Anda di halaman 1dari 8

I. PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Penerjemahan merupakan kegiatan verbal antara budaya yang diperlukan jika terjadi kesenjangan komunikasi antara penulis teks bahasa sumber dengan pembaca teks bahasa sasaran (Lyovskaya dalam Nababan dkk.),1 sehingga dapat dikatakan bahwa penerjemahan merupakan alat komunikasi yang tak terlepas dari kemampuan pragmatik yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah. Penerjemahan dan pragmatik merupakan komponen penting dalam berkomunikasi. Penerjemahan adalah kegiatan memindahkan pesan yang terkandung dalam bahasa sumber dengan padanan yang sedekat mungkin ke dalam bahasa sasaran, pertama dalam makna dan kedua dalam gaya bahasa. Di sisi lain, pragmatik adalah bagaimana bahasa digunakan dalam berkomunikasi karena orang tidak akan mengetahui hakikat bahasa itu sendiri tanpa mengetahui pragmatik. Oleh karena itu, seorang penerjemah harus memiliki kompetensi pragmatik dalam menjalankan tugasnya agar pesan dari si penulis bahasa sumber dapat tersampaikan kepada pembaca sasaran dengan tidak mengurangi makna yang terkandung dalam bahasa sumber. Hubungan antara pragmatik dan penerjemahan dapat dijelaskan melalui pemahaman bahwa teks terjemahan (lisan atau tulisan) merupakan salah satu bentuk tindak komunikasi, terutama komunikasi antarbahasa dan antarbudaya. Sebagai tindak komunikasi, teks terjemahan memiliki berbagai fitur tindak tutur yang dapat dikaji melalui tilikan-tilikan pragmatik antarbudaya. Di dalam berkomunikasi, seorang penutur (atau penerjemah) mungkin berhadapan dengan petutur (atau sidang pembaca), yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, termasuk bahasanya. Penerjemahan saat ini tidak saja dilakukan untuk menerjemahkan buku bahan ajar, Namun saat ini penerjemahan karya sastra pun juga marak dilakukan, termasuk di dalamnya penerjemahan novel. Salah satu alasan sebuah novel diterjemahkan antara lain karena novel tersebut memiliki kualitas cerita yang layak untuk dibaca dan juga karena novel tersebut memiliki daya jual yang cukup tinggi. Namun, dari pengamatan penulis terhadap beberapa novel terjemahan jenis ini, banyak bagian dari teks terjemahannya yang gagal memberikan perpadanan dinamis yang memadai sehingga teks tersebut menjadi tidak koheren dalam hal makna atau fungsi pesan. Seringkali novel terjemahan terlihat hanya memenuhi perpadanan formal (bentuk) saja walaupun penerjemah mungkin telah melakukan berbagai prosedur penerjemahan, seperti misalnya transposisi dan modulasi. Banyak kajian penerjemahan yang telah membahas masalah perpadanan dan prosedur penerjemahan yang dilakukan seorang penerjemah untuk mengalihkan pesan secara efektif dan efisien
1

Nababan, M. R., Edi Subroto dan Sumarlam, Keterkaitan Antara Latar Belakang Penerjemah dengan Proses Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan. Unpublished Research (Surakarta: PPS UNS, 2004).

