Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Anatomi Fisiologi Esofagus merupakan salah satu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, terbentang dari hipofaring sampai cardia lambung, kira-kira 2-3 cm di bawah diafragma. Esofagus terletak posterior terhadap jantung dan trakea, anterior terhadap vertebra dan berjalan melalui lubang diafragma tepat anterior terhadap aorta. Pada kedua ujung esofagus, terdapat otot-otot spingter, diantaranya : Krikifaringeal Membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik, atau kontraksi kecuali waktu menelan. Sfingter Esofagus bagian bawah Bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal, sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah. Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu : 1. Mukosa Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam

2. Sub Mukosa Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. 3. muskularis otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran antara otot rangka dan otot polos. 4. lapisan bagian luar (Serosa) Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar. Persarafan utama esofagus dilakukan oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabutserabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan saraf motorik. Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat juga jala-jala longitudinal (Pleksus Allerbach) dan berperan untuk mengatur peristaltik esofagus normal. Distribusi darah esofagus mengikuti pola segmental, bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroide inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan artetia bronkiales, sedangkan bagian sub diafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior. Peranan esofagus adalah menghantarkan makanan dan minuman dari faring ke lambung. Pada keadaan istirahat antara 2 proses menelan, esofagus tertutup kedua ujungnya oleh sfingter esofagus atas dan bawah. Sfingter esofagus atas berguna mencegah aliran balik cairan lambung ke esofagus (Refluks). Menelan Menelan merupakan suatu aksi fisologi kompleks, dimana makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Juga merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakanvolunter lidah & diselesaikan refleks dalam faring dan esofagus. Pada saat menelan, sfingter esofagus atas membuka sesaat untuk memberi jalan kepada bolus makanan yang ditelan. Menelan menimbulkan gelombang kontraksi yang bergerak ke bawah sampai ke lambung. Hal ini dimungkinkan dengan adanya kerja sama antara kedua lapisan otot esofagus yang berjalan sirkuler dan longitudinal (gelombang peristaltik primer) dan adanya daya tarik gravitasi. Cairan yang diminum dalam posisi tegak akan mencapai cardia lebih cepat darii gelombang peristaltik primer. Tapi pada posisi berbaring (kepala di bawah), maka cairan akan berjalan sesuai dengan kecepatan gelombang peristaltik primer. Fase Menelan : 1. Fase Oral Makanan yang dikunyah oleh mulut (bolus) didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan volunter lidah. 2. Fase Faringeal Palatum mole & uvula menutup rongga hidung, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan masuk trakea. Kemudian bolus melewati epiglotis menuju faring bagian bawah dan memasuki esofagus. 3. Fase Esofageal Terjadi gelombang peristaltik pada esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal, kemudian menuju lambung. Gambar bagian Esofagus

