Anda di halaman 1dari 12

PENENTUAN KADAR FORMALI DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL I. TUJUAN Menetapkan kadar formalin dengan metode spektrofotometri visibel.

II. DASAR TEORI II.1. Formalin Formalin merupakan larutan yang terdiri atas 37% formaldehide dalam air. Menurut Farmakope Indonesia Edisi 3, kadar formaldehid tidak kurang dari 34,0% dan tidak lebih dari 38,0% dan dapat dicampur dengan air dan dengan etanol (95%) P. Pemeriannya berupa cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna; bau menusuk, uap merangsang selaput lender hidung dan tenggorokan. Jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh. Formalin dapat dicampur dengan air dan dengan etanol (95%) P (Depkes RI, 1979). Bahan ini larut dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986). Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan sebaiknya pada suhu diatas 200C (Ditjen POM, 1979). Formalin merupakan bentuk hidratasi hampir sempurna dari formaldehide, sehingga terjadi reaksi kesetimbangan bolak-balik antara formaldehide dan metanadiol (hidratasi formaldehide). Sifat-sifat formalin :
-

Rumus molekul Bentuk molekul Massa molar Penampilan Densitas Titik leleh Titik didih Titik nyala Momen dipol

: CH2O : trigonal planar : 30,03 gmol1 : gas tak berwarna : 1 kgm3 : -117C (156 K) : -19,3C (253,9 K) : -53 C : 2,33168(1)

Kelarutan dalam air : > 100 g/100 ml (20C)

Bahaya utama

: beracun, mudah terbakar

Gambar 1. Struktur Formalin Formalin direaksikan dengan pereaksi tertentu untuk menghasilkan larutan berwarna yang bisa diukur di daerah visibel pada panjang gelombang 412 nm. Beberapa pereaksi yang dapat digunakan antara lain asam kromotropat Purpold, MBTH-M ethylbenzothiazinonhydrazone dan Nash (Susanti, 2012). Formalin dapat bereaksi membentuk warna dengan pereaksi Nash pada metode analisis formalin. Oleh karenanya, analisis spektrofotometer visible dapat dijadikan sebagai metode standar untuk pengujian formalin. Formalin diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi asam kromatropat, sampel dinyatakan positif apabila memberikan warna violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektofotometri sinar tampak berdasarkan terbentuknya kompleks formalin dengan pereaksi Nash yang menghasilkan larutan berwarna kuning, kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum 412nm (Dolaria dkk, 2007).
II.2. Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara suatu radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gleombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampat 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah 2,5-40 m atau 4000-250 cm-1 (Depkes RI, 1995).

Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron (phi) terkonyugasi dan atau atom yang mengandung elekron-n, menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi tereksitasi tinggi, Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, 2004). Spektrofotometri UV-VIS termasuk salah satu metode analisis instrumental yang frekuensi penggunaannya paling banyak dalam laboratorium analisis. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (Widjaja dkk, 2008). Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum Lambert-Beer, yaitu:

A = - log T = - log It / Io = . b . C Dimana : A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur T = Transmitansi I0 = Intensitas sinar masuk It = Intensitas sinar yang diteruskan = Koefisien ekstingsi b = Tebal kuvet yang digunakan C = Konsentrasi dari sampel. (Gandjar dan Rohman, 2007). Dalam Hukum Lambert-Beer juga menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam Hukum Lambert Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu :

Sinar yang digunakan dianggap monokromatis. Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama.

Senyawa yang diserap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain dalam larutan tersebut. Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforesensi. Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan. (Gandjar dan Rohman, 2007)

Berikut adalah hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri UV-Vis yaitu : 1. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubah menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : -

Reaksinya selektif dan sensitif Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Waktu Operasional Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007). 3. Pemilihan Panjang Gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu: Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada panjang gelombang maksimal tersebut perubahan absorbansi untuk setiapsatuan konsentrasi adalah yang paling besar. -

Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Jika dilakukan pengukuran ulang, maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

4. Pembuatan Kurva Baku Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi (y) dengan konsentrasi (x) (Gandjar dan Rohman, 2007). Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus (gambar x)

Kemiringan atau slope adalah a (absortivitas) atau (absortivitas molar). Kurva baku sebaiknya sering diperiksa ulang. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh: (i) kekuatan ion yang tinggi, (ii) perubahan suhu, dan (iii) reaksi ikutan yang terjadi (Gandjar dan Rohman, 2007). 5. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,20,8 atau 15%-70% jika dibaca sebagai transmittan. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5%. (Gandjar dan Rohman, 2007). Penyebab kesalahan sistematik yang sering terjadi dalam analisis menggunakan spektrofotometer adalah: a) Serapan oleh pelarut Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi matrik selain komponen yang akan dianalisis. b) Serapan oleh kuvet Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa. Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang sama untuk tempat blangko dan sampel. (Tahir, 2008) c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi, sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui pengenceran atau pemekatan). Sama seperti pHmeter, untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan menggunakan blangko: Setting nilai absorbansi = 0 Setting nilai transmitansi = 100 Penentuan kalibrasi dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut: a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam sampel) dengan kuvet yang sama. b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.

c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit. Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi (Tahir, 2008).

