Anda di halaman 1dari 31

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Ulkus kornea merupakan suatu keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dengan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Insidensi ulkus ko rnea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa konta k, dan kadang-kadang idiopatik. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klini s yang baik dibantu slit lamp, sedangkan kausanya atau penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dan kultur. Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah memberantas penyebab ulkus, menekan reaksi peradangan sehingga tidak memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki tajam penglihatan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian terapi yang tep at dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme penye bab. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskuler. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti descemetokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat pertolongan, jeni s mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia. 1

BAB II LAPORAN KASUS II.1. IDENTIFIKASI Nama : Tn. Soleh Umur : 45 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Agama : Islam Bangsa : Indonesia Pekerjaan : Petani Alamat : Luar kota MRS : 19 November 2008 II.2. ANAMNESIS (autoanamnesis, 19November 2008) Keluhan Utama: Mata kiri kabur yang semakin kabur sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit Riwayat Perjalanan Penyakit: Sejak 7 hari SMRS, penderita mengeluh kemasukan lumpur pada mata kiri dikucek-kucek, mata kabur (+), terasa mengganjal (+), merah (+), berair-air (+), kotoran mata (+), nyeri (+) kadang-kadang, silau (+). Lalu penderita pergi ke mantri disuntik dan diberi obat makan tiga macam warna putih, kuning, hijau, dan salep. Sakit berkurang, tapi mata masih kabur dan terasa mengganjal. Sejak 3 hari SMRS muncul bintik putih dibagian tengh hitam mata. Mata semakin kabur, terasa mengganjal (+), merah (+), berair-air (+), nyeri (+), Penderita lalu berobat kepuskesmas dan disarankan kerumah sakit. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat memakai kacamata (-). 2

Riwayat mata kabur (-) Riwayat penyakit serupa sebelumnya (-) Riwayat hipertensi tidak diketahui. Riwayat diabetes melitus tidak diketahui II.3. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan umum : tampak sakit Keadaan sakit : sakit sedang Kesadaran : compos mentis Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 84 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup Pernafasan : 20 x/menit tipe abdomino-torakal Suhu : 36,8oC Status Oftalmologikus OD OS Visus 6/9 PH 6/6 1/300 TIO 18,8 mmHg Tidak dilakukan KBM Simetris GBM Segmen Anterior -Alis mata Tenang Tenang 3

-Kelopak atas -Kelopak bawah -Bulu mata -Konjungtiva tarsal atas -Konjungtiva tarsal bawah -Konjungtiva bulbi -Kornea -BMD -Iris -Pupil - Lensa Tenang Tenang Tenang Tenang Tenang Tenang Jernih Sedang, jernih Gambaran baik Bulat, sentral, refleks cahaya (+) Jernih Blefarospasme, edema Blerafospasme, edema Tenang Tenang Tenang Mixed injeksi (+), Keruh, FT (+) sentral, tepi tidak rata, berbatas tegas,ukuran 6 mm, kedalaman 2/3 stroma, sensibilitas N, infiltrat (+) kuning, Hipopion (+) 1/3 COA, fluid level (+) warna putih Detail sulit dinilai Detail sulit dinilai Segmen Posterior -Refleks fundus -Papil -Makula - Retina RFOD (+) Bulat, batas tegas, warna merah normal, c/d 0,3 , a:v = 2:3 Refleks cahaya (+) Kontur pembuluh darah baik RFOD (-) Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa II.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG -Pemeriksaan kultur dan tes resistensi dengan bahan pemeriksaan sekret mata

