Anda di halaman 1dari 10

SINDROM OTAK ORGANIK KARENA EPILEPSI

Definisi Epilepsi aialah keadaan kesadaran yang mendadak, dalam waktu yang terbatas dan berulang yang bukan disebabkan gangguan peredaran darah , kadar glukosa darah rendah , gangguan emosi, pemakaian obat tidur atau keracunan. Menurut WHO epilepsi adalah keadaan bangkitan akibat disfungsi sementara sebagian atau seluruh jaringan otak oleh karena cetusan listrik populasi neuron peka rangsang yang berlebih, yang menimbulkan gambaran motorik, sensorik, otonom atau psikis yang tiba-tiba serta sesaat. Epidemiologi Pengetahuan mengenai perkembangan statistik epilepsi pada suatu populasi merupakan kunci untuk menilai keberhasilan atau kegagalan didalam upaya program pencegahan dan pengobatan. Insidensi Pada penyakit kronik dengan fatalitas rendah, angka prefalensi akan lebih tinggi dibanding angka insidensi. Penelitian luas terhadap insidensi epilepsi menunjukkan adanya rentang variasi yang lebar yakni 11-134/100.000 populasi Penelitian mengenai insidensi epilepsi terhadap penduduk di Rochester Minnesota AS dari tahun 1935-1984 mendapatkan angka 44/100.000 penduduk, dimana pria lebih banyak dibanding wanita secara signifikan, juga insidensi epilepsi lebih tinggi terjadi pada usia anak-anak dan usia lanjut. Penyakit serebrovaskular didapatkan sebagai penyebab terbanyak yang menduhului (11%), disusul defisit neurologis sejak lahir, retardasi mental dan / atau cerebral palsy (8%).

Meski data sebelumnya menyebutkan bahwa insidensi tertinggi epilepsi diantara pasien dibawah usia 65 tahun terdapat pada anak-anak, namun bukti kuat terakhir tampaknya mengkonfirmasi kecenderungan insidensi spesifik-umur pada epilepsi dimana penurunan insidensi terjadi pada kelompok anak-anak dan peningkatan bergeser ke usia lebih tua. Prevalensi angka prevalensi epilepsi dari berbagai penelitian berkisar 1,531/1000 penduduk. Estimasi prevalensi seumur hidup dari epilepsi (pasien yang pernah mengalami epilepsi dalam suatu saat sepanjang hidupnya) berbeda di berbagai negara. Di negara Polandia sebesar 9,2/1000 penduduk, Norwegia 4,3/1000 dan di Islandia 5,2/1000 penduduk. Berapa banyak pasien epilepsi di Indonesia, sampai sekarang belum tersedia data hasil studi berbasis populasi. Bila dibandingkan dengan negara berkembang lain dengan tingkat ekonomi sejajar, probabilitas penyandang epilepsi di Indonesia sekitar 0,7-1,0%, yang berarti berjumlah 1,5-2 juta orang.

GAMBARAN KLINIS Suatu klasifikasi epilepsi diperlukan untuk mempermudah komunikasi antara para sarjana yang meneliti masalah epilepsi serta penanggulangan penderita epilepsi. Sampai sekarang telah banyak klasifikasi dibuat: 1. klasifikasi serangan epilepsi, ILAE tahun 1981 2. klasifikasi sepilepsi atau sindroma epilepsi, ILAE tahun 1989 3. klasifikasi serangan epilepsi disederhanakan, ILAE 4. klasifikasi epilepsi bentuk sederhana , WHO

Namun sampai sekarang tidak ada klasifikasi yang dapat meliputi semua aspek masalah epilepsi seperti misalnya jenis serangan, korelasi dengan kelainan EEG, daerah otak tempat permulaan lepas muatan epleptis, etiologi dan usia. Pada tahun 2001 telah diusulkan klasifikasi baru epilepsi atau serangan epilepsi yang mencakup 5 axis. Semiologi Seizure Classification merupakan bentuk klasifikasi baru yang diajukan berkaitan dengan berkembangnya penelitian pasien epilepsi menggunakan video-EEG seizure monitoring, dan sangat bermanfaat terutama pada sindrom epilepsi lokal yang memerlukan tindakan operasi. Epilepsi merupakan sebuah gejala dari kelainan neurologi yang mendasari dan bukan sebuah diagnosis penyakit tersendiri. Gambaran klinis tergantung pada lokasi anatomi dari fokus epilepsi, penyebab, tipe, kecepatan dan luas penyebaran serangan, mekanisme neurokimia yang mendasari dan umur serta tingkat maturasi otak. Diskripsi gambaran klinis epilepsi dapat dibuat menggunakan sebagian dari aspekaspek ini, tetapi akan lebih baik bila menggabungkan kesemuanya. Sebagian besar penderita epilepsi tidak menunjukkan kelainan fisik, serangannya hanya berlangsung sepintas dan muncul begitu saja tanpa dapat diperkirakan sebelumnya. Serangan epilepsi yang bersifat bukan kejang (non konvulsif) lebih sulit didiagnosis daripada yang bersifat konvulsif, dan akan lebih sulit lagi bila disertai perubahan status mental, tingkah laku atau gejala psikiatrik lainnya. Keterangan yang diperlukan untuk mendapat gambaran pada saat serangan dari pasien epilepsi antara lain: 1. terjadi baru pertama kali atau sudah berulang 2. disertai kejang atau tidak 3. kejang bersifat menyeluruh atau sebagian, dan bagaimana bentuknya 4. lama serangan 5. kesadaran saat serangan 6. keadaan sebelum dan sesudah serangan