III. ALAT DAN BAHAN III.1. Alat-alat - Pipet tetes - Pipet ukur 1 Ml

- Labu ukur 10 mL - Vial - Beaker glass - Spektrofotometer III.2. Bahan Larutan Formalin 200 g/mL Aquadest Pereaksi Nash Ammonium Asetat Asam Asetat Asetil Aseton

IV. PELAKSANAAN PERCOBAAN IV.1. mL IV.2. Pembuatan pereaksi Nash 15 gram Ammonium asetat ( NH4CH3COO ) ditambah 0,3 mL Asam asetat (CH3COOH) dan 0,2 mL Asetil aseton lalu diencerkan dengan aquadest hingga 100mL. IV.3. Pembuatan Larutan Standar Pada penelitian ini dibuat 5 variasi kadar larutan standar yaitu : Diambil 0,05 ; 0,1 ; 0.15 ; 0,2 ; 0,25 mL larutan stok baku ditambahkan dengan aquadest hingga 5 mL. Ukur absorbansi salah satu larutan standar poin 4.3 pada rentang panjang gelombang 350 450 nm, tentukan panjang gelombang maksimumnya.Lalu buat kurva kalibrasinya. IV.4. Penentuan Kadar Formalin Sampel formalin ditetapkan kadarnya, dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimumnya. Lalu tetapkan kadar formalin dengan memanfaatkan persamaan linier dari 5 variasi larutan standar. Pembuatan Larutan Stok Formalin 200 g/ml Diambil 0,5 mL larutan formalin 20% ditambahkan aquadest hingga 500

V. SKEMA KERJA V.1. Pembuatan Larutan Stok Formalin 200 g/ml Diambil 0,5 mL larutan formalin 20% ditambahkan aquadest hingga 500 mL

V.2. Pembuatan pereaksi Nash Ditimbang 15 gram Ammonium asetat ( NH4CH3COO ) ditambah 0,3 mL Asam asetat (CH3COOH)

Kemudian ditambahkan 0,2 mL Asetil aseton lalu diencerkan dengan aquadest hingga 100mL.

V.3. Pembuatan Larutan Standar Dibuat 5 variasi larutan standar, diambil 0,05 ; 0,1 ; 0.15 ; 0,2 ; 0,25 mL larutan stok baku ditambahkan dengan aquadest hingga 5 mL

Ukur absorbansi salah satu larutan standar panjang gelombang 350 450 nm.

poin 4.3 pada rentang

ditentukan kalibrasinya.

panjang

gelombang

maksimumnya.Lalu

buat

kurva

V.4. Penentuan Kadar Formalin Sampel formalin ditetapkan kadarnya, dengan absorbansinya pada panjang gelombang maksimumnya mengukur

10 Lalu tetapkan kadar formalin dengan memanfaatkan persamaan linier dari 5 variasi larutan standar.

DAFTAR PUSTAKA

11

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dolaria, Nanik dan Helena Manik. 2007. Uji Validasi pada Analisis Formalin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. (Cited: 12 April 2012). Available from: http//:www.61076167.pdf. Gandjar,I.G dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Helrich, K. (1990). Official Methods Of Analysis. 15th edition. Virginia. AOAC. Moffat, A.C..(1986). Clarkes Isolation and Identification of Drugs.Second Edition. London. The Pharmaceutical Press.Page 633. Satiadarma, Kosasih, dkk. 2004. Asas Pengembangan Prosedur Analisis Cetakan I. Surabaya: Airlangga University Press. Susanti,N.M.P.,I.N.K.Widjaja.,N.P.L.Laksmiani.2012.Petunjuk Praktikum Kimia Analis. Bukit Jimbaran : Jurusan Farmasi F.MIPA UNUD. Tahir, Iqmal. 2008. Arti Penting Kalibrasi Pada Proses Pengukuran Analitik : Aplikasi Pada Penggunaan pHmeter dan Spektrofotometer UV-Vis. (cited 2012 April 13). Available at : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14303/1/09E02476.pdf. Widjaja, dkk. 2008. Buku Ajar Analisis Fisiko Kimia. Jimbaran : Jurusan Farmasi FMIPA UNUD.

12

Anda mungkin juga menyukai