sesuai dengan tujuan penerjemahan dan sidang pembacanya (Hatim dan Mason).2 Namun, tampaknya belum cukup banyak kajian mengenai perpadanan yang tidak memadai karena kegagalan pragmatik antarbudaya. Istilah kegagalan pragmatik antarbudaya (cross-cultural pragmatic failures) didefinisikan oleh Thomas sebagai kegagalan peserta komunikasi untuk memahami apa yang dimaksud dengan yang dikatakan (what is meant by what is said).3 Kegagalan pragmatik ini adalah istilah Thomas untuk kesalahan pragmatik atau pragmatic error di dalam uraiannya tentang kesalahan pragmatik yang dilakukan oleh pembelajar bahasa asing. Menurut Thomas, di dalam analisis pragmatik, semisal penggunaan tindak tutur, tidak ada kesalahan tindak tutur. Yang ada hanyalah kegagalan penutur untuk menyampaikan tujuan atau ilokusi tuturannya, atau kegagalan petutur menafsirkan tujuan atau ilokusi yang ada di dalam tuturan yang disampaikan penutur. Istilah kesalahan dianggap Thomas sebagai hal yang lebih tepat ditujukan untuk kesalahan gramatika atau grammatical error, yang dapat menyatakan sebuah tuturan salah atau benar sesuai dengan aturan gramatika yang berlaku. Masih kurangnya minat dan perhatian para sarjana dan para pakar penerjemahan di Indonesia untuk menerapkan ancangan pragmatik dalam mengkaji sebuah hasil terjemahan membuat penelitian di dalam ranah ini perlu lebih digiatkan. Penelitian pragmatik antarbudaya, terutama yang menyangkut masalah kegagalan pragmatik, jarang dilakukan dengan menggunakan teks terjemahan sebagai sumber data. Untuk itu, sebuah kajian pragmatik tentang kegagalan pragmatik di dalam terjemahan, terutama yang terdapat di dalam terjemahan novel patut dilakukan. Berdasarkan pemikiran inilah penelitian ini mengkaji ketepatan pragmatik yang muncul di dalam terjemahan dialog novel Sukreni Gadis Bali. Pemilihan novel terjemahan Sukreni Gadis Bali karangan Anak Agung Pandji Tisna (1986) dari bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris yang terjemahannya diterbitkan oleh Lontar Foundation dengan judul The Rape of Sukreni sebagai bahan kajian penelitian, bertolak dari saratnya novel ini dengan ujaran yang mengandung makna pragmatik dan ungkapan dalam budaya Indonesia yang tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa Inggris. Novel ini amat terkenal sehingga pada tahun 1998 diterjemahkan oleh seorang penerjemah profesional bernama George Quinn dan diikutsertakan dalam festival kebudayaan di New York yang mencerminkan kebudayaan Indonesia melalui karya sastra. B. Fokus dan Subfokus Penelitian Bertolak dari latar belakang di atas, maka penelitian ini mengambil fokus pada penerjemahan dialog The Rape of Sukreni (TRS) yang bersumber dari novel Sukreni Gadis Bali (SGB) diterjemahkan dengan
25

Hatim, Basil dan Ian Mason, The Translator as Communicator (London: Routledge, 1997), h. 12.
3

Thomas, Jenny A., Cross-Cultural Pragmatic Failure: Applied Linguistics 4:2 (Harlow: Longman, 1983), h. 91-112.

menggunakan ancangan pragmatik tindak tutur. Dari fokus utama tersebut akan dijabarkan subfokus, yaitu; (1) berbagai strategi penerjemahan yang dilakukan penerjemah dalam menerjemahkan berbagai ujaran yang mengandung makna pragmatik, (2) dampak dari strategi penerjemahan tersebut pada kualitas terjemahan, (3) ideologi penerjemahan yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan berbagai ujaran yang mengandung makna pragmatik, (4) strategi dan sub-strategi tindak tutur yang digunakan dalam melakukan percakapan direktif dalam novel tersebut, (5) keberhasilan dan kegagalan pragmatik di dalam terjemahan dialog SGB, (6) hakikat dan penyebab kegagalan pragmatik dengan menggunakan tilikan-tilikan pragmatik yang disertai dengan usulan terjemahan yang dapat meminimalkan berbagai kegagalan. C. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan fokus masalah yang telah diuraikan, maka masalah utama dalam penelitian ini adalah, Bagaimana dialog The Rape of Sukreni (TRS) yang bersumber dari novel Sukreni Gadis Bali (SGB) diterjemahkan dengan menggunakan ancangan pragmatic tindak tutur? Masalah pokok tersebut dapat diperinci ke dalam enam submasalah yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Strategi penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan berbagai ujaran yang mengandung makna pragmatik di dalam novel SGB? 2. Bagaimananakah dampak dari strategi penerjemahan tersebut pada kualitas terjemahan? 3. Ideologi penerjemahan apa yang dianut oleh penerjemah dalam menerjemahkan berbagai ujaran yang mengandung makna pragmatik? 4. Strategi dan sub-strategi pragmatik apa yang digunakan dalam melakukan percakapan direktif dalam novel tersebut? 5. Adakah kegagalan pragmatik di dalam terjemahan dialog SGB? 6. Bagaimana menjelaskan hakikat dan penyebab kegagalan pragmatik dengan menggunakan tilikan-tilikan pragmatik yang disertai dengan usulan terjemahan yang dapat meminimalkan berbagai kegagalan itu? D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini bermakna dipandang dari dua dimensi, yakni dari dimensi pengembangan ilmu linguistik dan dimensi manfaat praktis. Dari dimensi pengembangan ranah linguistik terapan, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan hubungan antara pragmatik dan penerjemahan di Indonesia. Selama ini, belum banyak penelitian mengenai terjemahan dengan menggunakan ancangan pragmatik, terutama penelitian yang berfokus kepada kegagalan pragmatik di dalam terjemahan. Simpulan penelitian ini diharapkan dapat meyakinkan para dosen penerjemahan dan para praktisi penerjemahan akan pentingnya pemahaman teori dan tilikan-tilikan pragmatik bagi penerjemah di dalam pengajaran teori penerjemahan dan praktik penerjemahan.

