Anda di halaman 1dari 7

Dalam beberapa tahun terakhir, kebutuhan gas alam atau gas bumi semakin meningkat seiring semakin luasnya

penggunaan gas alam sumber energi ini baik untuk industri maupun untuk rumah tangga dan sebagai bahan baku industri terutama untuk industri pupuk. Konsumsi gas alam sebagai energi final adalah ketiga terbesar setelah BBM dan batubara, lebih tinggi dari listrik dan LPG. Prosentasi (share) konsumsi gas alam mencapai 13,7 persen pada tahun 2008. Beberapa masalah terkait industri gas alam selain produksi adalah pasokan untuk kebutuhan dalam negeri yang terbatas. Akibat terbatasnya pasokan gas maka kelangsungan pengembangan industri pupuk sempat terganggu karena belum adanya jaminan pasokan gas. Pembentukan harga yang tidak sepenuhnya memakai prinsip pasar di dalam negeri membuat sebagian produksi dijual ke pasar luar negeri. Kondisi ini membuat kepastian pasokan untuk industri kebutuhan dalam negeri belum stabil. Pemerintah mencoba mengatasi hal ini dengan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan memprioritaskan alokasi gas dari lapangan baru yakni Lapangan Donggi Senoro untuk kebutuhan domestik. Dengan semakin besarnya desakan di dalam negeri untuk bisa memanfaakan semaksimal mungkin gas alam untuk kebutuhan dalam negeri maka berbagai kebijakan baru telah dikeluarkan mengenai pemanfaatan gas alam. Beberapa regulasi baru pada sektor ini yang diperkirakan akan mempengaruhi bisnis gas alam di Indonesia khususnya menyangkut transmisi gas alam diantaranya pemindahan titik serah gas alam ke Singapura dari plant gate di Singapura ke well head di Indonesia yang mempengaruhi proses perhitungan biaya dan harga jual gas alam tersebut. Komposisi gas bumi Gas bumi terbuat dari gas hidrokarbon dengan komponen utama methane (C1). Gas bumi dapat ditemukan di bawah lapisan bumi, seringkali bersama dengan cadangan minyak. Saat tiba di permukaan, gas ini dipisahkan dari minyak atau air yang mungkin ada dalam deposit tersebut. Proses ini memurnikan gas dengan membuang gas lain yang ada seperti propane dan butane, serta kandungan air. Gas bumi berbeda dengan LPG (Liquified Petroleum Gas) dalam hal unsurnya. LPG utamanya dibuat dari Propane (C3). LPG didistribusikan melalui kapal, sementara gas bumi melalui pipa.

Energi yang dihasilkan oleh gas alam diukur dengan kalori. Kandungan energi ini tidak seragam karena dihasilkan dari beberapa sumur gas yang berbeda. Kalori gas alam di Indonesia paling rendah adalah 5991 Kkal /m3 sementara yang tertinggi mencapai 11127 Kkal /m3. Gas alam yang didistribusikan di wilayah Banten, Karawang, Bogor, Jakarta memiliki kalori sebesar 7703 11127 Kkal /m3, sementara gas alam yang didistribusikan di wilayah Cirebon memiliki kalori terendah yakni 5991 Kkal /m3. Cadangan gas bumi akan habis dalam 59 tahun Potensi gas bumi yang dimiliki Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun. Cadangan gas ini diperkirakan belum akan bertambah kecuali ditemukan cadangan potensial baru. Cadangan besar terakhir yang ditemukan adalah cadangan di lapangan Tangguh. Tidak adanya cadangan potensial ini mempengaruhi aktivitas pengeboran pengembangan dalam beberapa tahun terakhir. Dalam tiga tahun terakhir, aktivitas pengeboran untuk pengembangan lapangan gas alam di Indonesia relatif nihil. Pengeboran pengembangan mencapai 22.626 kaki pada tahun 2007. Lapangan-lapangan penghasil gas alam di Indonesia Donggi Senoro Lapangan Donggi-Senoro terletak di Sulawesi Tengah yang dioperasikan oleh dua KKKS yaitu PT Pertamina EP dan JOB Pertamina-Medco E&P Tomori. Lapangan Donggi merupakan pengembangan lapangan terintegrasi pada area Matindok yang terdiri dari lapangan Donggi, lapangan Matindok, lapangan Maleoraja dan lapangan Minahaki. Sedangkan lapangan Senoro merupakan pengembangan dari lapangan gas Senoro dan lapangan minyak Tiaka. Cadangan terbukti di Blok Matindok dan Senoro ini sebanyak 2,3 triliun kaki kubik (Tcf). Produksi gas dari lapangan Donggi Senoro di Sulawesi Tengah bisa bertambah 50 juta kaki kubik per hari (million metric standard cubicfeet per day/MMSCFD) seiring dengan ditemukannya cadangan baru. Di lapangan Senoro terdapat tambahan potensi sebesar 0,6 triliun kaki kubik (iniiun cubic feet/ TCF) dan Matindok 0,76 TCF. Dengan demikian, dari kedua lapangan itu bisa diproduksi sebesar 455 mmscfd per hari selama 15 tahun. Investasi yang dibenamkan untuk fasilitas hulu di ladang Senoro diprediksikan sekitar US$ 800 juta dan investasi untuk fasilitas hulu Matindok sebesar US$ 790 juta.

