Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Pembahasan mengenai Psikologi perkembangan ini di tulis karena pembuat ingin mengetahui apa sebenarnya psikologi perkembangan itu. Seandainya dalam semua segi, setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami/istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain.kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar tembentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari. B. RUMUSAN MASALAH Adapun rumsan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan psikologi perkembangan? 2. Menjelaskan hal-hal yang termasuk didalamnya? C. TUJUAN PENULISAN Tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk Mengetahui apa itu psikologi perkembangan. 2. Untuk mengetahui berbagai hal yang terkait didalamnya. 3. Untuk memenuhi tugas dosen.

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Berdasrkan pendapat beberapa ahli, psikologi perkembangan dapat diartikan sebagai berikut : 1. Men. J.P. Chaplin 1992 : . . . That brancnh of psychology which studies proceses of pra and post natal growth and the maturation of behavior, yakni psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum kelahiran maupun setelah kelahiran berikut kematangan prilaku. 2. Psikologi perkembangan merupakan cabang psikologi yang mempelajari perubahan tingkah laku dan kemampuan sepanjang proses perkembangan individu dari milai masa konsepsi sampai mati. Man. Ross Vasta, dkk 1992.1 Kedua pendapat diatas menunjukkan bahwa psikologi perkembangan merupakan salah satu bidang psikologi yang memfokuskan kajian atau pembahasannya mengenai perubahan tingkah laku dan proses perkembangan dari masa konsepsi (pra-natal) sampai mati. Para peneliti perkembangan menguji atua meneliti apa perkembangan itu dan mengapa perkembangan itu terjadi. Ada dua tujuan penelitian perkembangan yaitu : 1. Memberikan gambaran tentang tingkah laku anak yang meliputi pertantanyaan- pertanyaan. Seperti : kapan bayi mulai berjalan? Apakah keterampilan sosial yang khas bagi anak usia empat tahun? Bagaimana anak kelas enam memecahkan konflik dengan teman-temannya? 2. Mengidentifikasi faktor penyebab dan proses yang melahirkan perubahan prilaku dari satu perkembangan ke perkembangan berikutnya. Faktor-faktor ini meliputi warisan genetic, karakteristik biologis dan struktur otak, lingkungan fisik san social dalam kehidupan anak dan pengalamanpengalaman anak. Para ahli psikologi perkembangan melakukan studi tentang perubahan tingkah laku itu dalam semua siklus kehisupan indivu mulai masa konsepsi sampai mati, walaupun usaha-usahanya banyak difokuskan sampai pada priode remaja. Dalam tahun-tahun terakhir ini, penelitian tentang perkembangan telaha diarahkan kepada isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan masa dewa sehingga
1

H. Syamsu S.Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung.PT. Rosda Karya.2007.Hlm.3

melahirkan psikologi psychology)

sepanjang

rentang

kehidupan

(flfe-span

development

1. BEBERAPA TEORI PSIKOLOGI PERKEMBANGAN Dewasa ini ada tiga teori atau pendekatan mengenai psikologi perkembangan, yaitu pendekatan-pendekatan perkembangan kognitif, belajar atau lingkungan, dan etologis. Disamping itu dikemukakan juga pendekatan dari Imam AlGhazali. a. Pendekatan perkembangan koognitif Pendekatan ini didasarkan kepada asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing tungkah laku anak. Kunci untuk memahami tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut terstruktur dalam berbagai aspeknya. Ada tiga model perkembangan kognitif ini, yaitu : Model dari Piaget Piaget berpendapat bahwa perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan strukur. fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang atau kecendrungan-kecendrungan biologis untuk mengorganisasikan pengetahuan kedalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan lingkungan. Tujuan dari fungsi-fungsi itu adalah menyusun struktur kognitif internal. Sementara struktur merupakan interlasi (saling berkait) sistem pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah laku intelegen. Struktuk kognitif diistilahkan dengan konsep skema, yaitu seperangkat keterampilan, pala-pala kegitan yang fleksibel yang dengannya anak memahami lingkungan. 2 Skema merupakan aspek yang fundamental dalam teori Pitget, namun sangat sulit dipahami secara komprehensif. Dia menyakini bahwa intelegensi bukan sesuatu yang dimiliki anak, tetapi yang dikalakukannya. Anak memahami lingkungan hanya melalui perbuatan (melakukan sesuatu terhadap lingkungan). Intelegensi lebih merupakan proses daripada tempat penyimpanan informasi yang statis. Dalam hal ini Pitget member contoh tenteng bagaimana berkembangnya pengetahuan anak tentang bola. Pengetahuan itu diperoleh melalui kegitan-kegiatannya dalam memperlakukan bola tersebut, seperti memegang, menendang, dan melempar. Kegitan-kegiatn ini merupakan contoh kegitan skema. Dengan demikian, skema itu terdiri atas dua elemen, yaitu (a) objek yang ada dilingkungan (sperti bola) dan (b) reaksi anak terhadap objek. Menurut Wasty Soemanto (2984), skema ini berhubungan dengan (a) refles : bernapas, makan, dan minum, (b) skema mental : skema klasifikasi (pola tingkah
2

