Substansinya ada pada Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis, dan sangat berguna
pada saat ini dimana budaya sipakatau atau sipakalebbi sudah mengalami
pergeseran dalam alam demokrasi lokal. Baik itu masyarakat lokal maupun bagi
halamannya, maupun pernah mendengar ceritera masa lampau oleh orang tua
kita dahulu hingga dibawa ke perantauan. Hal ini merupakan ceritera tersendiri di
kalangan pasompe, membuat rindu kampung halaman, sanak saudara dan Wari'
tanah seberang di mulai dari Cina, Malaysia, Singapura, Kamboja, Philipina, dan
Sultan Pasir yang bernama Andeng Ajeng. Setelah Sultan Sepuh Alamsyah
naik tahta menjadi Sultan Pasir ke 15, selain itu beliau juga bergelar Arung
Arung Cabalu, Latadampare adalah anak dari La Tompi Wanua Arung Sailong
dengan hukum adat ketatanegaraan Kerajaan Wajo, Arung Matowa Wajo harus
dilantik oleh Arung Betteng Pola yang mempunyai kedudukan sebagai Petta
Adapun asal usul Arung Betteng Pola, Arung Talottenreng dan Arung Sao Tanre
Mappajunge (Raja Luwu) dengan putra Arumpone (Raja Bone). Asal usul nya
: adalah
Konon kabarnya di Kerajaan Luwu pada masa lampau mempunyai seorang Puteri
(Arung Welampelang) yang ditimpa bencana yaitu mengalami penyakit kulit yang
baunya sangat amis dan busuk ( masala uli ). Dia anak tunggal sekaligus sebagai
Pada suatu waktu berkumpullah rakyat Luwu bersama para Tokoh Adat
(Pampawa Ade') disebabkan orang di Luwu takut ditulari penyakit yang seperti
.itu
Ayah-bundanya menjadi susah karena musibah yang menimpa putrinya.
Berdatanganlah para dukun (Sanro) dan tabib, tetapi penyakitnya malah membuat
orang tak tahan mencium baunya yang sangat menusuk hidung. Dia hendak
dibunuh, tapi tidak boleh sebab dia adalah keluarga yang tak boleh didurhakai
sana dianggap berasal dari dewa (Batara Guru Sangkuru Wira Mula Tau Tellang
Pulawennge) yang berdarah putih bagaikan getah dari pohon takku bagaikan
Oleh karena itu amat susahlah orang di Luwu. Terjadilah pada suatu waktu, orang
Luwu berhimpun sampai di Wara yang berbatas dengan Baebunta, demikian pula
mereka yang berada di Bulu' Polo. Adapun sebagai hasil dari persetujuan mereka
persetujuan yang telah disepakati oleh mereka yaitu yang mana kiranya dihargai
oleh beliau, telur sebutir atau telur yang banyak. Setelah mereka duduk
Maka bertitahlah Mappajunge, "Apakah hajat kalian Adat Luwu bersama dengan
orang banyak?" Adat Luwu sama berucap : "Tiada lain hajat penting yang kami
bawa menghadap Raja kami selain hendak menyampaikan rasa takut kami,
demikian juga takut ditulari penyakit yang menimpa Puteri Raja kami. Adapun
inginkan, telur yang sebutir ataukah telur yang banyak. Sekiranya Tuan
batasnya di Baebunta sana, tempat diterima beritanya di Bulu' Polo sana. Akan
tetapi sekiranya Tuan masih tetap mencintai telur yang banyak, baiklah kiranya
jikalau puteri Raja kami yang malasa kumpinge (berpenyakit infeksi pada kulit) itu
.dijauhkan
Kubenarkan kata kalian orang di Luwu, "Jawab Raja". Lebih kuhargai orang"
yang banyak dari pada orang yang satu. Bukankah janjiku dahulu, janji yang kita
mengikuti kesepakatan orang banyak. Kalau demikian titah Baginda maka kami
pikir, Tuan Puteri sebaiknya di buang (ri pali), sebab hendak dialirkan darahnya,
hal tersebut tak dapat diadatkan di tanae'di Luwu ( Yanaro ana appona
Luwu bersama orang banyak berkumpul untuk membuatkan rakit besar (pincara)
telah kuserahkan menjadi milikmu. Ambil juga semua sahayamu yang engkau
Betapa besar cintaku inginkan kita hidup bersama-sama tetapi negeri dan rakyat
galanya telah siap, lalu diapun serombongan berangkat turun ke rakit. Diantar
.(banyak (Pabbanuwa
Tali tambat rakitpun ditetas dan semuanya sudah berada diatas rakit. Sama
merangkun rakit ke tempat yang dalam, dihanyutkan oleh arus sungai. Empat
puluh hari, empat puluh malam, mereka hanyut tak tentu tempat tujuannya.
