Anda di halaman 1dari 16

KANKER SERVIKS

A. EPIDEMIOLOGI Kanker cerviks uteri merupakan kanker pada wanita nomor dua tersering diseluruh dunia, yaitu 15% dari semua kanker pada wanita. Dinegara berkembang merupakan kanker yang terbanyak yaitu 20-39% dari semua kanker pada wanita. Dinegara maju frekuensinya hanya berkisar antara 4-6%. Di Indonesia, diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki tingkat pertama. Prevalensi umur penderita berkisar antara 30-60 tahun, terbanyak umur 45-50 tahun. Periode laten pada fase prainvasive menjadi invasive sekitar 10 tahun, hanya 9% dari penderita berumur 35 tahun yang menunjukan keganasan serviks uteri pada saat terdiagnosis, sedangkan 53% dari karsinoma insitu terdapat pada wanita dibawah umur 35 tahun. B. ETIOLOGI Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diataranya : jarang ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi paritas dengan jarak persalinan terlalu dekat, sosek rendah, higien seksual jelek, merokok, promiskuitas, berganti-ganti pasangan serta jarang ditemukan pada wanita yang suaminya disirkumsisi. Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital beperan penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah dibuktikan adanya hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe HPV. Yang dimaksud dengan HPV tipe high risk adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58. Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan instabilitas kromosomal, terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11, 42, 43 dan 44 disebut low risk yang merupakan tipe non-onkogen.

C. PATOLOGI Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.

Gambar 1 : Lokasi Kanker Rahim

Tumor dapat tumbuh : 1. 2 2. Eksofitik. Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Endofitik. Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif membentuk ulkus Ulseratif. Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang errosif (metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik)

melalui tingkatan NIS-I, II, III

dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma

invasive. Sekali menjadi mikroinvasive. Proses keganasan akan berjalan terus.

D.PENYEBARAN Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun stasiun kelenjar di pelvis minor, baru kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar, tulang). Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah : 1. fornices dan dinding vagina 2. korpus uteri 3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional melalui ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklvia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta otak. International of Gynecology and Obstetrics (FIGO) staging system digunakan untuk evaluasi dan diagnosis dari kanker leher rahim berdasarkan gejala yang terjadi. Stadium berdasarkan FIGO : a. Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim (serviks) o Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik (menggunakan lebar 7 mm mikroskop), dengan penyebaran sel tumor mencapai lapisan stroma tidak lebih dari kedalaman 5 mm dan

o Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang dengan lebar 7 mm atau kurang o Stadim IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan lebar 7 mm atau kurang o Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau dengan pemeriksaan mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7 mm o Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang o Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm b. Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai dinding panggul. Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas. o Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung (parametrium) sekitar rahim, namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina o Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding samping panggul c. Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan 1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang menghambat proses berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal o Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak meluas sampai dinding panggul o Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang menyebabkan gangguan berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal d. Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau meluas melampaui panggul o Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum

o Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh

E. DIAGNOSIS Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks. a. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. b. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahan timbul akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin sering terjadi diluar senggama. b. c. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrsi sel tumor keserabut saraf. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh. Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker serviks adalah : 1. Sitologi. Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan endoserviks. Kolposkopi. Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya didalamya.

Pemeriksaan kolposkopi merupakan pemeriksaan standart bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan kolposkop, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel sevik, pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas paada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi harus dilakukan. Biopsi. Biopsi dilakukan didaerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi. F. PENATALAKSANAAN 1. 2. 3. 4. 5. Karsinoma serviks mikroinvasive Histerektomi totalis Stadium IA1 TAH/TVH. Bila disertai VAIN dilakukan pengangkatan vaginal cuff. Stadium IA2 Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis Ca invasive Biopsi untuk konfirmasi diagnosis Stadium IB1 IIA < 4cm Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radioterapi 6. Stadium IB2 IIA >4cm Kemoradiasi primer Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan Kemoterapi neo adjuvan 7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A

Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering pachitaxel, docetaxel, fluorourasil, gemcitabine 8. Stadium IV B Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi Adapun alasan untuk memilih salah satu terapi diatas adalah berdasarkan keuntungan dan kerugian masing-masing terapi. KEMOTERAPI Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker : Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten. Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah : 1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi. 2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA. 3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel. diberikan khemoradiasi, khemoterapi yang sering diberikan antara lain cisplatinum,

4)

Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari selsel kanker tersebut.

Pola pemberian kemoterapi : 1) Kemoterapi Induksi Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan. 2) Kemoterapi Adjuvan Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis). 3) Kemoterapi Primer Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi. 4) Kemoterapi Neo-Adjuvan Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.

