Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Dalam suatu pabrik kimia, rangkaian proses kimia yang mengolah bahan baku menjadi produk diwujudkan dalam peralatan-peralatan yang terangkai secara sistematis yang disebut system proses. Sistem proses terbagi dua yaitu system proses utama dan system proses penunjang. Sistem proses utama dapat digolongkan menjadi system pemrosesan ammoniak dan system pemrosesan urea sedangkan system proses penunjang yaitu system utilitas. Seluruh pabrik urea dan ammonia baru bisa berjalan apabila didukung oleh unit utilitas. Unit utilitas (offsite) pada PT PUSRI merupakan unit pendukung yang bertugas mempersiapkan kebutuhan operasional pabrik ammonia dan urea, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan bahan baku dan bahan pembantu. Sumber bahan baku utilitas adalah udara, air dan gas bumi. Air diperoleh dari sungai Musi, sedangkan udara dari lingkungan sekitar pabrik dan gas bumi dari Pertamina. Pada sistem utilitas di PT PUSRI salah satu prosesnya yaitu water treatment. Water Treatment merupakan unit pengolahan air untuk mendapatkan air bersih (filter water) dengan bahan baku air Sungai Musi. Unit ini bertugas menyediakan kebutuhan air bersih untuk keperluan pabrik,kantor dan perumahan. Di kantor dan perumahan, produk yang berupa air bersih digunakan sebagai sanitasi sehari-hari, sedangkan di pabrik dipakai sebagai air pendingin, air umpan boiler bertekanan tinggi, bahan baku air demin dan air pemadam api. Pada proses water treatment terdiri dari beberapa proses seperti penyaringan zat padat yang terapung / filtrasin, penginjeksian zat zat kimia, premix tank (flocculator) (3206-U), floctreator (3201-U), clear well (3204-F), sand filter (3202-UA sampai 3202-UE), filtered water storage tank. Salah satu proses yang paling penting adalah proses di flokulator dimana proses ini menggunakan prinsip kerja dari fluid mixing. Tujuan dari semua proses pengolahan air adalah untuk menghapus yang ada

kontaminan dalam air, atau mengurangi konsentrasi kontaminan tersebut sehingga air menjadi cocok untuk penggunaan akhir yang diinginkan-nya. Fungsi flokulator sendiri merupakan pembentukan flok-flok agar menjadi besar dan stabil sehingga dapat diendapkan dengan mudah atau disaring. Untuk proses pengendapan dan penyaringan maka pertikel-partikel kotoran halus maupun koloid yang ada dalam air baku harus digumpalkan menjadi flok-flok yang cukup besar dan kuat untuk dapat diendapan dan disaring. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi dan kegunaan dari flokulator sangatlah penting dalam pengolahan air. Oleh sebab itu, untuk mengetahui aplikasi dari fluid mixing yang diterapkan dalam dunia industri, pada makalah ini akan dibahas mengenai cara kerja dari flokulator (2206-U) yang ada di PUSRI II. 1.2 Tujuan 1. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pada flokulator. 2. Untuk mengetahui cara kerja flokulator pada Pusri III. 3. Untuk mengetahui water treatment pada Pusri III. 1.3 Manfaat 1. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pada flokulator. 2. Mengetahui cara kerja flokulator pada Pusri III. 3. Mengetahui water treatment pada Pusri III. 1.4 Batasan Masalah Permasalahan yang ditinjau pada makalah ini adalah cara kerja dari flokulator (3206-U) pada Pusri III.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Pabrik PT PUSRI Berdirinya PT Pupuk Sriwidjaja PT Pupuk Sriwidjaja yang didirikan pada tanggal 24 Desember 1959 merupakan perusahaan yang bertujuan untuk turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi, dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang industri pupuk dan industri kimia lainnya, melalui usaha produksi, perdagangan, pemberian jasa, dan usaha lainnya. PT Pupuk Sriwidjaja menjadi Perusahaan Induk PT Pupuk Sriwidjaja ditunjuk oleh pemerintah menjadi perusahaan induk (holding company) PT Pupuk Sriwidjaja (Persero), berdasarkan PP No.28/1997. Sejak Pemerintah Indonesia mengalihkan seluruh sahamnya yang ditempatkan di Industri Pupuk Dalam Negeri dan di PT Mega Eltra kepada PUSRI, melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 1997 dan PP nomor 34 tahun 1998, maka PUSRI, yang berkedudukan di Palembang, Sumatera Selatan, menjadi Induk Perusahaan (Operating Holding) dengan membawahi 6 (enam) anak perusahaan termasuk anak perusahaan penyertaan langsung yaitu PT Rekayasa Industri, masing-masing perusahaan bergerak dalam bidang usaha :