Hanyalah nasib (Toto) dan nilai luhur yang dimiliki oleh sang puteri yaitu
bisa terpejam karena memikirkan suratan takdir (Pammase) dari yang maha
memelihara yang mesti diterima di dunia ini. Mataharipun bersinar dari atas
yang agak sempit. Sahayanya lalu sama-sama turun, menarik rakit mencapai
sama pergi mencari tanah tempat berumah. Tampaknya negeri ini bukanlah
wilayah Luwu, mereka lalu menemukan pohon besar yang didekatnya ada sungai-
sungai yang tak pernah kering, mereka lalu berembuk dan semua laki-laki
(Sitinaja) buat Puteri Rajanya. Setelah rumah rampung dibangun, maka turunlah
mereka yang diambilnya sebagai orang tua (Tomatuwa), sambil berkata "Apa
yang telah menjadi kesepakatan kalian, itu pulalah yang kudengarkan dan
Semua laki-laki tadi sama pergi mpukke tana (membuka atau mengolah lahan)
ada yang berladang jagung, ada pula yang bersawah, juga ada yang menanam
keladi, pisang dan sayur-mayur. Itulah yang dikerjakan oleh kaum laki-laki.
Adapun yang dikerjakan oleh kaum perempuan, di waktu tanaman suami mereka
.perempuan
Pada suatu waktu, mereka membawa padi dan jagung, menjemurnya di depan
rumah Rajanya. Bila pagi datang, laki-laki dan perempuan berangkat, juga orang-
orang tua dan anak-anak semuanya. Mereka berangkat pergi mencari rezki (dalle)
di dalam hutan dan di lahan. Jikalau mereka semuanya telah lepas berangkat,
maka Tuan puteripun yang berpenyakit kulit itu pergi pula menjemur padi.
Terjadilah pada suatu waktu, ketika sang Puteri turun ke tanah hendak
membenahi padi yang ada di depan rumahnya, tiba-tiba dia melihat seekor kerbau
balar (Tedong Mpuleng) sedang berada di dekat onggokan padi, Diapun pergi
menghalaunya tetapi dia sendiri hendak diseruduk oleh kerbau balar, bahkan
dikejar kian-kemari sampai Tuan Puteri terjatuh. Maka datanglah sang kerbau tadi
menjilat seluruh dahinya sampai sekujur tubuhnya. Kemudian sang kerbau balik
kembali masuk hutan. Anak Rajapun bangkit berdiri dengan penuh lumuran air
liur sang kerbau. Lalu Tuan Puteri pergi mandi di sungai yang ada di dekat
Tuan puteri lalu mengambil cermin dan berkaca memperhatikan dahinya bekas
Ketika dia terjaga dari tidurnya, diapun menyaksikan dirinya, penyakitnya telah
setiap hari, Jikalau pagi telah datang, diapun turun ketanah menjemur padinya,
dan sang kerbau datang pula menjilat sekujur tubuhnya sampai kulit Tuan puteri
pulih kembali keadaannya seperti semula dia dijadikan oleh Allah ta'alah (Suatu
pertanda bahwa jika Allah menghendaki tidak ada satupun makhluk di dunia ini
Tepat pada saat itu konon kabarnya, pada suatu waktu putera Arumpone
gagah perkasa, Tujuh hari tujuh malam dalam perjalanan, mereka kehabisan
bekal dan laparpun mulai terasa sehingga Beliau merasa ibah melihat semua
orangnya sedang menanggung lapar. Dia lalu menyuruh supaya pergi mencari
makanan sebab terasa sangat lapar. Orang banyak membagi diri terpencar-
Ada yang menyusuri sungai Walanae (Sungai Cenrana), ke bawah; ada yang tetap
mengikuti sungai itu, dan ada pula yang menyeberanginya di bagian sebelah
bawah. Yang terakhir inilah yang menampak asap kejauhan. Akhirnya mereka tiba
di tempat itu. Mereka ini terperanjat menyaksikan sejumlah rumah, dan sebuah
rumah besar menandakan rumah Raja. Ketika yang disuruh tadi (Suro) tiba, maka
