Anda di halaman 1dari 13

ACARA III UJI DUO -TRIO

A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai atau tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. Pada pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua contoh. Meskipun dalam pengujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama tetapi untuk melaksanakan pcmbedaan selalu ada dua contoh yang dapat dipertentangkan. Uji ini digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri, selain itu juga digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan atau persamaan antara dua produk dan komoditi yang sama. Untuk mempertentangkan contoh-contoh yang diuji dapat menggunakan bahan pembanding (reference) tetapi dapat pula tanpa bahan pembanding.

Pengujian dapat dinilai ada atau tidak ada perbedaan antara dua contoh produk, sehingga bahan pembanding tidak perlu. Sebaliknya jika terdapat pengaruh suatu perlakuan maka diperlukan bahan pembanding.

Pembedaannya dapat mempunyai arah atau tanpa arah. Pembedaan berarah jika dalam pembedaan contoh-contoh itu disertai arah perbedaan yaitu, lebih kecil atau lebih besar dan bahan baku. Jika pembedaan itu tidak berarah tidak perlu disertai pernyataan lebih yang satu terhadap yang lain. Dapat dinyatakan cukup kalau pcrbedaan itu ada. Jika dalam pembedaan itu digunakan bahan pembanding (reference) maka sifat-sifat organoleptik yang ingin dibedakan harus betul-betul jelas dan dipahami para panelis. Keandalan (reliability) dan uji pembedaan tergantung sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan dan kepekaan masing-masing anggota panelis. 2. Tujuan Praktikum Mampu melakukan uji pembedaan khususnya uji duo-trio.

B. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Bahan Kue bolu adalah kue berbahan dasar tepung (umumnya tepung terigu), gula, dan telur. Kue bolu dan cake umumnya dimatangkan dengan cara dipanggang di dalam oven, walaupun ada juga bolu yang dikukus. Proses pembuatan dilakukan dengan cara dikocok hingga mengembang. Gelembung udara di dalam adonan membuat kue menjadi empuk setelah matang. Dengan penambahan lemak membuat tekstur kue menjadi lebih empuk dan lembut (Anonima, 2011). 2. Tinjauan Teori Atribut sensoris adalah karakteristik mutu suatu produk yang akan diuji, misalnya aroma, flavor, rasa, warna, kerenyahan dan lain-lain. Sebelum memulai analisis sensori perlu ditentukan terlebih dahulu atribut-atribut apa saja yang menggambarkan mutu produk yang diharapkan. Cara pengujian

sensori adalah dengan menggunakan indera manusia, bisa dengan dilihat untuk atribut warna, dengan dibaui untuk atribut aroma, dicicipi untuk atribut rasa dan diraba untuk atribut tekstur (Setyaningsih, 2010). Tujuan analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindera manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan perbedaan, deskripsi dan kesukaan atau penerimaan. Uji perbedaan umumnya berhubungan dengan pengendalian mutu suatu produk, penentuan umur simpan, dan identifikasi adanya kemungkinan kerusakan pada produk. Pengujian ini sangat bergantung pada kemampuan panelis dalam mendeteksi dan mengetahui adanya perbedaan (Samanhoedi, 1996). Kualitas bahan merupakan kumpulan sifat-sifat khas yang dinilai dengan indera (sensorik) dan sifat tersembunyi (analisa laboratorium). Kualitas bahan yang dinilai dengan sensorik melalui beberapa indera manusia. Indera yang biasa digunakan seperti indera penglihatan seperti warna, kekentalan (viskositas) bahan hasil olahan, indera pembau melalui pengamatan bau yang dihasilkan serta rasa dengan indera pengecap (Setiawati, 2006). Data yang diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan fisik, serta pengamatan kandungan mikroba. Penentuan umur simpan dengan menggunakan faktor organoleptik dapat menggunakan parameter sensori (warna, flavor, aroma, rasa, dan tekstur) terhadap sampel dengan skala 010, yang mengindikasikan tingkat kesegaran suatu produk (Herawati, 2008). Uji duo-trio mirip dengan uji segitiga. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan di antara dua contoh. Kepada panelis