Cara pemberian obat kemoterapi 1) Intra vena (IV)

Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelanpelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya. 2) Intra tekal (IT) Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C. 3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea. 4) Oral Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran, Alkeran, Myleran, Natulan, Puri-netol, hydrea, Tegafur, Xeloda, Gleevec. 5) Subkutan dan intramuskular Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah LAsparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin. 6) Topikal 7) Intra arterial 8) Intracavity 9) Intraperitoneal/Intrapleural Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin Tujuan pemberian kemoterapi. 1) Pengobatan. 2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi. 9

3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup. 4) Mengurangi komplikasi akibat metastase. Efek samping kemoterapi. Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas : 1. 2. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis. 3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati. 4. Efek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder. Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna. Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam. Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama 10

pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal. Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru. Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena pump failure, fibrosis paru umumnya irreversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi. RADIOTERAPI Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis. Teknik radiasi Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan oilihan yang umumnya diberikan dengan maksud: Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan korpus uteri tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke rektum, sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas toleransi.

11

Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri cukup tinggi. Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus mendapat penyinaran juga. Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus, sehingga dosis yang sampai pada kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis yang merata pada daerah yang lebih luas.

Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain; a. Komplikasi umum Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual, lesu, dan tidak ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat muntahmuntah, tidak bisa makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala sangan dipengaruhi oleh status fisik dan psikologi penderita. b. Komplikasi lokal Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena radiasi secara langsung, yaitu: Problema koitus (pengkerutan vagina) Fistel radiologik Gejala sistitis Proktitis hemoragik Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas dengan dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan kemungkinan penyempitan vagina, rectum, kandung kencing atau ureter. Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-waktu Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya fistula bila defekasi keras dapat menimbulkan perdarahan rectovaginalis atau fistula vesikovaginalis.

12

HISTEREKTOMI RADIKAL Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan surgical staging. Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin tanpa terjadi komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan cermat sehingga dapat mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi, yaitu : 1. Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi). 2. Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru). 3. Komplikasi lainnya Emboli dan emboli paru yang berat Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu : 1. 2. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses hiperkoagulasi Komplikasi alat perkemihan Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan kemungkinan terjadi komplikasi alat perkemihan pada : 1. Disfungsi vesikouterina Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum terlalu dekat dengan rektum. 2. Fistula Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria Infeksi pascaoperatif Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti :

13

Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Memperpanjang hospitalisasi Terjadi wound dehicense Pembentukan abses sekitar pelvis.

G. PENCEGAHAN dan DETEKSI DINI Tidak seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya yang menyebar melalui cairan tubuh, HPV merupakan virus yang menyebar melalui kontak dari kulit ke kulit, karena itu penggunaan kondom tidak sepenuhnya efektif karena kondom tidak meliputi seluruh area kulit dimana HPV dapat ditemukan. Skrining Pemeriksaan secara berkala bagi seluruh wanita terutama yang memiliki faktor risiko menggunakan Pap smear adalah cara yang efektif untuk mendeteksi dini kanker leher rahim dan penanganan lebih awal serta adekuat. Selain pap smear, metode lain adalah inspeksi visual dengan asam asetat (VIA) atau dengan Lugols Iodine (VILI) serta HPV-hybrid capture. Tes tersebut mudah dilakukan dan memiliki hasil yang efektif. Skrining dilakukan 3 tahun setelah aktif secara seksual dan diulangi setiap tahunnya.. Vaksin HPV Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher rahim dan kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan cara melindungi dari 4 tipe HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3 dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum diketahui keefektifannya pada wanita yang 14

hanya menerima 1 atau 2 dosis saja. Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum adanya nyeri ketika disuntikkan. Vaksin ini belum direkomendasikan pada wanita hamil karena masih sedikit informasi mengenai keamananya pada wanita hamil. Vaksin HPV ini hanya bersifat melindungi dari paparan yang belum terjadi, dan bukan untuk mengobati. Skrining tetap diperlukan setelah memperoleh vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV.

H. FOLLOW UP Tiap 3 bulan selama 2 tahun pertama, kemudian tiap 6 bulan, tergantung keadaan. Jangan lupa meraba kelenjar inguinal dan supraclavikla, abdomen, abdominal vaginal, dan abdominalrektal, pemeriksan sitologik puncak vagina, dan foto rontgen thoraks ( setiap 6 bulan) Kolposkopi untuk meneliti puncak vagina, serta bentuk-bentuk praganas. Rektoskopi, sistoskopi, renogram, IVP, dan CT scan panggul, hanya dilakukan menurut indikasi.

H. PROGNOSIS

15

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum, tingkat klinik keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan sarana pengobatan. Angka ketahanan hidup 5 tahun menurut data internasional Tingkat
TIS T1 T2 T3 T4

AKH-5 Thn
Hampir 100% 70-85% 40-60% 30-40% <10%

16

Anda mungkin juga menyukai