H. Syamsu S.ibid.Hlm.4

laku yang masih sulit diamati, seperti sikap) dan skema opersi (pola tingkah laku yang dapat diamati). Model pemrosesan informasi Pendekatan ini merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu sistem yang terdiri atas tiga bagian : 1. Input, yaitu proses informasi dari lingkungan atau stimulasi (rangsangan) yang masuk kedalam bentuk penglihatan, suara, dan rasa. 2. Prose, yaitu pekerjaan otot untuk mentransformasikan informasi atau stimulasi dalam cara yang beragam, yang simbolik, membandingkan dengan informasi sebelumnya, memasukkan ke dalam memori dan menggunakannya apabila diperlukan. 3. Output, yaitu yang berbentuk tingklah laku, seperti berbicara, menulis, interaksi social, dan sebagainya. Model kognis sosial Kognisi sosial dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang lingkungan sosial dan hubungan interpersonal. Model ini menekankan tenteng dampak/pengaruh pengalaman sosial terhadap perkembangan kognitif. Tokoh dari pendekatan ini adalah Lev Vygotsky (1886-1934) ahli psikologi dari Rusia. Teori I ini menekankan tentang kebudayaan sebagai faktor penentu bagi perkembangan individu. Diyakini, bahwa hanya manusia yang dapat menciptakan kebudayaannya, dan setiap anak manusia berkembang dalam kebudayaannya. Kebudayaan memberikan dua kontribusi terhadap perkembangan intelektual anak. Pertama, anak banyak memperoleh sisi pemahamannya. Kedua, anak memperoleh banyak cara berpikir, atau alat-alat adaptasi intelektual. Singkatnya, kebudayaan telah mengajari tentang apa yang dipikirkan dan bagai mana cara berpikir. 2. PENDEKATAN BELAJAR ATAU LINGKUNGAN Teori-teori belajar atau lingkungan berakar dari asumsi bahwa tingkah laku anak diperoleh melalui pengkondisian (conditioning) dan prinsip-prinsip belajar. Di sini dibedakan antara tingkah laku yang dipelajri dengan yang temporee (yang tidak diamti atau hanya berdasarkan proses biologis) dalam hal ini B.F. Skinner membedakan respondent behavior dengan operant behavior. a. Respondent behavior, merupakan respon yang didasarkan kepada refleks yang dikontrol oleh stimulus, dan tidak terjadi apabila stimulus itu tidak ada. Dalam kehidupan manusia, tingkah laku responden terjadi selama masa anak yang termasuk dalam reflex, seperti : mengisap dan menggenggam. Anak-anak dan juga orang dewasa biasa menampilkan tingkah laku responden, yaitu dalam bentuk (1) respon fisiologis (sepaerti bersin) (2) respon emosional (seperti sedih dan marah) 4

b. Operant behavior, yaitu tingkah laku sukarela yang di control oleh dampak atau konsekkuennya. Pada umumnya dampak tingkah laku yang menyenangkan cenderung akan diulang kembali, sedang yang tidak menyenangkan senderung ditinggalkan atau tidak diulang kembali. Ada empat tipe cara pengkondisian dalam belajar : 1) Habituasi, yaitu bentuk belajar sederhana yang melibatkan tingkah laku responden dan ketika respons refliks menghilang karena diperoehnya stimulus yang sama secara berulang. 2) Respondent Conditioning (Classical), merupakan salah satu bentuk belajar netral, melibatkan refleks dimana stimulus memperoleh kekuatan untuk mendapatkan respons reflektif (respon tak bersyarat) sebagai hasil asosiasi dengan stimulus tak bersyarat. Stimulus netral kemudian menjadi stimulus bersyarat. 3) Operant Conditioning, bentuk beljar dinamika tingkah laku operan berubah karena pengruh oleh dampak tingkah laku tersebut. Dampak yang membuat suatu respons terjadi kembali disebut reinforcer. 4) Discriminating learning, tipe belajar yang sangat erat dengan Operant Conditioning. Kadang-kadang tingkah laku anak yang sama menghasilkan dampak yang berbeda, bergantung pada keadaan. 3. PENDEKATAN IMAM AL-GHAZALI Al-Ghazali berpendapat bahwa anak dilahirkan membawa fitrah seimbang dan sehat. Kedua orang tuanya lah yang memberikan agama kepada mereka. Demikina pula anak dapat terpengruh oleh sifat-sifat yang buruk. Ia mendapat sifatsifat yang buruk dari lingkungan yang dihidupinya, dari corak yang memberiparan kepadanya dan dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukanya. Ketika dilahirkan, keadaan tubuh anak belum sempurna. Kekurangan ini diatasinya dengan latiahan dan pendidikan yang ditunjang dengan makanan. Demikian halnya dengan tabiat yang difitrahkan kepada anak, yang merupakan kebijakan yang diberikan Al-Khalik kepadanya. Tabiat ini dalam keadaan berkekurangan (dalam keadaan belum berkembang dengan sempurna). Dan mungkin dapat disempurnakan serta diperindah dengan pendidikan yang baik, yang oleh Al-Ghazali dipandang sebagai salah satu proses yang penting dan tidak mudah. Al-Ghazali mengatakan bahwa penyembuhan badan memerlukan seorang dokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan tentang cara-cara penyembuhannya. Demikian halnya dengan penyembuhan jiwa dan pendidikan akhlak. Kedianya membutuhkan pendidikan yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta cara memperbaiki dan mendidiknya. Kebodohan dokter akan merusak kesehatan orang sakit. Begitupun kebodohan guru dan pendidik akan merusak akhlak muridnya. Sesungguhnya setiap penyakit mempinyai obat dan cara penyembuhannya. Al-Ghazali berkata :