disajikan 3 buah contoh dengan satu contoh adalah contoh baku (A) dan dua lainnya adalah contoh yang akan diuji (X dan Y). Panelis diminta untuk menentukan mana di antara dua buah contoh X dan Y yang sama dengan A (Setyaningsih, 2010). Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua contoh. Meskipun dalam pengujian dapat saja sejumlah contoh disajikan bersama tetapi untuk melaksanakan pembedaan selalu ada dua contoh yang dapat dipertentangkan. Untuk mempertentangkan contoh-contoh yang diuji dapat menggunakan bahan pembanding (reference) tetapi dapat pula tanpa bahan pembanding. Pembedaannya dapat mempunyai arah atau tanpa arah. Jika dalam pembedaan itu diguriakan bahan pembanding (reference) maka sifat-sifat organoleptik yang ingin dibedakan harus betul-betul jelas dan dipahami para panelis. Keandalan (reliability) dan uji pembedaan tergantung dan pengenalan sifat mutu yang diinginkan, tingkat latihan, dan kepekaan masing-masing anggota panelis (Anonimb, 2011). Uji duo-trio merupakan uji perbedaan keseluruhan yang akan menentukan apakah atau tidak perbedaan sensorik antara dua sampel. Metode ini sangat berguna untuk menentukan apakah perbedaan produk hasil dari perubahan dalam bahan, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan. Selain itu digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan secara keseluruhan, di mana tidak ada atribut khusus yang dapat diidentifikasi. Uji duo-trio secara statistik tidak efisien dibandingkan dengan uji Segitiga karena kesempatan mendapatkan hasil yang benar dengan menebak adalah 1 dalam 2. Dibandingkan dengan uji perbandingan pasangan, ini memiliki keunggulan bahwa suatu sampel referensi disajikan yang menghindari kebingungan sehubungan dengan apa yang merupakan perbedaan (Anonimc, 2011).

Uji duo-trio merupakan salah satu model uji pembedaan. Uji difference test atau uji pembedaan biasanya digunakan untuk menilai sifat sampel. Uji different test sendiri dapat dibagi menjadi 2 yaitu uji pembedaan sederhana dimana untuk menilai ada tidaknya perbedaan antara sample dan uji pembedaan terarah dimana untuk menilai ada tidaknya perbedaan dan menilai arah atau intensitas perbedaan. Uji duo-trio dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan yang kecil antara dua contoh. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian. Biasanya uji duo trio digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan (Amna, 2011). Uji duo-trio merupakan salah satu metode pada uji pembedaan. Pengujian pembedaan digunakan untuk menetapkan apakah ada perbedaan sifat sensorik atau organoleptik antara dua contoh. Uji ini digunakan untuk menilai pengaruh macam-macam perlakuan modifikasi proses atau bahan dalam pengolahan pangan bagi industri atau untuk mengetahui adanya pembedaan atau persamaan antara dua produk komoditi yang sama. Uji ini relatif lebih mudah karena adanya contoh baku dalam pengujian. Biasanya uji duo-trio digunakan untuk melihat perlakuan baru terhadap mutu produk ataupun menilai keseragaman mutu bahan (Amna, 2011). Pada standar internasional uji duo-trio menjelaskan prosedur untuk menentukan apakah perbedaan berhubungan dengan perasaan dapat dilihat atau keserupaan ada diantara dari dua contoh produk. Metode ini dapat dipakai untuk mengetahui apakah perbedaan ada pada perasaan tunggal atau di beberapa sifat. Metode secara statistik kurang efisien daripada percobaan segitiga seperti yang tertera pada ISO 10399:2004 tetapi lebih mudah melakukan oleh penaksir. Metode dapat dipakai jika hanya produk bersifat homogen (Anonimd, 2011).

C. Metodologi 1. Alat a. Lepek b. Gelas sloki c. Tisu d. Borang penilaian 2. Bahan a. Air putih b. Bolu 3. Cara Kerja a. Penyaji Menyiapkan bahan (bolu) yang akan diuji

Menjelaskan/memberikan penjelasan kepada panelis

Membuat,memberi dan mengumpulkan borang

Mengolah atau mentabulasikan data

Membersihkan tempat sebelum dan sesudah uji dilaksanakan

b. Panelis

Menulis dalam borang penilaian, nama saudara, tanggal pengujian dan produk yang diuji

Membaca instruksi yang ada dalam borang penilaian dengan teliti, kemudian memeriksa kelengkapan sampel yang ada dihadapan saudara. Jika bahan belum lengkap, meminta pada tim penyaji untuk melengkapinya.