PT Petrokimia Gresik yang berkedudukan di Gresik, Jawa Timur. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea, ZA, SP-36/SP-18, Phonska, DAP, NPK, ZK, dan industri kimia lainnya serta Pupuk Organik.

PT Pupuk Kujang, yang berkedudukan di Cikampek, Jawa Barat. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea dan industri kimia lainnya.

PT Pupuk Kalimantan Timur, yang berkedudukan di Bontang, Kalimantan Timur. Memproduksi dan memasarkan pupuk urea dan industri kimia lainnya.

PT Pupuk Iskandar Muda, yang berkedudukan di Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam. Memproduksi dan memasarkan pupuk Urea dan industri kimia lainnya.

PT Rekayasa Industri, yang berkedudukan di Jakarta, Bergerak dalam penyediaan Jasa Engineering, Procurement & Construction (EPC) guna membangun industri gas & minyak bumi, pupuk, kimia dan petrokimia, pertambangan, pembangkit listrik (panas bumi, batu bara, micro-hydro, diesel).

PT Mega Eltra, yang berkedudukan di Jakarta dengan bidang usaha utamanya adalah Perdagangan Umum.

Pemisahan

Perseroan

kepada

PT

Pupuk

Sriwidjaja

Palembang

Pada tahun 2010, dilakukan Pemisahan (Spin Off) dari Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Pupuk Sriwidjaja disingkat PT. Pusri (Persero) kepada PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang

Adanya Perubahan Anggaran Dasar PT Pupuk Sriwidjaja Palembang melalui Akte Notaris Fathiah Helmi, SH nomor 14 tanggal 12 November 2010 yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM tanggal 13 Desember 2010 nomor AHU-57993.AH.01.01 tahun 2010.

Adanya pengalihan hak & kewajiban / aktiva & pasiva PT. Pusri (Persero) kepada PT. Pusri Palembang tertuang di dalam Rapat Umum Pemegang Saham - Luar Biasa (RUPS-LB) tanggal 24 Desember 2010

Serah terima jabatan & pengalihan aktiva pasiva tersebut berlaku efektif 1 Januari 2011 Adapun PT Pusri (Persero) sekarang mengubah namanya menjadi PT Pupuk

Indonesia (Persero) pada tanggal 18 April 2012 dan PT Pupuk Sriwidjaja Palembang tetap menggunakan brand dan merk dagang Pusri hingga kini. Pusat Produksi PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang adalah suatu kawasan industri memproduksi ammonia dan pupuk empat unit pabrik. Kapasitas ton ammonia/hari dan dihasilkan juga (demineralized dan gas-

petrokimia di Kota Palembang yang

urea prill . Pusat produksi tersebut memiliki

produksi total keempat unit pabrik sebesar 4.276

6.900 ton pupuk urea prill /hari. Di samping produk utama produk samping berupa tenaga listrik, air bersih dan air boiler

water ), uap berbagai tekanan, gas-gas nitrogen, oksigen, karbon dioksida, gas lainnya.