. . . Demikianlah halnya guru yang diikuti, yang mengobati jiwa murid-muridnya dan hati orang-orang yang member petunjuk, hendaknya tidak membebani mereka dengan berbagai latihan dan tugas dalam bidang khusus dengan beban metode yang khusus pula sebelum ia mengetahui akhlak serta penyakit mereka. Apabila seorang dokter mengobati seluruh pasien dengan obat yang sama, maka ia akan membunuh banyak manusia. Demikian halnya dengan guru. Apabila ia mengrahkan seluruh muridnya dengan pola yang sama, niscaya ia akan menghancurkan mereka dengan mematikan hati mereka. Oleh karena itu, hendaknya guru memperhatikan penyakit, keadaan, usia, dan tabiat serta motivasi peserta didiknya. Atas dasar itulah hendaknya ia memprogramkan pendidikannya. Al-Ghazali tidak menganjurkan penggunaan satu metode saja dalam menghadapi permasalahan akhlak serta pelaksanaan pendidikan anak. Dia menganjurkan agar guru memilih metode pendidikan sesuai dengan usia dan tabiat anak, daya tangkap dan daya tolaknya (daya persepsi dan daya rejeksinya), sejalan dengan situasi kepribadiannya. Dengan ini, sekali-kali Al-Ghazali memperhatikan masalah perbedaan individual di dalam melaksanakan pendidikan. B. DINAMIKA SISTEM KEPRIBADIAN 1. DEFENISI KEPRIBADIAN Kata kepribadian (personality) sesungguhnya sesungguhnya berasal dari kata latin: pesona. Pada mulanya kata personaini menunjuk pada topeng yang biasa digunakan oleh pemain sandiwara di zaman romawi dalam memainkan perannya. Lambat laun, kata persona (personality) berubah menjai satu istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu dari kelompok masyarakat, kemudian individu tersebut diharapkan bertingkah laku berdasarkan atau sesuai dengan gambaran sosial yang diterimanya. Kepribadian (Allport, 1971) adalah organisasi-organisasi dinamis dari sistemsistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Karena tiap-tiap kepribadian adalah unik, maka sukar sekali dibuat gambaran yang umum tentang kepribadian. Yang dapat kita lakukan adalah mencoba mengenal seseorang dengan mengetahui struktur kepribadiannya. Struktur kepribadian ini dapat diketahui melalui pemeriksaan terhadap sejarah hidup, citacita, dan persoalan-persoalan yang dihadapi seseorang. 2. DINAMIKA SISTEM KEPRIBADIAN Menurut Freud, dinamika kepribadian adalah energi yang terdapat pada diri manusia adalah energi yang kompleks diperoleh dari makanan dan digunakan untuk berbagai aktivitas, seperti: bernapas, kontraksi otot-otot, berpikir, mengamati, mengingat, dan sebagainya. Energi manusia hanya dapat dibedakan berdasarkan 6

pada system penggunaannya yaitu: aktivitas fisik disebut energi fisik, dan energi yang digunakan untuk aktivitas psikis disebut energi psikis. Namun energi fisik dapat diubah menjadi energi psikis. Dan yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dan naluri-nalurinya (instink). Dinamika kepribadian disebabka oleh karena berfungsinya energi dalam kepribadian itu sendiri. Suatu motif adalah taraf tegangan pada pada suatu jaringan, yang tidak mempunyai awal dan akhir tertentu, tetapi meningkatkan dan menurunkan seiring dengan perubahan-perubahan energi. Adanya tegangan menunjukkan adanya konsentrasienergi oraganis pada jaringan tertentu. Bila konsentrasi menurun maka tegangan menurun dan sebaliknya. Pada umumnya penurunan berarti kepuasan dan peningkatan berarti ketidak puasan atau ketidak senangan.3 Dalam hal dinamika kepribadian ini, Murphy berpendirian holistis. Dia tidak sependapat dengan pandangan bahwa aktivita-aktivita yang komplek adalah hasil dari pada pemberian arah baru dari benruk-bentuk energi primitif. Menurut Murphy, aktivita-aktivita yang komplek dihasilkan oleh suatu srtuktur motif-motif yang kompleks, bukan sekedar energi-energi sederhana yang mendapat bentuk penyaluran yang baru. Pendapat ini serasi dengan keyakinan pokoknya bahwa tiap perkembangan, berlangsung dari taraf sederhana tak berdiferensiasi dan bersifat global, menuju ketaraf differensiasi dan berakhir pada intergrasi. Apabila organisasi sistyem tegangan menjadi lebih kompleks, maka untuk meredusikan tegangan, diperlukan aktivita-aktivita yang lebih kompleks. Satu hal yang khas dalam teori kepribadian Mhurpy tentang motif, adalah pemberian tekanan kepada kebutuhan-kebutuhan sensoris dan aktivita. Perubahanperubahan tegangan yang terjadi alat-alat indera dan otot adalah dasar daripada kenikmatan orang dalam menyaksikan pemandangan yang indah. Didalam perkembagan individu, maka dinamika ini menjadi bertambah stabil dan tegar, sehingga individu itu akan mampu melawan tekanan-tekanan lingkungan atau mengharuskan tekanan-tekanan tersebut berpengaruh terhadapnya, dalam cara sedikit banyak telah diatur terlebih dahulu. Dengan kata lain, makin bertambah umur individu, akan makin mampu melakukan seleksi terhadap lingkungannya, mana yang akan diterima dan mana pengaruh yang ditolaknya. Stabilita dinamakan lepribadian tersebut bukanlah hal yang tidak dapat terganggu. Apabila dunia luar itu tidak menyajikan tujuan yang serasi, maka psikhodinamika itu akan terganggu. Hal demikian tidak akan terjadi pada individu yang integral. Karena menurut Murphy, perbedaan jiwa dan raga bukan hakiki, maka ia tidak berusaha membuat perbedaan secara eksplisit antara energi psikhis dan energi phisis.

