Anda di halaman 1dari 6

TERAPI Tiga pengamatan dasar tentang skizofrenia yang memerlukan perhatian saat mempertimbangkan pengobatan gangguan.

Pertama, terlepas dari penyebabnya, skizofrenia terjadi pada orang yang mempunyai sifat individual, keluarga, dan social psikologis yang unik. Pendekatan pengobatan harus disusun sesuai bagaimana pasien tertentu telah terpengaruhi oleh gangguan dan bagaimana pasien tertentu akan tertolong oleh pengobatan. Kedua, kenyataan bahwa angka kesesuaian untuk skizofrenia pada kembar monozigotik adalah 50 persen telah diperhitungkan oleh banyak peneliti untuk menyarankan bahwa factor lingkungan dan psikologis yang tidak diketahui tetapi kemungkinan spesifik telah berperan dalam perkembangan gangguan. Jadi, seperti agen farmakologis digunakan untuk menjawab ketidakseimbangan kimiawi yang diperkirakan, strategi nonfarmakologis harus menjawab masalah nonbiologis. Ketiga, skizofrenia adalah suatu gangguan yang kompleks, dan tiap pendekatan terapeutik tunggal jarang mencukupi untuk menjawab secara memuaskan gangguan yang memiliki berbagai segi. Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis. Modalitas psikososial harus diintegrasikan secara cermat ke dalam regimen terapi obat dan harus mendukung regimen tersebut. Sebagian besar pasien skizofrenia mendapatkan manfaat dari pemakaian kombinasi pengobatan antipsikotik dan psikososial. PERAWATAN DI RUMAH SAKIT Indikasi utama untuk perawatan di rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, dan perilaku yang sangat kacau atau tidak sesuai, termasuk ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian, dan tempat berlindung. Tujuan utama perawatan di rumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Sejak diperkenalkan di awal tahun 1950-an, medikasi antipsikotik telah menyebabkan revolusi dalam pengobatan skizofrenia. Kira-kira dua sampai empat kali lebih banyak pasien yang relaps jika diobati dengan plasebo dibandingkan jika diobati

dengan antipsikotik. Tetapi, antipsikotik mengobati gejala gangguan dan bukan suatu penyembuhan skizofrenia. Aspek lain dari penatalaksanaan klinis mengikuti logika dari model medis dari gangguan. Rehabilitasi dan penyesuaian berarti bahwa kecacatan spesifik pasien diperhitungkan dan direncanakan strategi pengobatan. Dokter juga harus mengajarkan pasien dan pengasuh dan keluarga pasien tentang skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan di rumah sakit tergantung pada keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Penelitian menunjukkan bahwa perawatan singkat di rumah sakit (empat sampai enam minggu) adalah sama efektifnya dengan perawatan jangka panjang di rumah sakit dan bahwa rumah sakit dengan pendekatan perilaku yang aktif adalah lebih efektif daripada institusi yang biasanya dan komunitas terapeutik berorientasi tilikan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri sendiri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas pascarawat, termasuk keluarganya, keluarga angkat, board-and-care homes, and halfway house. Pusat perawatan di siang hari (day care center) dan kunjungan rumah kadangkadang dapat membantu pasien tetap di luar rumah sakit untuk periode waktu yang lama dan dapat memperbaiki kualitas kehidupan sehari-hari pasien. TERAPI SOMATIK Antipsikotik. Obat antipsikotik seringkali disebut neuroleptik, yang merupakan istilah yang dapat diterima. Tetapi, istilah trankuiliser mayor harus dihindari, karena istilah tersebut telah digunakan untuk menyatakan berbagai jenis obat dan secara tidak akurat berarti bahwa antipsikotik mempunyai efek sedatif atau trankuilisasi sebagai cara kerja utamanya. Antipsikotik termasuk tiga kelas obat utama : antagonis reseptor dopamin, risperidone (Risperidal), dan clozapine (Clozaril). Pemilihan obat. Antagonis reseptor dopamin adalah obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan skizofrenia. Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya sejumlah kecil pasien (kemungkinan 25 persen) cukup tertolong untuk mendapatkan

kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Seperti yang dinyatakan di atas, bahkan dengan pengobatan, kira-kira 50 persen pasien skizofrenia menjalani kehidupan yang sangat melemahkan. Kedua, antagonis reseptor dopamin disertai dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Efek mengganggu yang paling utama adalah akatisia dan gejala mirip parkinsonisme berupa rigiditas dan tremor. Efek serius yang potensial adalah tardive dyskinesia dan sindrom neuroleptik malignan. Remoxipride adalah antagonis reseptor dopamin dari kelas yang berbeda daripada antagonis reseptor dopamin yang sekarang ini tersedia. Di Eropa, remoxipride telah dibuktikan merupakan antipsikotik yang efektif, dan data awal menyatakan bahwa obat ini disertai oleh efek samping neurologis yang kurang bermakna dibandingkan antagonis reseptor dopamin lainnya. Tetapi, data yang paling akhir menyatakan bahwa remoxipride mungkin disertai dengan anemia aplastik, jadi membatasi nilai klinisnya. Risperidon adalah suatu obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe-2 (5-HT2) dan pada reseptor dopamin tipe 2 (D2). Data penelitian menyatakan bahwa obat ini mungkin lebih efektif dalam mengobati gejala positif maupun gejala negative dari skizofrenia. Data penelitian yang tersedia juga menyatakan bahwa risperidon disertai dengan efek samping neurologis yang kurang bermakna dan kurang parah dibandingkan obat antagonis dopamin yang tipikal. Tetapi, data tentang kemanjuran dan keamanan yang unggul didapatkan dari penelitian yang masih terbatas yang dilakukan pada senyawa tersebut, pengertian tentang manfaat dan keamanan senyawa baru kemungkinan akan meningkatkan dengan cepat saat didapatkan pengalaman klinis tentang pemakainya. Risperidon menjadi obat lini pertama dalam pengobatan skizofrenia karena kemungkinan obat ini adalah lebih efektif dan lebih aman daripada antagonis reseptor dopaminergik yang tipikal Clozapine adalah suatu obat anti psikotik yang efektif. Mekanisme kerjanya belum dimengerti secara baik, walaupun diketahui bahwa clozapin adalah suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2 tetapi tampaknya merupakan antagonis yang kuat terhadap reseptor D4 dan mempunyai aktivitas antagonistik pada reseptor serotonergik. Sayangnya, clozapine disertai dengan insidensi 1 sampai 2 persen terjadinya agranulositosis, suatu efek samping yang mengharuskan monitoring setiap minggu pada indeks-indeks darah. Di samping itu, clozapine harganya mahal, yang merupkan faktor pembatas dalam pemakaiannya. Namun

demikian, clozapine merupakan obat lini kedua yang jelas bagi pasien yang tidak berespons terhadap obat lain yang sekarang ini tersedia atau dengan tardive dyskinesia yang parah. Clozapine adalah diindikasikan pada pasien dengan tardive dyskinesia karena data yang tersedia menyatakan bahwa clozapin tidak disertai dengan perkembangan atau eksaserbasi gangguan tersebut. Prinsip-prinsip terapeutik. Pemakaian medikasi antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti ima prinsip utama. (1) Klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan diobati. (2) Suatu antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu pada pasien harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut, pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping. Data yang sekarang tersedia menyatakan bahwa risperidon, remoxipride, dan obat-obat yang mirip dengannya yang akan diperkenalkan di tahun-tahun mendatang mungkin menawarkan suatu sifat efek sampingyang unggul dan kemungkinan kemanjuran yang unggul. Dalam antagonis dopaminergik standar, semua anggota kelas tersebut adalah sama-sama efektifnya. (3) Lama minimal percobaan antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat. Jika percobaan tidak berhasil, suatu antipsikotik, yang biasanya dari kelas lain, dapat dicoba. Tetapi, pengalaman yang tidak menyenangkan yang dirasakan pasien pada dosis pertama obat antipsikotik adalah berhubungan erat dengan respon buruk dan ketidakpatuhan di masa depan. Pengalaman negatif dapat termasuk perasaan negatif subjektif yang aneh, sedasi berlebihan, atau suatu distonia akut. Jika reaksi awal yang parah dan negatif ditemukan, klinisi dapat mempertimbangkan untuk mengganti obat menjadi obat antipsikotik yang berbeda dalam waktu kurang dari empat minggu. (4) Pada umumnya, penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan, walaupun beberapa dokter psikiatrik menggunakan thioridazine (Mellaril) untuk mengobati insomnia pada pasien yang mendapatkan antipsikotik lain untuk pengobatan gejala skizofrenia. Pada pasien yang diikat pengobatan secara khusus, kombinasi antipsikotik dan obat lain, sebagai contoh carbamazepin (Tegretol) mungkin diindikasikan. (5) Pasien harus dipertahankan pada dosis efektifyang serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama epiode psikotik. Pemeriksaan awal. Walaupun terdapatnya gangguan dari efek neurologis dan terbayangnya kemungkinan tardive dyskinesia, obat antipsikotik adalah cukup aman,