Memulai menguji sampel sesuai instruksi yang ada dalam borang penilaian. Menulis hasil penilaian pada kolom yang tersedia.

Apabila pengujian telah selesai, memeriksa kembali hasil pengujian yang telah ditulis. Bila sudah lengkap, menyerahkan borang penilaian yang sudah diisi kepada tim penyaji.

D. Hasil dan Pembahasan Tabel 4.1 Hasil Percobaan untuk uji pembedaan Duo-Trio shift 1 pada Bolu aroma rasa warna tekstur overall 843 659 843 659 843 659 843 659 843 659 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 2 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 3 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 4 1 0 1 0 0 1 0 1 1 0 5 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 6 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 7 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 8 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 9 1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 10 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 11 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 12 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 13 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 14 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 15 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 16 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 17 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0 18 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 19 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 20 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 21 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 22 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 23 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 24 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 25 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 26 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 27 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 jumlah 10 12 10 17 11 13 10 16 11 15 Sumber : Laporan Sementara panelis

Pada uji pembedaan terdapat bermacam-macam uji, seperti uji pasangan, uji segitiga, uji pembanding ganda, uji pembanding jamak dan uji duo-trio. Akan tetapi pada makalah ini hanya akan membahas mengenai uji duo-trio. Pada uji duo-trio, setiap panelis disajikan 3 contoh (2 contoh dari bahan yang sama dan contoh ketigadari bahan yang lain). Perbedaannya dengan uji segitiga adalah bahwa salah satu dari 2 contoh yang sama itu dicicip atau dikenali lebih dahulu dan dianggap sebagai contoh baku atau pembanding, sedangkan kedua contoh yang lain baru kemudian. Dalam penyajiaannya, ketiga contoh dapat disajikan bersamaan, atau contoh pembandingnya disajikan lebih dahulu baru kedua contoh yang lain disajikan. Uji duo trio bertujuan untuk mencari perbedaan yang kecil. Setiap panelis disajikan tiga contoh (dua contoh dari produk yang sama dan satu contoh dari produk yang berbeda). Uji duo trio hampir sama dengan uji segitiga, tetapi dalam uji ini dari awal sudah ditentukan pembanding yang dibandingkan dengan kedua contoh lainnya. Dalam penyajiannya, contoh ketiganya disajikan bersamaan. Panelis diminta untuk memilih satu diantara 2 contoh lain yang beda dengan pembanding (reference). Penamaan contoh dilakukan dengan pengkodean agar panelis tidak dapat menebak isi contoh tersebut berdasarkan penamaannya. Untuk pemberian nama biasanya digunakan 3 angka crab atau 3 huruf secara acak. Pemberian nama secara berurutan biasanya menimbulkan bias, karena panelis terbawa untuk meberikan penilaian terbaik untuk contoh yang bernama atau berkode awal (misal 1 dan A) dan memberikan nilai terendah untuk contoh yang berkode akhir (misal 3 atau C) pada suatu pemberian kode sampai 1,2,3 atau A,B,C. Pada uji duo-trio dengan memakai 27 panelis, jumlah terkecil untuk beda nyata tingkat 5% adalah 20 panelis menyatakan beda, untuk jumlah terkecil beda nyata pada tingkat 1% adalah 21 panelis menyatakan beda dan untuk jumlah terkecil beda nyta 0,1% adalah 23 panelis menyatakan beda.

Berdasarkan tabel yang diperoleh dari hasil praktikum, untuk produk yang diuji terdapat dua sampel kue bolu kukus dan satu pembanding (reference), yaitu sampel dengan kode 843 dan sampel dengan kode 659. Untuk sensori aroma pada sampel kode 843 dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 10 panelis, sedangkan pada sampel dengan kode 659 juga dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 12 panelis. Untuk sensori rasa pada sampel kode 843 dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 10 panelis, sedangkan pada sampel dengan kode 659 juga dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 17 panelis. Untuk sensori warna pada sampel kode 843 dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 11 panelis, sedangkan pada sampel dengan kode 659 juga dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 13 panelis. Untuk sensori tekstur pada sampel kode 843 dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini

tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 10 panelis, sedangkan pada sampel dengan kode 659 juga dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 16 panelis. Untuk sensori overall pada sampel kode 843 dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 11 panelis, sedangkan pada sampel dengan kode 659 juga dikatakan tidak berbeda nyata dengan tingkat terkecil 0,1%, 1% ataupun 5% karena pada sampel ini tidak memenuhi syarat jumlah terkecil untuk beda nyata yang disebabkan jumlah panelis yang menyatakan beda hanya sebanyak 15 panelis. Berdasarkan dari semua hasil tidak ada satupun sampel yang dikatakan beda nyata dengan sampel pembanding. Hal ini dapat dikarenakan banyak faktor, seperti penggunaan panelis yang belum terlatih, panelis seorang perokok, panelis dalam keadaan lapar, pada pengujian tidak ada bahan sebagai penetral dan lokasi pengujian yang tidak mendukung. Dengan demikian pengujian dapat dikatakan stimulus error yang disebabkan karena

penampakan sampel yang tidak seragam sehingga panelis ragu-ragu dalam memberikan penilaian. Selain itu dapat dikatakan sugesti yang disebabkan seorang panelis akan mempengaruhi panelis lainnya, sehingga untuk mendapatkan hasil yang lebih baik harus dilakukan pengujian secara individu.

E. Kesimpulan 1. Uji duo-trio dilakukan dengan menggunakan 3 sampel dengan salah satu sebagai sampel pembanding dan salah satu dari sampel yang diuji sama dengan sampel pembanding. 2. Uji analisis sensori yang dilakukan meliputi aroma, rasa, warna, tekstur dan overall dari sampel bolu kukus. 3. Pada sampel 843 yang menyatakan beda untuk aroma sebanyak 10 panelis, rasa sebanyak 10 panelis, warna sebanyak 11, tekstur sebanyak 10 dan overall sebanyak 11. 4. Pada sampel 659 yang menyatakan beda untuk aroma sebanyak 12 panelis, rasa sebanyak 17 panelis, warna sebanyak 13, tekstur sebanyak 16 dan overall sebanyak 15. 5. Dari semua sampel yang diuji tidak ada sampel yang dikatakan beda nyata dengan sampel pembanding dengan tingkat 5%, 1% dan 0,1%. 6. Faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengujian adalah penggunaan panelis yang belum terlatih, panelis seorang perokok, panelis dalam keadaan lapar, pada pengujian tidak ada bahan sebagai penetral dan lokasi pengujian yang tidak mendukung.

DAFTAR PUSTAKA Anonima. 2011. Bolu. http://id.m.wikipedia.org/wiki/bolu. Diakses pada 24 Mei 2011. Pukul 23.04 WIB. Anonimb. 2011. http://ftpunisri.blogspot.com/2008/07/uji-sensoris.html. Diakses pada 23 Mei 2011. Pukul 23.22 WIB. Anonimc. 2011. http://www.sensory society.org/ ssp/wiki/Duo- Trio_Test/&ei = 6Vza Tdu 2OYL4sA OguvyFDA&sa . Diakses pada 23 Mei 2011. Pukul 22.14 WIB. Amna. 2011. http://www.scribd.com/doc/44153127/tugas-bu-amna. Diakses pada 24 Mei 2011. Pukul 23.23 WIB. Anonimd. 2011. ISO 10399:2004 Duo-Trio Test. http://www.british-standartiso.org/Sensory_analysis-methodology-duotrio-test/djf7475/RUjas. Diakses pada 24 Mei 2011. Pukul 00.04 WIB. Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 27(4), 2008. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor Setiawati, B. Budi. 2006. Kedelai Hitam Sebagai Bahan Baku Kecap Tinjauan Varietas dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu Kecap. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Volume 2 Nomor 2, Desember 2006. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Jurusan Penyuluhan Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Agro Edisi II. IPB Press. Bogor Samanhoedi. 1996. Uji Makanan. Andy Ofset. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • Curriculum Vitae
    Curriculum Vitae
    Dokumen2 halaman
    Curriculum Vitae
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Curriculum Vitae
    Curriculum Vitae
    Dokumen2 halaman
    Curriculum Vitae
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Lembar Pengesahan
    Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Lembar Pengesahan
    Dokumen11 halaman
    Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Lembar Pengesahan
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Kamus Kata2
    Kamus Kata2
    Dokumen1 halaman
    Kamus Kata2
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Abstrak
    Abstrak
    Dokumen1 halaman
    Abstrak
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat
  • 110461502201008332
    110461502201008332
    Dokumen7 halaman
    110461502201008332
    Fadli Putro Budi Perwirakusuma
    Belum ada peringkat