Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama dari kata mirosun, yang berarti
hal warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan
kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang
masih hidup.
Ilmu yang mempelajari hal waris lebih populer disebut faroid, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak
mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara
pembagiannya
Secara umum mempelajari ilmu mawaris bertujuan agar dapat
melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam, supaya diketahui secara
jelas siapa yang berhak menerima harta warisan dan berapa bagian masing-
masing menentukan pembagian harta warisan secara adil dan benar. Allah
berfirman dalam surat An An Nisa ayat 13-14 :
CUg> 1NO *.- _ ;4`4 ;7gCNC
-.- N.Oc4O4 N-=;NC
eELE_ O@O;> }g` E_g>
NOE_u^- -g)-E= E_1g _
CgO4 NeOE^- O1gE^-
^@ ;4`4 +u4C -.- N.Oc4O4
OE4-4C4 +E1N N-=;NC
-O4^ -V)-E= E_Og N.4
g-EO4N g--)_G` ^j
(Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barang siapa
taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga
yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan
itulah kemenangan yang besar. (13) Dan barang siapa yang mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya
siksa yang menghinakan. (14)

Ilmu waris adalah ilmu yang sangat penting dalam Islam, karena dengan
ilmu mawaris harta peninggalan seseorang dapat diberikan kepada orang-orang
yang berhak dengan bagiannya masing-masing, serta dapat mencegas adanya
perselisihan serta tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, karena
pembagian harta warisan ini cara terbaik dalam pandangan Allah dan manusia.

2



B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan ketentuan-ketentuan mawaris ?
2. Apa saja harta benda sebelum di warisi?
3. Jelaskan siapa saja ahli waris itu dan apahah hijab itu ?
4. Bagaimana hukum warisan di dalam UU. No.7 tahun 1989 ?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan ketentuan-ketentuan mawaris
2. Menjelaskan harta benda sebelum di warisi
3. Menjelaskan ahli waris dan hijab
4. Menjelaskan hukum warisan di dalam UU. No.7 tahun 1989























3



4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ketentuan Mawaris
Mawaris berarti hal-hal yang berhubungan dengan waris dan warisan.Ilmu
yang mempelajari mawaris disebut ilmu faraid.ilmu artinya pengetahuan dan
faraid berarti bagian-bagian yang tertentu.Jadi,Ilmu farid adalah ilmu
pengetahuan yang menguraikan cara membagi harta peninggalan seseorang
kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Ilmu faraid, sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan islam, bersumber
dari Al-Quran dan Hadis.Tujuan diturunkannya Ilmu faraid adalah agar
pembagian warisan dilakukan secara adil, tidak ada ahli waris yang merasa
dirugikan sehingga tidak akan terjadi perselisihan atau perpecahan diantara ahli
waris karena pembagian warisan.
Ada dua masalah pokok yang harus diketahui dalam mawaris, yaitu
debagai berikut:
a) Sebab-sebab Ahli Waris Berhak Memperoleh Harta Waris
Dalam ajaran Islam sebab-sebab memperoleh harta warisan ada empat
yaitu sebagai berikut:
- Kekeluargaan, misalnya: anak, cucu, ayah, ibu, dan saudara-saudara,
berhak memperoleh harta warisa yang ditinggalkan pewaris karena
adanya hubungan kekeluargaan. (Lihat .S. An-Nisa,4:7)
- Perkawinan, istri mendapat bagian dari harta warisan peninggalan
suaminya, atau sebaliknya. (lihat Q.S An-Nisa 4:12)
- Wala, yaitu berhak mendapat bagian dari harta warisan karena
memerdekakan hamba sahaya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
Hubungan orang yang memerdekakan hamba yang dimerdekakannya itu
seperti hubungan turunan dengan turunan, tidak dijual dan tidak
diberikan. (H.R Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
- Hubungan seagama, yakni sama-sama islam. Rasulullah SAW bersabda
yang artinya, Saya (Rasulullah SAW) menjadi waris bagi pewaris yang
tidak mempunyai ahli waris.I (H.R. Ahmad dan Abu Dawud)
b) Sebab-sebab Ahli Waris Tidak Berhak Memperoleh Harta Warisan.
Sebab-sebab ahli waris tidak berhak memperoleh harta warisan yang
ditinggalkan keluarganya adalah sebagai berikut:

