Anda di halaman 1dari 17

MODUL MENTAL EMOSIONAL PSIKOTERAPI

KELOMPOK III

JAKARTA 2 JUNI 2011

PENDAHULUAN
Dalam dunia kedokteran, komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan hal yang penting oleh karena percakapan atau pembicaraan merupakan hal yang selalu terjadi diantara mereka. Komunikasi berlangsung dari saat pertemuaan pertama, yaitu sewaktu diagnosis belum ditegakkan hingga saat akhir dari suatu komunikasi antara dokter-pasien saat dalam pemberian terapi. Apapun hasil dari sebuah pengobatan, berhasil ataupun tidak, dokter akan mengkomunikasikannya dengan pasien atau keluarganya, dan hal tersebut juga akan disampaikannya melalui sebuah pembicaraan. Dalam keseluruhan proses tatalaksana pasien, hubungan dokter-pasien merupakan hal yang penting dan sangat menentukan, dan untuk dapat membentuk dan membina hubungan dokter-pasien tersebut, seorang dokter dapat mempelajarinya melalui prinsip-prinsip psikoterapi. Psikoterapi merupakan salah satu modalitas terapi yang terandalkan dalam tatalaksana pasien psikiatri disamping terapi bentuk psikofarmaka dan terapi fisik. Dalam prakteknya, psikoterapi dilakukan dengan percakapan dan observasi. Percakapan dengan seseorang dapat mengubah pandangan, keyakinan serta perilakunya secara mendalam, dan hal tersebut sering tidak disadari oleh seorang dokter. Pada hakekatnya, yang dilakukan dalam sebuah wawancara pada psikoterapi ialah suatu tindakan pembujukan atau persuasi untuk mencapai tujuan dari sebuah wawancara psikoterapi, terdapat bermacam-macam cara yang dapat dilakukan, antara lain dengan memberi nasehat, memberi contoh, memberikan pengertian, melakukan otoritas untuk

mengajarkan sesuatu, memacu imajinasi, melatih, dan sebagainya. Pembujukan tersebut dapat efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu jika dilakukan pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat, dan oleh orang yang mempunyai cukup pengalaman. Pada prinsipnya pembujukan ini terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dalam berbagai bidang, dan dapat dilakukan oleh banyak orang. Sejak berabad yang lalu, para ahli telah menyadari bahwa psikoterapi berperan penting pada penyembuhan gangguan-gangguan pikiran dan perasaan, dan dokter sangatlah memegang peranan penting dalam hal itu. A healer is a person to whom a sufferer tells things; and out of his or her listening, the healer develops the basis for therapeutic interventions. The good listener is the best physician for those who are ill in thought and feeling. Oleh karena itu dahulu psikoterapi sering disebut sebagai the talking cure. Psikoterapi diterima sebagai ilmu dan ketrampilan tersendiri, sebagai pengembangan lebih lanjut dari prinsip-prinsip the talking cure tersebut. Pandangan akan psikoterapi tersebut dapat timbul oleh karena sebuah psikoterapi terdiri atas teknik-teknik dan metode khusus yang dapat diajarkan dan dipelajari. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, talking cures telah digunakan orang sejak berabad yang lalu. Misalnya, Soranus dari Ephesus, seorang dokter pada abad pertama Masehi, menggunakan percakapan atau pembicaraan untuk pasien-pasiennya dan mengubah ide-ide yang irasional dari pasien depresi. Kini, dalam terapi kognitif yang merupakan salah satu jenis psikoterapi, terapis menelusuri cara berpikir yang irasional pada pasien-pasien depresi dan membimbing mereka agar kemudian dapat mengatasinya sendiri. Bermula dari Sigmund Freud, pada akhir abad ke-19, yang memaparkan teori psikoanalisisnya, psikoterapi menjadi salah satu bentuk terapi yang kian berkembang hingga kini. Teknik dan metode yang dicetuskan oleh Freud dapat dikatakan merupakan dasar dari psikoterapi, yang tampaknya dalam praktek sehari-hari masih tetap digunakan sebagai dasar, apa pun teori yang dianut atau menjadi landasan atau pegangan bagi seseorang yang melakukan psikoterapi.

PSIKOTERAPI
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai psikoterapi, antara lain bahwa psikoterapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan oleh seorang therapist yang terlatih khusus kepada seorang pasien yang memakai cara professional yang dilandasi hubungan therapist pasien

yang khas, sehingga keluhan pasien tersebut dapat dialihkan, diringankan, atau disembuhkan dengan mengembangkan pertumbuhan kepribadian secara positif. Definisi lain untuk psikoterapi yaitu bahwa psikoterapi adalah cara-cara atau pendekatan yang menggunakan teknik-teknik psikologik untuk menghadapi ketidakserasian atau gangguan mental. Psikoterapi disebut sebagai pengobatan, karena merupakan suatu bentuk intervensi, dengan berbagai macam cara dan metode yang bersifat psikologik untuk mencapai sebuah tujuan yaitu untuk menghilangkan, mengubah atau menghambat gejala-gejala dan penderitaan akibat penyakit, sehingga psikoterapi merupakan salah satu bentuk terapi atau pengobatan disamping bentukbentuk lainnya dalam ilmu kedokteran jiwa khususnya, dan ilmu kedokteran pada umumnya.

TUJUAN PSIKOTERAPI
Tujuan dari psikoterapi yang dilakukan oleh seorang dokter atau terapis yaitu untuk memperbaiki pasien secara klinis tidak berkaitan dengan fisik atau organik.

PRINSIP UMUM PSIKOTERAPI


Seperti telah disebutkan, psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview) dan observasi. Dalam proses psikoterapi, metode wawancara tidak dapat dipisahkan berdasarkan tujuannya antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaanpertanyaan yang diajukan pada proses wawancara mengandung kedua aspek tersebut, dengan tujuan untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya, dimana pengumpulan data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga makna dari suatu wawancara sangat tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut. Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, diharapkan juga sebagai dokter dapat mengamati dan turut serta sebagai participant observer dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut. Hal-hal yang perlu diamati dalam sebuah proses wawancara psikoterapi, yaitu : 1. Apa yang terjadi pada pasien,

2. Apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, 3. Apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya. Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis dapat mempengaruhi pasien melalui sikap dan perkataannya, dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan untuk mencapai suatu keberhasilan terapi tidaklah hanya mengenai apa yang kita bicarakan, tetapi juga mengenai beberapa hal lain, seperti bagaimana cara kita melakukannya (cara), kapan kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan (waktu atau moment), dan bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut telah terjalin. Hal-hal tersebut sangatlah menjadi penting untuk diperhatikan dalam suatu proses wawancara, karena jika hal tersebut tidak dilakukan dan dipikirkan secara tepat, sebuah wawancara yang seharusnya dapat membawa hal positif bagi pasien, dapat bersifat negatif yang dapat memperburuk keadaan pasien, seperti dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, dalam sebuah wawancara psikoterapi selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu. Hal yang sebaliknya juga perlu diingat, bahwa wawancara bukan hanya menghasilkan pengaruh dokter atau terapis atas pasien, namun juga pengaruh pasien terhadap dokternya. Sang dokter, sadar atau tidak disadari, akan terpengaruh oleh sikap dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perasaan dan perilakunya sendiri. Dipacu oleh sikap dan perilaku pasien terhadapnya ataupun ditambah lagi dengan kehidupan fantasinya sendiri, dokter atau terapis dapat menjadi tenang, tegang, santai, kuatir, terbuka, tertutup, bosan, sedih, kesal, malu, terangsang, dan lain-lain. Perasaan-perasaan tersebut bagi seorang dokter pemeriksa turut menentukan isi dari apa yang akan dikatakannya atau tidak dikatakannya kepada pasien dan bagaimana cara dokter tersebut mengatakannya. Untuk dapat mengatasi hal tersebut, sebagai seorang dokter atau terapis sangatlah diperlukan untuk belajar memantau perasaan-perasaan reaktifnya tersebut, agar ucapan-ucapan dan sikapnya terhadap pasien dapat dipertanggung jawabkan secara profesional dan sedikit mungkin tercampur dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektifnya sendiri.

Agar tujuan terapeutik tercapai, hendaknya senantiasa diusahakan agar dokter dapat menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter dan pasien. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien, senantiasa harus dipertimbangkan bilamana dan bagaimana kita akan menanyakan hal tersebut. Bila konteksnya kurang tepat, misalnya, pasien justru dapat merasa tersinggung atau dipermalukan oleh pertanyaan kita baik secara nyata ataupun tidak nyata, pasien mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya.

PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN PSIKOTERAPI


Kelengkapan ketrampilan yang perlu dimiliki oleh seseorang yang ingin melakukan psikoterapi ialah: A. Mempunyai pengetahuan mengenai dasar-dasar ilmu psikologi dan psikopatologi serta proses-proses mental. Hal ini dapat diperoleh dari mengikuti kuliah, kursus, maupun membaca sendiri.
B. Dapat menarik suatu konklusi tentang keadaan mental pasien yang telah diperiksa. Hal

ini didapat dari latihan intensif dan supervisi, untuk mempertajam fungsi pemeriksaan, terutama A healer dalam is hal mendengar listens in dengan cermat (listening). one who order to listen and to understand.

Melalui mendengar dengan teliti dan cermat, serta dibekali oleh pengetahuan yang cukup, kita akan mendapat gambaran tepat tentang pasien-pasien yang diwawancarai. Fungsi mendengar ini amat penting dalam sebuah psikoterapi. Peranannya begitu penting, karena diharapkan dari fungsi ini kita dapat memperoleh banyak informasi mengenain apa yang dimaksud oleh pasien, yang belum tentu sesuai dengan apa yang dikatakannya. Misalnya:

Seorang pasien datang dengan keluhan nyeri di dadanya; hendaknya kita memperhatikan bagaimana ia mengekspresikan keluhan tersebut dengan cermat. Bila kita teliti, kita akan merasa dan mengetahui bahwa sebetulnya pada saat itu pasien sedang dalam keadaan sangat cemas. Untuk mengatasi hal itu, tugas pertama kita adalah mengurangi kecemasannya terlebih dahulu. Barangkali dengan itu saja, sudah akan mengurangi intensitas keluhannya. Untuk melakukan maksud ini pun kita harus lihat dan rasakan dengan teliti, terkadang, tujuan kita yang akan menurunkan

kecemasannya tetapi justru dapat meningkatkannya akibat kita tidak dapat memahami pasien secara menyeluruh dan mendalam. Jadi, dalam sebuah psikoterapi, kita harus selalu mengetahui apa tujuan dari pertanyaan-pertanyaan tertentu yang akan diajukan kepada pasien.

Seorang pasien lain datang dengan keluhan sakit yang bermacam-macam yang menimpa beberapa bagian atau organ tubuhnya. Biasanya kita akan langsung berpikir untuk menanyakan Sakit apakah pasien ini? Padahal, mungkin yang ia maksud saat itu oleh sang pasien dalam pernyataanya adalah Saya sedang sangat cemas, dokter! Dari sini dapat kita ketahui bahwa tidak semua yang dikatakan oleh pasien itu tercermin dari perkataannya bila kita senantiasa teliti dalam mendengarkan apa yang diutarakan oleh pasien. Kita akan merasa dan mengetahui apa yang diucapkan dan diperagakan pasien secara keseluruhan, baik yang tersurat maupun yang tersirat, karena biasanya keluhan pasien merupakan suatu simbol atau representasi dari hal-hal yang tidak dapat diungkapkan secara verbal, yang biasanya terjadi karena hal itu tidak disadari (berada di alam nirsadar).

Seorang pasien lain mengeluhkan rasa nyeri yang dialami sejak beberapa waktu sebelumnya. Biasanya, kita lalu akan bertanya Nyerinya di sebelah mana, ya? Dalam hal ini, kita harus mengetahui secara pasti dasar dari kita mengajukan pertanyaan tersebut melalui penilaian, seperti: apa maksud/tujuannya? Apakah memang hanya ingin mengetahui lokasi nyerinya, atau ingin memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya? Sebaiknya, pertanyaan yang diajukan terhadap pasien tersebut dapat mengandung makna bagi pasien, melalui sebuah pertanyaan yang bersifat logis, sensibel, serta dapat dimengerti maksud dan tujuannya oleh pasien. Usahakan tidak mengungkapkan pertanyaan dengan kata-kata yang sulit dimengerti, karena ini dapat mengakibatkan pasien merasa tidak mampu karena pasien tidak mengerti pertanyaan kita, atau merasa bahwa ia tidak dipahami. Kita juga sebaiknya mengetahui jawaban apa yang kita harapkan dari pertanyaan yang kita ajukan tersebut.