-Scraping: pewarnaan gram + KOH 4

-Pro USG II.4 DIAGNOSIS KERJA Ulkus kornea sentral cum hipopion occuli sinistra et causa bakteri + anomali refraksi occuli dextra II.5 DIAGNOSIS BANDING Ulkus kornea sentral cum hipopion occuli sinistra et causa suspect jamur + anomali refraksi occuli dextra Il .6 PENATALAKSANAAN -Masuk Rumah Sakit -Irigasi RL : Povidon Iodine 0,5% pagi sore selama 3 hari -Ofloxacin ED 0,3% gtt I tiap jam OD -Sulfas atropin 0,5 % 2x1 gtt OD -Asam mefenamat 3 X 500 mg -Artificial tears ED 6x1 gtt OD -Vitamin C 3x500mg II.7. PROGNOSIS Quo ad vitam : bonam Quo ad functionam, : dubia et bonam Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik penderita pada mata kiri ditemukan trias keratitis berupa blefarospasme, lakrimasi, dan fotofobia. Merah pada pata merupakan reaksi peradangan akibat masuknya infeksi pada daerah erosi. Nyeri yang dirasakan merupakan hasil dari rangsangan saraf sensoris kornea, yaitu N. Oftalmika. Adanya gejala mata berair-air merupakan 5

mekanisme mata untuk memberikan perlindungan kornea setelah glandula lakrimalis dirangsang akibat adanya iritasi. Adanya kekeruhan pada kornea menyebabkan gejala mata kabur, dan seiring dengan bertambahnya kekeruhan, mata penderita pun semakin kabur sehingga menyebabkan penderita berobat ke rumah sakit. Kondisi generalis penderita dalam batasan normal, sehingga dugaan gangguan mata akibat adanya kelainan sistemik dapat disingkirkan. Sementara pada mata kanan didapatkan visus yang tidak maksimal, namun mengalami kemajuan ketika diuji menggunakan pinhole. Hali ini mengindikasikan ada gangguan refraksi pada mata kanan. Adanya diskontinuitas jaringan, serta hipopion yang fluid level pada bilik mata depan memberikan gambaran ulkus kornea pada penderita ini. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah spoeling RL-betadine 0,5 % sebagai antiseptik dan untuk membersihkansekret. Terapi awal yang diberikan adalah antibiotik spektrum luas, yaitu ofloksasin, karena walaupun hasil laboratorium belum diketahui, namun dari gejala klinis dan pemeriksaan oftalmologis, dapat disimpulkan bahwa ulkus ini dsebabkan oleh bakteri. Sulfas Atrofin juga diberikan untuk mencegah sinekia posterior akibat reaksi peradangan yang terjadi pada bilik mata dpandan mengurangi rasa sakit akibat spasme silier. Vitamin diberikan untuk meningkatkan imunitas tubuh. Pemberian asam mefenamat dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Untuk menghindari kekeringan mata akibat adanya iritasi, diberikan artificial tears pada penderita ini. BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Anatomi Kornea 6

Kornea merupakan jaringan yang transparan, yang bentuknya hampir sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal (12 mm) daripada arah vertikal dan mengisi bola mata di bagian depan. Kornea memiliki kemampuan refraksi yang sangat kuat, yang menyuplai 2/3 atau sekitar 70% pembiasan sinar dilakukan oleh kornea. Karena kornea tidak memiliki pembuluh darah, maka kornea akan berwarna jernih dan memiliki permukaan yang licin dan mengkilat. Bila terjadi perubahan pada permukaan kornea, walaupun sedikit, akan mengakibatkan gangguan pembiasan sinar dan menyebabkan turunnya tajam penglihatan secara nyata. Kornea sangat sensitif karena terdapat banyak serabut sensorik. Saraf sensorik ini berasal dari nervus siliaris longus yang berasal dari nervus nasosiliaris yang merupakan cabang saraf ofthalmikus dari nervus trigeminus. Ketebalan kornea di bagian sentral hanya 0,5 milimeter, yang terdiri dari lima lapisan, yaitu lapisan epitel, membran bowman, stroma, membran desemet, dan lapisan endotel. 7

