Anda di halaman 1dari 14

1.

Tema Blok Sistem Imunitas Tubuh

2. Fasilitator/ Tutor dr. Rasidik Siregar, SpB, SpBA.

3.

Data Pelaksanaan

a. Tanggal Tutorial: 30 Oktober 2008 dan 2 November 2008 b. Pemicu ke-2 c. Waktu: Pukul 10.00 s/d 12.30 WIB dan 13.00 s/d 15.30 d. Ruangan: Ruang diskusi Fisika ke-4

4.

Pemicu Budi, seorang anak laki-laki usia 10 tahun, dibawa ibunya berobat ke puskesmas karena kelihatan lesu, nafsu makan kurang, perut buncit, disertai dengan sedikit diare, demam tidak terlalu tinggi. Anak tersebut sering bermain tanpa alas kaki, dan kukunya terlihat kotor. Apa yang terjadi pada Budi?

5.

More Info Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin, ditemukan eosinofil meningkat. Hasil pemeriksaan mikroskopis dari feses segar secara langsung, ditemukan telur Ascaris lumbricoides dan Ancylostomatidae.

Bagaimana respon imun yang terjadi pada Budi?

6.

Tujuan Pembelajaran

Memahami patogenesis dan patologi Ascaris lumbricoides dan Ancylostomatidae.


a. 1

b. c.

Memahami jenis-jenis respon imun. Memahami mekanisme sistem imun.

7.

Pertanyaan yang muncul pada curah pendapat

a. b.

Patogenesis Ascaris lumbricoides Patogenesis Ancylostoma duodenale Jenis- jenis sistem imun Respon sistem imun spesifik Organ yang terlibat dalam sistem imun dan komplemennya Mekanisme sistem imun Respon imun terhadap infeksi cacing.

c.
d. e.

f. g.

8. Jawaban atas pertanyaan

a.

Patogenesis Ascaris lumbricoides.

Cacing jantan berukuran 10- 30 cm, sedangkan cacing betina berukuran 22- 35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000- 200.000 butir sehari; terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

Telur yang dibuahi, besarnya 60 x 45 m dan yang tidak dibuahi 90 x 40 m. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi akan berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu.

Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, akan menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru- paru. Larva di paru akan menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva ini menuju menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing
2

dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu 2 bulan.

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh infeksi cacing dewasa dan larva.

Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai dengan batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang- kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan, seperti: mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing- cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu, cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga terkadang perlu tindakan operatif.

b. Patogenesis Ancylostoma duodenale.

Telur cacing tambang keluar bersama tinja, 2- 3 hari kemudian menetas dan keluar larva rhabditiform, selama 2 hari, larva rhabditiform akan tumbuh menjadi larva filariform (infektif) yang tahan terhadap perubahan iklim dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah yang lembab. Larva filariform menembus kulit, masuk ke pembuluh darah kapiler dan mengikuti aliran darah menuju ke jantung kanan, kemudian ke paru- paru, lalu ke pharynx, kemudian ke duodenum dan tumbuh menjadi dewasa. Ketika larva filariform menembus kulit, akan terjadi perubahan kulit yang disebut dengan ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Pada infeksi cacing dewasa, akan meninbulkan anemia. Hal ini disebabkan karena di dalam usus, cacing dewasa akan menghisap darah sebanyak 0,08- 0,34 cc per ekor setiap harinya.

c.

Jenis- Jenis Sistem Imun.

Imunitas atau kekebalan adalah sistem pertahananan pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor.

Imunitas ada dua jenis, yaitu:


a. b.

Imunitas bawaan (innate/ non-specific immunity) Imunitas adaptif (acquired/ specific immunity)

Tabel komponen imunitas:

Sistem Imun Bawaan 1. Respon tidak spesifik. 2. Eksposur menyebabkan respon maksimal segera. 3. Komponen imunitas selular dan respon imun humoral. 4. Tidak ada memori imunologikal.

Sistem Imun Adaptif 1. Respon spesifik patogen dan antigen. 2. Perlambatan waktu antara eksposur dan respon maksimal. 3. Komponen imunitas selular dan respon imun humoral. 4. Eksposur menyebabkan adanya memori imunologikal.

Baik imunitas bawaan dan adaptif bergantung pada kemampuan sistem imun untuk memusnahkan baik melekul sendiri dan non- sendiri. Pada imunologi, molekul sendiri adalah komponen tubuh organisme yang dapat dimusnahkan dari bahan asing oleh sistem imun. Molekul non- sendiri adalah yang dianggap sebagai molekul asing.