Agus S. dkk.psikologi kepribadian.jakarta.Bumi Aksara.2006.Hlm.133

C. DEVENCE MECHANISEM (PERTAHANAN DIRI) 1. Pengertian Devence Mechanisem (Pertahanan Diri) Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri. Berikut ini beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama para remaja yang sedang mengalami pergulatan yang dasyat dalam perkembangannya ke arah kedewasaan. Dari mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa yang lain merupakan hasil pengembangan ahli psikoanalisis lainnya. Sigmund Freud (bbc) berpendapat bahwa Ketika seseorang mengalami kecemasan akibat insting-insting id dan tuntutan superego, ego akan menolak dan melindungi orang tersebut dari kecemasan secara berlebihan. Dalam buku Psikologi Kepribadian oleh Alwisol pada tahun 2007, defence mechanism memiliki tiga ciri, yaitu mekanisme pertahanan tersebut bekerja pada tingkat tak sadar, mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsu, atau memutarbalikkan fakta, mekanisme pertahanan mengubah persepsi seseorang sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam. Sigmund Freud menjelaskan ada tujuh mekanisme pertahanan, yaitu: 1. Identification. Identification dapat juga disebut dengan Stockholm Syndrome, yakni para korban penculikan tidak merasa marah dengan penculikan mereka, tapi mereka malah merasa bersimpati terhadap para penculiknya. Ini merupakan pengadopsian, tapi dari sisi negatif. 2. Displacement. Secara sederhana dapat digambarkan, mekanisme ini mengganti obyek untuk meredakan kecemasan. Sumber dan tujuan dari insting selalu tetap dan sama, hanya objek selalu berubah. Hal ini dikarenakan obyek pengganti jarang dapat memberi kepuasan atau mereduksi kecemasan seperti obyek aslinya. 3. Repression. Repression berarti menekan segala sesuatu sehingga kecemasan dapat keluar dari kesadaran. 4. Fixation. Terhentinya perkembangan normal pada tahap perkembangan tertentu karena perkembangan selanjutnya sangat sulit dan penuh tekanan serta kecemasan. Kecemasan dan frustasi membuat banyak dewasa yang

memilih untuk tetap tinggal dengan orangtuanya merupakan salah satu contoh dari fixation. 5. Regression. Seseorang akan berusaha untuk kembali ke masa yang nyaman dan aman menurutnya ketika menghadapi masalah. Biasanya, seseorang akan kembali ke masa kanak-kanak. Hal ini dapat dilihat, ketika ada seorang mahasiswa yang menggigiti kuku jari tangan ketika mengalami kecemasan dan stres. 6. Reaction formation. Tindakan defensif dengan cara merubah perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan perasaan lawan. Misalnya, merubah benci menjadi cinta, rasa bermusuhan menjadi rasa persahabatan. Seorang suami yang membenci istrinya akan membelikan hadiah dan mencumbu istrinya secara berlebihan. 7. Projection. Mekanisme ini merupakan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain atas apa yang seseorang rasakan. Contohnya adalah ketika seorang suami menyukai dan berselingkuh dengan perempuan lain, dia akan mencemburui dan menuduh istrinya menyeleweng. Menurut Freud, jarang ada orang yang memakai satu mekansime pertahanan. Umumnya, orang memakai beberapa mekansime pertahanan secara bersamaan atau secara bergantian sesuai dengan bentuk kecemasannya. 2. Mekanisme Pertehanan Diri a. Represi Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya: 1) Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan, 2) Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar kejadian yang menyesakkan dada, 3) Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk, 4) Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif, 9

5) Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan. b.Supresi Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingataningatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi) c. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi) Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan. d. Fiksasi Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini. e. Regresi Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik,akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak 10

menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian. f. Menarik Diri Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis. g. Mengelak Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung. h. Denial (Menyangkal Kenyataan) Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri. i. Fantasi Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadangkadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya. Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu. j. Rasionalisasi Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik, atau yang baik adalah yang buruk.

11

k. Intelektualisasi Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif. l. Proyeksi Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering kali dipergunakan pula.

D. APAKAH HATI NURANI (SUPEREGO) 1. EGO Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan ego pada akhirnya akan memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat. Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer ids. Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organism memerlukan transakasi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari, menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat dihilangkan. Ini berarti ia harus belajar membedakan antara gambaran ingatan 12

tentang makanan dan persepsi aktual terhadap makanan seperti yang ada di dunia luar. Setelah melakukan pembedaan yang sangat penting ini, maka perlu mengubah gambaran kedalam persepsi, yang terlaksana dengan menghadirkan makanan dilingkungan. Dengan kata lain, orang mencocokkan gambaran ingatan tenteng makanan dengan penglihatan atau penciuman terhadap makanan yang didalamnya melalui pancaindera.4 2. SUPEREGO

Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat kami rasa benar dan salah. Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak, dan dilaksanakan dengan cara memberinya haidiah-hadiah atau hukuman-hukuman. Superego adalah wewenang moral dari kepribadian; ia mencerminkan yang ideal dan bukan yang real dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan. Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh wakil-wakil masyarakat. Fungsi pokok superego adalah : 1. Menerima impuls id, terutama impuls-impuls seksual dan agresif, karena inilah impuls-impuls yang pernyataannya sangat dikutuk oleh masyarakat. 2. Mendorong ego untuk mengantikan tujuan-tujuan realitas dengan tujuantujuan moralitas. 3. Mengajar kesempurnaan.5 Ada dua bagian superego: Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.