Peruntukan produksi dari lapangan ini telah diputuskan oleh pemetintah untuk kebutuhan dalam negeri. Sebelumnya, konsorsium menilai skema 70 MMSCFD (juta standar kaki kubik per hari) untuk domestik dan 335 MMSCFD untuk ekspor merupakan yang paling ekonomis. Gas ini diperkirakan akan dibeli oleh 3 perusahaan nasional PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Panca Amara Utama (PAU). Ketiga perusahaan itu butuh pasokan gas sekitar 211 juta MSCFD. Lapangan Tangguh Produksi gas alam cenderung tetap Produksi gas alam Indonesia dalam beberapa tahun terakhir cenderung tetap. Tingkat produksi rata-rata adalah sekitar 2,9 miliar TSCF (trillion standard cubic feet) . Produksi gas dihasilkan dari produksi Pertamina, Pertamina Joint Operation Body (JOB), Pertamina Technical Assistance Contract (TAC) dan Pertamina Joint Operation Body Production Sharing Contract (JOB-PSC), serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) / Production Sharing Contract (PSC). Tingkat produksi gas sebagian besar dihasilkan dari Kontrak Kerja Sama (KKS) / Production Sharing Contract (PSC) yakni sekitar 2,5 TSCF, diikuti oleh produksi Pertamina sekitar 300 MSCF. Produksi oleh Pertamina JOB dan Pertamina TAC tidak terlalu signifikan yakni masingmasing sekitar 18 juta MSCF dan 30 MSCF pada tahun 2006 hingga 2008. Produksi gas alam melalui KKKS rata-rata mencapai sekitar 88 persen dari produksi total sementara produksi oleh Pertamina sekitar 10 persen. Produksi oleh Pertamina JOB dan Pertamina TAC rata-rata masing-masing sekitar 0,7 persen. Pemanfaatan gas alam Gas alam sebagai dipakai pada beberapa sektor. Penggunaan gas alam di Indonesia antara lain untuk penggunaan pada sumur gas sendiri untuk keperluan produksi, industri pupuk, pengilangan, LPG (Liquified Petroleum Gas), kondensat, LNG (Liquified Natural Gas), dll. Sebagian besar gas alam yang diproduksi di Indonesia diproses menjadi LNG yakni ratarata sekitar 1,3 TSCF per tahunnya., sementara untuk pasar dalam negeri (lokal) ratarata sekitar 320 juta MSCF per tahunnya. Total E&P Indonesie produsen KKKS / PSC terbesar

Total E&P Indonesie produsen KKKS / PSC terbesar Total E&P Indonesie merupakan produsen gas alam terbesar di Indonesia. Produksinya dihasilkan dari lapangan offshore di Kalimantan Timur. Volume produksi Total E&P Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1,009,972,142 MMSCF. Pangsa produksi Total E&P Indonesie rata-rata adalah 40 persen dari produksi gas alam nasional. Beberapa produsen KKKS besar lainnya adalah Exxon Mobil, Conoco Phillips Grissik Ltd, Vico Indonesia, dan Petrochina Jabung Ltd. Ekspor gas alam cenderung menurun Sebagian produksi gas bumi Indonesia dilempar ke pasar ekspor dan sisanya untuk kebutuhan domestik. Ekspor gas Indonesia selama ini adalah ke Singapura, Jepang, China, Korea, Thailand dan Malaysia. Ekspor sebagian besar dilakukan dalam bentuk LNG melalui kapal, sementara sisanya melalui jaringan pipa transmisi. Selama ini, porsi untuk ekspor lebih besar daripada volume untuk pasar domestik. Secara akumulatif dalam kontrak jual beli gas dari tahun 2003 hingga 2007, alokasi domestik mencapai 20.120.000 MMSCFD atau 48 persen dan ekspor 21.550.000 MMSCFD atau 52 persen. Semenjak tahun 2009 prosentase ekspor gas bumi sudah mulai mengecil dibandingkan sebelumnya. Pada tahun 2009 ekspor kurang dari 50 persen yakni sebesar 46,08 persen dari total produksi dengan volume mencapai 3.667 MMSCFD. Ekspor gas dalam bentuk LNG cenderung turun dari tahun ke tahun, sementara ekspor melalui pipa cenderung meningkat. Pada tahun 2007 ekspor LNG turun sebesar 8,5 persen menjadi 1.076.785 MMSCFD. Penurunan juga terjadi pada tahun 2008 namun lebih kecil yaitu sebesar 0,8 persen menjadi 1.067.796 MMSCFD. Pada tahun 2009, hingga bulan Oktober tercatat ekspor LNG sebesar 841.911 MMSCFD. Jika dihitung rata-rata bulanan maka volume ekspor sebesar 84.191 MMSCFD ini lebih kecil dari tahun sebelumnya yang mencapai 88.983 MMSCFD. Sementara itu, volume ekspor gas melalui pipa emmiliki tren meningkat. Ekspor gas dilakukan melalui pipa transmisi Grissik Singapura. Volume ekspor gas bumi melalui pipa fluktuatif dalam beberapa tahun namun menunjukkan tren meningkat. Pada tahun 2007 volume ekspor mencapai 297 ribu MMSCFD.