Dari dimensi manfaat praktis, penelitian ini berguna bagi para mahasiswa penerjemahan, para penerjemah, dan penyunting di Indonesia, terutama di bidang penerjemahan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Penelitian ini dapat menghasilkan semacam panduan atau ramburambu untuk meningkatkan kualitas terjemahan novel. Terlepas dari masalah komersial, selama ini masih banyak novel terjemahan yang mengandung kegagalan pragmatik yang cukup mengganggu atau malah menyesatkan pembaca, terutama para pembaca yang telah menguasai kemampuan pragmatik dalam level yang cukup untuk mulai bersikap kritis terhadap isi terjemahan. II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN A. Deskrispsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian Penelitian ini didasari atas sejumlah teori, pandangan, dan pendapat para pakar yang dipilih sebagai acuan teoretis. Beberapa teori, pandangan, dan pendapat para pakar yang berasal dari ranah teori penerjemahan dan pragmatik merupakan perampatan yang menjadi semacam kerangka acuan yang berguna saat menganalisis data dan menyimpulkan hasil analisis itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Wiersma (1991:19-20) mengenai teori dan fungsinya di dalam penelitian sebagai berikut, A theory is a generalization or series of generalization by which we attempt to explain some phenomena in a systematic manner. [...] A theory provides a framework for conducting research, and it can be used for synthesizing and explaining (through generalizations) research results.4 Di dalam bab ini, sejumlah teori yang dijadikan kerangka kerja penelitian disajikan di dalam subbab kerangka teori. Selanjutnya, bab ini juga menyajikan metodologi penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini. Penelitian ini adalah evaluasi terjemahan teks dialog novel TRS dengan menggunakan ancangan pragmatik yang dikaitkan dengan kontinum ranah pragmatik dan ranah sosiopragmatik. Sebagai penelitian pragmatik yang menggunakan terjemahan sebagai sumber data, penelitian ini juga memasukkan berbagai teori dan straregi penerjemahan yang digagas oleh Catford, Larson, Nida dan Taber, Newmark, Baker, Hatim and Mason. Serta teori pragmatik yang digagas oleh Leech dan Levinson. Fokus pada aspek pragmatik ditekankan pada teori yang digagas oleh Thomas; kegagalan pragmatik antarbudaya. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian
4

Wiersma, William, Research Methods in Education: An Introduction (Boston: Allyn and Bacon, 1991), h. 19-20.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan pemahaman dalam memilih strategi penerjemahan khususnya dalam menerjemahkan berbagai dialog dengan menggunakan ancangan pragmatik. Tujuan umum penelitian ini membawahi dua butir tujuan khusus yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Mencari dan menjelaskan bentuk-bentuk terjemahan dalam aspek pragmatik di dalam terjemahan dialog SGB. 2. Mencari berbagai kegagalan penerjemahan dalam aspek pragmatik di dalam terjemahan dialog SGB. 3. Menjelaskan hakikat dan penyebab kegagalan pragmatik dengan menggunakan tilikan-tilikan pragmatik yang disertai dengan usulan terjemahan yang dapat meminimalkan kegagalan tersebut. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah kajian analisis di dalam ranah pragmatik yang menggunakan ancangan penelitian kualitatif untuk mengkaji terjemahan. Menurut Denzin dan Lincoln (dalam Moleong 2004:5), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dengan memanfaatkan metode pengumpulan data, seperti wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen.5 Teks dialog di dalam novel SGB dan terjemahannya di dalam bahasa Inggris dijadikan sumber data. D. Metode dan Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan bentuk penelitian yang merujuk pada pendekatan kualitatif dengan membandingkan naskah sumber dengan naskah sasaran (hasil terjemahan). Perhatian peneliti diarahkan pada aspek pragmatik yang khas dalam kebudayaan Indonesia yang kemungkinan besar tidak ditemukan dalam kebudayaan Inggris. Konsep yang khas itu berupa kata atau frasa yang terkait erat dengan budaya bahasa sumber. Dengan kata lain, inti unsur kebahasaan yang diambil adalah suatu kata atau frasa yang dianggap memiliki unsur kebahasaan yang mengungkapkan konsep pragmatik dalam kebudayaan Indonesia yang tidak dikenal dalam bahasa Inggris. E. Data dan Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah: terjemahan novel Sukreni Gadis Bali (1986) yang diterjemahkan oleh George Quinn tahun 1998 yang judulnya diubah menjadi The Rape of Sukreni. Data penelitian ini berupa ungkapan verbal dari karya sastra berbahasa Indonesia dan terjemahannya dalam bahasa Inggris, yaitu berbagai dialog yang dianggap mengandung unsur yang mengungkap konsep pragmatik.
5