1. Imunitas Bawaan.

Imunitas bawaan adalah imunitas pertama yang akan menghadapi berbagai antigen yang masuk ke dalam tubuh. Sebelumnya, antigen tersebut belum pernah masuk ke dalam tubuh.
4

Imunitas ini bersifat non-spesifik dan mencakup berbagai sawar terhadap agen- agen infeksi. Imunitas bawaan dapat bervariasi sesuai dengan usia dan aktivitas hormonal atau metabolik.

Perisai selular dalam sistem imun bawaan adalah leukosit. Leukosit bergerak sebagai organisme selular bebas dan merupakan lengan kedua sistem imun bawaan. Leukosit bawaan termasuk: fagosit, eosinofil, basofil, dan neutrofil.

a.

Fagositosis adalah fitur imunitas bawaan oleh sel fagosit. Fagosit biasanya berpatroli mencari patogen tetapi dapat juga dipanggil oleh sitokin. Fagositosis akan lebih efisien dengan adanya antibodi (opsonin) yang melapisi permukaan bakteri dan mempermudah pencernaannya oleh fagosit. Opsonin dapat terjadi melalui tiga mekanisme: Antibodi sendiri dapat berperan sebagai opsonin. Antibodi dan antigen dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik untuk menghasilkan opsonin. Opsonin dapat dihasilkan melalui sistem yang labil terhadap panas. b. Neutrofil adalah spesialis fagositik yang sangat mudah bergerak dan memakan serta menghancurkan bahan- bahan yang tidak diperlukan. Neutrofil dapat ditemukan di sistem kardiovaskuler. Neutrofil normalnya sebanyak 50% - 60% jumlah leukosit. c. Eosinofil mengeluarkan zat- zat kimiawi yang menghancurkan cacing parasit dan berperan dalam manifestasi alergi. d. Basofil mengeluarkan histamin dan heparin, dan juga terlibat dalam manifestasi reaksi alergi.

2. Imunitas Adaptif.

Imunitas adaptif didapat setelah seseorang terkena infeksi dari suatu antigen. Imunitas ini bersifat spesifik dan diperantarai oleh antibodi maupun sel limfoid. Imunitas ini dapat bersifat aktif maupun pasif.

Imunitas Pasif. Imunitas pasif dibawa oleh antibodi atau limfosit yang sudah terbentuk dalam host yang lain. Pemberian antibodi secara pasif untuk melawan virus tertentu, bermanfaat selama periode inkubasi untuk membatasi multiplikasi virus. Manfaat utama imunisasi pasif dengan antibodi semacam ini adalah tersedianya sejumlah besar antibodi dalam waktu cepat. Kerugiannya adalah masa hidup antibodi yang singkat dan kemungkinan terjadi reaksi hipersensitivitas jika diberikan antibodi (imunoglobulin) dari spesies yang lain.
a.

Imunitas Aktif. Imunitas aktif dihasilkan setelah kontak dengan antigen asing. Kontak tersebut dapat berupa infeksi klinis atau subklinis, imunisasi dengan agen infeksius hidup atau dimatikan atau antigen- antigennya pajanan terhadap produk mikroba (misalnya toksin dan toksoid), atau transplantasi sel- sel asing. Keuntungan imunitas aktif adalah pertahanan tubuh jangka panjang (berdasarkan memori kontak dengan antigen sebelumnya serta kemampuan berespons lebih cepat dan hebat setelah kontak dengan antigen yang sama). Kerugiannya adalah awitan resistensi yang lambat dan kontak harus lama atau berulangulang dengan antigen tersebut.
b.

Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit. Sel B atau limfosit B akan berubah menjadi sel plasma yang mengeluarkan antibodi yang secara tidak langsung menyebabkan dekstruksi benda asing. Sel B adalah limfosit yang berkembang dalam sumsum tulang mamalia.

Sel T atau limfosit T berperan dalam imunitas yang diperantarai oleh sel (imunitas selular) dengan melibatkan dekstruksi langsung sel- sel yang terinfeksi virus dan sel- sel mutan melalui cara nonfagositik. Sel T adalah limfosit yang memerlukan material dalam thymus dan membentuk beberapa subkelas dengan fungsi spesifik sel- sel tersebut merupakan sumber imunisasi selular.

d.

Respon Sistem Imun Spesifik.

Sistem imun spesifik terdiri dari: 1. 2. 3. Respon imun humoral Respon imun seluler Interaksi antara respon imun humoral dan selular.

1. Respon Imun Humoral. Fungsinya: melawan mikroorganisme dan antigen ekstraseluler. Dikerjakan oleh sel B Sel B berada di limfa dan kelenjar limfa selama menunggu aktivitas antigen.

Sel B mengambil nama dimana sel kekebalan di dalam burung mengalami proses pematangan, yakni bursa.

Berikut adalah skema dari sel B.

Sel Stem

Sel belum matang

Sumsum tulang

Surrogate complex

Sel B

Sel B

Sel B abnormal

Kelenjar Limpa Sel B

Limpa

Lisis 7

Antigen

Kloning Sel plasm a

Sel B memori

2. Respon Imun Selular. Fungsinya: melawan mikroorganisme dan antigen intraseluler. Dilaksanakan oleh sel T Sel T mengambil nama Thymus, tempat pematangan. Sel T terdiri dari: i. Sel T- helper (Th) ii. Sel T- sitotoksik (Tc) iii. Sel T-radang

IgM

Fagosit

iv. Sel T-memory

Berikut adalah skema dari sel T


Sel Stem Sel belum matang Thymus

Tc

Th & T radan g

Sel abnormal

MHC kelas I

MHC kelas II

Lisis

Kelenjar getah bening

Limpa

Antigen Sel T memor i Sel Th

T c

T radang Sel B Fagosit Antibo di Musuh

Sel terinfe ksi

3. Interaksi Antara Respon Imun Humoral dengan Selular.

Skema Modus sekresi antibodi:

Sel terinfe ksi

Sel B nonaktif

Sel Th Sel B aktif

Sel Tc

e.

Organ yang Terlibat Dalam Sistem Imun dan Komplemennya.

Organ yang terlibat dalam: 1.Respon non- spesifik. Eksternal defence sebagai barrier mekanisme pertahanan utama. Contohnya: kulit, mukosa permukaan tubuh, lisozim pada air mata, saliva, HCl pada lambung, mikroorganisme (flora normal) pada usus dan vagina.

Enternal defence Humoral factor (komplemen, interferon, antibodi alamiah, sitokin) dan Cellular factor (neutrofil, basofil, eosinofil, monocyte/ makrofag, Natural Killer cell).

2.Respon spesifik Limfa

Kelenjar Limfa

Komplemen, adalah protein plasma yang menjadi mediator utama reaksi antigenantibodi dan terdiri lebih dari 25 protein yang berbeda dan dihasilkan oleh jaringan (seperti: sel hati, makrofag, sel epitel usus) yang berbeda.

10

f. Mekanisme Sistem Imun. Mekanisme alami dan adaptif bekerja secara bersamaan. Keduanya membentuk sistem imun dalam tubuh. Komponen yang pertama sekali menghadapi mikroorganisme (yang berhasil melakukan penetrasi melintasi barrier sel epitel) adalah sel dan molekul sistem imun alami. Reaksinya meliputi fagositosis oleh makrofag, pemicuan komplemen, proses mematikan sel terinfeksi oleh Nkcell (Natural killer). Pengenalan dilakukan oleh reseptor yang berjumlah banyak dan respons terjadi segera setelah mikroorganisme masuk. Sebagaian mikroorganisme yang melakukan penetrasi dikenal dan dimatikan dalam kurun waktu beberapa jam. Imunitas alami, merupakan mekanisme yang sudah ada dan siap bekerja setiap saat. Epitel permukaan tubuh merupakan baris pertahanan pertama. Banyak virus dan bakteri baru dapat masuk melalui interaksi khusus dengan permukaan sel. Imunitas alami meliputi mekanisme efektor, bekerja segera setelah ada kontak dengan mikroorganisme patogen, kemampuannya tidak berubah saat melawan tantangan berikutnya. Mikroorganisme yang berhasil menerobos epitel akan dieliminasi oleh reaksi pertahanan tubuh. Reaksi pertahanan yang teraktivasi sebagai respons terhadap kerusakan epitel adalah: o Koagulasi darah Terjadi aktivasi fibrinogen yang berusaha menghentikan pendarahan dan menangkap serta mencagah penyebaran kuman. Inflamasi Inflamasi terpicu langsung oleh mikroorganisme menyebabkan peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler di sekitar lokasi infeksi. Hal tersebut memungkinkan sel dan cairan meninggalkan kapiler dan memasuki tempat infeksi, sehingga menimbulkan gejala radang, yaitu bengkak, kemerahan, demam dan nyeri. Fungsi inflamasi terdiri dari unsur sel dan humoral. Sistem imun mengadakan infiltrasi ke lokasi untuk membantu membersihkan mikroorganisme yang menginfeksi, sel yang mengadakan infiltrasi membantu memperbaiki kerusakan jaringan. Sistem imun Fungsi sistem imun adalah mematikan atau menetralisasi kuman dan membentuk memori sehingga pertemuan berikutnya akan memberi respons spesifik yang jauh lebih cepat. Respons yang terinduksi dini dan non- adaptif meliputi mekanisme efektor tertuju pada mikroorganisme. Respons tersebut dipicu oleh reseptor tetapi responsnya tidak memberi imunitas tahan lama atau menimbulkan memori.