a. Lapisan Epitel, merupakan lapisan sel yang menutupi permukaan kornea. Lapisan ini terdiri dari sekitar 5-6 lapisan sel tipis yang akan cepat berdegenerasi bila kornea mengalami trauma. Bila penetrasi trauma lebih dalam maka akan meninggalkan parut (scar). Parut yang timbul akan meninggalkan area opak yang menyebabkan kornea kehilangan kejernihannya. Lapisan epitel ini tersusun dari sel epitel gepeng, sel sayap, dan sel basal. b. Membran Bowman, tepat terletak di bawah lapisan epitel. Karena lapisan ini sangat kuat dan sulit untuk dipenetrasi, maka lapisan ini melindungi kornea dari trauma yang lebih dalam, namun lapisan ini tidak memiliki daya regenerasi. c. Stroma, merupakan lapisan kornea yang paling tebal yang tersusun dari fibril-fibril kolagen yang tersusun sangat teratur. Susunan inilah yang membuat kornea menjadi lapisan yang jernih dan dapat dilalui cahaya. d. Membran Desemet, merupakan lapisan elastik kornea yang transparan. Lapisan ini paling resisten terhadap trauma dan proses patologis lainnya dibandingkan bagian lain dari kornea. Bila terjadi kerusakan stroma oleh ulkus, maka membran desemet ini masih dapat bertahan. Akibat dari tekanan intraokuler membran ini akan menonjol keluar yang disebut desemetokel. 8

e. Endothel, terdiri dari selapis sel heksagonal yang memompakan cairan dari kornea dan menjaganya agar tetap bersih. Bila lapisan ini mengalami kerusakan atau terkena penyakit, maka lapisan ini tidak akan mengalami regenerasi. Penyakit kornea adalah penyakit mata yang serius, karena dapat menimbulkan gangguan tajam penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan. Penyakit pada kornea salah satunya adalah peradangan pada kornea. III.2 Ulkus Kornea Ulkus kornea merupakan keadaan patologis pada kornea yang ditandai oleh diskontinuitas jaringan, adanya penggaungan, dan infiltrat yang supuratif. Patofisiologi Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea mengalami gangguan, risiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab yang mungkin seperti trauma langsung pada kornea, penyakit alis mata yang kronis, abnormalitas tear film yang mengganggu keseimbangan permukaan bola mata dan trauma hipoksia akibat pemakaian lensa kontak. Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat antigen dan akan melepaskan enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi antigen antibodi yang mengawali proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan membentuk infiltrat. PMN berfungsi memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma dihancurkan oleh bakteri dan enzim leukosit dan proses degradasi berlanjut meliputi nekrosis dan penipisan. Karena penipisan lapisan ini, dapat terjadi perforasi menyebabkan endoftalmitis. Bila kornea telah sembuh, dapat timbul jaringan sikatrik yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Bakteri gram positif lebih banyak menjadi penyebab infeksi bakterialis di dunia bagian selatan. Psaeudomonas aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus kornea dan keratitis karena lensa kontak. 9

Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk tukak pada kornea, yaitu sentral dan marginal/perifer. Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, dan virus. Sedangkan perifer umumnya disebabkan oleh reaksi toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer biasanya disebabkan oleh kuman Stafilococcus aureus, H. influenza, dan M. lacunata. Gambar 1 berikut ini menunjukkan patofisiologi terjadinya ulkus kornea. Reaksi homograft, Herpes Trauma kimia dan stroma, dan auto-immune keratitis kalor, infeksi bakteri, Ag: Ab kompleks Aktivasi Komplemen Denaturasi Jaringan

Kemotaksis Leukosit

aktivasi

DESTRUKSI KOLAGEN DAN PROTEOGLIKAN hidrolase Gambar 1. Patofisiologi Terjadinya Ulkus Kornea. Pelepasan Enzim Lisosom (kolagenase dan hidrolase lainnya EPITELIUM & KERATOSIT 10

III.2.1 Ulkus Sentral Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus, pneumonia, virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik. Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Ulserasi supuratif sentral dahulu hanya disebabkan oleh S. pneumonia. Tetapi akhir-akhir ini sebagai akibat luasnya penggunaan obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-kurangnya di negara-negara maju), bakteri, fungi, dan virus oportunistik cenderung lebih banyak menjadi penyebab ulkus kornea daripada S pneumonia. Ulkus kornea sentral dengan hipopion Ulkus sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi terletak di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak selalu) menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang tampak sebagai lapisan pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk ulkus sentral kornea bakteri dan fungi.meskipun hipopion itu steril pada ulkus kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membran desemet, pada ulkus fungi lesi ini mungkin mengandung unsur fungus. 11

Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus kornea yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang konstruksi, industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata. Terjadinya ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena erosi epitel kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di dalam kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang menimbulkan ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superficial. Ulkus sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri khas. Stroma kornea di sekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan biasanya terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus gram (+) dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah Cefazolin, Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime. Ulkus kornea sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada sebelumnya, banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena kortikosteroid topical. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit infiltrat pada kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar ulkus teraba padat saat dilakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+) satu-satu, berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina infeksiosa telah ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topical jangka panjang, penyebab umumnya adalah Streptococcus alfa-hemolyticus. 12

Ulkus Kornea Fungi Ulkus kornea fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini makin banyak diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masuknya mikroorganisme sedikitsedikit.

Ulkus kornea akibat jamur (fungi) Ulkus fungi itu indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat, di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama merupakan plak endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama, disertai dengan reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea. Kebanyakan ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida, Fusarium, Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini. Kerokan dari ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas. 13

Ulkus Kornea Virus A. Keratitis Herpes Simpleks Ada dua bentuk keratitis herpes simpleks, yaitu primer dan rekurens. Keratitis ini adalah penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling umum di Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang memiliki ciri-ciri imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya. Perbedaan satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama karena stroma kurang vaskuler sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel selain di jaringan lain dalam segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel. Kortikosteroid topikal dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal harus ditambahkan obat anti virus. Temuan Klinik Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan dan bermanifestasi sebagai blefarokonjungtivitis vesikuler kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya terdapat pada anak-anak muda. Terapi anti virus topikal dapat dipakai untuk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea. Gejala pertama umumnya iritasi, fotofobia dan berair-air. Bila kornea bagian pusat terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulus dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Ulkus geografik adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea menurun. Lesi epitelial kornea lain yang dapat 14

ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial keratitis filamentosa. Terapi

blotchy , keratitis stelata dan

Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea sambil memperkecil efek merusak respons radang. Debridement Cara efektif mengobati keratitis adalah debridement epitelial karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropin 1% diteteskan ke dalam sakus konjungtiva dan ditutup sedikit dengan tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumnya dalam 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi Obat Agen anti virus topikal yang dipakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine dan acyclovir. Replikasi virus dalam pasien imunokompeten khususnya bila terbatas pada epitel kornea umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu bahkan berpotensi sangat merusak. Penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus Terapi Bedah Keratoplasi penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat pada keratitis herpes simpleks. 15

B. Keratitis Virus Varicella-Zoster Infeksi virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer (varicella) dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella namun sering pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada pseudodendritlinier yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan stroma disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel yang awalnya hanya subepitel. Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sembuh. Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes zoster oftalmik. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati untuk mengobati keratitis berat, uveitis dan glaukoma sekunder. III.2.2 Ulkus Kornea Perifer Ulkus Dan Infiltrat Marginal Kebanyakan ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hany a pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya setelah 7 sampai 10 hari. Terapi terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi masalah ini, untuk beberapa kasus diperlukan kortikosteroid topikal untuk mempersingkat perjalanan penyakit dan mengurangi gejala. Sebelum memakai kortikosteroid perlu dibedakan keadaan 16

ini yang dulunya dikenal sebagai ulserasi kornea catarrhal dari keratitis marginal. Ulkus Mooren Penyebab ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini termasuk ulkus marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus dan kornea perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata. Ulkus mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Terjadinya ulkus Mooren didahului oleh infeksi atau trauma mata (Schanzlin,1983; Smolin, 1986). Hal ini dapat diterangkan karena jaringan kornea telah diubah sedemikian rupa sehingga lama tidak dikenal oleh respon imun sendiri. Beberapa peneliti menunjukkan, bahwa epitel kornea memiliki antigen yang spesifik. Antigen ini dapat tersebar difus berada di 1/3 bagian depan stroma kornea yang bentuknya berubah-ubah dan memegang peranan terjadinya respon imun tersebut. Dengan demikian asumsi logiknya adalah mengingat penyakitnya terbatas pada epitel kornea dan 1/3 bagian depan stroma, maka pengambilan jaringan tersebut dapat menyebabkan pengurangan proses penyakitnya. Banyaknya sel plasma dan eosinofil di jaringan konjungtiva dan kornea menunjukkan bahwa penderita ulkus Mooren mempunyai penyakit imunitas. Sel plasma dapat berikatan dengan complement binding antigen di kornea yang kemudian menarik leukosit polimorfnuklear. Pada beberapa penderita ulkus Mooren diketemukan komplemen di epitel kornea IgM dan IgG. Menurut Bloomfield, ulkus Mooren merupakan reaksi tipe III yang aktin. Beberapa pengamat menyimpulkan bahwa konjungtiva memegang peranan penting dalam proses imunopatologinya. Brown et al. (dalam Schanzlin, 1983) melaporkan adanya banyak sel plasma di konjungtiva dekat daerah ulkus kornea dan konjungtiva menunjukkan aktivitas kolagenolitik. 17

Gambaran klinik ulkus Mooren berupa ulkus non purulen, khronik, progresif dan letaknya marginal. Infiltrat mulai dari stroma kornea bagian depan, merusak epitel di atasnya, kemudian meluas sirkumlimbal dan sentripetal. Kira-kira 35% ulkus Mooren bersifat dwipihak. Di antara ulkus dan limbus kornea terdapat bagian kornea yang tidak terkena dan keadaan ini yang membedakan dengan ulkus marginalis yang disertai dengan artritis rematoid, atau ulkus perifer Terrien. Ulkus Mooren mulai dari sebelah nasal atau temporal. Cirinya adalah ulkus yang menggaung, mengenai 1/3 atau 1/2 tebal kornea (Schanzlin, 1983; Smolin, 1986). Beberapa bagian ulkus masih aktif, sedangkan bagian lain menyembuh. Ulserasi ini berlangsung antara 313 bulan. Sensasi kornea masih normal atau sedikit menurun. Adanya hipopion atau perforasi jarang terjadi. Kadang-kadang rasa sakit demikian berat, sehingga tidak responsif dengan pengobatan anestetika lokal atau antiflogistik. Diagnosis banding ulkus Mooren meliputi: (1) Ulkus kataral stafilokok yang tidak progresif, tepi ulkus tidak menggaung; (2) Degenerasi Terrien di sebelah nasal atas, berkembang sirkqmlimbal, dengan vaskularisasi, tepinya tidak menggaung, lebih benigna; (3) Ulkus perifer karena infeksi (pneumokok, gonokok) dengan eksudat yang purulen; (4) Ulkus marginalis karena artritis reumatoid, yang sifatnya dwipihak (50%), terutama pada wanita. Menurut Smolin (1986), penanganan ulkus Mooren mula-mula dengan steroid topikal (prednisolon asetat 1%) setiap jam, kemudian dinaikkan setiap 30 menit. Kalau mengalami penyembuhan diadakan penurunan dosis untuk kemudian dihentikan. Bilamana tidak membawa respon dapat dilakukan eksisi konjungtiva. Bilamana keduanya tidak berhasil, dapat diberi terapi imunosupresif sistemik, setelah konsultasi internis atau onkologis. Penggunaan imunosupresif dapat menggunakan kombinasi siklofosfamid 100 mg/hari. Selanjutnya Smolin (1986)mengatakan bahwa penderita ulkus Mooren berusia lanjut dan satu pihak lebih responsif terhadap terapi. Sedang 18

yang dwipihak mungkin tidak responsif terhadap semua jenis terapi. Penggunaan lensa kontak hidrofilik pada ulkus Mooren mungkin dapat mengurangi rasa sakit yang hebat, namun hal ini tidak mempengaruhi jalan penyakitnya. Keratektomi dan pembuatanflap konjungtiva juga tidak membawa hasil. Belakangan ini telah dilakukan eksisi konjungtiva limbus melalui bedah dalam usaha untuk menghilangkan substansi perangsang. Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai dengan hasil baik pada kasus tertentu. Terapi imunosupresif sistemik ada manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut. Ulkus kornea marginal dengan penyakit reumatik 19