Pada tahun 2008 volume ekspor menurun 20 persen menjadi 235 ribu MMSCFD. Ekspor melonjak tajam pada tahun 2009, dimana hingga bulan Oktober telah mencapai 291 ribu MMSCFD atu 24.persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun mendatang diperkirakan volume gas untuk ekspor akan lebih kecil lagi seiring dengan berkurangnya komitmen gas untuk luar negeri setelah tahun 2010. Beberapa kontrak penjualan ekspor Penjualan gas ke luar negeri dilakukan secara jangka panjang dengan sistem kontrak. Saat ini sejumlah kontrak ekspor jangka panjang masih berlangsung dan beberapa kontrak baru juga akan mulai realisasi pengirimannya dalam tahun ini. Kontrak ekspor gas ke Singapura antara Premier Oil Natuna BV dengan Sembgas di Singapura pada tahun 2008 selama 18 tahun dimana pengiriman akan dimulai pada tahun 2010. Ekspor gas dialirkan melalui pipa milik Conoco Philips. Kontrak ekspor baru pada tahun 2009 antara lain adalah kontrak penjualan sisa kapasitas produksi sebesar 125 ribu ton dari Lapangan Tangguh di Papua. Volume sebesar 125.000 ton per tahun tersebut merupakan bagian dari 200.000 ton per tahun sisa kapasitas kilang LNG Tangguh yang belum terjual. Penjualan ini akan dilakukan oleh Pertamina dengan pembeli Tohoku Electric Power Co, Jepang. Gas bumi dari lapangan ini diekspor melalui kapal setelah diproses menjadi LNG pada kilang LNG Tangguh. Dari kapasitas total kilang yang mencapai 7,6 juta ton per tahun, 7,4 juta ton di antaranya sudah terjual ke sejumlah pembeli, di antaranya Sempra Energy Marketing Co sebesar 3,7 juta ton per tahun, Fujian 2,6 juta ton per tahun, serta Posco dan K-Power 1,1 juta ton per tahun. Beberapa kontrak penjualan ekspor akan selesai pada tahun 2010 yakni kontrak ekspor LNG ke western buyer asal Jepang. Kontrak western buyer akan berakhir dalam tahun ini juga. Menurut rencana pemerintah akan membatasi kontrak ekspor gas baru dan akan mengalihkan alokasi untuk kebutuhan domestik pada tahun 2011. Kebutuhan gas domestik meningkat Gas bumi di pasar domestik dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya sebagai bahan baku misalnya pada industri petrokimia dan pupuk; sebagai bahan bakar misalnya pada industri keramik, tekstil, dan rumah tangga; sebagai sumber pembangkit listrik pada PLTG, serta sebagai sumber energi pada pada produksi migas yakni untuk artificial lifting, komponen produksi lifting minyak bumi. Kebutuhan gas yang dimaksud adalah kebutuhan terkontrak ditambah kebutuhan yang mendapat komitmen.

Rata-rata kebutuhan domestik per tahun pada tahun 2009 hingga 2010 adalah 5.557,6 MMSCFD. Wilayah Sumatera Bagian Tengah, Selatan dan Jawa Bagian Barat (Region III) merupakan wilayah dengan kebutuhan terbesar dengan rata-rata kebutuhan per tahun dari tahun 2009 hingga 2014 sebesar 2.994,7 MMSCFD. Kebutuhan untuk bahan bakar antara lain diserap oleh PGN Batam, PGN Pekanbaru, dan PGN Jawa Barat, selain diserap Kilang LPG seperti milik PT Ogspiras Basya Pratama di Palembang dan PT. Titis Sampurna di Prabumulih. Industri yang menggunakan sebagai bahan bakar adalah PT. Asahimas di Jawa Barat. Kebutuhan untuk pembangkit tenaga listrik antara lain diserap oleh PLTG Duri, PLTG Teluk Lembu, PLTGU Asrigita Prasarana, PLTG Talang Dukuh, PLTG Energi Musi Makmur, PLN Injiniring, PLN Kramasan, PLN Borang, PLN Muara Karang, PLN Tanjung Priok, PLN Muara Tawar, serta PLN Cilegon. Produsen migas yakni PT. Chevron Pacific Indonesia menyerap sebagian besar kebutuhan gas sebagai energi di wilayah ini selain Joint Operation Body (JOB) Suryaraya Teladan. Sementara itu, kebutuhan gas untuk bahan baku pada industri pupupk datang dari pabrik-pabrik Pupuk Sriwijaya I sampai IV di Palembang, Pupuk Kujang di Jawa Barat. Wilayah Jawa Bagian Timur (Region V) menjadi yang kedua terbesar kebutuhannya dengan rata-rata sebesar 843,8 MMSCFD per tahun yang didominasi oleh pengggunaan untuk listrik PLN pada PLTGU Gresik. Selain listrik, kebutuhan juga datang dari pabrik milik Petrokimia Gresik sebagai bahan baku dan PGN sebagai bahan bakar. Kebutuhan domestik ini belum seluruhnya terjamin pasokannya karena volume gas terkontrak masih di bawah volume kebutuhan. Sebagian dari kebutuhan ini baru mendapatkan komitmen pasokan dari produsen. Listrik penyerap gas terbesar domestik Secara sektoral, kelistrikan menjadi sektor dengan kebutuhan gas domestik terbesar. Kebutuhan rata-rata pada tahun 2009 hingga 2014 mencapai 2.130,7 MMSCFD. Kebutuhan untuk sektor listrik akan menurun pada tahun 2012 sampai 2014 karena penurunan kebutuhan terkontrak lebih besar dari kenaikan kebutuhan yang mendapat komitmen di wilayah Sumatera bagian tengah dan Jawa bagian timur. Kebutuhan gas sebagai bahan bakar merupakan sektor terbesar kedua dengan ratarata kebutuhan1385,5 MMSCFD. Kebutuhan terkontrak turun lebih besar dari kenaikan kebutuhan yang mendapat komitmen di wilayah Sumatera bagian tengah dan Jawa bagian tengah mulai 2011.

Industri pupuk dan petrokimia dengan kebutuhan rata-rata sebesar 1.145,6 MMSCFD adalah sektor dengan kebutuhan terbesar ketiga. Kebutuhan ini relatif tetap karena tidak ada ekspansi pada industri ini........
Investasi pengembangan kilang gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Senoro di Sulawesi Tengah sebesar US$ 2,8 miliar dinilai terlalu mahal, karena tidak sebanding dengan kapasitas produksi gas yang akan dihasilkan sebanyak dua juta metrik ton per tahun.

Kebutuhan investasi infrastruktur gas bumi pada periode 2012-2017, diperkirakan mencapai Rp 77,93 triliun. Infrastruktur gas itu akan menggantikan pemakaian bahan bakar minyak sebesar 17,38 juta kilo liter. Demikian dikatakan Anggota Komite Badan Pengatur Kegiatan Hilir Migas (BPH Migas), Qoyum Tjandranegara, Rabu (18/1/2012), dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI, di Jakarta. Proyek-proyek infrastruktur gas itu, antara lain lima pipa transmisi yaitu Natuna-Jawa bagian barat kapasitas 1.200 juta kaki kubik (MMSCFD), Kalimantan Timur-Jawa bagian timur 900 MMSCFD, Cirebon-Semarang 400 MMSCFD, Semarang-Surabaya 400 MMSCFD, dan SSWJ 1.200 MMSCFD. Selain itu, ada beberapa proyek kilang gas alam cair (LNG) yaitu di Papua 534 MMSCFD, Maluku 534 MMSCFD, dan Sulawesi 534 MMSCFD. Sementara proyek terminal penerima LNG direncanakan di 3 lokasi yaitu Sumatera Utara 250 MMSCFD, Jawa Barat 250 MMSCFD, Jawa Timur 500 MMSCFD. Proyek lainnya adalah 120 mother station, dan 960 doughter station. "Penyelesaian proyek-proyek ini akan dapat menggantikan pemakaian BBM," kata Qoyum menambahkan. Pada tahun 2017, dari penelitian akademik, dengan pembangunan infrastruktur gas itu dan substitusi BBM 17,38 juta kl, maka bisa meningkatkan produk domestik bruto 3 persen. Manfaat lain adalah, mengurangi tingkat pengangguran 13 persen untuk harga minyak 100 dollar AS per barrel.

Anda mungkin juga menyukai