Beberapa respons terinduksi sitokoin yang dilepas oleh makrofag, sebagai respons terhadap infeksi bakteri, mempunyai 3 efek utama. Pertama, respons menginduksi produksi protein fase akut oleh hepar, protein ini berikatan dengan molekulpermukaan- bakteri dan mengaktivasi komplemen atau makrofag. Kedua, beberapa respons dapat menaikkan suhu tubuh yang diduga merugikan mikroorganisme tetapi meningkatkan respons imun (kedua efek tersebut dipicu oleh IL-1 dan IL-6). Ketiga, sitokin menginduksi inflamasi, sehingga sifat permukaan dan permeabilitas pembuluh darah berubah, mengerahkan sel dan molekul imun ke lokasi infeksi.

11

Respons dini-nonadaptif penting dalam mengendalikan infeksi dan menahannya sampai respons imun adaptif terbentuk. Hanya bila mikroorganisme mengungguli baris pertahanan alami ini, barulah terjadi mobilisasi respons adaptif. Imunitas adaptif butuh waktu beberapa hari untuk berkembang karena limfosit T dan B harus bertemu antigen spesifiknya, berpoliferasi dan berdiferensiasi. Setelah terjadi respons imun adaptif, infeksinya biasanya akan terkendali atau dapat dieliminasi dan terjadi keadaan imunitas protektif. Respons ini dapat mengeleminasi mikroorganisme yang menginfeksi dan memberi imunitas protektif terhadap reinfeksi oleh mikroorganisme yang sama. Imunitas adaptif dimediasi oleh limfosit yang mempunyai reseptor antigen yang spesifik. Limfosit mengadakan respons terhadap antigen mikroorganisme perlu sinyal kostimulatori. Limfosit baru teraktifasi setelah bertemu dengan antigen spesifik dan mengadakan diferensiasi menjadi sel efektor. Sistem adaptif berevolusi dari sistem imun alami dan terdapat saling ketergantungan. Antigen (asing) belum cukup untuk memicu respons adaptif, perlu sitokin stimulatori dan mediator lain yang mula- mula timbul karena inflamasi dan oleh sel dan molekul sistem imun alami. Limfosit terdiri dari sel B dan sel T. Setelah proses aktivasi, sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mereproduksi reseptor antigen larut yang disebut antibodi. Sel T mempunyai subkelas menurut ekspresi koreseptornya, yakni CD-4 dan CD-8. Sel yang mempunyai CD-8 berdiferensiasi menjadi limfosit T sitotoksik (sel Tc) yang mempunyai fungsi mematikan sel penjamu terinfeksi mikroorganisme. Sebaliknya, sel T yang mempunyai CD-4 berdiferensiasi melalui jalur yang berbeda, yang ditentukan oleh rangkaian sitokin yang disekresi. Hasil diferensiasi sel T CD-4 adalah sel Th-1 dan sel Th-2. Sel Th-1 menjadi pembantu perkembangan imunitas yang dimediasi oleh sel. Sel Th-2 membantu perkembangan imunitas humoral. Jenis mekanisme efektor yang berkembang dari sistem imun alami dan adaptif ditentukan dimana infeksi terjadi.

g. Respon Imun Terhadap Infeksi Cacing.