5

- Budak berlian (hamba), ahli waris yang kedudukannya sebagai budak
berlian tidak berhak memperoleh harta warisan peninggalan keluarganya
karena kalau mereka diberi bagian dari harta warisan, maka bagiannya itu
akan menjadi milik tuannya.
- Membunuh, ahli waris yang membunuh pewaris tidak berhak mewarisi
harta peninggalan pewaris yang dibunuhnya. Rasulullah SAW bersabda:
Yang membunuh tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarga yang
dibunuhnya. (H.R An-Nasai)
- Murtad, ahli waris yang murtad (keluar dari islam)tidak berhak
memperoleh harta warisan peninggalan keluargannya yang beragama
islam. Demikian juga sebaliknya, seseorang Muslim/Muslimah tidak
berhak mewarisi harta peninggalan keluargannya yang bukan islam.
Diriwayatkan dari Abu Bardah, beliau berkata, Saya telah diutus
Rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan istri
bapaknya. Nabi SAW menyuruh agar saya membunuh laki-laki
tersebutdan membagi hartanya sebagai harta rampasan,sedang laki-laki
tersebut murtad. (Al-Hadis).
- Beda agama, orang yang tidak beragama Islam (kafir) tidak berhak
menerima harta warisan peninggalan keluarganya yang beragama islam.
Demikian juga sebaliknya, orang islam tidak berhak mewarisi harta
pusaka peninggalan keluaganyayang tidak beragama islam. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya, Seorang muslim tidak berhak mewarisi harta
peninggalan orang kafir, dan orang kafis tidak berhak pula mewarisi harta
peninggalan orang islam. (H.R Al-jamaah)
B. Harta Sebelum Diwariskan
Sebelum harta warisan di bagikan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya, hendaknya dikeluarkan untuk keperluan berikut:
1. Zakat
Jika harta warisan belum dizakati, padahalsudah memenuhi syarat-syarat
wajibnya, maka hendaknya harta itu dizakati dulu sebelum dibagi-bagikan
kepada ahli waris yang berhak menerimanya.




6

2. Biaya pengurusan jenazaha
Biaya pengurusan jenazah, seperti membeli kain kafan, menyewa
ambulans, dan biaya pemakaman. Bahkan, bias digunakan untuk biaya
perawatan waktu sakit.
3. Utang
Jika almarhum atau almarhumah meninggalkan utang, hendaklah
utangnya dilunasi dengan harta peninggalannya.
4. Wasiat
Wasiat ialah pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian
harta peninggalannya, kelak setelah ia meninggal dunia, diserahkan kepada
seseorang atau suatu lembaga (dakwah atau social) islam. Wasiat seperti
tersebut harus dipenuhi dengan syarat jumlah harta peninggalan yang
diwasiatkan tidah lebih dari 1/3 harta peninggalannya. Kecuali kalau disetujui
oleh seluruh ahli waris, maka harta peninggalan yang diwasiatkan itu boleh
lebih dari 1/3 harta peninggalan. Selain itu,tidak dibenarkan berwasiat kepada
ahli waris, seperti anak kandung dan kedua orang tuanya, karena ahli waris
tersebut sudah tentu akan mendapat bagi waris yang telah ditetapkan syara.
Berwasiat kepada ahli waris bisa dilakikan apabila disetujui oleh ahli waris
yang lain. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: Tidak boleh berwasiat
bagi ahli waris, kecuali bila ahli waris yang lain menyetujuinya. (H.R Ad-
Daruqutni)
C. Ahli Waris
Ahli Waris
Allah swt Berfirman :
~E}@OUg _U14^ Og)` E4O>
p-4).4O^- 4pO+4O^~-4
g7.=Og)4Ug4 _U14^ Og)` E4O>
p-4).4O^- ]O+4O^~-4
Og` E~ +OuLg` u 4O4E _ 4l14^
LNO^E` ^_

Artinya : Bagi orang laki-laki hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak
dan kerabatnya, dan bagi wanita pula hak bagian dari harta peninggalan ibu
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditentukan. QS. An Nisa : 7


7

Secara keseluruhan ahli waris yang mendapatkan harta pusaka ada 25
orang, yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak
perempuan.
1. Pihak laki-laki :
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki dari anak laki-laki
- Ayah
- Kakek dari pihak ayah
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung ( keponakan)
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki ayah yang sekandung ( paman )
- Saudara laki-laki ayah se ayah
- Anak lai-laki saudara ayah yang laki-laki sekandung
- Anak laki-laki saudara ayah yang laki-laki seayah
- Suami
- Lali-laki yang memerdekakan budak.
Jika lima belas orang tersebut di atas masih ada semuanya, yang
diprioritaskan ada tiga , yaitu ; Ayah, Anak laki-laki dan Suami.
2. Pihak Perempuan :
- Anak perempuan
- Cucu perempuan dari anak laki-laki
- Ibu
- Nenek dari pihak ayah
- Nenenk diri pihak ibu
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara peremmpuan seayah\
- Saudara peremouan seibu
- Istri
- Perempuan yang memerdekakan budak



8

Jika Sepuluh orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan ada lima
yaitu :
Istri, Anak perempuan,Cucu perempuan dari anak laki-laki dan Saudara
perempuan sekandung
Jika dua 25 orang masih ada semua, maka yang diprioritaskan adalah
sebagai perikut :
- Ibu
- Ayah
- Anak laki-laki
- Anak perempuan
- Suami atau istri
D. Hijab
1. Pengertian Hijab
Al-hujub dalam bahasa Arab bermakna 'penghalang' atau 'penggugur'.
Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

EE gE+) }4N jgjO lOj4`O4C
4pO+OO^= ^)
"Sekali-kali tidak sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar
terhalang dari (melihat) Tuhan mereka" (al-Muthaffifin: 15)
Adapun pengertian al-hujub menurut kalangan ulama faraid adalah
menggugurkan hak ahli waris untuk menerima waris, baik secara
keseluruhannya atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih
berhak untuk menerimanya.
2. Macam-macam al-Hujub
Al-hujub terbagi dua, yakni al-hujub bil washfi (sifat/julukan), dan al-hujub bi
asy-syakhshi (karena orang lain).
a. Al-hujub bil washfi
Berarti orang yang terkena hujub tersebut terhalang dari mendapatkan
hak waris secara keseluruhan, misalnya orang yang membunuh pewarisnya
atau murtad. Hak waris mereka menjadi gugur atau terhalang.
b. al-hujub bi asy-syakhshi
Yaitu gugurnya hak waris seseorang dikarenakan adanya orang lain
yang lebih berhak untuk menerimanya.

9

Al-hijab bi asy-syakhshi terbagi dua: hujub hirman dan hujub nuqshan.
- Hujub hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris
seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang kakek karena adanya
ayah, terhalangnya hak waris cucu karena adanya anak, terhalangnya hak
waris saudara seayah karena adanya saudara kandung, terhalangnya hak
waris seorang nenek karena adanya ibu, dan seterusnya.
- Adapun hijab nuqshan (pengurangan hak) yaitu penghalangan terhadap hak
waris seseorang untuk mendapatkan bagian yang terbanyak. Misalnya,
penghalangan terhadap hak waris ibu yang seharusnya mendapatkan
sepertiga menjadi seperenam disebabkan pewaris mempunyai keturunan
(anak). Demikian juga seperti penghalangan bagian seorang suami yang
seharusnya mendapatkan setengah menjadi seperempat, sang istri dari
seperempat menjadi seperdelapan karena pewaris mempunyai anak, dan
seterusnya.
Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-
hujub disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hujub
hirman. Ini merupakan hal mutlak dan tidak akan dipakai dalam pengertian hujub
nuqshan.
- Ahli Waris yang Tidak Terkena Hujub Hirman
Ada sederetan ahli waris yang tidak mungkin terkena hujub hirman.
Mereka terdiri dan enam orang yang akan tetap mendapatkan hak waris.
Keenam orang tersebut adalah anak kandung laki-laki, anak kandung
perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang yang mati meninggalkan salah
satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya harus mendapatkan warisan.
- Ahli Waris yang Dapat Terkena Hujub Hirman
Sederetan ahli waris yang dapat terkena hujub hirman ada enam belas,
sebelas terdiri dari laki-laki dan lima dari wanita. Adapun ahli waris dari laki-laki
sebagai berikut:
1. Kakek (bapak dari ayah) akan terhalang oleh adanya ayah, dan juga oleh
kakek yang lebih dekat dengan pewaris.
2. Saudara kandung laki-laki akan terhalang oleh adanya ayah, dan keturunan
laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya).
3. Saudara laki-laki seayah akan terhalang dengan adanya saudara kandung
laki-laki, juga terhalang oleh saudara kandung perempuan yang menjadi

