Anda di halaman 1dari 18

BAB I

LATAR BELAKANG Dengue adalah penyakit virus dengan vector nyamuk yang paling cepat menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir , insidensinya meningkat menjadi 30 kali lipat dengan peningkatan perluasan daerah georafis ke Negara-negara baru , baik daerah pedesaan maupun perkotaan. Diperkirakan 50 juta orang terinfeksi virus ini setiap tahunnya dan 2, 5 milyar penduduk hidup di daerah endemis dengue. Dengan kata lain hampir sebagian penduduk dunia mempunyai resiko terkena penyakit ini.(WHO 2009) Sekitar 1,8 milyar (lebih dari 70%) populasi yang memiliki resiko infeksi virus dengue di dunia terdapat di daerah Asia Pasific. Di Asia Tenggara sendiri epidemic dengue telah menyebar ke daerah baru dan kasusnya meningkat pada daerah yang sudah terkena. Pada tahun 2003, 8 negara ( Bangladesh, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Lanka, Thailand, Timor leste) melaporkan kejadian kasus dengue ini. Pada tahun 2004, Bhutan melaporkan kejadian wabah pertama dengue didaerahnya. Dan pada tahun 2005 Global Outbreak Alert and Response Network ( GOARN) melaporkan kejadian luar biasa dengue di Timor Leste memiliki tingkat kematian hingga 3,55 %. (WHO 2009) Sampai sekarang pemberantasan dengue masih didasarkan pada kontrol terhadap nyamuk penyebab virus dengue yaitu aedes aegypti dan Aedes Albopictus. Sangta disayangkan bahwa program pemberantasan ini belum berhasil dengan baik.
1

Hanya sedikit negra yang berhasil mengendalikan vector dengue, seperti singapura dan Kuba. Ketidakberhasilan program ini dapat ditunjukkan dengan semakin meningkat dan meluasnya cakupan serangan dengue. Selama 50 tahun, dari era 1950 an sampai saat ini jumlah kasus dan Negara semakin meningkat. Di Indonesia jumlah propinsi dan kabupaten yang terkena dengue bertambah. Dan pada Tahun 200, semua propinsi sudah melaporkan hal ini, sehingga dengan kata lain, tidak ada daerah di Indonesia yang terbebas dari ancaman dengue.( Depkes RI laporan tahun 2000) Pada daerah daerah yang terdapat lebih dari satu serotype, atau bila suatu daerah mengalami epidemic secara berurutan yang disebabkan oleh serotype yang berbeda, maka akan ditemukan bentuk infeksi yang lebih berat, yang dikenal dengan DHF/DSS. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa DHF/DSS sebagian besar terjadi pada penderita yang terinfeksi untuk kedua kalinya dengan serotype virus yang berbeda dari sebelumnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya hipotesis bahwa infeksi susulan yang terjadi pada individu yang telah memiliki antibody terhadap salah satu serotype yang berbeda dengan infeksi sekarang setelah jangka waktu tertentu dapat menyebabkan DHF/DSS. Fenomena ini disebut sebagai antibody dependent enhancement ( ADE) dan telah dapat ditunjukkan in vitro dimana didapat peningkatan replikasi virus dalam monosit dengan masuknya virus kedalam monosit. Program pemberantasan dengan cara-cara konvensional pengendalian vector pada kenyataannya tidak dapat mencegah perluasan dan peningkatan kasus penyakit ini. Resistensi terhadap insektisida mulai muncul. Apabila nyamuk yang telah resisten ini menyebar kemana-mana, maka akan menimbulkan masalah pembiayaan yang
2

lebih berat lagi untuk pemberantasan vector. Dengan situasi ini maka sulit untuk menghilangkan dengue hanya dengan mengandalkan program control vector nyamuk. Jalan yang mulai ditempuh adalah membuat kebal manusia dengan jalan vaksinasi. Karena 90 % penderita penyakit ini adalah pasien anak kurang dari 15 tahun, maka sasaran pokok vaksinasi adalah anak-anak. Pada tulisan ini akan dibahas macammacam vaksin serta kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam rangka penanggulangan infeksi dengue dengan vaksinasi.