menyaksikan kecantikannya. " Apa gerangan hajatmu," kata Tuan Puteri yang
empunya rumah; "Orang dari mana kamu, mengapa kalian kelihatan gugup
memandang saya. "Sembah Tuan", jawab yang disuruh, "kami dari Bone, disuruh
perjalanan berburu, bekal kami telah habis, sehingga kamilah yang disuruh
."mencari makanan
mereka lalu memasak makanan yang akan diantar, dibekalkan pada pesuruh
putera Arumpone. "Terimalah makanan ini," kata Raja Puteri kepada Suro
(pesuruh). "Bawakan putera Rajamu dan sampaikan kepada beliau bahwa tidak
ada yang lain dapat kubekalkan kecuali hanya sekedar ini saja, nasi dan lauk-
pauknya serta beberapa buah telur, sebab kamipun di sini adalah orang
Adapun suro amat tertarik pada sikap yang manis lagi menyenangkan itu,
Tiga orang suro tadi mengatur sembah, mohon pamit sambil berangkat pulang
memikul bawaan. Setelah mereka tiba, maka orang banyakpun sama terkejut
Dari Awassalo Tuanku," kata suro, "kami mencari makanan. Seorang gadis Puteri
Raja yang membekalkan. Konon beliau datang dari Luwu. Sembahku Tuanku,
tiada pernah kulihat ada perempuan secantik dia. Ramah-tamah pada joa'na
pekertinya (madeceng kininnawai), lagi bijak bertutur kata. Banyak temannya dan
juga lengkap peralatan semua laki-lakinya. Beliau yang membuka tanah, berumah
senjatamu dan siapkan semua kuda, Aku ingin mengunjungi Raja perempuan
tersebut, yang datang dari Luwu itu. Dia begitu besar ibah hatinya mengirimkan
makanan kepada kita". Semuanya sudah di atas kuda, satu rombongan berangkat
menuju Awassalo. Suro tadi yang dijadikan mata laleng (penunjuk jalan). Tiba-tiba
perkampungan Raja perempuan, lalu rombongan turun dari kuda mereka, Putera
Setelah suro tiba diatas, berkatalah pattudange; "Suro dari mana engkau, apa
gerangan hajat anda, siapa yang menyuruh?". "Putera Arumpone yang menyuruh
saya. Beliau sekarang berada di ambang rumah berhajat menemui Tuan Raja
Puteri dari Luwu, "Jawab suro. Maka berkatalah inannyumparenna Raja yang
.(mereka yang berbakti kepada raja), sebab Raja seorang gadis (Welampelang
Tiada lain yang dihajatkan Puwakku (Rajaku) kecuali ingin naik makkasuwiyang"
(bertemu dan berbakti) sebab beliau telah dikirimi makanan yang memberatkan
perasaannya, yang juga dirasakan oleh rombongan dan sesama kami, jikalau
tidak datang membawa diri kehadapan Tuan Puteri Raja dari Luwu. Maka
beliau naik dan ajak pula semua lelaki yang telah kujadikan orang tua." Tidak
lama kemudian, hadirlah seluruh joa'na (Kesatria) yang laki-laki dan mereka yang
dijadikan orang tua. Lalu dijemput pulalah rombongan orang yang dari Bone naik
di watampolae (rumah induk; tetamu yang diterima di rumah induk, adalah tamu
yang amat dihormati). Sesudah itu, lalu disambut pula Putera Armpone oleh
Takjub mereka semuanya menyaksikan gerak langkah gemulai dan raut wajah
yang mempesona. Setelah Tuan Puteri Raja duduk di atas tikar permadani, maka
berdiri, duduk salah tegakpun salah. Terlenakah dia tak sadarkan diri lagi, gelap
Secepat itu pula Tuan Puteri Raja minta air di mangkuk putih, Cepat juga
terurai sudah, dia lalu mencelupkan ujung rambutnya ke dalam air di mangkuk
putih, lantas dipercikkan ke wajah putera Arumpone sampai dia sadarkan diri.
Semua yang hadir takjub melihat kecantikan yang empunya rumah dalam
(joa'na), siap berangkat kembali ke Bone. Begitu dia berada di tanah, diapun
hatiku, jika benar aku seorang anak yang tak boleh didurhakai (toriabusungeng)
dan jika membawa kebaikan bagi diriku serta kebaikan bagi orang banyak, tolong
bentengi aku ya Allah, supaya dapat aku mempersunting Puteri dari Luwu ini.
Tetapi jika sekiranya akan menjadi kebinasaan bagi diriku dan bagi orang banyak,
tolong aku ya Allah, hindarkan hati yang terpukau ini, tiada kemauan yang akan
melintasi sungai Walanae, menuju Attassalo. Tujuh hari, tujuh malam perjalanan
di tempuh baru mereka tiba di rumahnya di Bone. Begitu beliau turun dari
kudanya, langsung saja naik ke sallassa'e (istana) dan segera masuk ke biliknya
kepala dan kakinya. Hanya menangis merindukan Tuan Puteri yang telah memikat
Ketika waktu malam tiba, Arumpone lalu mencari puteranya sambil bertanya
kepada Inannyumparenna. "O Kino (nama yang biasa dipergunakan oleh raja
.(Bangunkan dia, lalu ajak dia keluar makan," perintah Raja (Arumpone
Dia dibangunkan namun tiada juga mau bangun melainkan hanya menangis.
bangun kecuali terus saja menangis, sejak dia kembali dari berburu, tak pernah
dia bangun." "Sakit apa gerangan dia anakmu, Kino?" tanya Raja lagi. Dia tidak
kepalanya sambil berkata ayah bundanya. " O Baso," (nama panggilan orang tua
akan kuperangi negerinya. Bangunlah Baso, mari kita keluar makan." Keadaan-
nya tak berubah, isak tangis terus juga, dan tetap menyelimuti seluruh badannya,
ditanya."Hai Anreguru, apa yang menyebabkan Arung Malolo terus saja menangis
berburu, dia tidak demam, tidak sakit juga kepalanya, tidak pula pernah terjatuh
dari kuda." "Kalau-kalau ada orang yang mengganggu perasaannya," desak Petta
.( Makkunrai (Permaisuri
Dua kepala orang tak akan berani berbuat demikian atas diri Arung Maloloe,'"
sambung Anreguru, "Mungkin dia jatuh cinta pada anaknya orang, ataukah dia
pernah melihat sesuatu yang tak biasa baginya lalu menawan hatinya tetapi malu
disembelih. Daunlah saya sedangkan Tuan angin. Paranglah saya, Tuanlah yang
demam, tidak sakit kepala tetapi memang dia sedang menanggung sesuatu di
rambutnya Tuan Puteri lepas dari sanggulnya terurai panjang. Kamipun dijamu
kue-kue, takjub kami menyaksikan cara dan sedianya. Demikian juga guru
kue sedang tak kelihatan asap, sampai semuanya masak, demikian juga orang
yang membuat kue. Arung Malolo diaturkan jamuan diatas baki dari perak
(Salaka), cangkir tempat minum kopinya dari emas (Ulaweng), sedangkan tempat
kuenya dari bessikelling (nikel), semuanya ditata emas. Adapun tangkup bakinya
tanah, pandangan Tuan Puteri tak pernah lepas dari balik tellongeng salae'
jalan hanya seperti jalan kenangan tidak satupun butir kata yang keluar dari
mulutnya sampai kami semuanya tiba dan masing-masing kami turun dari kuda.
Hanya butir-butir air mata tampak jatuh berderai yang dibawanya naik ke
Rupanya waktunya telah tiba, Nama harum Tuan Puteri Raja mulai hendak
aku akan caranya. O, Tuan Permaisuri, beritahu putramu supaya tidak usah
bersusah begitu. Jikalau benar hatinya telah terpaut pada puteri Raja dari Luwu,
kalau memang kasihnya timbul dari lubuk kalbunya yang bening (Ati Macinnong)
mencintai puteri itu, maka akan ku kirim duta (Suro). Kalau sampai dia menolak
lamaran kita, biar kuperangi negerinya. "Masuk lah indo Puwanna/Petta
kemari nak, apa yang engkau rintihkan dan kesulitanmu. Sekiranya ada samamu
anappattola (anak pewaris tahta kerajaan) yang menggoda hatimu, biarlah kita
kusuruh bunuh. Tetapi jika memang kamu telah jatuh cinta, biarlah kami
Betapapun senang hatinya mendengarkan kata ibunda rajanya ibarat terasa madu
pakaiannya sambil berkata "Bundaku, biar saya dibunuh dan disembelih, biar
dibuang di kejauhan, Memang saya telah jatuh cinta pada Puteri Raja dari Luwu.
Jikalau bunda tak sedia memahami hati yang diamuk cinta ini, biar kubunuh diri
ini. Sebab tiada lagi artinya dunia bagi diriku. Kalau tak dapat kupetik dan
kupersunting dia di dunia ini, biarlah jumpa kekasih di akhirat kelak. "Lalu dia
kembali lagi membaringkan dirinya, menyelimuti kepala dan kakinya, merintih lagi
Pakalawingepu (Pemangku Puan) menjemput Qadi (Petta Kalie) dan Ade' Pitue
(Tujuh orang Raja sebagai Kepala Adat) Bone. Semuanyapun telah hadir di
duta, berangkat meminang Raja Puteri yang dari Luwu. Tetapi persenjatai diri
kalian. Sekiranya lamaran diterima, maka tetapkan saja hari jadinya dan segera
balik ke Bone menyampaikannya. Tetapi jikalau natongkangi (mereka menolak)
padang nan panjang dilintasi, baru mereka tiba di sungai Walanae. Mereka
sekalian sahaya datang berkumpul, juga lelaki yang dijadikan orang tua.
Disiapkan senjata dan tombak, Pintu gerbang disuruh dijaga. Empat puluh pucuk
senjata, empa puluh laras meriam. Masing-masing dikawal, kemudian tiba pulalah
Ade' Pitue bersama Qadi Bone serta orang banyak, maka bertanyalah pengawal
gerbang. "Orang dari mana kalian?" yang dijawab, "Kami mengiringi Ade' Pitue
bagi sesama sahaya) akan menyampaikan dahulu kepada Tuan Puteri Raja." Ada
sejumlah orang yang datang, mereka berkata, orang dari Bone. Dikatakan mereka
bersama Ade' Pitue dan Qadi Bone, disuruh oleh Arumpone. Inilah yang
menyebabkan saya naik ke mari," kata pengawal pintu gerbang. Tuan Raja
".tentu tidak bisa tak kulihat apa yang telah kuiyakan lahir kedunia ini
Pintu gerbang dibuka, mereka yang datang sama masuk pula. Pattudang sama
menanti, juga tau rialena (Keluaga dekatnya) Tuan Puteri Raja. Mereka menanti di
tangga dengan cerek ditangan. Ketika tamu tiba di tangga, dibasuhlah kaki
mereka oleh Pattudange dari cerek perak (Salaka), langsung naik mengantarkan
ammerakeng (tempat sirih) Sesudah Ade' Pitue dan Qadi makan sirih, bertanyalah
.mereka
O, Kino, dimanakah Tuan kita (Puatta), Puteri Raja yang empunya rumah." Beliau"
ada di dalam bilik," jawab Inannyumpareng bersama para orang tua. "Kepada
bersama para orang tua. Maka berkatalah Ade Pitue bersama Qadi. "Kami
Luwu, yang ada berumah, membuka negeri, di bawah pohon Wajoe. Sekiranya
Arumpone inginkan orang Luwu suka membuat sama tinggi bentengnya dengan
"!bubungan rumahnya
Adapun yang telah kami sepakati bersama, itulah yang akan kami bawa kepada
Apalah nanti yang diinginkan beliau, itu pulalah yang akan kami sampaikan
kepada Ade' Pitue bersama Qadi Bone. Setelah tiba pada saatnya, maka
berkumpullah semua orang yang datang dari Luwu, semua perempuan, para
gadis, para pemuda nappae mattappi (yang baru mulai memakai keris), bersama
laki-laki yang tua-tua, sama-sama bertukar pikiran. Maka adapun yang disepakati
kerbau betinanya Luwu, lalu mereka semuanya pun naik menyampaikan kepada
Puteri Rajanya tentang kesepakatan yang telah mereka ambil. Maka berucaplah
Puteri Rajanya :" Apa pun yang kalian telah sepakati, itu pulalah yang
kudengarkan. Akan tetapi yang menjadi keberatan bagiku jika hendak riarekare
Luwu sama menyambut bahwa itulah juga yang akan menjadi keberatan yang
akan disampaikan kepada mereka yang disuruh oleh Bone. Jikalau hal itu telah
Inannyumpareng dan para orang tua yang dari Luwu menghaturkan hasil
permufakatan mereka termasuk syarat yang diajukan oleh Tuan Puteri Rajanya.