Gejala-gejala yang terjadi pada gangguan esofagus, diantaranya: a. Disfagia Atau kesadaran subjektif akan adanya gangguan tansfor aktif zat yang dimakan dari faring, merupakan gejala utama penyakit faring / esofagus. Disfagia terjadi pada gangguan non esofagus yang merupakan akibat penyakit otot atau neurologis (gangguan peredaran darah otak, miatenia gravis : distropi otot dan polio bulbaris). Sebab-sebab motorik disfagia dapat berupa ganguan peristaltik yang dapat berkurang, tidak ada atau terganggu atau akibat difungsi sfingter atas atau bawah. b. Pirosis (Nyeri ulu hati ) Adalah gejala penyakit esofagus lain yang sering terjadi. Pirosis ditandai oleh sensasi panas, terbakar yang biasanya terasa di epigastrium atas atau di belakang prosesus xipoideus dan menyebar ke atas. Nyeri ulu hati dapat disebabkan oleh refluks asam lambung atau sekret empedu ke dalam esofagus bagian bawah, keduanya sangat mengiritasi mukosa. Refluks yang menetap disebabkan oleh inkompetensi sfingter esofagus bagian bawah dan dapat terjadi dengan atau tanpa hernia hiatus atau esofogitis. c. Odinofagia Merupakan nyeri menelan dan dapat terjadi bersama disfagia, dapat dirasakan sebagai sensasi ketat atau nyeri membakar, tidak dapat dibedakan dengan nyeri ulu hati di bagian tengah dada. Dapat disebabkan oleh spasme esofagus yang diakibatkan oleh peragangan akut, atau peradangan mukosa esofagus. d. Waterbrash Merupakan regurgitasi isi lambung ke dalam rongga mulut, tanpa tenaga dan diikuti oleh mukosa. Dirasakan pada tenggorokan sebagai rasa asam atau cairan panas yang pahit. 2.2 Konsep Dasar Pengertian dan Pembagian Gangguan Esofagus 1. Akalasia Merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peristaltik yang lemah dan tidak teratur, atau aperistaltis korpus esofagus. Kegagalan sfingter esofagus bawah untuk berelaksi secara sempurna sewaktu menelan. Akibatnya, makanan dan cairan tertimbun dalam esofagus bagian bawah dan kemudian dikosongkan dengan lambat bila tekanan hidrostatik meningkat. Korpus esofagus kehilangan tonusnya dan dapat sangat melebar. Akalasia lebihs ering terjadi pada orang dewasa dari pada anak-anak dan sering pada individu usia 40 tahun atau lebih tua. (Chudahman Manan, 1990) Bila ditinjau dari etiologi akalasia, dapat dibagi menjadi : a. Akalasia primer Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia miyenterikus pada esofagus, faktor keturunan juga cukup berpengaruh. b. Akalasia sekunder Disebabkan oleh infeksi (penyakit chagas). Tumor intra luminer seperti tumor caralia atau pendorongan ekstra luminer, kemungkinan lain disebabkan obat anti koligergik / pasca vagotomi. 2. Esofagitis Suatu keadaan dimana mukosa esofagus mengalami peradangan, dapat terjadi secara akut maupun kronik. (Widaryati Sudiarto, 1994) a. Esofagitis Peptik (Refluks) Inflamasi mukosa esofagus yang disebabkan oleh refluks cairan lambung atau duodenum esofagus. Cairan ini mengandung asam, pepsinatau cairan empedu. b. Esofagitis Refluks basa Terjadinya refluks cairan dari duodenum langsung ke esofagus, misalnya pada pos gastrekstomi total dengan esofagoduodenostomi atau esofagojejenostomi. c. Esofagitis infeksi Esofagitis Candida (monialisis) Terjadi karena gangguan sistem kekebalan motilitas esofagus, metabolisme hdrat arang terutama proses menua. Esofagitis herpes Disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster / herpes simpleks. d. Esofagitis yang disebabkan oleh bahan kimia Esofagitis korosif Terjadi karena masuknya bahan kimia yang korosifke dalam esofagus. Hal ini biasanya terjadi karena kecelakaan atau dalam usaha bunuh diri. Esofagitis karena obat (pil esofagitis) Disebabkan oleh pil atau kapsul yang ditekan karena tertahan di esofagus dan kemudian mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi. 3. Karsinoma Esofagus Merupakan pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitel yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitar esofagus dan menimbulkan metastafe pada saluran esofagus. (Dorland : 349, 2002) 4. Refluks Gastroesofagus (RGE)

Merupakan aliran balik isi lambung atau duodenum ke dalam esofagus adalah normal, baik pada orang dewasa dan anak-anak, refluks berlebihan dapat terjadi karena sfingter esofagus tidak kompeten, stenosis, pilorik atau gangguan motilitas kekambuhan refluks tampak meningkat sesuai penambahan usia. 2.3 Etilogi Gangguan Esofagus 1. Akalasia Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui, para ahli menganggap penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler dengan lesi primer mungkin terletak di dinding esofagus, nervus vagus atau batang otak. Secara histoligik, ditemukan kelainan berupa degenarasi sel ganglian plexus averbach sepanjang torakal esofagus. Hal ini juga diduga sebagai penyebab gangguan peristaltik esofagus. Gangguan emosi dan trauma psikis dapat menyebabkan bagian distal esofagus dalam keadaan kontraksi. Selain itu juga dapat disebabakan oleh karsinoma lambung yang menginvasi esofagus, penyinaran serta toksin atau obat tertentu. 2. Esofagitis Etiologinya yaitu menelan air panas, refluks asam lambung, infeksi virus herves, menelan basa atau asam kuat. b. Esofagitis peptik : refluks cairan lambung atau duodenum c. Esofagitis refluks basa : disebabkan oleh adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam empedu atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklorid yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus. d. Esofagitis kandida : gangguan sistem kekebalan, motilitas esofagus, gangguan metabolisme hidrat arang terutama pada proses menua. e. Esofagitis herpes : infeksi virus herpes zoater f. Esofagitis korosif : disebabkan oleh luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asamkuat, basa kuat dan zat organik (cair, pasta, bubuk dan zat padat). Bahan alkali (detergent / NaOH murni) g. Esofagitis karena obat : tetrasiklin, klindamisin, deoksitetrasiklin, quinidine, glukonat, empronium bromid, sulfas ferosus, asam askorbat (Vit E) dan KCl. h. Esofagitis radiasi : penyinaran 2500 - 6000 Rad

