Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas KehendakNya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai anestesi regional pada operasi herniotomi. Laporan kasus ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Ilmu Anestesi. Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun laporan kasus ini sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasanya maupun sistematikanya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Dr. Triseno Sp.An selaku pembimbing Kepaniteraan Ilmu Anestesi di RSAL Mintohardjor, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan laporan kasus ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian laporan ini. Akhir kata penulis berharap kiranya laporan kasus ini dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, dan khususnya tentang masalah Anestesi Regional.

Jakarta, Desember 2011

Penulis

BAB I LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien Nama Usia Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Pendidikan No. RM Tanggal Operasi : Tn. A : 30 tahun : Pria : Jl. Pinang No. 4 : Petugas kebersihan : SMA : 05.86.02 : 6 Desember 2011

II.

Anamnesis a. Keluhan Utama: benjolan di lipatan paha kiri yang tidak menghilang sejak setahun terakhir, berbentuk lonjong. Kemerahan dan rasa panas di daerah benjolan tidak ada.

b. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak tahun 2006 muncul benjolan di lipatan paha kiri yang hilang timbul. Benjolan muncul apabila OS mengangkat barang yang berat dan akan mengilang apabila OS beristirahat. Satu tahun belakangan ini benjolan muncul dan tidak dapat kembali dengan beristirahat. Pada benjolan terasa nyeri apabila ditekan, dan OS sering merasa mulas pada daerah benjolan. Namun, pasien tidak mengalami masalah dalam BAB. Didapati tidak ada keluhan lain.

c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat asma Riwayat tekanan darah tinggi Riwayat kencing manis : disangkal : disangkal : disangkal

Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal Riwayat penyakit kuning Riwayat penyakit ginjal : disangkal : disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga OS tidak ada yang mengalami hal seperti ini. Riwayat hipertensi, DM, dan asma pada keluarga disangkal oleh OS.

e. Riwayat Anestesi dan Operasi OS tidak pernah dilakukan anestesi dan operasi sebelumnya.

f. Riwayat Kebiasaan OS tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak menggunakan obat-obatan terlarang golongan narkotik.

III.

Pemeriksaan Fisik : tampak sakit ringan : compos mentis

Keadaan umum Kesadaran Tanda vital

Tekanan darah : 117/72 mmHg Nadi Suhu Pernapasan Berat badan ASA Status generalis Bentuk kepala : Normocephal Mata : konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-), pupil isokor, exopthalmus (-/-) , tekanan intraokular tidak meningkat. Hidung: deviasi septum (-) , tanda sumbatan (-/-). Mulut : sianosis (-), gigi palsu (-) , macroglossia (-), T1-T1. Leher : KGB tidak teraba membesar, deviasi trakea (), kelenjar tiroid tidak teraba membesar, JVP 5-2 cm. : 76x/menit : 36,4o C : 18x/menit : 55 Kg :I

Thorax o Jantung Inspeksi Palpasi sinistra : ictus cordis tidak terlihat : ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis

Perkusi

: batas kanan batas kiri sinistra batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra : ICS V linea sternalis dextra : ICS V 1 cm medial linea midclavikularis

Auskultasi o Paru Inspeksi Palpasi Perkusi

: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) : gerak dinding dada simetris : vocal fremitus simetris : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru-hepar pada

ICS VI linea midclavikularis dextra Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi : datar : bising usus (+) : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba : timpani : teraba hangat pada keempat extremitas, udem (-/-)

Extremitas

Status Lokalis Regio Inguinal Sinistra Inspeksi Palpasi : tampak benjolan lonjong 5 cm pada lipatan paha kiri : nyeri (+)

IV.

Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29-11-2011 Bleeding time: 200 (Nilai normal: 100 600)
4

Clotting time: 1200 (Nilai normal: 1000 1600) Leukosit: 9800/mm3 (Nilai normal 5000-10000/mm3) Eritrosit: 5,06 juta/mm3 (Nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3) Hb: 15,0 g/dl (Nilai normal 14-18 g/dl) Hematokrit: 43% (Nilai normal 43-51%) Trombosit : 238.000/mm3 (Nilai normal 150.000-400.000/mm3)

V.

Diagnosis Klinis Hernia Inguinalis Sinistra Dasar diagnosis: Benjolan lonjong di lipatan paha kiri Riwayat benjolan yang muncul saat melakukan tindakan yang

meningkatkan tekanan intra abdomen dan menghilang dengan istirahat.

VI.

Tindakan Operasi Herniotomi dan herniorraphy

VII.

Tindakan Anestesi Jenis anestesi: Regional anesthesia subarachnoid block, karena operasi yang dilakukan merupakan salah satu indikasi dimana lokasi berada pada regio inguinal yang persyarafannya berada lebih rendah dari T4. Persiapan: Inform concent Puasa 8 jam sebelum operasi Infus: terapi cairan preoperatif : 2 cc/KgBB x 55 kg x 8 jam = 880 cc Jam pertama: 50% x 880cc = 440cc Jam kedua: 25% x 880cc = 220cc Jam ketiga: 25%x 880cc = 220cc Penatalaksanaan: Medikasi: o Regivell 20 mg
5

Teknik anestesi: o Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk. o Tindakan asepsis dan antisepsis di daerah vertebrae lumbal 3-4 dan sekitarnya. o Dilakukan subarachnoid block dengan menggunakan jarum spinal no. 27 G pada L3-4. o LCS (+) jernih, blood (-). o Masukkan obat anastesi lokal Regivell 20mg. o Baringkan pasien. o Lakukan pemeriksaan untuk memastikan obat analgesik bekerja atau tidak dengan melakukan uji pinprick.

Posisi operasi: Supine. Respirasi: Spontan dengan maintenance O2 2 L/menit melalui kanul apabila saturasi pasien kurang dari 95%. Pemantauan: o Anestesi mulai jam: 11.35 o Operasi mulai jam: 11.45 o Operasi selesai jam: 12.37 o Tekanan darah dan denyut nadi selama operasi:
Jam 11.30 11.40 11.50 12.00 12.10 12.20 12.30 Tekanan Darah (mmHg) 130/75 132/74 132/75 129/73 135/67 138/68 128/71 Nadi (x/menit) 65 66 72 67 60 60 60

o Pemberian medikasi Tramadol 100mg drip jam 12.13

Terapi cairan o BB : 55 Kg o EBV : 70cc/KgBB x 55 Kg = 3850 cc o Jumlah perdarahan : 50 cc


6

% perdarahan 50cc/3850cc x 100% = 1,29% o Kebutuhan cairan: Maintenance: 2cc/KgBB x 55Kg = 110cc Pengganti puasa: 8 x 110cc = 880cc Stress operasi sedang: 6cc/KgBB x 55Kg = 330cc

o Pemberian cairan: Jam I: (50 % X pengganti puasa ) + maintenance + stress operasi + jumlah perdarahan (50% x 880cc) + 110cc + 330cc + 50cc = 930 cc Jam II: (25 % X pengganti puasa ) + maintenance (25% x 880cc) + 110cc = 330cc

Laporan Anetesi:

VIII. Postoperative Tiba di recovery room: 12. 50 Cairan yang digunakan: Ringer Laktat, Kolf ke-2. Tekanan darah Nadi Aldrete score: Kesadaran Sadar, orientasi baik (2) Dapat dibangunkan (1) Tidak dapat dibangunkan (0) Warna kulit Merah muda, tanpa O2 SaO2 >92% (2) Pucat kehitaman, butuh O2 untuk >92% (1) Sianosis, dengan O2 tetap <92% (0) Aktivitas Keempat ekstremitas dapat bergerak (2) Kedua ekstremitas dapat bergerak (1) Tidak ada ekstremitas yang bergerak (0) Respirasi Dapat nafas dalam dan batuk (2) Nafas dangkal dan sesak (1) Apnoe/ obstruksi (0) Kardiovaskular Tekanan darah berubah <20 mmHg (2) Tekanan darah berubah 20 50 mmHg (1) Tekanan darah berubah >50 mmHg (0) : 129/69 mmHg : 60x / menit

Total score: 10, dapat dipindahkan dari recovery room.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

Pendahuluan Anestesi regional adalah penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga konduksi impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, dan penderita tetap sadar. (1),(3)

Klasifikasi Anestesi Regional: Pembagian Anetesi Regional Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, analgesia regional intravena, dan lain-lainnya.(2)

II.

Spinal Analgesia

Spinal analgesia dihasilkan bila kita menyuntikan obat analgetik lokal langsung ke cairan serebrospinal dalam ruang subarachnoid. (3) Indikasi: (2),(4),(5) Untuk pembedahan daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T4 ke bawah. Bedah ekstremitas bawah Tindakan sekitar rektum perineum Bedah obstetri-ginekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah perdiatri biasanya dikombinasi dengan anestesia umum ringan.

10

Kontra Indikasi absolut: (2),(3),(4) Pasien menolak: jelaskan kepada pasien mengenai indikasi dan alasan mengapa dilakukan spinal analgesia, sehingga pasien dapat menerima pilihannya. Infeksi pada tempat suntikan: apabila ada infeksi pada tempat penyuntikan, jarum yang digunakan akan melewati infeksi tersebut dan beresiko terjadi menyebaran. Hipovolemia berat, syok: spinal analgesia akan memperberat keadaan syok dan hipovolemia karena pada spinal analgesia akan terjadi blokade pada saraf simpatis. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan: pada pasien yang menggunakan terapi antikoagulan dapat terjadi spinal hematoma. Tekanan intrakranial meninggi: apabila dilakukan pungsi saat tekanan intrakranial meninggi dapat terjadi herniasi. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi): dapat ternjadi penyebaran dan mengakibatkan meningitis.

11

Kontra indikasi relatif: (2),(4) Deformitas pada kolumna vertebralis: dapat mempersulit penyuntikan. Penyuntikan berulang dapat beresiko terjadi epidural hematoma. Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri punggung kronis

Persiapan analgesia spinal: (1),(2) Inform concent. Spinal analgesia tidak boleh dilakukan apabila pasien menolak. Pemeriksaan fisik. Dilakukan pemeriksaan pada tulang punggung. Pemeriksaan laboratorium anjuran. Hemoglobin, hematokrit, PT (prothrombine time) dan PTT (partial thromboplastine time).

Peralatan analgesia spinal: (2) Peralatan monitor Peralatan resusitasi Jarum spinal : ujung runcing (Quincke-Babcock) atau ujung pinsil (pencil point, whitecare) Obat analgetik lokal, yang biasa digunakan pada spinal analgesia: (3),(4)

12

Obat tambahan yang digunakan untuk memperpanjang efek analgesik dari spinal analgesia.(3)

Teknik anelgesia spinal: (1), (2), (3), (4), (5) Inspeksi : garis yang menghubungkan 2 titik tertinggi krista iliaka kanan dan kiri memotong garis tengah punggung setinggi L4-5 Palpasi : untuk mengenali ruang antara vertebrae L2-3, L3-4, L4-5 dan L5-S1 Posisi pasien : duduk atau berbaring lateral dengan punggung fleksi maksimal.

13

Setelah tindakan antisepsis kulit daerah punggung pasien dan menggunakan sarung tangan steril. Pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikan jarum lumbal pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal ke arah kranial pada ruang antar vertebrae lumbalis yang sudah ditentukan. Cara penyuntikan: Midline Paramedian (lateral)

Jarum lumbal akan menembus kutis subkutis ligamen supraspinosum ligamen intraspinosum ligamen flavum duramater subarachnoid.

14

Setelah stilet dicabut, cairan cerebrospinal akan menetes, selanjutnya masukkan obat analgetik lokal ruang subarachnoid tersebut. Lalu cabut jarum lumbal, tutup daerah penyuntikan lalu kembalikan pasien ke posisi semula.

Tinggi blok analgesia spinal: (3),(4) Volume obat analgetik lokal: semakin tinggi volume, semakin tinggi daerah analgesi. Konsentrasi obat: makin pekat obat, semakin tinggi batas daerah analgetik. Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik. Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Manuver valsava: mengejan meninggikan tekana liquor cerebrospinalis dengan akibat batas semakin tinggi. Tempat pungsi Berat jenis larutan. Tekanan abdominal yang tinggi. Tinggi pasien.

Komplikasi spinal analgesia: (1),(2),(3),(4),(5) Komplikasi Dini: Tekanan darah turun Bradikardi Mual dan muntah Syok Total spinal block Spinal headache Retensi urine

Komplikasi Lanjut: Gangguan sirkulasi Gangguan respirasi Gangguan traktus gastrointestinal Post spinal headache
15

Gangguan traktus urogenital Gangguan syaraf

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA,Dachlan MR. Analgesia Regional. In: Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI;2002.Hal: 105-112. 2. Gwinnutt CL. Anaestheia. In: Clinical Anaesthesia. Cornwall: Blackwell; 2004. Hal: 62-69. 3. Pirkanon M. Spinal (Subarachnoid) Blocakade. In: Cousins MJ, Carr DB, Horlocker TT, Bridenbaugh PO. Neural Blockade in Clinical Anesthesia & Pain Medicine. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2009. Hal: 213-240. 4. Bernard CM. Epidural & Spinal Anethesia. In: Borash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC. Clinical Anesthesia. 6th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2009. Hal: 927-954. 5. Salinas FV. Spinal Anesthesia. In: Mulroy MF, Bernard CM, McDonald JB, Salinas FV. Regional Anesthesia. 4th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2009. Hal: 60 102

17

Anda mungkin juga menyukai