4 5

Calvin S. Hall.teori-teori psikodinamik (KLINIS). Yogyakarta.kanisius.1993.Hlm.65 Calvin S. Hall.teori-teori psikodinamik (KLINIS).ibid.Hal.67

13

Hati nurani mencakup informasi tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar. E. HUMANISTIS (KEMANUSAIAN) Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psokologi kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan tingkah laku manusia yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri manusia. Bagi sejumlah ahli psikologi humanistik adalah alternatif, sedangkan bagi sejumlah ahli psikologi yang lainnya merupakan pelengkap bagi penekanan tradisional behaviorisme dan psikoanalisis ( Misiak dan Sexton, 2005 ). Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu 1. psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia 2. psikologi humanistik menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia 3. psikologi humanistik menawarkan metode yang lebih luasakan kaedah-kaeah yang lebih efektif dalam dalam pelaksanaan psikoterapi 1. Latar Belakang Psikologi Humanistik Psikologi Humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Kehadiran psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme seta dipandang sebagai kekuatan ketiga dalam aliran psikologi. Psikoanalisis Sigmun Freud : berusaha memahami tentang kedalaman psikis manusia yang dikombinasikan dengan kesadaran pikiran guna menghasilkan kepribadian yang sehat. Psikoanalisis berkeyakinan bahwa prilaku manusia dikendalikan dan diatur oleh kekuatan tak sadar dalam diri . Behaviorisme Ivan Pavlov : meyakini bahwa semua prilaku dikendalikan oleh faktor eksternal dari lingkungan . 14

Humanistik Abraham Maslow : memfokuskan pada kebutuhan psikologis tentang potensi yang dimiliki manusia, hasil pemikirannya telah membantu guna memahami tentang motivasi dan aktualisasi diri seseorang . Tokoh Humanistik, salah satunya adalah Maslow Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu; 1. suatu usaha yang positif untuk berkembang 2. kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu Menurut Maslow, setiap orang memiliki rasa takut, seperti takut untuk berusaha atau berkembang, takut mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah dimiliki, dsb. tetapi hal itu mendorongnya untuk bisa maju ke arah kesempurnaan, kepercayaan diri dan pada saat itu juga dia dapat menerima diri sendiri. Mengenahi kebutuhan manusia, Maslow membaginya menjadi bermacammacam hierarki. 2. Kebutuhan Fisiologis Jenis kebutuhan ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan dasar semua manusia seperti, makan, minum, menghirup udara, dan sebagainya. Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa sakit, dan, seks. 3. Kebutuhan akan Rasa Aman Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya. 4. Kebutuhan akan Rasa Kasih Sayang Ketika seseorang merasa bahwa kedua jenis kebutuhan di atas terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki. Hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas 15

tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul. 5. Kebutuhan akan Harga Diri Kemudian, setelah ketiga kebutuhan di atas terpenuhi, akan timbul kebutuhan akan harga diri. Menurut Maslow, terdapat dua jenis, yaitu lower one dan higher one. Lower one berkaitan dengan kebutuhan seperti status, atensi, dan reputasi. Sedangkan higher one berkaitan dengan kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, dan kebebasan. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior. 6. Kebutuhan akan Aktualisasi Diri Kebutuhan terakhir menurut hirarki kebutuhan Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Jenis kebutuhan ini berkaitan erat dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. Penulisan ini bukan dikarenakan gusar denganb psykologi para penegak hukum, hanya sebuah kajian ilmiah saja. 7. Psikologi Humanistik Perkembangan psikologi humanistik tidak lepas dari pandangan psikologi holistik dan humanistik. Pekembangan aliran-aliran behaviorisme dan psikoanalisis yang sangat pesat di Amerika Serikat ternyata merisaukan beberapa pakar psikologi di negara itu. Mereka melihat bahwa kedua aliran itu memandang manusia tidak lebih dari kumpulan refleks dan kumpulan naluri saja. Mereka juga menganggap kedua aliran itu memandang manusia sebagai makhluk yang sudah ditentukan nasibnya, yaitu oleh stimulus atau oleh alam ketidakkesadaran manusia. Dan yang tidak kalah penting, mereka berkesimpulan bahwa kedua aliran itu menganggap manusia sebagai robot atau sebagai makhluk yang pesimistik dan penuh masalah. Humanistik mengatakan bahwa manusia adalah suatu ketunggalan yang mengalami, menghayati dan pada dasarnya aktif, punya tujuan serta punya harga diri. Karena itu, walaupun dalam penelitian boleh saja dilakukan analisis rinci mengenai bagian-bagian dari jiwa manusia, namun dalam penyimpulanya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh. Pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik. Selain itu manusia juga harus dipandang dengan penghargaan yang tinggi terhadap harga dirinya, perkembangan pribadinya, perbedaan-perbedaan individunya dan dari sudut kemanusiaanya itu sendiri. Karena 16

itu psikologi harus memasuki topik-topik yang tidak dimasuki oleh aliran behaviorisme dan psikoanalisis, seperti cinta, kreatifitas, pertumbuhan, aktualisasi diri, kebutuhan, rasa humor, makna, kebencian, agresivitas, kemandirian, tanggung jawab dan sebagainya. Pandangan ini disebut pandangan humanistik. Psikologi humanistik dapat dimengerti dari tiga ciri utama, yaitu, psikologi humanistik menawarkan satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia. Kedua, ia menawarkan pengetahuan yang luas akan kaedah penyelidikan dalam bidang tingkah laku manusia. Ketiga, ia menawarkan metode yang lebih luas akan kaedah-kaedah yang lebih efektif dalam pelaksanaan psikoterapi. Humanistik tidak jelas kaitannya dengan ekologi psikologi. Pada satu sisi, Humanistik tempat yang paling berkuasa atas nilai potensial untuk pengembangan individu. Ini nilai-nilai pengalaman manusia dan kemampuan manusia untuk melampaui pikiran dengan lingkungan sekitarnya, dengan cara yang kreatif. Jadi dalam hal Humanistik untuk manusia dan pengalaman. Humanistik adalah ilmu manusia untuk menangkap pengalaman dalam semua keindahan yang subjektif. Ini yang menyebabkan sebuah penekanan atas berbagai metode fenomenologi yang bertujuan untuk mendapatkan semaksimal mungkin jati diri manusia. Pada sisi lainya, ekologi psikologi dengan kontras menunjukkan pemisahan manusia dari tanaman, binatang dan materi dunia sebagai buatan yang menyesatkan dan tidak bijaksana. Ekologi melihat, yang paling universal dan paling tinggi nilai simbol dan gambar dari pikiran manusia berasal dari kapasitas untuk memungut dalam ukuran kecil yang sungguh-sungguh untuk menopang semesta dan kita masuk di dalamnya. Jika ini adalah pernyataan simbolis yang penting dari aspek pemenuhan manusia, maka kita perlu mempertimbangkan sebuah ekologi diri yang merangkum semua bentuk kehidupan dan perasaan kesatuan. Saat ini rasa kuatir, depresi, bingung dan kesepian pada individu yang mencari beberapa penjelasan untuk rasa isolasi dan kesedihan mereka. Kontemporer kerja, dengan penekanan pada gencarnya pembangunan teknologi, persaingan tajam dan individualisme telah membuat korban tak terhitung. Mereka hadir dari hilangnya eksistensial karena keprihatinan yang dramatis atas racun di lingkungan pekerjaan. Secara tradisional, orang-orang ini telah dirawat dengan baik namun belum cukup. Melalui hubungan yang saling menerima dan melalui upaya bersama antara antara klien dan terapis dalam menggali semua pengalaman dan perasaan klien untuk pencapaian keseimbangan antara berbagai pengalaman dan perasaan yang sesungguhnya terjadi pada diri klien. Karena dengan ini maka terwujud prosedur terapi yang memandang manusia sebagai suatu kesatuan dan eksistensial diri. 17

Jadi pemahaman tentang manusia dalam psikologi humanistik berdasarkan kepada keyakinan bahwa nilai-nilai etika merupakan daya psikologi yang kuat dan ia merupakan penentu asas kelakuan manusia. Keyakinan ini membawa kepada usaha meningkatkan kualitas manusia seperti pilihan, kreativitas, interaksi fisik, mental dan jiwa, dan keperluan untuk menjadi lebih bebas Psikologi humanistik juga didefinisikan sebagai sebuah sistem pemikiran yang berdasarkan kepada berbagai nilai, sifat, dan tindak tanduk yang dipercayai terbaik bagi manusia. Sehingga terwujudlah satu nilai yang baru sebagai pendekatan untuk memahami sifat dan keadaan manusia secara holist. F. TEORI KOGNITIF Teori kognitif piaget

1.

Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory) Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan lainnya, yaitu proses adaptasi.Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak dewas. Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu : 1) lingkungan fisik 2) kematangan 3) pengaruh sosial 4) proses pengendalian diri (equilibration) Tahap perkembangan kognitif : 1) Periode Sensori motor (sejak lahir 1,5 2 tahun) 2) Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun) 3) Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun) 18

4) Periode operasi formal Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah : a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya. c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing. d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya. 2. Teori Belajar Menurut Bruner Jerome Bruner (1966) adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut: 1. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan. 2. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis. 3. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri. 4. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

19

5. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain. 6. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi. Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu; enactive, iconic, dan symbolic. 1) Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. 2) Tahap ikonik, seseorang memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). 3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasangagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar. Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap 20

perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan meteri secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar. Demikian juga model pemahaman konsep dari Bruner (dalam Degeng, 1989), menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsepkonsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep. Menurut Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu; 1) tindakan pembentukan konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antara keduanya adalah: 1) Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku mengkategori ini berbeda. 2) Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama. 3) Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda. Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi; 1) Nama. 2) Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif. 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak. 4) Rentangan karakteristik 5) Kaidah. 21

Menurut Bruner, pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis, kurang mengembang-kan kemampuan berpikir intuitif. Padahal berpikir intuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dan sebagainya, sebab setiap disiplin mempunyai konsep-konsep, prinsip, dan prosedur yang harus dipahami sebelum seseorang dapat belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning). 3. Teori Belajar Bermakna Ausubel Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsepsi ini adalah Ausubel. Dikatakan bahwa pengetahuan diorganisasi dalam ingatan seseorang dalam struktur hirarkhis. Ini berarti bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abstrak yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang, akan dapat memudahkan perolehan pengetahuan baru yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan ke rinci yang sering disebut sebagai subsumptive sequence menjadikan belajar lebih bermakna bagi siswa. Advance organizers yang juga dikembangkan oleh Ausubel merupakan penerapan konsepsi tentang struktur kognitif di dalam merancang pembelajaran. Penggunaan advance organizers sebagai kerangka isi akan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari informasi baru, karena merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Jika ditata dengan baik, advance organizers akan memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran yang baru, serta hubungannya dengan materi yang telah dipelajarinya. 22

Berdasarkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang dikemukakan oleh Ausubel tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan skemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisahpisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata memiliki funsi ganda, yaitu: 1) Sebagai skema yang menggambarkan atau merepresentasikan organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya. 2) Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru. Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang tersusun secara hierarhkis. Struktur kognitif yang dimiliki individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Dengan kata lain, skemata yang telah dimiliki oleh seseorang menjadi penentu utama terhadap pengetahuan apa yang akan dipelajari oleh orang tersebut. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar. Mendasarkan pada konsepsi di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang hkusus dan spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci. Reigeluth dan Stein (1983) mengatakan bahwa skemata dapat dimodifikasi oleh pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga menghasilkan makna baru. Anderson (1980) dan Tennyson (1989) mengatakan bahwa pengetahuan yang telah dimiliki individu selanjutnya berfungsi sebagai dasar pengetahuan bagi masingmasing individu. Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.

23

Konsepsi dasar mengenai struktur kognitif inilah yang dijadikan landasan teoretik dalam mengembangkan teori-teori pembelajaran. Beberapa pemikiran ke arah penataan isi bidang studi atau materi pelajaran sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif, dikemukakan secara singkat sebagai berikut (Degeng, 1989): 1. Hirarhki belajar. Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang dituangkan dalam suatu struktur isi yang disebut hirarhki belajar. Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum pengetahuan yang lain dapat dipelajari. 2. Analisis tugas. Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Tipe hubungan prosedural ini memerikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungan prosedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terahkir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah yang terahkir. 3. Subsumptive sequence. Ausubel mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengajaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar. Ia menggunakan urutan umum ke rinci atau subsumptive sequence sebagai strategi utama untuk mengorganisasi pengajaran. Perolehan belajar dan retensi akan dapat ditingkatkan bila pengetahuan baru diasimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada. 4. Kurikulum spiral. Gagasan tentang kurikulum spiral yang dikemukakan oleh Bruner dilakukan dengan cara mengurutkan pengajaran. Urutan pengajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan isi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci.

24

5. Teori Skema. Teori skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Teori ini memandang bahwa proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada. Hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, merupakan integrasi antara pengetahuan yang lama dengan yang baru. Struktur kognitif yang baru ini nantinya akan menjadi assimilative schema pada proses belajar berikutnya. 6. Webteaching. Webteaching yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya. 7. Teori Elaborasi. Teori elaborasi mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakan model yang komprehensif tentang cara mengorganisasi pengajaran pada tingkat makro. Teori ini mempreskripsikan cara pengorganisasian isi bidang studi dengan mengikuti urutan umum ke rinci, dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci. 4. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran

Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaian dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu. 25

2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. 4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan setruktur kognitif yang telah dimiliki si belajar. 5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. 6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa. 7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatiakan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya. Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memililiki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih banyak memberikan kebebasan kepada siswa untuk belajar sendiri melalui aktivitas menemukan (discovery). Cara demikian akan mengarahkan siswa pada bentuk belajar induktif, yang menuntut banyak dilakukan pengulangan. Hal ini tercermin dari model kurikulum spiral yang dikemukakannya. Berbeda dengan Bruner, Ausubel lebih mementingkan strutur disiplin ilmu. Dalam proses belajar lebih banyak menekankan pada cara berfikir deduktif. Hal ini tampak dari konsepsinya mengenai Advance Organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajari siswa. Dari pemahaman di atas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget: 1. Menentukan tujuan pembelajaran. 2. Memilih materi pelajaran. 26

3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif. 4. Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya. 5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpikir siswa. 6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner: 1. Menentukan tujuan pembelajaran. 2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya). 3. Memilih materi pelajaran. 4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi). 5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa. 6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik. 7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel: 1. Menentukan tujuan pembelajaran. 2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya). 3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti. 4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa. 5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata /konkrit. 6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. G. TOERI PERKEMBANGAN KOGNITF Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam 27

representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:

Periode sensorimotor (usia 02 tahun) Periode praoperasional (usia 27 tahun) Periode operasional konkrit (usia 711 tahun) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

1. Periode sensorimotor Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam subtahapan: 1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. 2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaankebiasaan. 3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. 4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). 5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. 28

6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas. 2. Tahapan praoperasional Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. 3. Tahapan operasional konkrit Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam 29

rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) Decentering anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. 4. Tahapan operasional formal Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan

30

sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. 5. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan

Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur. Universal (tidak terkait budaya) Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi) Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif Proses perkembangan

6.

Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan

31

memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas. Dengan demikian, kognisi seseorang berkembang bukan karena menerima pengetahuan dari luar secara pasif tapi orang tersebut secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya. 7. Isu dalam perkembangan kognitif

Isu utama dalam perkembangan kognitif serupa dengan isu perkembangan psikologi secara umum. a.

Tahapan perkembangan

Perbedaan kualitatif dan kuantitatif tahapan perkembangan

Terdapat kontroversi terhadap pembagian berdasarkan perbedaan kualitas atau kuantitas kognisi.

Kontinuitas dan diskontinuitas

Kontroversi ini membahas apakah pembagian tahapan perkembangan merupakan proses yang berkelanjutan atau proses terputus pada tiap tahapannya.