APPARATUS LAKRIMAL

Apparatus lakrimal terdiri dari bagian sekretoir dan ekskretoir. Bagian sekretoir; terdiri dari glandula lakrimal dan duktus lakrimal. Bagian ekskretoir terdiri dari: 1. Pungtum lakrimal, superior dan inferior Pada masing-masing palpebra superior dan inferior terdapat suatu pungtum terletak di bagian medial tampak seperti papilla yang muncul di permukaan dengan lubang terletak di tengah mengarah ke kanalikuli. Ketika kelopak mata ditutup maka pungtum bagian atas dan bawah tidak bersentuhan satu dengan yang lainnya Pungtum dapat terlihat dengan menginversikan kelopak mata. Pungtum bagian atas terlihat turun ke bawah dan ke belakang, sedangkan pungtum bagian bawah terlihat ke atas dan ke belakang. Otot orbikularis okuli menekan pungtum ke belakng menuju sakus lakrimalis. 20

2. Kanalikuli lakrimal superior dan inferior Kanalikuli melekat di lakrimal pars tepi kelopak mata. Kanalikuli panjangnya 8-10 mm. Kanalikuli terletak di belakang ligamentum palpebra medialis dan di kelilingi oleh serabut pars lakrimalis muskulus orbikularis okuli. Dinding kanalikuli tipis dan elastik dan dibatasi oleh epitel squamosa stratified. Saat mata dikejapkan, kanalikuli tertarik ke medial, memndek dan tertekan oleh bagian lakrimal orbikularis okuli. Gerakan pompa ini membantu dilatasi sakus lakrimal. Pada vertikal kanalikuli terdapat ampulla yang disebut ampulla kanalikuli lakrimal yang panjangnya 2 mm dan membentuk lebih banyak bagian prksimal dari sistem saluran lakrimal. 3. Sakus lakrimal terletak di fossa anterior os lakrimal, tertutup oleh ligamentum tarsalis medialis dan m. orbikularis okuli Sakus lakrimal panjangnya sekitar 12-15 mm, terletak di fossa lakrimalis di bagian anterior dinding medial orbita yang dibentuk oleh tulang lakrimal dan prosessus frontalis maxilla. Bila berisi cairan maka sakus lakrimalis panjangnya 1,5 mm (secara vertikal) dan lebarnya 5-6 mm. Sakus lakrimal dibungkus oleh bagian periorbital dikenal sebagai fascia lakrimal yang bercabang pada crest lakrimal posterior dan mengelilingi joint sac di crest lakrimal anterior. Lapisan anterior dikenal sebagai fascia lakrimal anterior dan lapisan posterior dikenal sebagai fascia lakrimal posterior. 4. Duktus nasolakrimal Duktus nasolakrimalis panjangnya sekitar 12-18 mm, menghubungkan ujung bawah sakus lakrimalis dengna meatus nasal inferior. Bagian tengah lebih sempit daripada kedua ujungnya. Letak duktus ini terbuka di dalam meatus nasal inferior di bawah dan samping dari tulang turbinate inferior. Pembukaan duktus nasolakrimalis ini dijaga oleh flap mukus membran yang disebut plika lakrimalis yang jika berkembang dengan baik akan berperan sebagai katup yang mencegah masuknya udara ke sakus lakrimal saat udara tersebut masuk ke hidung. 21