Mekanisme pertahanan terhadap infeksi cacing yang hidup ekstraseluler terjadi melalui respons antibodi IgE dan eosinofil. Diduga bahwa IgE berfungsi merangsang mastosit untuk melepaskan granula dan menyulut reaksi inflamasi, eksudasi protein yang mengandung imunoglobulin dan melepaskan eosinophil chemotactic factor (ECF), sehingga eosinofil mendekat dan melekat pada permukaan parasit. Parasit yang dilapisi imunoglobulin IgG atau IgE dapat dihancurkan oleh eosinofil karena granula eosinofil diketahui dapat melepaskan peroksidase dan enzim proteolitik lain yang merusak parasit. Mekanisme ini merupakan respons ADCC yang khas, dimana IgE melekat pada permukaan cacing, eosinofil kemudian melekat melalui reseptor Fc, sehingga eosinofil teraktivasi dan melepaskan granula enzim yang dapat merusak parasit bersangkutan. Respons ini terjadi karena cacing dapat merangsang sel Th-2 untuk memproduksi IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang produksi IgE, sedangkan IL-5
12

merangsang pembentukan dan perkembangan eosinofil. Eosinofil lebih potent untuk membunuh cacing dibanding leukosit lain karena granula eosinofil berupa major basic protein (MBP) lebih toksik bagi cacing dibanding enzim proteolitik dan ROI yang diproduksi oleh neutrofil dan makrofag.

9.

Ulasan

A. Ada beberapa hal masih belum jelas. Dalam hal ini karena keterbatasan kepustakaan

dan kesulitan materi. Setelah mendapat penjelasan dari narasumber dalam pleno, disimpulkan bahwa: perut buncit yang ditimbulkan oleh infeksi Ascaris lumbricoides terjadi karena host kekurangan protein (kwarsiokor) sehingga carian ekstraseluler dapat menyebar ke mana saja. Akibatnya cairan tersebut menunpuk dan menyebabkan pembengkakan.
B. Dalam pleno pakar juga dijelaskan bahwa: komplemen bekerja melalui tiga pathway,

yaitu: classic pathway, alternative pathway, dan lectin pathway. Classic pathway terjadi apabila antibodi berikatan dengan antigen spesifik pada permukaan patogen. Alternative pathway terjadi apabila patogen mengeluarkan sekresi tertentu sehingga komplemen teraktivasi. Lectin pathway terjadi apabila pada tubuh patogen ditemukan suatu protein tertentu yang dapat mengaktifkan komplemen.

10.

Kesimpulan

Sistem imun yang bekerja pada tubuh Budi adalah sistem imun non-spesifik. Hal ini ditamdai dengan meningkatnya eosinofil di dalam tubuhnya.

11.

Daftar Pustaka

Nairn, Roderick. Imunitas & Respons Imun; Mekanisme Imunitas Bawaan; Mekanisme Pertahanan Pejamu Spesifik; Molekul Pengenal Antigen; Antibodi; IgE; Imunitas Diperantarai Antibodi (Humoral); Sistem Komplemen; Imunitas Seluler; Sitokin. Elferia, Retna Neary, dkk (eds). Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007. 121-130; 132; 137-142.

Staf Pengajar Bagian Parasitologi FKUI. Ascaris lumbricoides. Gandahusada, Srisasi, dkk (eds). Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gaya Baru. 1998. 8-10.
13

Mitchell, Richard N., Vinay Kumar. Sel Sistem Imun; Molekul Histokompatibilitas; Sitokin: Mediator Terlarut Sistem Imun. Asroruddin, Muhammad (eds). Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. 2007.113-122.

Gani, Endang Haryanti. Cacing Tambang (Hookworm). Helmintolog Kedokteran. Medan: FK USU. 17-21.

Jawetz, Ernest, dkk. B Lymphocytes; T lymphocytes; Helminthic Infections. Review of Medical Microbiology. Japan: Lange Maruzen. 1974. 144-145; 169. Sherwood, Lauralee. Sistem pertahanan imun menghasilkan proteksi terhadap sel asing dan abnormal dan membersihkan debris sel; Leukosit adalah sel-sel efektor pada sistem pertahanan imun; Respon imun mungkin bersifat nonspesifik atau spesifik; Pertahanan nonspesifik mencakup peradangan, interferon, sel natural killer, dan sistem komplemen; Sistem komplemen mematikan mikroorganisme secara langsung sendiri atau dengan bekerja sama dengan antibodi pada saat memperkuat respon peradangan; Respons imun sepesifik: konsep umum; Limfosit B: Imunitas yang diperantarai antibodi; Limfosit T: Imunitas yang diperantarai sel. Santoso, Beatricia I (eds). Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC. 2001. 366-397.

14

Anda mungkin juga menyukai