Karsinoma Esofagus Etiologi karsinoma esofagus amat kompleks dan multifaktorial, contohnya alkohol dan tembakau, merupakan faktor penyebab yang paling besar. Faktor makanan memegang peranan penting, berupa defisiensi Vit A, Vit C dan Riboflavin. Redluks Gastro Esofagus (RGE) Disebabkan oleh proses yang multifaktor, maka untuk melakukan evaluasi terhadap penderita yang diduga RGE patologik perlu dinilai faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis RGE. Pada orang dewasa faktor-faktor yang menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah, sehingga terjadi RGE antara lain cokelat, obat-obatan, rokok, alkohol dan kehamilan. Faktor anatomi, seperti niatus hernia, tindakan bedah, obesitas dapat menyebabkan hipotensi sfingter esofagus bawah dan pengosongan lambung yang terlambat, sehingga menimbulkan RGE. faktor asam, pepsin, garam empedu, tripsin yang meningkat akan menimbulkan perubahan materi refluks fisiologik. 2.4 Patofifiologi 1. Akalasia Pada akalasia terdapat gangguan peristaltik pada daerah dua pertiga bagia bawah esofagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses relaksasi pada gerakan menelan tidak sempurna. Akibatnya esofagus bagian bawah mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbum di bagian bawah esofagus.

2. Esofagitis a. Esofagitis Refluks (Esofagitis Peptik) Inflamasi terjadi pada epitel skuamosa di esofagus distal, disebabkan oleh kontak berulang dan dalam waktu yang cukup lama dengan asam yang mengandung pepsin ataupun asam empedu. Kelainan yang terjadi dapat sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan cacat, dapat pula berupa mukosa mudah berdarah, pada kelainan yang lebih berat terlihat adanya lesi erosif, berwarna merah terang. Hal ini menunjukkan esofagitis peptik. b. Esofagitis refluks basa Peradangan terjadi karena adanya enzim proteolitik dari pankreas, garam-garam empedu, atau campuran dari kedua zat tersebut, atau adanya asam hidroklond yang masuk dan kontak dengan mukosa esofagus sehingga terjadi esofagitis basa. c. Esofagitis Kandida Pada stadium awal tampak mukosa yang irreguler dan granuler, pada keadaan lebih berat mukosa menjadi edema dan tampak beberapa tukak. Bila infestasi jamur masuk ke lapisan sub mukosa, maka edema akan bertambah parah, tukak yang kecil makin besar dan banyak sampai terlihat gambaran divertikel, sehingga terjadi esofagitis Kandida (Moniliasis). d. Esofagitis Herpes Seseorang dengan daya tahan tubuh menurun seperti pada penderita yang lama dirawat di RS, pengobatan dengan imunosupresor. Penderita dengan penyakit stadium terminal yang terkena virus herpes zoster dengan lesi pada mukosa mulut dan kulit, mengakibatkan esofagitis herpes, dimana lesi awal yang klasik berupa popula atau vesikel atau tukak yang kecil kurang dari 5 mm dengan mukosa di sekitarnya hiperemis. Dasar tukak berisi eksudat yang berwarna putih kekuningan, jika tukak melebar akan bergabung dengan tukak di dekatnya menjadi tukak yang besar. e. Esofagitis Korosif

Basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair. Secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah mencair. Asam kuat yang tertelan akan menyebabkan nekrosis menggumpal secara histologik dinding esofagus sampai lapisan otot seolah-olah menggumpal. Zat organik (lisol, karbol) menyebabkan edema di mukosa atau sub mukosa. Asam kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibandingkan dengan kerusakan di esofagus. Sedangkan basa kuat menimbulkan kerusakan di esofagus lebih berat dari pada lambung. f. Esofagitis Karena Obat RL atau kapsul yang ditelan kemudian tertahan di esofagus mengakibatkan timbulnya iritasi dan inflamasi yang disebabkan oleh penyempitan lumen esofagus oleh desakan organ-organ di luar esofagus. Obstruksi oleh karena peradangan, tumor atau akalasia, menelan pil dalam posisi tidaur dapat menyebabkan esofagitis karena obat. g. Esofagitis Radiasi Pengobatan dengan radiasi di daerah toraksm dengan dosis penyinaran 22500 - 6000 Rad, dapat mengakibatkan peradangan pada mukosa esofagus. 3. Karsinoma Esofagus Karsinoma sel skuamosa biasanya menyebabkan ulserasi pada stadium dini dan menyebabkan nyeri, metastasi dini menuju ke nodus lempatikus servikalis dan seng mula-mula timbul sebagai tumor di leher. Disfagia mungkin suatu gejala ringan yang tidak nyata dan tampak menyertai pembersihan tenggorokan. Tumor di tenggorokan ini dengan sensitifitas bila menelan cairan asam dapat menyebabkan karsinoma esofagus. 4. Refluks Gastroesofagus (RGE) a. Tekanan sfingter esofagus bawah yang lebih rendah dari 6 mmHg RGE. b. Isi lambung yang penuh terutama setelah makan refluks c. Pengosongan lambung yang terlambat RGE d. Bahan refluks yang mengandung asam, pepsin, garam empedu, tripsin merusak mukosa esofagus. 2.5 Manifestasi Klinik 1. Gangguan Motilitas a. Akalasia Gejala utamanya adalah kesulitan menelan, baik cairan maupun padat, regurgitasi pada malam hari, batuk pada malam hari atau adanya pneumonia, nyeri dada. b. Spasme esofagus difus Biasanya tanpa gejala, tetapi pada beberapa kasus yang dapat menimbulkan gejala, gejala yang paling sering timbul adalah dispagia intermiten dan odinofagia, yang diperberat oleh menelan makanan yang dingin, bolus yang besar dan ketegangan saraf. c. Skleroderma Disfagia menjadi gejala yang menyolok bila esofagitis mengakibatkan pembentukan striktur.

2. Esofagitis Gejala-gejala yang segera timbul adalah adinofagia berat, demam, keracunan dan kemungkinan perforasi esofagus disertai infeksi mediastinum dan kematian. a. Esofagitis Peptik (Refluks) Gejala klinik yangnyata misalnya rasa terbakar di dada (heart burn) nyeri di daerah ulu hati, rasa mual, dll. b. Esofagitis refluks basa Gejala klinik berupa pirosis, rasa sakit di retrosternal. Regurgitasi yang terasa sangat pahit, disfagia, adinofagia dan anemia defisiensi besi kadang-kadang terjadi hematemesis berat. c. Esofagitis Kandida Gejala klinis yang sering adalah disfagia, adinofagia. Pada beberapa penderita mengeluh dapat merasakan jalannya makanan yang ditelan dari kerongkongan ke lambung, rasa nyeri retrosternal yang menyebar sampai ke daerah skapula atau terasa disepanjang vertebra torakalis, sinistra. d. Esofagitis Herpes Gejala klinik berupa disfagia, odinofagia, dan rasa sakit retrosternal yang tidak membaik setelah pengobatan dengan nyastin atau anti fungal lain. e. Esofagitis Korosif Gejala yang sering timbul adalah disfagia / kesulitan menelan, odinofagia dan adanya rasa sakit retrosternal. f. Esofagitis karena obat Gejala yang timbul berupa odinofagia, rasa sakit retrosternal yang terus-menerus, disfagia atau kombinasi dari ketiga gejala ini. 3. Karsinoma Esofagus Disfagia, rasa makanan tersangkut pada tenggorokan dan daerah retrosternal, regurgitasi, suara parau, perdarahan tumor sampai muntah darah. 4. Refluks Gastro Esofagus (RGE) Gejala-gejalanya dapat mencakup prosis (sensasi terbakar pada esofagus), dispepsia (indigesti), regurgitasi, disfagia, atau osinofagia (kesulitan menelan / nyeri saat menelan), hipersalivasi, atau esofagitis. Gejala-gejala ini dapat menyerupai serangan jantung.