khususnya jika diberikan selama periode waktu yang cukup singkat. Jadi, dalam situasi gawat darurat, klinisi dapat memberikan obat, dengan pengecuaian clozapine, tanpa melakukan pemeriksaan fisik atau laboratorium pada diri pasien. Tetapi, pada pemeriksaan biasa,klinisi harus mendapatkan hitung darah lengkap dengan indeks sel darah putih, tes fungsi hati, dan elektrocardiogram (ECG), khususnya pada wanita yang lebih dari 40 tahun dan laki-laki yang berusia lebih dari 30 tahun. Kontraindkasi utama untuk antipsikotik adalah (1) riwayat respon alergi yang serius, (2) kemungkinan bahwa pasien telah mengingesti zat yang akan berinteraksi dengan antipsikotik sehingga menyebabkan depresi sistem saraf pusat, sebagai contoh: alkohol, opioid, opiat, barbiturat, benzodiazepin atau menyebabkan delirium- antikolinergik, sebagai contoh: scopolamine (Donnagel) dan kemungkinanphencyclidine (PCP), (3) resio tinggi untuk kejang dari penyebab organik atau idiopatik, dan (4) adanya glaukoma sudut sempit jika digunakan suatu antipsikotik dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Kegagalan percobaan obat. Dalam keadaan akut, hampir seluruh pasien berespon terhadap dosis berulang suatu antipsikotik, tiap satu sampai dua jam dengan pemberian intramuskular (IM) atau tiap dua sampai tiga jam dengan pemberian peroral. Suatu benzodiazepin kadang-kadang diperlukan untuk mensedasi pasien lebih lanjut. Kegagalan pasien untuk berespon dalam keadaan akut harus mengarahkan klinisi untuk mempertimbangkan kemungkinan suatu lesi organik. Ketidakpatuhan dengan antipsikotik adalah alasan utama untuk terjadinya relaps dan kegagalan percobaan obat. Alasan utama lainnya untuk kegagalan percobaan obat adalah waktu percobaan yang tidak mencukupi. Biasanya merupakan suatu kesalahan dengan meningkatkan dosis atau untuk mengubah medikasi antipsikotik dalam dua minggu pertama pengobatan. Jika pasien membaik dengan regimen yang sedang digunakan pada akhir dua minggu, melanjutkan pengobatan dengan penanganan yang sama kemungkinan akan mendapatkan perbaikan klinis yang stabil. Tetapi, jika pasien menunjukkan sedikit perbaikan atau tanpa perbaikan dalam dua minggu, alasan yang mungkin untuk kegagalan obat, termasuk ketidakpatuhan, harus dipertimbangkan. Pada pasien yang tidak patuh penggunaan preparat cairan atau bentuk depot dari fluphenazine (Prolixin) atau haloperidol (Haldol) mungkin diindikasikan. Karena perbedaan dalam metabolisme obat, klinisi harus mendapatkan tingkat obat dalam plasma jika tersedia kemampuan laboratrium. Kadar

antipsikotik dalam plasma hanya memberikan suatu ukuran kasar dari kepatuhan, absorpsi, dan metabolisme. Tidak terdapat rentang kadar obat dalam darah yang jelas ditentukan bagi antipsikotik seperti yang terdapat pada beberapa antidepresan. Setelah menghilangkan alasan lain yang mungkin bagi kegagalan terapi antipsikotik, klinisi dapat mencoba antipsikotik kedua dengan struktur kimiawi yang berbeda dari obat yang pertama. Strategi tambahan adalah suplementasi antipsikotk dengan litium (Eskalith), suatu antikonvulsan seperti carbamazepine atau valproat (Depakene), atau suat benzodiazepine. Pemakaian terapi antipskotik dosis-mega (sebagai contoh, 100-200mg haloperidol)jarang diindikasikan, karena hampir tidak ada data yang mendukung praktik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai