Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MIKROBIOLOGI DASAR

(Perkembangan Vaksin dan Mekanisme Kerja Vaksin dalam Tubuh)

Disusun oleh : Rena Fitriani (260110110028)

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

VAKSIN
A. Definisi Vaksin berasal dari kata vaccinus yang berarti berasal dari sapi. Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan selsel degeneratif (kanker). B. Mekanisme Kerja Vaksin dalam Tubuh Penemuan mengenai penyebab dan pencegahan penyakit-penyakit menular. Sekitar tahun 1880 oleh Pasteur yaitu ia mengisolasi bakteri yang menjadi penyebab kolera ayam dan menumbuhkannya pada biakan murni. Ia menemukan bahwa entah bagaiman bakteri dapat kehilangan virulensinya, atau kemampuannya menimbulkan penyakit, setelah dibiarkan tumbuh dan menjadi tua. Tetapi bakteri yang teratenuasi (kurang virulen) masih dapat merangsang inangnya (dalam hal ini ayam) untuk membentuk antibodi, substansi yang melindungi inang terhadap infeksi berikutnya oleh organisme virulen yang sama. Dengan mekanisme ini lah vaksin melindungi tubuh inangnya dari serangan penyakit (yang disebabkan oleh organisme virulen yang sama) pada inang yang telah divaksinasi. Vaksin seperti latihan sistem kekebalan. Vaksin menyiapkan tubuh agar siap melawan penyakit tanpa memaparkan gejala-gejala penyakit tertentu. Berikut cara kerjanya. Saat penyusup asing seperti bakteri atau virus memasuki tubuh, sel kekebalan Lymphocytes merespon dengan memproduksi molekul protein (antibodi). Antibodi inilah yang melawan penyusup (antigen) dan melindungi agar

tak terjadi infeksi lebih lanjut. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), individu sehat bisa menghasilkan jutaan antibodi sehari guna melawan infeksi akibat masuknya antigen yang tak diketahui ke dalam tubuh secara efisien. Namun saat pertama tubuh menghadapi penyusup ini, butuh beberapa hari agar antibodi mau merespon. Pada antigen yang benar-benar 'menjijikkan', seperti campak atau batuk, beberapa hari agar antibodi muncul terasa terlalu lama. Pasalnya, infeksi bisa menyebar, bahkan membunuh seseorang sebelum sistem kekebalan sempat melawannya. Saat itulah, vaksin datang. Menurut Childrens Hospital of Philadelphia Vaccine Education Center, vaksin terbuat dari antigen mati atau lemah. Antigen ini tak bisa menyebabkan infeksi, namun sistem kekebalan tubuh masih menganggapnya sebagai musuh dan meresponnya dengan antibodi. Setelah ancaman berlalu, banyak antibodi pergi, namun sel kekebalan meminta sel memori tetap tingggal. Saat tubuh menghadapi antigen kembali, sel memori menghasilkan antibodi dengan cepat dan menyerang penyusup sebelum terlambat. Vaksin juga bekerja di tingkat komunitas. C. Perkembangan Vaksin Perkembangan Pembuatan Vaksin yang dikenal selama lebih dari 2 abad: a) Attenuated vaccine, vaksin yang agen infeksinya dilemahkan (OPV) b) Killed vaccine, vaksin yang agen infeksinya dimatikan (DPT) c) Sub-unit vaccine, vaksin yang terdiri dari bagian-bagian dari agen infeksi (HepB) termasuk di dalam kelompok ini adalah vaksin rekombinan, vaksin peptida, vaksin DNA dan edible vaccine. Kelebihan attenuated vaccine adalah bahwa agen infeksi yang dikandung dalam vaksin tersebut sama dengan tipe liarnya, tetapi tidak lagi mampu menimbulkan penyakit (karena mengalami mutasi atau dimutasikan) tetapi mempunyai jumlah imunogen yang sama. Ada berbagai cara yang dilakukan untuk melemahkan kemampuan mikroorganisme penyebab penyakit, cara ini dikenal dengan Attenuation. Diantaranya adalah dengan cara pemanasan, diekspos dengan cahaya tertentu, dengan zat kimia dan sebagainya. Teknik ini pertama kali

ditemukan oleh Louis Pasteur antara tahun 1877-1887. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep ini telah berkembang dengan pesat. Selanjutnya karena agen infeksinya masih hidup maka di dalam tubuh resipien akan bertambah banyak, sehingga memberikan imunogen dalam jumlah hampir tidak terbatas. Dengan demikian dapat diharapkan respon imun yang muncul akan cukup kuat. Kekurangan dari vaksin ini adalah agen infeksi yang terkandung di dalamnya tersebut mempunyai kemungkinan untuk mengalami mutasi balik ke sifat virulennya sehingga dapat menyebabkan penyakit. Demikian pula vaksin ini tidak dapat diberikan pada resipien yang immunocompromized. Sedangkan killed vaccine, mempunyai agen infeksi yang sama dengan tipe liar tetapi telah dimatikan, sehingga tidak dapat menimbulkan penyakit. Tetapi karena tidak dapat tumbuh lagi dalam tubuh resipien maka jumlah imunogen yang dimasukkan terbatas, sehingga harus diberikan berulang-ulang agar dapat diperoleh respon imun yang memadai. Selain itu pereaksi-pereaksi yang digunakan untuk proses inaktivasi dan pemurnian dapat menimbulkan adverse effects. Kedua cara tersebut di atas masih menyisakan satu problem, yaitu tidak semua agen infeksi dapat dikulturkan dengan baik, utamanya agen-agen infeksi yang berupa virus. Keadaan tersebut menyebabkan tidak memungkinkan membuat vaksin dengan kedua metode di atas. Oleh karena itu dicari metode alternatifnya, yaitu dengan membuat vaksin sub unit. Vaksin sub unit adalah vaksin yang terdiri dari bagian-bagian agen infeksi, misalkan protein membran, pili, fimbriae, toksin dan lainnya. Vaksin sub unit modern terdiri dari bagian yang lebih kecil yaitu protein atau fragmen protein yang bersifat imunogen. Protein atau fragmen protein tersebut diperoleh dari hasil rekayasa genetik. Termasuk dalam vaksin sub-unit adalah vaksin rekombinan, vaksin DNA dan vaksin edibel. Vaksin rekombinan adalah vaksin yang mengandung 1 macam protein atau lebih, hasil rekayasa genetik. Pembuatan vaksin ini dimulai dengan cara menyematkan gen, yang menyandi protein yang bersifat imunogenik, pada

suatu wahana yang disebut vektor. Gen yang disematkan pada vektor bisa lebih dari satu gen sehingga pada akhirnya dapat diperoleh lebih dari satu protein (gambar). Konstruksi ini kemudian dimasukkan ke dalam inang yang cocok, misalkan E. coli, S. cerevisiae atau sel hewan/manusia. Setelah dipropagasi dalam kultur biakan dalam waktu tertentu kemudian dapat diisolasi protein atau proteinprotein yang selanjutnya diformulasikan sebagai vaksin. Vaksin DNA sebenarnya sama dengan vaksin rekombinan. Perbedaannya adalah kalau vaksin rekombinan mengandung protein-protein yang diperoleh dari hasil rekayasa genetik, sedangkan vaksin DNA mengandung rekombinan DNA yang terdiri vektor dan gen penyandi protein. Jika vaksin rekombinan yang dimasukkan ke tubuh resipien adalah protein maka pada vaksin DNA yang dimasukkan adalah DNA nya yang diharapkan di dalam tubuh akan mengekspresikan protein-protein yang bersifat imunogenik.

Gambar 1: Konstruksi rekombinan DNA untuk membuat protein yang akan dibuat sebagai vaksin rekombinan Vaksin edibel pada prinsipnya sama dengan vaksin rekombinan. Perbedaannya adalah inang yang digunakan bukan mikroorganisme tetapi berupa tanaman. Rekombinan DNA yang menyandi protein imunogenik diperlakukan pada tanaman tertentu. Protein yang dihasilkan direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat diekspresikan di dalam buah, umbi ataupun daun. Oleh

karena itu dengan mengkonsumsi buah, umbi ataupun daun sama dengan menjalani vaksinasi. Vaksin peptida adalah vaksin yang komponennya merupakan fragment peptida pendek, yang terdiri dari 15 25 residu asam amino. Dasar pemikiran pembuatan vaksin peptida adalah untuk mengurangi adverse reaction dengan cara memperkecil besarnya protein. Hal ini didasari bahwa epitop yang merupakan bagian dari antigen yang dikenali oleh antibodi dapat dibentuk dari sekurang-kurangnya 8 residu asam amino. Sumber : Anonim. 2011. 'Latih' Sistem Kekebalan, Inilah Cara Kerja Vaksin.www.ristek.go .id/index. php/module/News+News/id/8703. [Diakses tanggal 3 Juli 2012]. Michael J. Pelczar, Jr., dan E.C.S Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press. Yuswanto. Perkembangan Vaksin. http://dc391.4shared.com/doc/nS_TXWAd/ preview .html. [Diakses tanggal 3 Juli 2012].

Anda mungkin juga menyukai