Di

dalam proses pengolahan air, sedimentasi

diartikan

sebagai oleh gaya

pemisahan material

padat yang terkandung dalam limbah cair

gravitasi. Pada umumnya proses padatan

sedimentasi dilakukan setelah proses memperbesar ukuran partikel material padat yang

koagul asi dan flokulasi, bertujuan

sehingga menjadi lebih berat. Biasanya

dipisahkan mempunyai densitas lebih besar daripada air . 2.2 Water Treatment Water treatment menggambarkan proses-proses yang digunakan untuk membuat air lebih dapat diterima untuk penggunaan akhir yang diinginkan. Ini dapat termasuk digunakan sebagai air minum, proses industri, medis dan penggunaan lainnya. Tujuan dari semua proses pengolahan air adalah untuk menghapus yang ada kontaminan dalam air, atau mengurangi konsentrasi kontaminan tersebut sehingga air menjadi cocok untuk penggunaan akhir yang diinginkan-nya. Salah satu penggunaan tersebut adalah kembali air yang telah digunakan kembali ke lingkungan alam tanpa dampak ekologis yang merugikan. Proses yang terlibat dalam pengolahan air minum untuk tujuan pemisahan padatan dapat menggunakan proses fisik seperti menetap dan penyaringan, dan proses kimia seperti desinfeksi dan koagulasi. Proses biologis juga digunakan dalam pengobatan air limbah dan proses-proses mungkin termasuk, misalnya, laguna aerasi, lumpur aktif atau filter pasir lambat. Dua proses utama pengolahan air industri boiler adalah pengolahan air dan pengolahan air pendingin. Kurangnya pengolahan air yang tepat dapat menyebabkan reaksi padatan dan bakteri dalam pekerjaan pipa dan perumahan boiler. Steam boiler bisa menderita scaling atau korosi ketika diobati menyebabkan mesin lemah dan berbahaya, scale deposit dapat berarti bahan bakar tambahan diperlukan untuk memanaskan tingkat yang sama air karena turunnya efisiensi. Kualitas air kotor yang buruk dapat menjadi tempat berkembang biak bagi bakteri seperti Legionella menyebabkan risiko bagi kesehatan masyarakat.

Dengan perawatan yang tepat, proporsi yang signifikan dari industri di lokasi air limbah mungkin dapat digunakan kembali. Hal ini dapat menghemat uang dalam tiga cara: biaya lebih rendah untuk konsumsi air lebih rendah, biaya rendah untuk volume yang lebih kecil dari air efluen yang dibuang dan biaya energi yang lebih rendah karena pemulihan panas dalam air limbah daur ulang. Korosi pada boiler tekanan rendah dapat disebabkan oleh oksigen terlarut, keasaman dan alkalinitas yang berlebihan. Pengolahan air sehingga harus menghapus oksigen terlarut dan memelihara air boiler dengan pH yang sesuai dan tingkat alkalinitas. Tanpa pengolahan air yang efektif, sistem air pendingin dapat mengalami korosi pembentukan kerak, dan fouling dan dapat menjadi tempat berkembang biak bagi bakteri berbahaya seperti yang menyebabkan Penyakit legiuner. Hal ini mengurangi efisiensi, kehidupan tanaman lebih pendek dan membuat operasi tidak dapat diandalkan dan tidak aman. 2.3 Flokulator Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Pada hakekatnya flokulator adalah kombinasi anatara pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang terbetuk pada bak pencampur cepat akan saling bertumbukan dengan paartikel-partikel kotoran atau flok-flok yang lain sehingga terjadi gumpalan-gumpalan flok yang dan stabil. Flokulasi adalah suatu proses penggabungan partikel-partikel menjadi satu sehingga ukurannya berubah menjadi besar, agar dapat disaring atau diendapkan. Fungsi flokulator adalah untuk pembentukan flok-flok agar menjadi besar dan stabil sehingga dapat diendapkan dengan mudah atau disaring. Untuk proses pengendapan dan penyaringan maka pertikel-partikel kotoran halus maupun koloid yang ada dalam air baku harus digumpalkan menjadi flok-flok yang cukup besar dan kuat untuk dapat diendapan dan disaring. Flokulator terbagi menjadi dua macam:

1) Paddle flocculator ini termasuk jenis untuk instalasi berkapasitas sangat besar dengan kualitas air permukaan yang fluktuatif. 2) Pipe flocculator ini termsuk jenis yang jarang digunakan di PDAM atau malah belum ada yang menerapkannya. Ada berbagai macam tipe flokulator yang sekarang digunakan. Pada paper ini akan dibahas empat tipe yaitu flokulator gravel, baffle, mekanik horizontal, dan mekanik vertical. Tipe gravel dan baffle biasanya digunakan untuk pabrik yang kecil sedangkan tipe mekanik digunakan pada pabrik yang besar. Pada instalasi kecil dan menengah (sampai 200 L/detik), tipe flokulator yang paling banyak digunakan di negara-negara berkembang adalah tipe flokulator baffle dan flokulator Alabama jet action. Flokulator Alabama diperkenalkan di Brazil selama perang dunia ke II. Untuk pabrik yang kecil, flokulator gravel adalah pilihan yang baik. Ukuran dan bentuk dari kolam flokulasi secara umum ditentukan oleh tipe flokulator yang dipilih dan tipe proses sedimentasi yang digunakan. Sebagai contoh, jika flokulator mekanik dipasangkan dengan kolam sedimentasi aliran horizontal rectangular, maka lebar dan kedalaman kolam flokulasi harus sesuai dengan lebar dan kedalaman kolam sedimentasi. Pada semua kasus, ukuran kolam flokulasi ditentukan oleh
reaksi yang diperlukan atau waktu tahan (detention time), yang ditentukan melalui pengujian. Meskipun tidak ada hubungan teoritik antara area kolam dan kedalaman air untuk flokulasi yang optimal, tangki sebaiknya tidak lebih dalam dari 5 m. Kolam dengan kedalaman lebih besar dari 5 m sering terjadi pola aliran yang tidak stabil dan flokulasi yang buruk.

2.3.1 Kelebihan dan Kelemahan Kelemahan utama dari flokulator hidraulik antara lain: 1) fleksibilitas yang kecil dalam merespon perubahan mutu air baku 2) parameter hidraulik adalah fungsi dari aliran dan tidak dapat dirubah dalam proses, 3) head loss,

4) pembersihan dapat menjadi sulit kecuali jika disain menyediakan cara pembersihan yang baik. Ada suatu paradoks untuk penggunaan dari tipe-tipe tersebut. Ketika tipe hidraulik yang lebih sederhana lebih disukai untuk penggunaan pada pabrik skala kecil dimana keterampilan operator tidak begitu baik, terdapat potensi head loss yang besar untuk aplikasi pada pabrik skala besar. Untuk Flokulator baffle: kekurangan fleksibilitas untuk intensitas pengadukan; head loss tinggi jika baffle atas dan bawah digunakan; beberapa laju alir pabrik mungkin bervariasi pada selang 1:4 dalam satu hari proses sehingga pencapaian pencampuran yang baik pada aliran yang digunakan menjadi sulit. Flokulator mekanik vertical: banyak unit dibutuhkan pada pabrik besar; biaya capital yang tinggi untuk papan pereduksi kecepatan., Flokulator mekanik horizontal: instalasi dan pemeliharaan yang tepat sangat diperlukan; sulit untuk meningkatkan energi input; banyak masalah dengan penjajaran tangkai. Masalah utama dari flokulator gravel adalah fouling, baik oleh intersepsi flok ataupun pertumbuhan biologis dari media. 2.3.2 Spesifikasi Atau Bagian-Bagian Dari Alat Flokulator Flokulator pada prinsipnya bertugas untuk melakukan pengadukan lambat agar jangan sampai mikro flok yang sudah menggumpal pecah kembali menjadi bentuk semula, maka perlu adanya desain khusus bentuk flokulator tersebut. Flokulator ada 3 macam bentuknya. Yang pertama yakni Flokulator secara pneumatic misalnya, dirancang dengan cara mensuplai udara ke dalam bak flokulasi, cara kerjanya sama seperti yang dilakukan pada aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak flokulasi tidak sebesar pada bak aerasi. Jenis flokulator ini jarang sekali kita temukan saat ini, tetapi yang paling sering adalah flokulator secara mekanis. Yang kedua yaitu Flokulator secara mekanis paling banyak kita jumpai saat ini, bentuk serta desainnyapun bermacam-macam.Prinsip kerja jenis flokulator ini adalah dengan cara pengadukan (mixing), karena bentuknya yang bermacam-macam inilah

maka bentuk ini sangat familiar bagi seorang engineer. Bentuk yang terakhir adalah dengan Baffle, jika dibandingkan dengan 2 jenis flokulator di atas, maka jenis flokulator ini jarang atau bahkan tidak pernah kita jumpai sekarang ini, pasalnya sistem Baffle mempunyai tingkat velositas G dan GT sangat terbatas 2.3.3 Cara kerja Alat Flokulator Cara pengadukan dalam proses flokulasi ada dua cara yaitu pengadukan berdasarkan energi yang ada dalam air itu sendiri dan pengadukan berdasarkan energy mekanik dari luar. Hal-hal yang perlu diperhatikan tentang susunan dan bentuk bak flokulator yakni antara lain: 1) Bak flokulator harus diletakkan di antara bak pencampur cepat dan bak pengendapan dan lebih baik lagi jika antara bak flokulator menyatu atau bergabung jadi satu. 2) Untuk bak flokulator yang standar (bentuk persegi panjang), harus dilengkapi dengan peralatan pengadukan atau aliran dengan sekat (baffle flow) yang berfungsi untuk mendapatkan hasil yang optimal. 3) Kecepatan pengadukan harus dapat diatur atau dikontrol agar dapat disesuaikan dengan kondisi kualitas air bakunya. 4) Keccepatan pengadukan (kecepatan putar) untuk flokulator dengan pengadukan dari luar antara 15-18 cm/detik, sedangkan untuk flokulator tipe aliran dengan sekat, kecepatan rata-rata dalam bak antara 15-30 cm/detik. 5) Bentuk dan konstruksi bak flokulator harus sedemikian rupa agar terhindar terjadinya aliran singkat atau aliran stagnan (diam). 6) Baik flokulator harus dilengkapi dengan peralatan untuk penghilangan lumpur atau lebih atau buih yang mungkin terjadi. Berdasarkan cara kerjanya flokulator dibagi menjadi tiga yaitu:

10

1) Flokulator pneumatic yakni cara kerjanya sama seperti yang dilakukan pada aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak flokulasi tidak sebesar pada bak aerasi. 2) Flokulator mekanis yakni cara kerjanya dengan cara pengadukan (mixing), karena bentuknya yang bermacam-macam inilah maka bentuk ini sangat familiar bagi seorang engineer. 3) Flokulator baffle yakni cara kerjanya air limbah berjalan dengan cara mengitari sekat-sekat yang ada. Berikut adalah tahap pemisahan flok dengan cairan flok yang terbentuk harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m. 2.4 Flokulasi Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarikmenarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak akan terjadi dan flok besar serta mudah

11

mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompertemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok. Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda yang sama dengan pengadukan cepat pada proses koagulasi, perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi. Tujuan flokulasi yaitu untuk menyiapkan peningkatan banyaknya kontak antara partikel-partikel koagulasi yang tersuspensi di dalam air dengan pengadukan yang cukup. Selama pengadukan, partikel-partikel bersatu, menghasilkan bentuk yang lebih besar dan lebih mudah untuk menghilangkan flok-floknya. Flokulasi limbah cair juga dapat dipertimbangkan untuk : 1) meningkatkan penghilangan padatan tersuspensi dan BOD di fasilitas pengendapan primer 2) mengkondisikan limbah cair yang mengandung limbah industri tertentu 3) meningkatkan kinerja tangki pengendapan sekunder melanjutkan proses sludge teraktivasi 4) sebagai langkah pretreatment untuk filtrasi effluent sekunder Terdapat dua tipe flokulasi, mikroflokulasi dan makroflokulasi. Perbedaan dasar dari kedua tipe tersebut yaitu berdasarkan pada ukuran partikelnya. Mikroflokulasi (dikenal juga sebagai flokulasi perikinetik) adalah terminologi yang digunakan untuk agregasi partikel-partikel oleh adanya gerakan acak panas dari molekul-molekul fluida. Gerakan acak panas dari molekul-molekul fluida tersebut disebut sebagai gerakan brown (brownian motion) yang diperlihatkan pada Gambar 3. Mikroflokulasi signifikan untuk partikel-partikel yang berukuran dari 0.001 sampai 1 m. Makroflokulasi (dikenal juga sebagai flokulasi ortokinetik) adalah terminologi 12