C. Terampil dan berpengalaman dalam menerapkan teknik dan metode penanganan fungsi-

fungsi mental pasien. Untuk mencapai kriteria tersebut, terdapat teknik-teknik yang biasanya digunakan, antara lain persuasi, desensitisasi, pemberian nasihat, pemberian

contoh (modelling), empati, penghiburan, interpretasi, reward & punishment, dan lain-lain. Pada dasarnya, terdapat manipulasi dasar yang dapat kita lakukan, yaitu :

Cara mengontrol ansietas Cara mengatasi depresi Cara menghadapi psikosis Mengenai lama pendidikan yang dijalani untuk menguasai teknik-teknik tersebut

amat bervariasi, tergantung dari latar belakang pendidikan serta jenis psikoterapi yang ingin dimahiri. Sebagai contoh, untuk konseling misalnya, minimal diperlukan waktu dua minggu untuk dapat melakukannya sendiri, sedangkan untuk psikoterapi berorientasi dinamik, diperlukan pendidikan intensif sekitar lima-enam tahun untuk mendapatkan ilmu dan ketrampilan yang memadai. D. Kepribadian Kepribadian merupakan variabel yang penting dalam psikoterapi selain variabel pasien dan teknik yang digunakan. Kepribadian merupakan suatu variabel yang berpengaruh penting dalam menentukan arah dan hasil terapi. Seseorang yang ingin melakukan psikoterapi hendaknya memiliki kepribadian dengan kualitas khusus yang memungkinkan untuk membentuk dan memupuk hubungan yang tepat dan patut dengan pasien-pasiennya, dengan ciri-ciri :

sensitif / sensible Obyektif dan jujur Fleksibel Dapat berempati Relatif bebas dari problem emosional atau problem kepribadian, yang serius. Kecenderungan untuk mendominasi, sombong/angkuh, otoriter Kecenderungan untuk pasif dan submisif, dimana terapis sangat sulit untuk terlibat dalam hubungan personal yang bermakna Tidak mampu untuk mentoleransi ekspresi impuls tertentu Mempunyai kebutuhan untuk menggunakan pasien bagi pemuasan impuls yang terpendam

Sebaliknya, ciri/unsur kepribadian yang merugikan keberhasilan terapi, antara lain :

Mempunyai sifat destruktif Pengalaman yang diperoleh dalam menangani pasien, kekayaan pengalaman dalam

E. Pengalaman

kehidupan sehari-hari, luasnya wawasan dalam pengetahuan, budaya, agama, hal-hal spiritual, merupakan bekal yang penting. Problem pribadi yang dialami oleh terapis tidak dapat menjadi ukuran dalam menangani pasien. Yang menarik ialah bahwa tidak ada seorang pasien pun yang sama, karena keadaan setiap pasien adalah unik. Pengalaman yang dimiliki akan berguna dalam mengatur strategi dan teknik untuk mencapai tujuan terapi.

JENIS-JENIS PSIKOTERAPI
Jenis terapi yang efektif tidak hanya tergantung dari gangguan yang diidap pasien, macam/ modus terapi yang digunakan bervariasi secara individual bagi setiap pasien.
A. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, psikoterapi dibedakan atas:

1. Psikoterapi Suportif Tujuan: - Mendukung fungsi-fungsi ego, atau memperkuat mekanisme defensi yang ada - Memperluas mekanisme pengendalian yang dimiliki dengan yang baru dan lebih baik. - Perbaikan ke suatu keadaan keseimbangan yang lebih adaptif. Psikoterapi suportif merupakan bentuk psikoterapi yang sangat sederhana dan tidak mengungkit masa silam maupun alam tak sadar dari penderita. Psikoterapis berusaha untuk ikut mencarikan jalan keluar yang logis sesuai dengan kemampuan pasien dalam mengenal gangguan yang dihadapi, serta mencari mekanisme pertahanan yang lebih baik dalam dalam menghadapi penyelesaian masalah. Dalam melaksanakan psikoterapi suportif, cara atau pendekatan yang dapat dilakukan, antara lain melalui bimbingan, reassurance, katarsis emosional, hipnosis, desensitisasi, eksternalisasi minat, manipulasi lingkungan, terapi kelompok. 2. Psikoterapi Reedukatif Tujuan dari psikoterapi reedukati adalah untuk mengubah pola perilaku dengan meniadakan kebiasaan (habits) tertentu dan membentuk kebiasaan yang lebih menguntungkan. Untuk mencapai tujuan dari terapi tersebut, beberapa cara atau

pendekatan yang dapat dilakukan oleh seorang terapi adalah melalui Terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, dan psikodrama. 3. Psikoterapi Rekonstruktif Tujuan dari psikoterapi rekonstruktif adalah untuk dicapainya tilikan (insight) akan konflik-konflik nirsadar, dengan usaha untuk mencapai perubahan luas struktur kepribadian seseorang. Untuk mencapai tujuan tersebut, beberapa cara atau pendekatan yang dapat dilakukan adalah Psikoanalisis klasik dan Neo-Freudian (Adler, Jung, Sullivan, Horney, Reich, Fromm, Kohut, dll.), serta psikoterapi berorientasi psikoanalitik atau dinamik. Pada terapi jenis rekonstruktif ini motivasi maupun intelegensi yang cukup dari pasien sangatlah menentukan sejauh mana terapi jenis ini mencapai keberhasilan.
B. Menurut Kedalamannya, psikoterapi terdiri atas: 1. SUPERFISIAL, yaitu hal dalam psikoterapi yang hanya menyentuh kondisi atau proses

pada permukaan dan tidak menyentuh hal-hal yang nirsadar atau materi yang direpresi.
2. MENDALAM (deep), yaitu hal dalam psikoterapi yang menangani hal atau proses

yang tersimpan dalam alam nirsadar atau materi yang direpresi.


C. Menurut teknik yang digunakan, psikoterapi dibagi menurut teknik perubahan yang

digunakan, antara lain psikoterapi ventilatif, sugestif, katarsis, ekspresif, operant conditioning, modeling, asosiasi bebas, dan interpretatif.
D. Menurut konsep teoritis tentang motivasi dan perilaku, psikoterapi dapat dibedakan

menjadi psikoterapi perilaku atau behavioral, psikoterapi kognitif, dan psikoterapi evokatif, analitik, dinamik (membawa ingatan, keinginan, dorongan, ketakutan, dll. yang nirsadar ke dalam kesadaran). Psikoterapi perilaku digunakan untuk kelainan mental-emosional yang dianggap teratasi bila deviasi perilaku telah dikoreksi. Psikoterapi kognitif digunakan untuk masalah yang dapat diatasi dengan mengkoreksi sambungan kognitif automatis yang keliru. Psikoterapi kognitif dan perilaku banyak bersandar pada teori belajar, sedangkan psikoterapi dinamik berdasar pada konsep-konsep psikoanalitik Freud dan pasca-Freud.

E. Menurut settingnya, psikoterapi terdiri atas psikoterapi individual dan kelompok.

Psikoterapi individual akan terbagi dalam beberapa jenis, seperti sugestif/supportif, analisis, dan perilaku. Sedangkan untuk psikoterapi kelompok akan terbagi dalam beberapa jenis, seperti terapi marital/pasangan, terapi keluarga, terapi lingkungan. Terapi marital atau pasangan diindikasikan bila ada problem di antara pasangan, misalnya dalam bentuk masalah komunikasi, dan perbedaan persepsi. Terapi keluarga, dilakukan bila struktur dan fungsi dalam suatu keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Bila salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa, akan mempengaruhi keadaan dan interaksi dalam keluarga dan sebaliknya, keadaan keluarga akan mempengaruhi gangguan serta prognosis pasien. Untuk itu seluruh anggota keluarga diwajibkan hadir pada setiap sesi terapi. Terapi kelompok, dilakukan terhadap sekelompok pasien misalnya enam atau delapan orang, oleh satu atau dua orang terapis. Metode dan caranya bervariasi, ada yang bersifat suportif , bersifat edukasi, dan ada yang interpretatif dan analitik. Kelompok ini dapat terdiri atas pasien-pasien dengan gangguan yang berbeda, atau dengan problem yang sama, misalnya gangguan makan, penyalahgunaan zat, dan problem lainnya. Diharapkan mereka dapat saling memberikan dukungan dan harapan serta dapat belajar tentang cara baru mengatasi problem yang dihadapi.
F. Menurut nama pembuat teori atau perintis metode psikoterapeutiknya, psikoterapi dibagi