Berkatalah kepada Ade' Pitue dan Qadi Bone. "Adapun yang telah menjadi
kerbau jantannya Bone dengan kerbau betinanya Luwu. "Hanya ada suatu ada-
kipapolo (kata titipan atau pesanan)." Silahkan sampaikan kepada kami agar kami
riarekare'-e' dan rippadduwange (dimadu) Jikalau itu yang telah kami syaratkan,
lalu sampai terjadi atas diri kami, maka itulah yang kami jadikan alasan puebulo."
Lalu dijawablah. "Kami telah mendengar semua kata anda. Itu jugalah yang akan
kembali Puang, Apa yang diinginkan sama-sama disukai. Suka sama suka dan
sama ingin mempertukarkan kerbau jantannya Bone dengan kerbau betinanya
Luwu. Hanya ada sesuatu ada maelo napapolo." "Apa gerangan kata itu? Tanya
Arumpone. "Hanya yang menjadi syaratnya orang Luwu yaitu tidak mau disia-
daripada itu, maka berdatanganlah semua raja bawahannya (Arung Palili) Bone
diiringi Ade' Pitue, dan juga oleh orang banyak. Sesampainya di rumah raja Puteri
.Rajanya
adalah Sompa Tosellitoni (mahar yang tertinggi yang hanya berlaku bagi
banyak, sama kembali pulalah ke Bone. Hanya yang tinggal ialah masing-masing
.sahaya Tuan Raja Muda (Arung Maloloe), juga seyajinna (keluarga) mereka
Beberapa tahun kemudian, bersalinlah pengantin baru ini, Para sahayanya juga
jalan menyadap tuak, melakukannya dengan cara taro tenreng yaitu memasang
.(berdiam di Talottenreng
memabukkan ikan. Kelompok inilah yang disebut Limpoe ri Tua' (kelompok yang
.('berdiam di Tua
mabbang alliribola yaitu menebang kayu untuk dibuat tiang rumah, selanjutnya
Adapun anak-anak yang lahir dari perkawinan Puteri Mappajunge dengan Putera
Arumpone, masing-masing menjadi Raja pada setiap kelompok tadi. Dia yang ke
.Tua; sedangkan yang mendiami Bettempola, dialah yang digelar Petta Betteng
warna panji-panji mereka, yaitu : pilla warna merah; patola warna coklat kehijau-
Dengan tambahan tiga orang pejabat tersebut, maka mereka lalu menjadi enam
semuanya. Merekapun sama berkata satu dengan lainnya. "Kita berenam sudah
sama dewasa dan besar, dan apabila terjadi perselisihan di antara kita, siapa lagi
yang akan menasihati kita?" Mereka lalu bersepakat untuk menunjuk seorang
yang digelar Arung Matowa (Raja yang dituakan, suatu jabatan Ketua
Adapun tempat dimana terdapat rumah besar tadi, di bawah pohon Wajo'e, itulah
DAFTAR PUSTAKA
.Makassar