BAB II
VAKSIN DENGUE Vaksin dengue yang ideal adalah vaksin yang murah, karena dengue merupakan masalah yang dihadapi oleh Negara-negara dengan social ekonomi menengah ke bawah. Selain itu vaksin harus mencakup ke 4 serotype atau tetravalent, untuk mencegah terjadinya infeksi berurutan dengan serotype yang lainnya. Vaksin yang tersedia juga harus cukup kuat tanpa menyebabkan infeksi yang sebenarnya dan jangan terlalu lemah sehingga tidak efektif. Vaksin dengan efikasi rendah sehingga infeksi skunder masih mungkin terjadi dapat membahayakan jiwa penerimanya. Syarat lain adalah vaksin tersebut harus mampu memberikan perlindungan seumur hidup terhadap dengue, seperti vaksin cacar, morbili dan varisela. Perlindungan seumur hidup sangat diperlukan dan diharapkan dapat dihasilkan untuk menghindari terbentuknya infeksi yang lebih berat dengan terjadinya ADE. Selain itu diharapkan dapat dihasilkan vaksin dengue yang aman tanpa efek samping yang berat. Pemberiannya diusahakan hanya single dose, karena kalau vaksin harus diberikan 2- 3 kali maka pada pelaksanaannya aka nada hambatan dalam ketaatan mendapatkan vaksinasi. Karena jangkauan vaksin nantinya diharapkan sampai ke pelosok desa, maka diperlukan vaksin yang stabil pada penyimpanan, lebih baik lagi jika stabil dalam suhu kamar, stabil secara genetis sehingga tidak dapat bermutasi.

Vaksin dengue yang ideal harus memiliki syarat sebagai berikut: 1. Murah 2. Mencakup 4 serotype/ tetravalent 3. Efektif dalam memnimbulkan kekebalan. 4. Cukup diberikan sekali (single dose) 5. Aman, efek samping minimal 6. Memberikan kekebalan jangka panjang 7. Stabil dalam penyimpanan 8. Stabil secara genetis dan anigenetis (tidak bermutasi) 9 Berbagai macam vaksin dengue berdasarkan jenisnya dan sedang dalam penelitian adalah: 1. Vaksin dari virus yang dilemahkan (atenuasi) a. Metode atenuasi klasik b. Teknologi rekombinasi DNA 2. Vaksin sub unit dan peptide sintesis Terdiri dari protein yang dipurifikasi, protein yang dihasilkan dengan rekayasa genetika dan peptide sintetik. 3. Vaksin menggunakan vector 4. Vaksin DNA

1.Vaksin dari virus yang dilemahkan

Sejak periode vaksin cacar ditemukan oleh Edward Jenner, vaksin dari microba hidup yang dilemahkan telah mendapat tempat khusus dalam dunia vaksin. Kelebihan vaksin jenis ini adalah kemampuannya menghasilkan stimulasi terhadap system imun yang menyerupai infeksi yang sesungguhnya karena virus akan bereplikasi dalam tubuh penerima vaksin. Kelemahannya adalah terjadinya mutasi yang dapat menyebabkan kembalinya virulensi virus yang telah dilemahkan tersebut, lebih lagi kemungkinan terjadinya infeksi serius pada penderita imunodefisiensi. Metode etenuasi Klasik Metode ini dilakukan dengan memanfaatkan strain virus heterolog yang tidak virulen bagi manusia. Contohnya vaksin cacar dari Edward Jenner yang menggunakan virus cacar sapi untuk menimbulkan kekebalan terhadap virus cacar pada manusia. Cara lain adalah dengan memodifikasi kondisi tumbuhnya mikroorganisme sehingga menghasilkan mutan yang lebih lemah dari strain induknya. Vaksin virus dengue hidup yang dilemahkan dapat diperoleh dari muatn alami yang menunjukkan marker atenuasi seperti ukuran plak yang kecil. Contoh dari mutan ini adalah vaksin kandidat DEN-2 PR159-S1 yang ditemukan. 1 Kandidat vaksin dengue yang telah melalui uji klinis fase 2 pada orang dewasa dan anak2 adalah vaksin virus yang dilemahkan dengan cara pasasi serial yang dikembangkan di Thailand sejak tahun 1980. Pasasi pada sel yang bukan
6

merupakan sel host alamiah akan menyeleksi partikel virulen dan menyisakan pertikel-partikel avirulen pada virus. Kandidat vaksin ini adalah kandidat vaksin virus hidup teratenuasi yang baik dari segi imunogenitas dan keamanan. 2 Kultur sel pimary dog kidney (PDK) dan Primary African green monkey kidney (PGMK) digunakan untuk melemahkan virus dengue yang akan dipakai sebagai kandidat vaksin tersebut. DEN-1,2 dan 4 dilemahkan dengan pasasi pada sel PDK, Den-3 yang tidak dapat tumbuh dengan baik pada sel tersebut dipasasi pada sel PGMK. Setelah virus menunjukkan sensitivitas terhadap suhu dan menunjukkan ukuran plak yang kecil, virus dianggap telah teratenuasi. Uji klinis telah dilakukan di Thailand dan Amerika terhadap keempat strain virus, baik dalam bentuk monovalent, bivalent, trivalent maupun tetravalent. uji klinis ulangan sedang dilakukan di Amerika untuk membuktikan efikasi vaksin ini , diharapkan kandidat vaksin ini dapat teruji dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Metode atenuasi dengan teknologi rekombinasi DNA Riset rekombinasi DNA ditujukan untuk melakukan atenuasi secara lebih terencana dengan cara mengubah determinan molekuler yang menentukan virulensi. Rekayasa genetika dapat menghasilkan vaksin yang tepat dan diharapkan dapat menghilangkan kemungkinan kembalinya virulensi. Atenuasi dengan cara rekayasa genetika Metode atenuasi dengan cara rekayasa genetika memerlukan informasi yang cukup mengenai molekul virus dengue, terutama region genom yang menentukan virulensi dan region yang merupakan marker atenuasi, sehingga dapat diciptakan
7

virus yang telah mengalami mutasi pada gen virulensinya. Ditemukannya teknik untuk menciptakan klon cDNA dari virus dengue membuka kemungkinan yang lebih luas. Dengan menmggunakan klon cDNA dari dengue virus dapat direkayasa

chimeric virus dari setiap serotype dengue, misalnya protein structural DEN1 dan DEN-2 pada background virus DEN-4 dengan mempertahankan marker atenuasi virus tersebut. Kandidat vaksin DEN-2 PDK 53 memiliki dosis infeksius yang plaing rendah pada manusia, memiliki efek imunogenik paling kuat dibandingkan kandidat vaksin dari ketiga serotype lainnya, dan tidak menyebabkan gejala klinis yang tidak diinginkan. Dengan dikenalinya marker atenuasi dari kandidat vaksin ini memungkinkan dilakukannya rekayasa untuk menghasilkan vaksin dengue yang lebih baik. Dengan mempertahankan marker atenuasi (yang terdapat pada 5 noncording region dan NS1dan 3), chimeric virus yang mengekspresikan gen structural DEN-1, 3 dan 4 dengan background virus DEN-2 PDK 53 diharapkan dapat menghasilkan replikasi yang baik pada manusia dan mengoptimalkan fungsi vaksin virus dengan tetravalent.
3

Chimeric virus yang lain yang telah berhasil diciptakan adalah virus yellow fever (YF) DEN-2 menggunakan rekombinan klon c DNA infeksius dari strain vaksin YF (YF-17D) sebagai background, dengan insersi gen prM dan E dari DEN 2.YF17D adalah vaksin yang paling aman dan efektif terhadap yellow fever, sehingga diharapkan menjadi karier vaksin yang sempurna untuk dengue. Kandidat vaksin ini

telah diujicoba pada tikus dan monyet dan menunjukkan replikasi yang tinggi, atenuasi, imunogenitas dan proteksi serta stabilitas genom. 4,5

2.Vaksin subunit dan vaksin peptide sintesis. Suatu mikroorganisme dalam keadaan utuh terdiri atas begitu banyak antigen, yang sebagian besar tidak berhubungan dengan respon yang protektif, tetapi mensupresi respon protektif yang dirangsang antigen lain, atau bahkan dapat menghasilkan reaksi hipersensitivitas. Vaksinasi dengan menggunakan antigen yang telah diseleksi dahulu untuk dapat menghasilkan proteksi yang optimal dapat menghindari komplikasi tersebut. Rekombinasi DNA dapat menghasilkan antigen selektif yang murni (vaksin sub unit) yang telah melalui tahap uji coba pada hewan percobaan sebagai model infeksi menunjukkan kemampuan proteksi. Kelemahan vaksin ini adalah lebih mahal dari vaksin mikroorganisme yang dimatikan atau dilemahkan. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar neutralizing antibodies adalah antibody terhadap protein E. sebgaian besar antibody terhadapa protein E dapat mengakibatkan ADE dalam konsentrasi yang lebih rendah daripada konsentrasi yang dibutuhkan untuk menetralisir virus. Hal ini menyebabkan tidaklah cukup untuk menguji efek proteksi kandidat vaksin dengan cara menguji kemampuan menetralisir virus atau resistensi terhadap infeksi dengue segera setelah imunisasi, ketika neutralizing antibodies dalam konsentrasi yang tingi. Perlu dipertanyakan apakah ada

pengaruh terhadap ADE pada saat antibody yang terbentuk tersebut turun konsentrasinya. 6

Protein yang dipurifikasi Vaksin protein yang dipurifikasi dapat berupa protein structural yang dipurifikasi dari virus utuh, atau protein nonstrukstural yang dipurifikasi dari sel yang terinfeksi. Vaksin yang dibuat dari protein structural virus dengue yang dipurifikasi telah diuji pada hewan percobaan. Glikoprotein E dari flavivirus telah terbukti dapat menginduksi terbentuknya virus specific neutralizing antibodies. Antibody

monoclonal terhapad glikoprotein E memberikan proteksi pasif terhadap paparan virus dengan serotype yang sama. Vaksinasi dengan protein E yang dipurifikasi telah terbukti dapat melindungi tikus dari infeksiyang mematikan 7,8 Protein structural lainnya yaitu glikoprotein prM/M, tidak terbukti memiliki Epitope yang dapat menginduksi neutralizing antibodies, walaupun transfer pasif antibody terhadapa protein ini dapat melindungi tikus dari infeksi denguevirus yang sama. Vaksinasi dengan protein prM/m yang terdenaturasi tidak dapat melindungi tikus dari infeksi dengue. Protein nonstructural yang dipurifikasi( NS1 dan NS 3) kemungkinan menginduksi terbentuknya kekebalan melalui antibody dependent cell cytotoxic (ADCC). Imunisasi dengan protein tersebut menginduksi terbentuknya antibody yang diharapkan dapat melindungi hewan percobaan terhadapa paparan dengan virus tanpa adanya neutralizing antibodies. Pengujian pada hewan percobaanmenunjukkan bahwa
10

antibody terhadap protein nonstructural NS1 dapat memberikan perlindungan terhadap infeksi pada tikus bila diberikan secara transfer pasif. Tetapi vaksinasi dengan menggunakan NS1 yang dipurifikasi memberikan hasil yang tidak konsisten dari beberapa penelitian. Sebah penelitian mendapati vaksin ini gagal memberikan proteksi yang diharapkan, sedangkan penelitian lain mendapatkan bahwa vaksinasi ini menghasilkan proteksi tanpa terbentuknya neutralizing antibodies. 8 Vaksin peptide dibuat secara sintetik, dirancang berdasarkan struktur epitop (limfosit b maupun T) yang dapat menstimulir respon imunologis yang optimal. Peptide sintesis yang dibuat berdasarkan sekuensi asam amino dari protein E virus dengue terbukti imunogenik pada tikus. Tetapi peptide ini tidak menghasilkan kekebalan dan gagal menginduksi terbentuknya neutralizing antibodies. Sebagian besar epitop yang menghasilkan neutralizing antibodies pada protein E flavivirus bersifat konformasional, sehingga peptide yang bersifat linier kemungkinan tidak akan berfungsi sebagai antigen vaksin yang baik. 6 Vaksin menggunakan subunit kemungkinan besar memerlukan beberapa kali pemberian, sehingga sebaiknya hanya dilakukan pada keadaan dimana pemberian vaksin hidup tidak memungkinkan.

3.Vaksin menggunakan Vektor Prinsipnya adalah menggunakan mikroorganisme yang tidak berbahaya sebagai vector untuk gen dari antigen tertentu. Konsep ini menggabungkan kemampuan vaksin hidup yang dilemahkan denganvaksin sub unit.
11

Strain virus vaccinia yang telah dilemahkan (NOVICE dan ALVAC) telah digunakan sebagai vector untuk meng ekspresikan protein E dan prM/m dari virus dengue sebagai partikel subviral. Cara ini menghasilkan neutralizing antibodies dan melindungi terhadap paparan dengan virus.

4.Vaksin DNA Metode ini dilakukan dengan menyuntikkan Dna telanjang secara

intramuskuler. Sel- sel penerima vaksinasi akan membentuk protein antigen dengan sendirinya.diperlukan promoter yang kuat untuk menghasilkna ekspresi gen yang mengkode antigen in vivo. Penyuntikan pDNA secara intramuskuler menghasilkan ekspresi protein antigen pada sel-sel otot disekitarnya. Belum diketahui apakah reapon imun yang dihasilkan oleh vaksin DNA dipicu oleh ekspresi antigen dari sel otot atau oleh APC yang menginisiasi respon ditempat lain. Keunggulan cara pemberian ini adalah antigen yang berada intraselakan dipresentasikan oleh molekul MHC I sehingga akan menstimulir respon t sitotoxic, plasmid akan berada dalam sel otot sampai beberapa bulan setelah penyuntikan sehingga akan menghasilkan kekebalan jangka panjang, tidak memerlukan vector virus sehingga lebih aman.

Perkembangan produksi vaksin dengue di indonesia dan tantangannya Mekanisme immunologic primer sebagai proteksi terhadap dengue adalah menetralisir virus melalui antibody, dan semua kandidat vaksin dengue mempunyai
12

tujuan untuk meningkatkan level dari neutralizing antibodies. Sebuah vaksin diharapkan dapat memproteksi terhadap ke empat serotype virus dengue, sehingga haruslah tetravalent. Induksi respon protektif terhadap 4 serotipe ini haruslah simultan dan menghindari teori antibody dependent enhancement pada penerima vaksin ini. Vaksin dengue yang telah dikembangkan saat ini meliputi 4 tipe, yaitu virus yang dilemahkan, virus chimeric yang dilemahkan, virus inaktif atau subunit vaksin dan vaksin DNA.9 Vaksin yang dilemahkan dapat menginduksi respon humoral dan seluler yang bertahan lama, karena kemiripannya dengan infeksi natural. Beberapa parameter yang penting untuk vaksin jenis ini adalah:9 Virus ini haruslah cukup dilemahkan dan replikasi virus dapat dikurangi agar viremia rendah dan gejala penyakit atau efek samping minimal. Transmisi virus oleh nyamuk harus dikurangi atau bahkan di hilangkan. Virus harus bereplikasi dengan baik dalam kultur sel dan cukup imunogenik untuk mempertahankan imunitas yang lama pada manusia. Respon imun yang seimbang antara keempat serotype dengue harus didapatkan Dasar genetika untuk pertanda atenuasi harus diketahui dan stabil.

13

Di Indonesia sendiri sedang dilaksanakan uji klinis vaksin dengue yang dimulai pada tanggal 8juni 2011 Sebanyak 2000 anak yang terdiri dari 800 anak Jakarta, 800 Bandung dan 400 Bali akan divaksinasi sehingga diharapkan mampu terhindar dari penyakit mematikan tersebut. Penelitian dilakukan lima fakultas kedokteran dari lima negara Asean yaitu Indonesia, Thailand, Vietnam, Filipina dan Malaysia penelitian ini membutuhkan waktu sekitar 25 tahun untuk menemukan vaksin tersebut. penyuntikan vaksin dilakukan 8 Juni 2011 serentak di tiga kota. Pelayanan digelar di puskesmas kecamatan.Untuk di Jakarta, pelaksanaan pemberian suntikan vaksin Dengue dilakukan pada 8 Juni 2011 di lima puskesmas kecamatan. Yaitu Puskesmas Kecamatan Tambora, Senen, Koja, Pasar Minggu dan Jatinegara. Akan ada 800 anak yang akan disuntik pada 8 Juni 2011, kemudian akan disuntikkan kembali enam bulan kedepan dan enam bulan kedua jadi terdapat 3 dosis yaitu pada bulan ke0, 6 dan 12. uji vaksin ini akan dipantau secara berkala setiap minggu. Selain itu, anak tersebut akan mendapatkan perawatan kesehatan gratis dan memperoleh uang transportasi untuk pemeriksaan berkala di puskesmas setempat. Bila selama lima tahun virus terbukti aman, maka pada 2016 virus bisa diedarkan di masyarakat. vaksin yang akan dipakai kali ini menggunakan teknologi rekombinan dan rekayasa asam deoksiribonukleat (DNA). Rekombinan adalah bentuk genetis atau keturunan yang diperoleh melalui proses pemindahan dan penyusunan gen baru yang
14