2.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Akalasia a. Pemeriksaan radiologik Gambaran radiologik memperlihatkan gelombang peristaltik yang hanya terlihat pada daerah sepertiga proksimal esofagus, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal atau hilang sama sekali, serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus menyerupai ekor tikus (mouse tall appearance). b. Pemeriksaan Esofagoskopi Tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan ini di bagian proksimal dari daerah penyempitan. Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan. c. Pemeriksaan Manometrik Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan. 2. Esofagitis a. Esofagitis Peptik (Refluks) Pemeriksaan esofagoskopi : tidak didapatkan kelainan yang jelas (blackstone), ciri khas dari esofagitis peptik yaitu peradangan mulai dari daerah perbatasan esofagus gaster (garisz) ke proksimal daerah esofagus. b. Esofagitis Refluks basa - Pemeriksaan radiologik : dengan kontras barium dapat menunjukkan kelainan yang terjadi pada keadaan pasca operasi. - Pemeriksaan endoskopi Terlihat lesi di mukosa esofagus, mukosa hipermis, rapuh, erosif, eksudat dan pada kasus yang berat terdapat striktur dan stenosis. c. Esofagitis kandida - Pemeriksaan endoskopi Tampak mukosa rapuh, eritemateus, mukosa sembab, berlapiskan selaput tebal dan berwarna putih seperti susu kental tersebar di seluruh esofagus, terutama pada 2/3 distal. - Pemeriksaan Titer aglutinin serum : hasil > 1 : 160 d. Esofagitis Herpes - Pemeriksaan klinik Terdapat lesi herpes zooster dimukosa mulut atau di kulit. - Pemeriksaan endoskopi Terlihat lesi berupa papula, mukosa hipermesis, tukak berisi eksudat. - Pemeriksaan radiologik Menunjukkan kelainan yang tidak spesifik. e. Esofagitis korosif - Pemeriksaan esofagogram Adanya perforasi atau mediastinitis. - Pemeriksaan endoskopi Kerusakan mukosa : Derajat I : Fribialitis mukosa, hiperemis, edema. Meskipun ada beberapa lesi erosif, tetapi secara keseluruhan mukosa masih baik. Derajat II : Keadaan sudah lebih berat, dengan mukosa yang pariable, erosif, banyak terdapat tukak dengan eksudat, sering ada spasme dan perdarahan di mukosa esofagus. Derajat III : derajat II + perforasi f. Esofagitis karena obat - Pemeriksaan esofagoskopi Terdapat edema lokal dengan eritem, lesi erosif dengan pseudomembran atau eksudat. g. Esofagitis Radiasi - Pemeriksaan Radiologis Tidak dapat mendeteksi kelainan yang terjadi. - Pemeriksaan endoskopi. Ditemukan jamur kandida. 3. Karsinoma Esofagus a. Pemeriksaan radiologik Esofagogram : kanker pdipoid dapat membentuk gambaran seperti cendawam, bentuk ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan lumen menjadi sempit. Bentuk kanker berinfiltrasi biasanya menunjukkan gambaran kontruksi,mukosa pada daerah kontriksi menjadi hilang. b. Pemeriksaan Sineradiografi Menunjukkan kekakuan esofagus dan hilangnya peristaltik yang normal. c. Pemeriksaan USG dan CT. Scan

Metastosis ke hati, paru-paru, kelenjar mediastinum menunjukkan tumor tidak resektabel. d. Pemeriksaan endoskopi Gambarannya dapat berupa "massa" polipois atau ulserasi 60-70 % adalah bentuk polipoid, bentuknya ireguler, keras dan rapuh serta menonjol ke lumen, terdapat juga ulserasi, warnanya keabu-abuan, cokelat, merah muda, atau merah rapuh. 4. Refluks Gastro Esofagus (RGE) a. Pemeriksaan radiologi Menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluaroskopi. b. Pemeriksaan manometri Tekanan sfingter esofagus bagian bawah > 20 mmHg. Penyakit RGE dapat disingkirkan. c. Pemeriksaan endoskopi Untuk melihat kelainan mukosa esofagus d. Pemeriksaan provokatif Jika timbul gejala heart burn setelah pemberian asam yang dirasakan sama dengan gejala menghilang setelah pemberian garam (NaCl) atau antasida, maka tes positif. e. Pengukuran pH dan tekanan esofagus Bila pH 4, dianggap ada penyakit RGE 2.7 Penatalaksanaan 1. Akalasia Sifat terapi akalasia banyak paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofago kardiomiotomi (operasi heller). 2. Esofagitis a. Esofagitis Peptik Pengobatan untuk esofagitis refluks antasida dengan atau tanpa antagonis H2, receptor. Tindakan pembedahan untuk menghilangkan refluks hnya dilakukan pada mereka dengan gejala refluks menetap walaupun telah memberikan pengobatan optimal. b. Esofagitis refluks basa Pengobatan esofagitis refluks basa harus cepat dan intensif, antara lain pemberian antibiotika, steroid, cairan intravena dan kemungkinan dilakukan pembedahan, apabila penyakit ini telah memetasfase (menyebar) di sekitarnya. c. Esofagitis kandida Nystatin 200.000 unit diberikan sebagai obat kumur yang ditelan maupun yang dimakan setiap 2 jam pada saat pasien tidak sedang tidur, merupakan pengobatan standar, cukup efektif dan hampir tidak ada efek sampingnya. Bila pasien resisten terhadap Nystatin, maka pilihan kedua adalah Flusitosine 100 mg per Kg BB, tiap hari dibagi dalam 3 kali pemberian setiap sesudah makan, selama 4-6 minggu. Obat-obat antifungal lain yang dinyatakan efektif yaitu Imidazole, Ketoconazole, Amphotericine dan Miconazole. d. Esofagitis Herpes Pengobatan suporatif yaitu dengan memberikan makanan lunak dan cair, anastesi lokaldiberikan adalah antibiotik selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam. Kartikosteroid untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang berlebihan dan Analgetik. Selain itu yang dilakukan esofagoskopi pada hari ke-3 setelah kejadian atau bila luka di bibir, mulut dan faring sudah tenang. e. Esofagitis karena obat Dengan menghentikan pemakaian obat-obat yang dicurigai lesi esofagus dapat sembuh, dan mengajarkan kepada penderita untuk minum obat dalam posisi tegak (tidak berbaring) dan disertai air yang cukup banyak. f. Esofagitis radiasi Pada keadaan akut, pengobatan dilakukan dengan memodifikasi jenis penyinaran, diit cair dan pemberian analgesik dan anastetik lokal sebelum tidur atau sebelum makan. Striktur yang terjadi diatasi dengan dilatasi peroral. 3. Karsinoma Esofagus Biasanya terapi mencakup kombinasi pembedahan dan radioterapi 4. Refluk Gastro Esofagus a. Terapi medik fase I - Posisi kepala / tempat tidur ditinggikan 6-8 inch - Diet dengan menghindari makanan tertentu (makanan berlemak, berbumbu,asam, cokelat, kopi, alkohol). - Menurunkan BB bagi yang gemuk - Jangan makan terlalu kenyang, jangan segera tidur setelah makan. - Sebaiknya makan sedikit-sedikit tapi sering - Hindari hal : seperti merokok, pakaian ketat, mengangkat barang berat. b. Fase II - Obat prokinetik : Betanekol 0,1 mg / kg / dosis 2x sehari sebelum makan dan tidur - Obat anti sekrotik : Simetidin 10-15 mg/kg/dosis 2x sehari jam sebelum makan. - Antasida dan As. Algnik dimakan secara teratur. c. Fase III

Pembedahan antara refluks dengan indikasi RGE per sistem, malnutrisi serat, ISP berulang, striktur esofagus. 2.8 Komplikasi Pada Gangguan Esofagus d. Syok e. Koma f. Edema laring g. Perforasi esofagus h. Aspirasi pneumonia i. Peradangan j. Erosi k. Pembentukan tukak l. Perdarahan m. Striktur n. Pembentukan jaringan parut

Esofagus, Anatomi dan Fisiologi


Posted on 15 February 2011 by ArtikelBedah

ANATOMI

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen tersebut, yaitu Leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm 1. Cervikal : Dari bagian bawah kartilago cricoid (settinggi C6) sampai suprasternal notch 2. Upper Thoracis : Dari suprasternal notch sampai carina (setinggi T4-T5) 3. Mid Thoracis : Dari bifurcatio trachea sampai esofagus punction

4. Lower Thoracis : 8 cm panjangnya, meliputi abdominal esofagus. Otot esofagus 1/3 atas adalah otot serat lintang yang berhubungan erat dengan otot-otot faring, sedangkan 2/3 bawah adalah otot polos (otot sirkular dan otot longitudinal).Esofagus menyempit pada tiga tempat : 1. Bersifat sfingter (sfingter faringoesofageal), setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring dan esofagus (peralihan otot serat lintang -otot polos). 2. Di rongga dada bagian tengah akibat tertekan langsung aorta dan bronkus utama kiri, tidak bersifat sfingter. 3. Di hiatus esofagus diafragma yaitu tempat hiatus esofagus berakhir di kardia lambung, murni bersifat sfingter (sfingter gastroesofageal). Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior ke otot krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v. pulmonalis inferior, 30-35 cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45 cm. Bagian atas esofagus yang berada di leher dan rongga dada mendapat darah dari a. thiroidea inferior beberapa cabang dari arteri bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut mendapat darah dari a. phrenica inferior sinistra dan cabang a. gastrika sinistra. Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosal esofagus. Di esofagus bagian atas dan tengah, aliran vena dari plexus esofagus berjalan melalui vena esofagus ke v. azigos

dan v. hemiazigos untuk kemudian masuk ke vena kava superior. Di esofagus bagian bawah, semua pembuluh vena masuk ke dalam vena koronaria, yaitu cabang vena porta sehingga terjadi hubungan langsung antara sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui vena lambung tersebut. Pembuluh limfe esofagus membentuk pleksus di dalam mukosa, submukosa, lapisan otot dan tunika adventitia. Di bagian sepertiga kranial, pembuluh ini berjalan seara longitudinal bersama dengan pembuluh limfe dari faring ke kelenjar di leher sedangkan dari bagian dua per tiga kaudal dialirkan ke kelenjar seliakus, seperti pembuluh limfe dari lambung. Duktus thorakikus berjalan di depan tulang belakang. Esofagus dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. N. vagus bersifat saraf parasimpatis bagi esofagus, meskipun di bawah leher n. vagus membawa gabungan saraf simpatis dan parasimpatis. Esofagus pars servikalis dipersarafi oleh n. laringeus rekuren yang berasal dari n. vagus. Cabang n.vagus dan n. laringeus rekurens kiri mempersarafi esofagus thorakalis atas. N. vagus kiri dan kanan berjalinan dengan serabut simpatis membentuk pleksus esofagus. Persarafan simpatis berasal dari ganglion servikal superior rantai simpatis, n. splanikus mayor, pleksus aortik thorasikus dan ganglion seliakus. Secara histologis dinding esofagus terdiri atas 4 lapis, yaitu: membran mukosa (tunika mukosa); submukosa; muskularis eksterna dan tunika adventisia. Tidak adanya tunika serosa menyebabkan keganasan pada esofagus lebih cepat menyebar serta membuat anastomosis dan perbaikan dengan pembedahan menjadi lebih sulit. FISIOLOGI Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke lambung. Yang kedua, refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah esofagus dan masuknya udara ke esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter atas esofagus, sfingter atas normalnya selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot krikofaringeus. Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung oleh gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada besarnya bolus makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari gerakan peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik primer adalah gerak peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik pada faring yang menyebar ke esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan membutuhkan waktu 8-9 detik untuk mendorong makanan ke lambung. Gerakan peristaltik sekunder terjadi oleh adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan peristaltik primer dan masih ada makanan pada esofagus yang merangsang reseptor regang pada esofagus, maka akan terjadi gelombang peristaltik sekunder. Gelombang peristaltik sekunder berakhir setelah semua makanan meninggalkan esofagus. Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus proksimal atau sfingter atas esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan dengan lambung oleh sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal spinchter/ LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. vagus. Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion n. vagus yang menghasilkan asetilkolin.

Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus dan lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda dengan esofagus tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal sfingter selalu konstriksi. Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu : 1. Faseoral, yang mencetuskan proses menelan Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makananmelalui dorsum lidah ke orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas dinding posterior faring (Passavants ridge) terangkat penutupan nasofaring akibat kontraksi m. levator veli palatine kontraksi m. Palatoglosusismus fausium tertutupkontraksi m. palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut. 2. Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya makanan dari faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m. salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligespenghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan masuk ke sal.nafasmeluncur ke arah esofagus. 3. Fase esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari esofagus ke lambung. Rangsangan makanan pada akhir fase faringealrelaksasi m. krikofaring introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam esofagus. sfingter berkontraksi > tonus introitus esofagus saat istirahat,refluks dapat dihindari. Akhir fase esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter ini akan menutup kembali.

Anda mungkin juga menyukai