Homogenitas dari fungsi kognisi Terdapat perbedaan kemampuan fungsi kognisi dari tiap individu 32

b. Natur dan nurtur Kontroversi natur dan nurtur berasal dari perbedaan antara filsafat nativisme dan filsafat empirisme. Nativisme mempercayai bahwa pada kemampuan otak manusia sejak lahir telah dipersiapkan untuk tugas-tugas kognitif. Empirisme mempercayai bahwa kemampuan kognisi merupakan hasil dari pengalaman. c. Stabilitas dan kelenturan dari kecerdasan Secara relatif kecerdasan seorang anak tetap stabil pada suatu derajat kecerdasan, namun terdapat perbedaan kemampuan kecerdasan seorang anak pada usia 3 tahun dibandingkan dengan usia 15 tahun. 8. Sudut pandang lain Pada saat ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif.

Teori perkembangan kognitif neurosains

Kemajuan ilmu neurosains dan teknologi memungkinkan mengaitkan antara aktivitas otak dan perilaku. Biologis menjadi dasar dari pendekatan ini untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Pendekatan ini memiliki tujuan untuk dapat mengantarai pertanyaan mengenai umat manusia yaitu : 1. Apakah hubungan antara pemikiran dan tubuh, khususnya antara otak secara fisik dan mental proses 2. Apakah filogeni atau ontogeni yang menjadi awal mula dari struktur biologis yang teratur

Teori Konstruksi pemikiran-sosial

Selain biologi, konteks sosial juga merupakan salah satu sudut pandang dari perkembangan kognitif. Perspektif ini menyatakan bahwa lingkungan sosial dan budaya akan memberikan pengaruh terbesar terhadap pembentukan kognisi dan pemikiran anak. Teori ini memiliki implikasi langsung pada dunia pendidikan. Teori Vygotsky menyatakan bahwa anak belajar secara aktif lebih baik daripada secara pasif. Tokoh-tokohnya diantaranya Lev Vygotsky, Albert Bandura, Michael Tomasello.

33

Teori Theory of Mind (TOM)

Teori perkembangan kognitif ini percaya bahwa anak memiliki teori maupun skema mengenai dunianya yang menjadi dasar kognisinya. Tokoh dari ToM ini diantaranya adalah Andrew N. Meltzoff.

34

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang khusus membahas tentang perkembangan dari periode pemprosesan sampai mati. Para peneliti perkembangan menguji atua meneliti apa perkembangan itu dan mengapa perkembangan itu terjadi. Ada dua tujuan penelitian perkembangan yaitu : 1. Memberikan gambaran tentang tingkah laku anak yang meliputi pertantanyaan- pertanyaan. Seperti : kapan bayi mulai berjalan? Apakah keterampilan sosial yang khas bagi anak usia empat tahun? Bagaimana anak kelas enam memecahkan konflik dengan teman-temannya? 2. Mengidentifikasi faktor penyebab dan proses yang melahirkan perubahan prilaku dari satu perkembangan ke perkembangan berikutnya. Faktor-faktor ini meliputi warisan genetic, karakteristik biologis dan struktur otak, lingkungan fisik san social dalam kehidupan anak dan pengalamanpengalaman anak. Para ahli psikologi perkembangan melakukan studi tentang perubahan tingkah laku itu dalam semua siklus kehisupan indivu mulai masa konsepsi sampai mati, walaupun usaha-usahanya banyak difokuskan sampai pada priode remaja. Dalam tahun-tahun terakhir ini, penelitian tentang perkembangan telaha diarahkan kepada isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan masa dewa sehingga melahirkan psikologi sepanjang rentang kehidupan (flfe-span development psychology) Pendekatan ini merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu sistem yang terdiri atas tiga bagian : 1. Input, yaitu proses informasi dari lingkungan atau stimulasi (rangsangan) yang masuk kedalam bentuk penglihatan, suara, dan rasa. 2. Prose, yaitu pekerjaan otot untuk mentransformasikan informasi atau stimulasi dalam cara yang beragam, yang simbolik, membandingkan dengan informasi sebelumnya, memasukkan ke dalam memori dan menggunakannya apabila diperlukan. 3. Output, yaitu yang berbentuk tingklah laku, seperti berbicara, menulis, interaksi social, dan sebagainya.

35

B. KERITIK DAN SARAN Makalah ini banyak sekali kekurangan harap dimaklumi. Penulis menyadar banyak sekali kekurangan, dan oleh sebab itu penulis mengharapkan keritik dan saran yang bersipat membangun supaya bias menjadikan makalah ini menjadi baik.

36

DAFTAR PUSTAKA Baihaqi, MIF, Drs, M.Si, dkk. 2005. Psikiatri Konsep Dasar dan GangguanGangguan. Bandung: PT Refika Aditama. Bjorklund, D.F. (2000) Children's Thinking: Developmental Function and individual differences. 3rd ed. Bellmont, CA : Wadsworth. Calvin S. Hall.1993.teori-teori psikodinamik (KLINIS). Yogyakarta.Kanisius. Johnson, M.H. (2005). Developmental cognitive neuroscience. 2nd ed. Oxford : Blacwell publishing Piaget, J. (1954). "The construction of reality in the child". New York: Basic Books. Piaget, J. (2000). "Commentary on Vygotsky". New Ideas in Psychology, 18, 241 259. Piaget, J. (2001). Studies in Reflecting Abstraction. Hove, UK: Psychology Press. Sarwono, Sarlito Wirawan, Dr. 2000. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: PT Bulan Bintang. Sobur, Alex, Drs, M.Si. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Sujanto A. dkk. 2006.psikologi kepribadian.jakarta.Bumi Aksara. Yusuf Syamsu. 2007.Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung.PT. Rosda Karya

37

Anda mungkin juga menyukai