tidak terdapat pada induk. Vaksin ini menggunakan selongsong virus dengue yang DNA aslinya dihilangkan, lalu diisi DNA yellow fever. Yellow fever dipilih karena sudah ada vaksinnya, sudah diketahui perilakunya, dan terbukti aman. Teknologi ini juga lazim disebut dengan chimeric. Kita berharap uji klinis tahap ketiga ini berhasil, sehingga vaksin demam berdarah dengue segera bisa tersedia di pasaran.

15

BAB III
KESIMPULAN

1. Dengue masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian di dunia, tersedianya vaksin diharapkan dapat mencegah penyakit ini, terutama dengan sulit dan gagalnya control vector hingga saat ini.

2. Dengan memperhatikan konsep ADE, vaksin ideal harus mampu mencegah infeksi yang disebabkan oleh keempat serotype virus dengue, sehingga infeksi susulan tidak dapat terjadi.

3. Produksi antibodi penetralisir virus yang dihasilkan dengan imunisasi idealnya harus bertahan seumur hidup. Meskipun peran imunitas seluler belum begitu jelas, diharapkan vaksin dengue dapat melibatkan system imunitas seluler.

4. Salah satu kesulitan yang ditemukan pada pengembangan vaksin dengue ini adalah tidak adanya model infeksi yang baik pada hewan percobaan . hal ini menyulitkan penelitian tentang efek vaksin yang diuji di laboratorium

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Eckel

KH.,Harrison

VR,Summers

PL.and

Russel

PK.Dengue-2

vaccine:preparation for a small plaque virus clone. Infect immune. 1980;27(1):175-80 2. Bhamarapravati,N., and yoksan, S.dalam Gubler, D.J. and Kuno, G(eds): dengue and dengue hemoragic fever.CAB International, Colorado. 1997 3. Huang,C.Y., Butrapet, S., Pierro, D J., Chang, G.J., Hunt, A.R. Bamarapravati, N., Gubler,D.J. and Kinney,R.M., Chimeric dengue type 2 (vaccine strain PDK-53)/ dengue type1 virus as a potential candidate dengue type1 virus vaccine. Journal of virology. 2000;74(7):3020-8 4. Guairakho F., Weltzin R., Chamber TJ., Zhang ZX., Soike K., Raterree M.,Arroyo J., georgepoulos K., Catalan J., Monath TP. Recombinant chimeric yellow feverdengue type 2virus is immunogenic and protective in nonhuman primates. Journal of Virology. 2000 june; 74(12):5477-85. 5. Van Der Most, R.G., Murali-krishna, K., ahmed, R., and Straus, JH. Chimeric yellow fever/ dengue virus as a candidate dengue vaccine:quantitation of dengue virus specific CD8 T cell response. Journal of Virology. 2000; 74(17):8094-101 6. Cardosa M.J. dengue vaccine design: issues and challenges. British Medical Bulletin. 1998;54:395-405 7. Putnak R, Freighny R, Burrons J., cchran M., Hackett C., Smith G., and Hoke C. Dengue-1 virus envelope glycoprotein gene expressed in recombinant bacuovirus elictics virus neutralizing antibodies in mice and protect them from virus challenge. 1991. Amercan Journal tropical Medicine hyg. 1991 aug;45(2):159-67
17

8. Freighny R, Burrons J., McCrown J., Hoke C and Putnak. Purification of native dengue -2 viral proteins and ability of purified proteins to protect mice. American Journal tropical Medicine. 1992. Oct;47(4):405-12 9. WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. New edition. Geneva. 2009 10. Guairakho F.,Pugachev K., Zhang ZX., Soike K., Raterree M.,Arroyo J., Georgepoulos K., Fournier C.,B. Barerre., Catalan J., Monath TP. safety and efficacy of chimeric yellow feverdengue-virus Tetravalent vaccine

formulation in nonhuman Primates. Journal of virology. 2004 may;79(9): 4761-4775

18

Anda mungkin juga menyukai