10

'ashabah ma'al Ghair, dan terhalang dengan adanya ayah serta keturunan
laki-laki (anak, cucu, cicit, dan seterusnya).
4. Saudara laki-laki dan perempuan yang seibu akan terhalangi oleh pokok
(ayah, kakek, dan seterusnya) dan juga oleh cabang (anak, cucu, cicit, dan
seterusnya) baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, akan terhalangi oleh adanya anak laki-
laki. Demikian juga para cucu akan terhalangi oleh cucu yang paling dekat
(lebih dekat).
6. Keponakan laki-laki (anak saudara kandung laki-laki) akan terhalangi dengan
adanya ayah dan kakek, anak laki-laki, cucu kandung laki-laki, serta oleh
saudara laki-laki seayah.
7. Keponakan laki-laki (anak dari saudara laki-laki seayah) akan terhalangi
dengan adanya orang-orang yang menghalangi keponakan (dari anak
saudara kandung laki-laki), ditambah dengan adanya keponakan (anak laki-
laki dari keturunan saudara kandung laki-laki).
8. Paman kandung (saudara laki-laki ayah) akan terhalangi oleh adanya anak
laki-laki dari saudara laki-laki, juga terhalangi oleh adanya sosok yang
menghalangi keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah.
9. Paman seayah akan terhalangi dengan adanya sosok yang menghalangi
paman kandung, dan juga dengan adanya paman kandung.
10. Sepupu kandung laki-laki (anak paman kandung) akan terhalangi oleh adanya
paman seayah, dan juga oleh sosok yang menghalangi paman seayah.
11. Sepupu laki-laki (anak paman seayah) akan terhalangi dengan adanya
sepupu laki-laki (anak paman kandung) dan dengan adanya sosok yang
menghalangi sepupu laki-laki (anak paman kandung).
Sedangkan lima ahli waris dari kelompok wanita adalah:
1. Nenek (baik ibu dari ibu ataupun dari bapak) akan terhalangi dengan adanya
sang ibu.
2. Cucu perempuan (keturunan anak laki-laki) akan terhalang oleh adanya anak
laki-laki, baik cucu itu hanya seorang ataupun lebih. Selain itu, juga akan
terhalangi oleh adanya dua orang anak perempuan atau lebih, kecuali jika ada
'ashabah.
3. Saudara kandung perempuan akan terhalangi oleh adanya ayah, anak, cucu,
cicit, dan seterusnya (semuanya laki-laki).