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 5.

F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data Adapun langkah-langkah untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut: a) Pengumpulan data dimulai dengan mengidentifikasi berbagai ujaran yang mengandung aspek pragmatik yang kemungkinan besar tidak dipahami dalam kebudayaan Inggris. b) Dialog yang diidentifikasi mengandung konsep pragmatik yang tidak dipahami ditandai dengan menggunakan marker, lalu dicatat dalam kartu. c) Langkah ketiga adalah mencari padanan terjemahan dialog yang diidentifikasi pada langkah (b) dalam karya sastra terjemahan dalam bahasa Inggris dan mencatatnya pada kartu yang sama dengan dialog bahasa Indonesia. G. Prosedur Analisis Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi dan komparasi, yaitu membandingkan teks bahasa sumber dengan teks hasil terjemahan. Adapun langkah-langkah praktis yang ditempuh dalam analisis data adalah sebagai berikut. a. Data penelitian ini adalah ungkapan verbal (verbal expressions) berupa suatu ujaran yang mengungkapkan aspek pragmatik yang tidak dipahami dalam budaya Inggris. Ujaran ini kemudian direduksi dengan cara mengatagorisasikan ke dalam bentuk-bentuk pragmatik yang berhasil dan tidak berhasil tersampaikan ke dalam teks bahasa sasaran. b. Selanjutnya, data berupa terjemahan dialog yang tidak diterjemahkan dengan baik dalam bahasa penerima dikategorisasi menurut strategi penerjemahan yang digagas oleh para ahli penerjemahan. Hal ini dilakukan dengan mengunakan teori yang dikemukakan oleh Larson, Nida dan Taber, Newmark, Hatim, dan Baker. c. Hasil dari kategorisasi di atas dimasukkan ke dalam matrik yang meliputi matrik mengenai dialog yang berhasil dan tidak berhasil tersampaikan makna pragmatiknya di dalam bahasa penerima dan matrik mengenai strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menangani ketidaksepadanan. d. Langkah selanjutnya adalah mengukuhkan kesimpulan yang telah ditarik sejak pengumpulan dan yang sebelumnya dipegangi secara longgar, terbuka, dan skeptis. Pengukuhan kesimpulan (verifikasi) dilakukan dengan melakukan diskusi dengan teman sejawat. Diskusi dilakukan secara intensif dengan memeriksa kembali setiap data dan kesesuaian kategorisasi yang telah dilakukan. Langkah ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif yang selanjutnya makna-makna yang muncul dari data diuji kebenarannya, kekokohannya yang sekaligus merupakan kevalidannya.

H. Pemeriksaan Keabsahan Data Penelitian ini menggunakan model analisis yang disarankan oleh Miles dan Huberman (1984:23).6 Dalam analisis, ditempuh langkah reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi. Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari naskah sumber berupa karya sastra Indonesia dan naskah sasaran berupa terjemahan dalam bahasa Inggris. Penyajian data dimaksudkan sebagai sajian data dalam bentuk bagan-bagan dari hasil abstraksi. Terakhir, penarikan kesimpulan dan verifikasi, sebagai bagian dari suatu kegiatan dari konfigurasi yang utuh, dimaksudkan sebagai usaha untuk menentukan makna. Kesimpulan itu diverifikasi selama penelitian berlangsung. Dalam kegiatan verifikasi, makna yang muncul dari data diuji kebenarannya dan kekokohannya yang sekaligus merupakan proses validasinya. Reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun wawasan umum terhadap objek penelitian. Dalam pengertian ini, analisis data merupakan upaya yang berlanjut, berulang-ulang dan terus-menerus. Kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan siklus dan bersifat interaktif (lihat diagram).

Miles M.B., Huberman A.M. (1984) Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods (Newbury Park: Sage, 1984), h. 23.

Anda mungkin juga menyukai