduduk Irak, sementara penduduk Hijaz lebih suka menggunakan istilah qirodh atau muqaradhah. Dalam kaitannya dengan muamalah, kata dharb disini lebih tepat diartikan pada proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Sedangkan secara teknis, mudharabah didefinisikan sebagai akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan 100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Apabila dalam usahanya diperoleh keuntungan (profit) maka keuntungan tadi kemudian dibagi antara shahibul maal dan mudharib dengan prosentase nisbah atau rasio yang telah disepakati sejak awal perjanjian/kontrak. Sedangkan apabila usaha tersebut merugi maka kerugian tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak shahibul maal sepanjang hal itu disebabkan oleh risiko bisnis (bussiness risk) dan bukan karena kelalaian mudharib (character risk).
8

Akad mudharabah ini berbeda dengan sistem bunga (interest) mengingat sifat pengembalian (return) yang tidak pasti baik dari segi jumlah maupun segi waktu sehingga akad ini dikategorikan sebagai Natural Uncertainty Contract (NUC). Dalam bahasa lain, produk ini disebut juga dengan Trust Financing atau Trust Investment karena kontrak ini hanya diberikan kepada pengusaha yang benarbenar credible dan sudah teruji amanahnya. Secara skematis, akad mudharabah dapat digambarkan sebagai berikut :

Jenis-Jenis Mudharabah 1. Mudharabah Mutlaqah

Jenis mudharabah ini merupakan bentuk akad yang tidak dibatasi pada jenis usaha, waktu, dan wilayah tertentu sehingga pengelola bebas untuk menentukan cara ia mengelola modal tersebut. 2. Mudharabah Muqayyadah

Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratanpersyaratan tertentu misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu. Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga disebut mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).

D. Akad Salam Transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. E. Akad Istishna Transaksi jual beli dengan cara pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan. Definisi Menurut Fatwa DSN MUI Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani) Jenis Akad Istishna : 1. Langsung : Pemesan<->Penjual Akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani) 2. Paralel : Pemesan Penjual subkontraktor Akad istishna antara penjual dan pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan oleh pemesan. Syarat : tidak terjadi taalluq. Rukun Akad Istishna 1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni) dan penjual (pembuat/shani) 2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna yang berbentuk harga. 3. Ijab kabul/serah terima
10

F. Akad Ijarah (sewa) Transaksi sewa menyewa atas suatu barang atau jasa, antara pemilik dan pemakaian sewa dengan hak pakai untuk mendapatkan imbalan atas obyek yang disewakan. Transaksi terhadap suatu manfaat tertentu, bersifat mubah dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu . Ijarah ditunjukkan untuk manfaat atau jasa bukan materi/benda, dapat berupa manfaat/nilai Ijarah Jasa (Ijarah ala al amal) bukan merupakan kewajiban (fardhu ain) seperti shalat, puasa. Tetapi bersifat fardu kifayah

Ijarah memiliki beberapa ketentuan: 1. Kedua belah pihak memenuhi syarat hukum 2. Kedua belah pihak menyatakan kerelaannya untuk melakukan ijarah dan tidak terpaksa 3. Manfaat objek diketahui secara jelas 4. Penyewa berhak atas manfat baik untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain baik dengan cara menyewakannya atau meminjamkan 5. Objek Ijarah dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung 6. Objek Ijarah adalah halal

11

Akad Ijarah Berakhir Objek hilang/lenyap : terbakar, faktor alam Habis masa waktunya Salah satu pihak yang wafat dapat dialihkan pada ahli warisnya Objek disita, pailit

G. Akad Qaradh Transaksi pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 3. Pelayanan Jasa A. Letter of credit (L/C) impor syariah L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan oleh bank atas permintaanm importer dengan pemenuhan persyaratan tertentu. B. Bank Garansi Syariah Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. C. Penukaran Valuta Asing (sharf) Transaksi penukaran mata uang yang berlain jenis, baik membeli atau mejual kepada nasabah.

12

BAB. IV PRINSIP DASAR OPERASIONAL BANK SYARIAH


Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Beberapa Prinsip atau hukum yang dianut oleh system perbankan syariah antara lain: Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana Islam tidak memperbolehkan menghasilkan uang dari uang. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsic Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan pada Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah

Schaik (2001) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu: 1. keadilan, kesamaan dan solidaritas 2. larangan terhadap objek dan makhluk 3. pengakuan kekayaan intelektual 4. harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way) 5. tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban 6. kondisi umum dari kredit 7. dualiti risiko

13

Kondisi umum dari kredit meliputi: a) peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan b) terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi - bukan biaya dari pembiayaan di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit(liability)

BAB. V PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah. Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Industri perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah kedua perangkat perundangundangan tersebut diberlakukan. Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di
14

Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan, termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Sebagai akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara system perbankan diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Selama periode krisis ekonomi tersebut, bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing loans) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada masyarakat. Data menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat menyalurkan dana kepada sektor produksi dengan LDR (loan deposit ratio) berkisar antara 113-117 persen. Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang selain memenuhi harapan masyarakat dalam aspek syariah juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian. Dari sisi aset, sistem perbankan syariah telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yaitu sebesar 74% pertahun selama kurun waktu 1998 sampai 2001 (nominal dari Rp. 479 milyar pada tahun 1998 menjadi Rp. 2.718 milyar pada tahun 2001). Dana Pihak Ketiga telah meningkat dari Rp. 392 milyar menjadi Rp. 1.806 milyar. Sistem perbankan syariah telah pula mengalami pertumbuhan dalam hal kelembagaan. Jumlah bank umum syariah telah meningkat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 81 BPRS pada akhir tahun 2001. Jumlah kantor cabang dari bank umum syariah dan UUS dari 26 telah meningkat menjadi 51 Kantor.

15

Meskipun pertumbuhan jaringan kantor relatif cepat, namun kontribusi system perbankan syariah terhadap sistem perbankan nasional masih kecil (total aset sekitar 0.26% dari total aset perbankan nasional). Berbagai langkah telah dilakukan untuk terus meningkatkan kualitas operasional perbankan syariah yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kepercayaan para pengguna jasa perbankan syariah. Saat awal-awal perekonomian Indonesia dilanda krisis, bankbank konvensional tampaknya tidak mampu menyalurkan kredit baru. Hal itu berbanding terbalik dengan kemampuan bank Syariah yang mampu menyalurkan beberapa jenis pembiayaan baru. Ini menandakan bahwa meskipun dalam suasana krisis, perbankan Syariah masih mampu berkiprah. Tahun 1998, perbankan Syariah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 445 milyar dan meningkat menjadi Rp 472 milyar pada tahun 1999. Pada saat yang sama penyaluran kredit oleh perbankan konvensional menurun dari Rp 545 trilyun menjadi Rp 227 trilyun. Di Indonesia saat ini terdapat 255 bank umum dan 2.262 BPR dengan jumlah volume usaha sebesar Rp 1.005 trilyun, dana masyarakat Rp 679 trilyun dan penyaluran kredit Rp 277 trilyun. Dari total volume usaha perbankan nasional itu, terdapat dua bank umum Syariah, satu bank umum yang membuka kantor Syariah, serta 84 BPR Syariah, dengan total volume usaha sebesar Rp 1,2 trilyun. Kiprah jaringan perbankan syariah di Indonesia diakui masih belum menggembirakan. Diakui memang ada beberapa kendala yang dihadapi perbankan syariah untuk berkompetisi dengan perbankan konvensional. Beberapa kendala itu diantaranya, terbatasnya kantor bank syariah, dan masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap kegiatan bank syariah. Bila dibandingkan dengan perkembangan perbankan syariah di negara-negara lain, seperti kawasan Timur Tengah, dan Malaysia, maka perkembangan perbankan syariah di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. Ada kecenderungan umum, bahwa minat masyarakat Indonesia terhadap bank syariah semakin meningkat. Maklum, di samping tidak memakai sistem bunga, bank ini terbukti kebal penyakit negative spread yang diderita banyak bank konvensional pada masa krisis. Minat masyarakat terhadap bank syariah ini juga didorong oleh faktor agama, seperti bisa dilihat dari hasil survei yang dilakukan BI.

16

Menurut survei BI, sepertiga penduduk Indonesia yang beragama Islam masih enggan berhubungan dengan bank konvensional. Pasalnya, mereka alergi dengan bunga bank yang dianggap setali tiga uang dengan riba. Buat pelaku bisnis, tentu saja, data ini menggambarkan peluang bisnis yang menggiurkan. Sebab, diperkirakan ada sekitar 100 juta orang Islam di Indonesia yang punya potensi berhubungan dengan bank. Berarti ada sekitar 30 juta orang yang merasa lebih afdol bila dilayani oleh bank syariah. Sementara Bank Muamalat Indonesia (BMI) baru bisa melayani 150.000 nasabah.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan Bank syariah adalah bank atau tempat penyimpanan dana yang sesuai dengan hukumhukum dan landasan agama Islam. Bank ini banyak memberikan manfaat dan kemudahan bagi masyarakat, khususnya muslim. Di Indonesia, mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga seharusnya hukum keuangan yang diterapkan mengikuti hukum perekonomian Islam, yaitu bank syariah.

2. Saran Dilihat dari keuntungan-keuntungan dan manfaat dari bank syariah sendiri, seharusnya masyarakat menggunakan bank syariah sebagai tempat penyimpan modal. Namun faktanya pada zaman ini masih banyak yang menggunakan bank konvensional karena tergiur oleh bunga yang dijanjikan. Padahal bunga adalah riba dalam hukum Islam.

17

Anda mungkin juga menyukai