7. tempat serangan Juga perlu ditanyakan apakah ada kejadian yang mendahului seperti : mual, pusing, gangguan penglihatan, rasa kesemutan, rasa ketakutan, dll. Selanjutnya gambaran klinis dari masing-masing jenis epilepsi akan dijelaskan pada pembahasan lebih lanjut oleh penulis lainnya.

DIAGNOSIS Dalam sebagian besar kasus epilepsi dokter tidak menyaksikan sendiri suatu serangan. Diagnosis terutama dibuat atas dasar gambaran serangan yang diceriterakan oleh penderita sendiri dan keluarganya atau oleh orang lain yang pernah melihat serangannya.

Jika ada fasilitas elektroensefalografi (EEG), maka pemeriksaan EEG ini dapat membantu menegakkan diagnosis. Namun perlu diketahui bahwa EEG yang dibuat diluar serangan (interictal) jarang dapat menentukan jenis serangan sedangkan dalam sebagian kasus epilepsi EEG interiktal tidak menunjukkan kelainan. Untuk itu diperlukan suatu perekaman EEG selama dan antara serangan epileptik.

Guna menghasilkan diagnosis yang tepat dibutuhkan suatu alat video EEG telemetri di suatu pusat epilepsi, yang berfungsi memantau korelasi antara serangan klinis dan kelainan EEG, dimana rekaman EEG dan video dilakukan secara simultan pada waktu ada serangan. ILAE Neuroimaging Commission telah merekomendasikan penggunaan perangkat neuroimajing bagi pasien epilepsi, yaitu CT scan dan MRI, tetapi tidak termasuk perangkat pencitraan fungsional (SPECT, PET). Tujuan dan alasan pemikiran penggunaan neuroimajing adalah untuk identifikasi latar belakang patologis seperti tumor, granuloma, malformasi, vaskular dan lesi traumatik atau stroke yang membutuhkan pengobatan spesifik; dan untuk membantu dalam

memformulasikan sindroma dan diagnosis etiologi serta memberi prognosis yang akurat bagi pasien, keluarga serta dokter. Dalam situasi yang akut dimana serangan berkaitan dengan konteks kelainan neurologi seperti trauma kepala, perdarahan intra kranial, atau ensefalitis penggunaan CT scan lebih diutamakan. Namun dalam situasi yang non akut, pemeriksaan neuroimajing terbaik bagi semua pasien epilepsi adalah dengan MRI, dengan pengecualian pasien dengan diagnosis definitiv epilepsi idiopatik. MRI teristimewa diindikasikan untuk pasien dengan hal tersebut di bawah ini: 1. Adanya riwayat serangan parsial atau bukti melaui EEG pada semua umur 2. Onset serangan yang tak terklasifikasi atau general pada bayi atau dewasa 3. Bukti defisit fokal pada pemeriksaan neurologis atau neuropsikologis 4. Kesulitan dalam mendapatkan serangan yang terkontrol dengan obat anti epilepsi pilihan pertama 5. Hilangnya kontrol serangan dengan obat antiepilepsi atau perubahan pola serangan yang mempunyai implikasi lesi latar belakang progresif.