11

4. Saudara perempuan seayah akan terhalangi dengan adanya saudara
kandung perempuan jika ia menjadi 'ashabah ma'al ghair. Selain itu, juga
terhalang oleh adanya ayah dan keturunan (anak, cucu, cicit, dan seterusnya,
khusus kalangan laki-laki) serta terhalang oleh adanya dua orang saudara
kandung perempuan bila keduanya menyempurnakan bagian dua per tiga
(2/3), kecuali bila adanya 'ashabah.
5. Saudara perempuan seibu akan terhalangi oleh adanya sosok laki-laki (ayah,
kakek, dan seterusnya) juga oleh adanya cabang (anak, cucu, cicit, dan
seterusnya) baik laki-laki ataupun perempuan.
E. Warisan dalam UU no 7 tahun 1989
Dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada Bab II
tentang Kekuasaan Pengadilan pasal 49 ayat 1, disebutkan : Pengadilan
Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang bergama Islam di
bidang :
1. Perkawinan
2. Kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
3. Wakaf dan sadhaqah
Selanjutnya ditegaskan :
1. Dalam pasal yang sama ayat 3.
2. Keputusan Menteri Agama No. 154 tahun 1991 tentang Pelaksanaan
Instruksi Presiden Indo-nesia Nomor 1 tahun 1991 tanggal 10 juni 1991.
Melihat kenyataan di atas maka Pengadilan Agama memiliki kewenangan
untuk menetapkan dan memutuskan perkara kewarisan bagi orang-orang Islam
yang mengajukan permohonanan kepada Pengadilan Agama baik dalam
sengketa maupun di luar sengketa berdasarkan hukum Islam dan sedapat
mungkin menerapkan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, sebagaimana telah
diterima baik oleh para Alim Ulama Indonesia dalam Loka Karya di Jakarta pada
tanggal 2 sampai 5 Februari 1988
F. HIKMAH MAWARIS
Dalam implementasinya, dalam hikmah wasiat diantaranya
1. Pembolehan pemberian wasiat atas harta menegaskan akan hak pemilik harta
yang masih utuh


12

2. Melakukan amal kebajikan dan amal jariyah
3. Jalan keluar untuk mendistribusikan harta kepada kaum kerabat
4. Pembatasan wasiat sampai 1/3 untuk memberikan perlindungan kepada ahli
waris.


13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut bahasa mawaris adalah bentuk jama dari kata mirosun, yang berarti
hal warisan. Sedangkan menurut istilah adalah perpindahan berbagai hak dan
kewajiban tentang kekayaan orang meninggal dunia kepada orang lain yang
masih hidup.
Ilmu yang mempelajari hal waris lebih populer disebut faroid, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang siapa yang mendapaatkan warisan, siapa yang tidak
mendapatkan, kadar yang diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan bagaimana cara
pembagiannya.
Ada dua masalah pokok yang harus diketahui dalam mawaris, yaitu debagai
berikut:
Sebab-sebab Ahli Waris Berhak Memperoleh Harta Waris
Sebab-sebab Ahli Waris Tidak Berhak Memperoleh Harta Warisan.
Sebelum harta warisan di bagikan kepada ahli waris yang berhak
menerimanya, hendaknya dikeluarkan untuk keperluan berikut: Zakat,Wasiat,
Utang dan Biaya pengurusan jenazah
Dalam implementasinya, dalam hikmah wasiat diantaranya :
1. Pembolehan pemberian wasiat atas harta menegaskan akan hak pemilik
harta yang masih utuh
2. Melakukan amal kebajikan dan amal jariyah
3. Jalan keluar untuk mendistribusikan harta kepada kaum kerabat
4. Pembatasan wasiat sampai 1/3 untuk memberikan perlindungan kepada
ahli waris.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini tentunya masih banyak yang kurang
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami selaku penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
demi perbaikan makalah ini di masa mendatang.



14









15

DAFTAR PUSTAKA

- Ash-Shabuni. Muhammad Ali, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1996),
- Djalal. Maman Abd, Hukum Mawaaris, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006 )
- Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia Dalam Perspektif Islam (Bandung:
PT Radika Aditama 2007).
- Lubis, Suhardi K. Simanjuntak Komina. Hukum Waris Islam (Jakarta: Sinar
Grafika 2007
- Muhibbin, Moh. Wahid, Abdul Hukum Kewarisan Islam sebagai Pembaharuan
Hukum Positif di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika 2009)
- Khalid Al-Juraisiy Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min
Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini,
Penerjemah Muthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq

Anda mungkin juga menyukai