menjadi psikoanalisis Freudian, analisis Jungian, analisis transaksional Eric Berne, terapi rasional-emotif Albert Ellis, konseling non-direktif Rogers, terapi Gestalt dari Fritz Perls, logoterapi Viktor Frankl, dan lainnya.
G. Menurut teknik tambahan khusus yang digabung dengan psikoterapi, misalnya narkoterapi,

hypnoterapi, terapi musik, psikodrama, terapi permainan dan peragaan (play therapy), psikoterapi religius, dan latihan meditasi.
H. Jenis psikoterpai yang belum tergolong dalam pembagian di atas namun akhir-akhir ini

banyak dipakai, seperti konseling, terapi interpersonal, dan terapi intervensi krisis.

KONSELING

Konseling, menurut para ahli sebetulnya tidak termasuk dalam psikoterapi, oleh karena tidak memenuhi kriteria dan batasannya, antara lain jika ditinjau dari sudut pandang teknik, tujuan dan orang yang melakukannya, walaupun hubungan yang terjadi dalam suat konseling juga bersifat the helping relationships. Konseling bukan hanya hubungan profesional antara dokter-pasien, tetapi dapat dilakukan dalam berbagai bidang profesi, misalnya guru, pengacara, dan penasehat keuangan.

PROSES PSIKOTERAPI PRAKTIS


Dalam psikoterapi, begitu banyak variabel yang berperan sehingga kita dapat kehilangan arah dan terhalang oleh faktor-faktor yang mempengaruhi proses, baik dari sisi pasien, dokter maupun sifat hubungan antara dokter-pasien. Jika meninjau dari sudut pandang pasien, faktor yang dapat mempengaruhi proses dalam suatu psikoterapi, antara lain adalah adanya motivasi, fenomena transferensi, resistensi, dan mekanisme defensi. Transferensi adalah suatu distorsi persepsi pada pasien, yang secara nirsadar menganggap seorang terapis sebagai figur yang bermakna pada masa lalunya. Bila hal ini diketahui/disadari oleh terapis, justru dapat digunakan sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan psikoterapi. Resistensi yaitu perlawanan pasien terhadap usaha-usaha untuk mengubah pola perilakunya, memberikan suatu tilikan, dan membuat unsur nirsadar menjadi sadar. Mekanisme defensi, yaitu mekanisme nirsadar untuk mengelakkan pengetahuan sadar tentang konflik dan ansietas yang berkaitan dengan hal itu. Dari pihak dokter atau terapis, hal yang sama dapat pula dialami, yaitu kontra-transferensi (salah persepsi terapis terhadap pasiennya), resistensi, dan mekanisme defensif yang disertai oleh teknik dan ketrampilan yang dimiliki oleh sang terapis, turut mempengaruhi proses terapi. Secara garis besar, untuk psikoterapi yang terstruktur, terdapat kerangka umum yang terencana, sehingga seseorang dapat lebih terarah dan mantap dalam usaha untuk mencapai tujuan terapeutik yang bermakna. Kerangka kerja umum tersebut hendaknya cukup luwes dan luas (holistik), yang dapat mencakup berbagai orientasi dan disiplin. Adapun kerangka proses psikoterapi tersebut, antara lain 2 : 1. Fase Awal: Tujuannya membentuk hubungan kerja dengan pasien.
Tugas Terapeutik :