DIAGNOSIS BANDING Serangan epileptik harus dibedakan dengan non epileptik yang mempunyai gejala hampir sama seperti di bawah ini: 1. Neonatus dan bayi: Jitterines, Apnea, Serangan angkat bahu, Refluks gastroesofagus 2. Anak: Breath-holding spells, Reflex syncope, Parasomnia, Benign paroxysmal vertigo, Tics 3. Remaja dan dewasa: Migrain, Transient global amnesia, Transient ischemic attack, Narcolepsy, Gangguan gerakan, Serangan psikogenik (hiperventilasi, panik), Cardiac syncope (disritmia, kelainan katup, kardio-miopati)

Manajemen Setelah diagnosa ditetapkan maka tindakan terapeutik diselenggarakan. Semua orang yang menderita epilepsi, baik yang idiopatik maupun yang nonidiopatik, namun proses patologik yang mendasarinya tidak bersifat progresif aktif seperti tumor serebri, harus mendapat terapi medisinal. Obat pilihan utama untuk pemberantasan serangan epileptik jenis apapun, selain petit mal, adalah luminal atau phenytoin. Untuk menentukan dosis luminal harus diketahui umur penderita, jenis epilepsinya, frekuensi serangan dan bila sudah diobati dokter lain. Dosis obat yang sedang digunakan. Untuk anak-anak dosis luminal ialah 3-5 mg/kg/BB/hari, sedangkan orang dewasa tidak memerlukan dosis sebanyak itu. Orang dewasa memerlukan 60 sampai 120 mg/hari. Dosis phenytoin (Dilatin, Parke Davis) untuk anak-anak ialah 5 mg/kg/BB/hari dan untuk orang dewasa 5-15 mg/kg/BB/hari. Efek phenytoin 5 mg/kg/BB/hari (kira-kira 300 mg sehari) baru terlihat dalam lima hari. Maka bila efek langsung hendak dicapai dosis 15 mg/kg/BB/hari (kira-kira 800 mg/hari) harus dipergunakan. Efek antikonvulsan dapat dinilai pada follow up. Penderita dengan frekuensi serangan umum 3 kali seminggu jauh lebih mudah diobati dibanding dengan penderita yang mempunyai frekuensi 3 kali setahun. Pada kunjungan follow up dapat dilaporkan hasil yang baik, yang buruk atau yang tidak dapat dinilai baik atau buruk oleh karena frekuensi serangan sebelum dan sewaktu menjalani terapi baru masih kira-kira sama. Bila frekuensinya berkurang secara banding, dosis yang sedang dipergunakan perlu dinaikan sedikit. Bila frekuensinay tetap, tetapi serangan epileptik dinilai oleh orangtua penderita atau penderita epileptik Jackson motorik/sensorik/march sebagai enteng atau jauh lebih ringan, maka dosis yang

digunakan dapat dilanjutkan atau ditambah sedikit. Jika hasilnya buruk, dosis harus dinaikan atau ditambah dengan antikonvulsan lain. Terapi pengobatan epilepsi Obat pertama yang paling lazim dipergunakan: (seperti: sodium valporat, Phenobarbital dan phenytoin) Ini adalah anjuran bagi penderita epilepsi yang baru, Obat-obat ini akan memberi efek samping seperti gusi bengkak, pusing, jerawat dan badan berbulu (Hirsutisma), bengkak biji kelenjardan osteomalakia. Obat kedua yang lazim digunakan: (seperti: lamotrigin, tiagabin, dan gabapetin) Jika tidak terdapat perubahan kepala penderita setelah mengunakan obat pertama, obatnya akan di tambah dengan dengan obatan kedua. Lamotrigin telah diluluskan sebagai obat pertama di Malaysia. Obat baru yang diperkenalkan tidak dimiliki efek samping, terutama dalam hal kecacatan sewaktu kelahiran

Remisi

Remisi didefinisikan sebagai periode bebas serangan yang dialami oleh seorang pasien yang sebelumnya mendapatkan lebih dari 1 serangan. Hal ini bisa bersifat permanen atau sementara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi remisi adalah: 1. Umur dan jenis kelamin. Mayoritas studi mendapatkan bahwa orang muda mempunyai prediktor outcome lebih baik, meski hal ini masih perlu konfirmasi. Adapun antara laki-laki dan perempuan banyak studi yang menyatakan tak ada perbedaan prognosis yang signifikan. 2. Jenis serangan. Anak-anak dengan serangan absens mepunyai prognosis yang baik dengan angka remisi mencapai 90%. Angka remisi epilepsi idiopatik 20 tahun setelah diagnosis, sedikit lebih tinggi pada pasien dengan serangan tonik klonik dibanding mereka dengan epilepsi parsial komplek. 3. Etiologi. Sebagaimana diketahui bahwa etiologi merupakan prediksi prognosis yang terpenting. Meski diperkirakan bahwa epilepsi berkaitan dengan penyebab fokal yang jelas akan memiliki prognosis buruk, namun pendapat ini masih belum didukung kuat. Annegers & Shorvon melaporkan out come lebih baik yang signifikan pada kelompok idiopatik sedangkan kelompok studi multisenter di Italia mendapat hasil sebaliknya. Studi lain berbasis populasi dari Kent menyatakan bahwa tak diperoleh perbedaan out come antara epilepsi simtomatik dan idiopatik. Dalam sebuah studi kohort terhadap pasien di Rochester 10 tahun setelah diagnosis awal, lebih dari 60% bebas dari serangan hingga 5 tahun. Sekali terjadi remisi maka kambuh berikutnya jarang. Periode serangan aktif pada rata-rata pasien pada umur 13 tahun.