yang digunakan untuk agregasi partikel-partikel lebih besar dari 1 sampai 2 m. Makroflokulasi dapat terjadi dengan adanya gradien kecepatan dan pengendapan yangberbeda.
Flokulasi yang disebabkan oleh gradien kecepatan menjadi sia-sia sampai partikel koloid mencapai ukuran 1 atau 2 m melalui kontak-kontak yang dihasilkan oleh gerak brown. Sebagai contoh, makroflokulasi tidak dapat digunakan untuk mengagregasi virus yang ukurannya 0.1 m atau kurang dari itu, sampai mereka dimikroflokulasi atau diadsorpsi dalam flok yang lebih besar.

2.5 Koagulasi Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral dan membentuk endapan karena adanya gaya grafitasi. Koagulasi merupakan salah satu sifat dari koloid. Partikel-partikel suatu koloid dapat mengalami penggumpalan membentuk zat semi-padat. Partikel-partikel koloid tersebut bersifat stabil karena memiliki muatan listrik sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan pengendapannya disebut koagulasi. Dalam hal ini, koagulasi koloid merupakan proses bergabungnya partikel-partikel koloid secara bersama membentuk zat dengan massa yang lebih besar. Pada dasarnya, penggumpalan partikel-partikel koloid dapat terjadi baik secara fisis maupun secara kimia. Secara fisis, penggumpalan koloid biasanya terjadi akibat perubahan suhu. Dalam hal ini, suatu koloid dapat menggumpal ketika dipanaskan atau didinginkan. Sementara itu, secara kimia koagulasi koloid dapat terjadi sebagai hasil dari pencampuran suatu koloid dengan koloid lain yangberbeda muatan, mencampurkan dengan beberapa zat elektrolit, dan dengan pemanasan. Secara umum proses koagulasi adalah pembubuhan bahan kimia ke dalam air yang akan diolah dengan maksud agar partikel - partikel yang susah mengendap dalam air mengalami destabilisasi dan saling berikatan membentuk Flok yang lebih besar dan tentu lebih berat sehingga mudah mengendap di bak sedimentasi dan atau Bak Filtrasi. Apabila kekuatan ionic dalam air cukup besar, maka keberadaan koloid dalam air

13

sudah dalam bentuk terdestabilasasi, Destabilisasi ini disebabkan oleh ion monovalen dan divalen yang berada dalam air. Yang menjadi masalah adalah apabila kekuatan ionic dalam air sangatkecil sehingga menyebabkan koloid dalam air dalam kondisi stabil, sehingga susah saling berikatan karena seluruh koloid memiliki muatan yang sama. Untuk itulah sangat diperlukan proses koagulasi untuk mendestabilkan koloid koloid tersebut. Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solidhalus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain adalah: 1. Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok; 2. Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid; 3. Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap. Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektifitas pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain: 14

1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan; 2. Jumlah dan karakteristik koloid; 3. Derajat keasaman air (pH); 4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle; 5. Temperatur air; 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur; 7. Karakteristik ion-ion dalam air. Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO3).

15

BAB III PEMBAHASAN Flokulator yang ada pada unit utilitas Pusri III (3206 U) ini mempunyai desain sebagai berikut: Diameter : 4,57 m Tinggi :6,7 m Kapasitas: 98 m3 Agitator (3206 UM) Power :2,2 KW Voltase: 480 V Air sungai masuk ke dalam flokulator dengan cara dipompa dengan pompa 3201 J+JA,kemudian di dalam flokulator terjadi penambahan koagulan Al2(SO4)3.11 H2O ( alum sulfat), NaOH, dan gas Cl2 (Khlorin). Alum sulfat berfungsi sebagai koagulan, NaOh berfungsi sebagai pH adjuster dan gas Khlorin berfungsi sebagai desinfektan untuk mencegah terbentuknya lumut pada water treatment system. Pada saat pengadukan akan terbentuk flok yang berukuran sedang, dimana flok yang terbentuk masih berupa koloid dan suspensi, penambahan dosis koagulan dan pH adjuster disesuaikan dengan kondisi air sungai yang masuk, dimana turbidity (kekeruhan) dan pH sangat bervariasi. Alum yang masuk kedalam flokulator adalah alum cair dan masuk ke tangki dengan bantuan dosing pump, stroke pompa diatur sesuai dengan kebutuhan. Posisi agitator dipasang miring pada tangki untuk menghindari terbentuknya vortex pada saat pengadukan. Outlet flokulator selanjutnya akan masuk ke dalam floctreator/clarifier untuk dilakukan pemekatan. Yang harus diperhatikan pada pengoperasian flokulator ini adalah: 16

1. Menjaga dosis koagulan yang diberikan, agar proses pembentukan flok pada flokulator dapat terjadi secara sempurna dimana flok dapat mengendap. Jika koagulan terlalu banyak maka akan menyebabkan pH menjadi rendah dan tidak optimal untuk proses flokulasi (ideal nya pada pH 5,5-6,0) dan menyebabkan pecahnya flok yang terbentuk serta tidak efisien dalam penambahan pH adjuster pada proses berikutnya. Jika dosis koagulan kurang, maka flok yang terbentuk tidak sempurna dan membuat keruh flokulator, dan menyebabkan clogging. 2. Menjaga dosis residual Cl2 agar tidak terbentuk lumut pada permukaan dan dinding flokulator. 3. Menyesuaikan putaran agitator dengan tingkat ketebalan lumpur dan turbidity air sungai. 4. Menjaga ketebalan lumpur dengan melakukan blowdown agar kerja flokulator tetap optimal.

BAB IV

17

KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan 1) Water Treatment merupakan unit pengolahan air untuk mendapatkan air bersih (filter water) dengan bahan baku air Sungai. 2) Cara pengadukan dalam proses flokulasi ada dua cara yaitu pengadukan berdasarkan energi yang ada dalam air itu sendiri dan pengadukan berdasarkan energy mekanik dari luar. 3) Flokulator adalah kombinasi anatara pencampuran dan pengadukan sehingga flok-flok halus yang terbetuk pada bak pencampur cepat akan saling bertumbukan dengan paartikel-partikel kotoran atau flok-flok yang lain sehingga terjadi gumpalan-gumpalan flok yang dan stabil. 4) Flokulator pada prinsipnya bertugas untuk melakukan pengadukan lambat agar jangan sampai mikro flok yang sudah menggumpal pecah kembali menjadi bentuk semula, maka perlu adanya desain khusus bentuk flokulator tersebut. 5) Kekurangan flokulator ialah kekurangan fleksibilitas untuk intensitas pengadukan; head loss tinggi jika baffle atas dan bawah digunakan; beberapa laju alir pabrik mungkin bervariasi pada selang 1:4 dalam satu hari proses sehingga pencapaian pencampuran yang baik pada aliran yang digunakan menjadi sulit.

DAFTAR PUSTAKA

18

Bennysyah. 2008. Flokulator. Dari www.bennysyah.edublogs.org. diakses pada tanggal 23 Mei 2012. Bhupalaka. 2010. Pengadukan. Dari http://bhupalaka.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012. Fikri, Azwari. 2010. Koagulasi dan Flokulasi Pada Pengolahan Air Baku. Dari http://ml.scribd.com. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012. Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Air Minum. Dari http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 23 Mei 2012. Soesanto, Hari. 2010. Flokulasi. Dari www.scribd.com. Diakses paada tanggal 23 Mei 2012.

19

Anda mungkin juga menyukai