1. Memotivasi pasien untuk menerima terapi,

2. Menjelaskan dan menjernihkan salah pengertian mengenai terapi, 3.Meyakinkan pasien bahwa terapis mengerti penderitaannya dan bahwa terapis mampu membantunya, 4. Menetapkan secara tentatif mengenai tujuan terapi. Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Tidak ada motivasi terapi dan tidak dapat menerima fakta bahwa ia dapat dibantu, 2. Penolakan terhadap arti dan situasi terapi, 3. Tidak dapat dipengaruhi, terdapat hostilitas dan agresi, dependensi yang mendalam, 4.Berbagai resistensi lain yang menghambat terjalinnya hubungan yang sehat dan hangat.
Masalah kontra-transferensi dalam diri terapis, antara lain:

1. Tidak mampu bersimpati, berkomunikasi dan saling mengerti secara timbal balik, 2. Timbul iritabilitas terhadap penolakan pasien untuk terapi dan terhadap terapis, 3. Tidak mampu memberi kehangatan kepada pasien, 4. Tidak dapat menunjukkan penerimaan dan pengertian terhadap pasien dan masalahnya. 2. Fase Pertengahan: Tujuannya:
1. Menentukan perkiraan sebab dan dinamik gangguan yang dialami pasien, 2. Menerjemahkan tilikan dan pengertian, 3. Menentukan langkah korektif.

Tugas terapeutik: 1. Mengeksplorasi berbagai frustrasi terhadap lingkungan dan hubungan interpersonal yang menimbulkan ansietas. Bila melakukan psikoterapi dinamik, gunakan asosiasi, analsisi karakter, analisis transferensi, interpretasi mimpi. Pada terapi perilaku, kita menilai faktorfaktor yang perlu diperkuat dan gejala-gejala yang perlu dihilangkan. 2. Membantu pasien dalam mengatasi ansietas yang berhubungan dengan problem kehidupan. Resistensi pada pasien dapat tampil dalam bentuk: 1. Rasa bersalah terhadap pernyataan dan pengakuan adanya gangguan dan kesulitan dalam hubungan interpersonal dengan lingkungan,

2. Tidak mau atau tidak mampu menghadapi dan mengatasi ansietas yang berhubungan dengan konflik, keinginan dan ketakutan (Bila EGO dalam diri pasien lemah)
Masalah kontra-transferensi dalam diri terapis dapat berupa: 1. Terapis mengelak dari problem pasien yang menimbulkan ansietas dalam diri terapis,

2. Ingin menyelidiki terlalu dalam dan cepat pada fase permulaan, 3. Merasa jengkel terhadap resistensi pasien. 3. Fase akhir: Tujuannya yaitu: Terminasi terapi. Tugas terapeutiknya antara lain: 1. Menganalisis elemen-elemen dependensi hubungan terapis pasien, 2. Mendefinisikan kembali situasi terapi untuk mendorong pasien membuat keputusan, menentukan nilai dan cita-cita sendiri. 3. Membantu pasien mencapai kemandirian dan ketegasan diri yang setinggi-tingginya. Resistensi pada pasien dapat berupa: 1. Penolakan untuk melepaskan dependensi, 2. Ketakutan untuk mandiri dan asertif Masalah kontratransferensi pada terapis: 1. Kecenderungan untuk mendominasi dan terlalu melindungi pasien; 2. Tidak mampu mengambil sikap/peran yang non direktif sebagai terapis.

EFEKTIVITAS PSIKOTERAPI
Dari berbagai penelitian statistik yang telah dilakukan, didapatkan data bahwa dari sekian banyak banyak bentuk dan jenis psikoterapi yang ada, tidak ada satupun bentuk terapi yang terbukti lebih unggul daripada bentuk terapi lainnya. Berdasarkan hal tersebut, diketahui bahwa perbaikan terapeutik yang dicapai dari suatu bentuk psikoterapi, dapat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti :
Tujuan yang ingin dicapai Motivasi pasien Kepribadian dan ketrampilan terapis Teknik yang digunakan

KESIMPULAN
Telah diuraikan dasar-dasar psikoterapi secara singkat dan terbatas. Psikoterapi memang merupakan ilmu dan ketrampilan tersendiri yang bermanfaat untuk pasien-pasien dengan problem kejiwaan khususnya dan problem kesehatan pada umumnya. Ilmu dan ketrampilan ini dapat diajarkan dan dipelajari namun memerlukan waktu yang tidak sedikit, ketekunan serta kepribadian terapis yang juga tidak kalah pentingnya. Untuk dokter umum yang bertugas sebagai ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan di tanah air, psikoterapi penting untuk dipelajari, walaupun memerlukan waktu yang khusus dan cukup lama untuk mempelajari kembali karena terdiri atas teknik-teknik dan metode tertentu. Oleh karena itu, minimal konseling dan psikoterapi suportif hendaknya dapat dipahami dengan baik. Psikoterapi dapat menambah efektivitas terapi lain; bila serang dokter tidak memahaminya, bukan hanya tidak akan menambah efektivitas terapinya, melainkan setidaknya diharapkan dapat menghindarkan hal-hal yang dapat merugikan pasiennya. Dalam melakukan wawancara dalam praktek sehari-hari dengan pasien, beberapa hal yang perlu diingat antara lain bahwa wawancara mengandung makna terapeutik selain untuk pengambilan data dalam upaya penegakan diagnosis. Komunikasi antara dokter-pasien adalah penting. Dalam berhadapan dengan pasien, hendaknya kita senantiasa membina hubungan interpersonal dengan optimal, mengerti dan sadar apa yang kita bicarakan, bagaimana cara penyampaiannya, bilamana, serta dalam konteks apa kita menyampaikan pernyataan atau pertanyaan-pertanyaan kita. Hendaknya kita perlu belajar memantau hal-hal tersebut agar ucapanucapan dan sikap kita terhadap pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sesedikit mungkin tercampur oleh unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subyektif kita. Ketrampilan yang perlu dilatih terus-menerus ialah dalam mendengarkan dengan cermat (empathic listening). Dengan mendengar dengan teliti, disertai observasi yang cermat, serta

didasari oleh pengetahuan yang memadai tentang psikologi, psikopatologi dan proses-proses kejiwaan, kita akan mendapat gambaran yang tepat dan menyeluruh tentang pasien. Setelah melakukan wawancara dengan pasien, hendaknya kita dapat membuat konklusi tentang keadaan mental pasien {seberapa cemas, apakah ia dalam keadaan depresi, bingung (confuse), marah, atau bahkan tidak mengerti harus berbuat apa}; setelah itu tentunya kita harus mengetahui langkah apa yang harus kita perbuat untuk menolongnya. DAFTAR PUSTAKA 1. Kaplan H.I. & Sadock BJ Psychotherapies, in Comprehensive Textbook of Psychiatry, Chapter 31, Eight Edition, Vol.2, William & Wilkins, Baltimore, 2004, 1767-70. 2. Gabbard G.O. Individual Psychotherapy, in Psychodynamic Psychiatry Clinical Practice - The DSM - IV Edition, American Psychiatric Press, 2000, 91-5. 3. Lubis DB & Elvira SD. Penuntun Wawancara Psikodinamik dan Psikoterapi. Balai Penerbit FKUI, 2005: 10-12 4. Elvira SD. Kumpulan Makalah Psikoterapi, Balai Penerbit FKUI, 2005: 5,7, 9. 5. Gabbard GO. Long-Term Dynamic Psychotherapy, American Psychiatric Press, 2004, 91-5. 6. Jackson SW. The Listening Healer in the History of Psychological Healing. Am J of Psychiatry: Dec. 1992 7. Green B. Psychotherapy, in Problem-based Psychiatry, Churchill Livingstone, Medical Division of Pearson Professional Ltd., 1996, 140-3. 8. Wolberg L.R. What is Psychotherapy? in The Technique os Psychotherapy, Part One, Grune & Stratton, New York, San Fransisco, London,1977, 3-4, 15-6 9. Lubis D.B. Wawancara Psikiatrik, dalam Pengantar Psikiatri Klinik, Balai Penerbit FKUI, 1989, 58-9, 97, 106, 112. 10. Janis I.L. Problems of Short-term Counseling, in Short-term Counseling, Yale University Press, New Haven and London, 1983, 8-10. 11. Karasu T.B. Psychotherapies: An Overview, American J. Psychiatry, 134 : 8, 1977, 857- 8. 12. Weissman M.M. & Markowitz, J.C., Interpersonal Psychotherapy, Current status, Arch. Gen. Psychiatry, 51, 1994, 599 - 601.

Anda mungkin juga menyukai