Penghentian Obat Meski hampir 80% pasien epilepsi yang menggunakan obat anti epilepsi mengalami remisi, namun hal ini lebih menggambarkan pada jenis epilepsi tertentu dibandingkan efek manfaat dari pengobatan itu sendiri.

Sebuah studi mengenai putus obat anti epilepsi yang baik telah dilakukan oleh Medical Research Council dengan merekrut 1013 pasien yang telah bebas serangan selama 2 tahun. Pasien secara random dipisah dalam kelompok yang terus diberi pengobatan dan kelompok yang dihentikan secara perlahan. Hasil yang menarik didapat bahwa kelompok yang meneruskan pengobatan masih menunjukkan angka kekambuhan yang signifikan (22%) setelah 2 tahun. Namun demikian angka kambuh pada kelompok yang menghentikan secara perlahan lebih buruk (41%).

Para peneliti selanjutnya melihat adanya predictive value dari beberapa variabel yang merupakan indikator risiko yang lebih besar untuk kambuh setelah pemutusan obat, yaitu: 1. Umur > 16 tahun 2. Politerapi 3. EEG abnormal 4. Riwayat serangan setelah memulai pengobatan anti epilepsi 5. Serangan tonik klonik Mortalitas Epilepsi mungkin dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa, dengan angka kematian 2-3 kali dibanding populasi umum. Kematian pasien dengan kelainan serangan biasanya akibat dari latar belakang etiologi. Angka kematian tahunan epilepsi pada sebagian besar negara adalah 1 per 100.000 populasi. Penyebabnya antara lain : kecelakaan, bunuh diri, status epilep-tikus konvulsivus dan apa yang disebut sudden unexpected death in epilepsy (SUDEP). Nillson dkk melalui penelitian terhadap SUDEP menemukan bahwa faktor politerapi, seringnya mengalami perubahan dosis, dan kadar obat karbamazepin yang tinggi dalam darah merupakan faktor risiko penting. Kaitan kadar obat karbamazepin yang tinggi dengan SUDEP masih belum jelas, diduga berkaitan juga dengan aspek lain yang bersamaan muncul pada pasien epilepsi berat.

Callanbarch dkk dalam penelitiannya tahun 1988-1992 terhadap anak-anak berusia 1 bulan-16 tahun yang pernah mengalami serangan ataupun status epilepsi menunjukkan bahwa anak-anak dengan epilepsi non simtomatik tak memberi indikasi kenaikan risiko mortalitas dibanding populasi umum. Tidak demikian halnya dengan anak epilepsi simtomatik dimana risiko mortalitasnya meningkat 20 kali lipat.

http://www.dexamedica.com/images/publication_upload090109170636001231472906MEDIC INUS_NOV_DES%2708.pdf

http://www.kesimpulan.com/2009/04/epidemiologi-dan-diagnosisepilepsi.html

Anda mungkin juga menyukai

  • Soal
    Soal
    Dokumen2 halaman
    Soal
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Cover, Pengesahan, Daftar
    Cover, Pengesahan, Daftar
    Dokumen4 halaman
    Cover, Pengesahan, Daftar
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Critical Aprasial
    Critical Aprasial
    Dokumen2 halaman
    Critical Aprasial
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Critical Aprasial
    Critical Aprasial
    Dokumen2 halaman
    Critical Aprasial
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Critical Aprasial
    Critical Aprasial
    Dokumen2 halaman
    Critical Aprasial
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Anxietas Fobik
    Anxietas Fobik
    Dokumen14 halaman
    Anxietas Fobik
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Contoh Kasus
    Contoh Kasus
    Dokumen1 halaman
    Contoh Kasus
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Extremitas Atas
    Extremitas Atas
    Dokumen1 halaman
    Extremitas Atas
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Provokasi Hiperventilasi
    Provokasi Hiperventilasi
    Dokumen17 halaman
    Provokasi Hiperventilasi
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis Spondylitis TB
    Diagnosis Spondylitis TB
    Dokumen1 halaman
    Diagnosis Spondylitis TB
    Piddini Adhan Syntax'error
    Belum ada peringkat