5. Meatus inferior, yang bermuara di bawah concha nasalis inferior, di dalam ruang hidung Glandula lakrimal terdiri dari dua bagian: a. Bagian atas, yang besar, letaknya di fossa lakrimal os frontalis b. Bagian bawah, terletak di bawah konjungtiva forniks superior, bagian temporal Kelenjar lakrimal merupakan sebuah kelenjar esokrin di bagian depan dan luar dari orbita yang membentuk sebuah rongga disebut kelenjar lakrimal fossa. Kelenjar lakrimal bersentuhan langsung dengan bagian atas dan luar bola mata. Mempunyai dua bagian yang dipisahkan oleh otot levator palpebra. Pada bagian depan dari palpebra terlihat konjungtiva pada bagian lateral dari forniks superi or. Sekitar 10 sampai 12 saluran kelenjar lewat dari orbita sepanjang bagian palpebr a untuk membuka ke dalam konjungtiva forniks superior. Saluran kelenjar tambahan dari bagian palpebra juga membuka secara bebas ke dalam forniks superior. Beberapa saluran juga membuka ke bagian lateral dari forniks superior. Kelenjar Krause dan kelenjar Worlfing merupakan kelenjar lakri mal kecil yang berada di konjuntiva di antara forniks superior. Sebagai tambahan kelenjar lakrimal utama, banyak kelenjar lakrimalasesori kecil yang tersebar di seluruh kantong konjungtiva, terutama dalam hubungannya dengan forniks konjungtiva. Adanya kelenjar-kelenjar kecil ini cukup untuk menja ga kornea tetap basah saat kelenjar utama menjadi tidak berfungsi karena suatu peny akit. Sekretnya dikeluarkan melalui 6-12 saluran yang berjalan ke bawah dan bermuara di konjungtiva forniks superior bagian temporal. Pada bayi yang baru la hir, air mata belum terbentuk dan baru terbentuk pada umur 3 minggu. Dengan berkedip, air mata disalurkan ke seluruh bagian anterior mata dan berkumpul di sakus lakri mal. Dengan berkedip, m. orbikularis okuli menekan pada sakus lakrimal, sehingga menimbulkan tekanan negatif di dalamnya. Pada waktu mata dibuka, dengan adanya tekanan negatif ini, air mata dapat terserap pungtum lakrimal dan seterusnya sam pai ke meatus inferior yang bermuara di bawah concha nasalis inferior. Air mata tida k 22

meleleh melalui hidung karena rongga hidung mengandung banyak pembuluh darah, sehingga suhunya panas, ditambah dengan pernafasan sehingga mempercepat penguapan. Air mata tidak meleleh melalui pipi juga, karena isi dari glandula Meibom, menjaga tertutup rapatnya margo palpebra pada waktu berkedip. Air mata yang membasahi epitel konjungtiva dan kornea dengan ketebalan 710 mikrometer terdiri dari campuran air mata yang dibentuk kelenjar air mata, sekre si kelenjar Goblet, dan kelenjar Meibom. Air mata ini berguna untuk: 1. Membuat permukaan kornea menjadi licin 2. Membasahi permukaan konjungtiva dan kornea, epitel pada jaringan tersebut 3. Untuk mencegah berkembangnya mikroorganisme kornea karena sifatnya antibakteri Air mata mengandung protein, gamma globulin laktoferin, betalisin, glukosa, ion kalium, Lisozim 23

untuk menghindari kerusakan pada konjungtiva dan (IgA, IgG, IgE), lisozim, natrium, chlor. Ph: 7,35. Isotonis.

bersama gamma globulin IgA menyebabkan lisis dari bakteri. Betalisin juga mempunyai anti bakteri seperti lisozim. Laktoferin merupakan suatu protein yang bersifat bakteriostatik. Air mata yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva terdiri dari 3 lapisan: 1. Lapisan superfisial terdiri dari sekret glandula Meibom dan Zeis. Lapisan ini mengandung lipid polar dan non polar. Terdiri dari ester, triasilgliserol, sterol ester, dan fatty acid. Lapisan ini berfungsi mengurangi evaporasi lapisan air yang berada di bawahnya, melicinkan gerakan kelopak mata di atas kornea dan permukaan konjungtiva, melindungi lapisan aqueous. 2. Lapisan tengah mengandung cairan yang dikeluarkan oleh kelenjar air mata. Merupakan lapisan yang paling tebal dan terbesar. Terdiri dari air dan substansi lainnya seperti protein (antara lain lipocalin, laktoferin, lisozim, d an lacritin) dan elektrolit yang disekresi oleh kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal asesoris yang terletak di bawah tulang rima orbita di bawah alis, tepatnya di bawah kelopak mata atas. Fungsi dari lapisan ini adalah untuk menjaga agar mata tetap lembab dan nyaman, menyuplai oksigen ke kornea, meregulasi tekanan osmotik, juga untuk menbersihkan debu, debris, atau benda asing yang masuk ke mata. Defek pada lapisan aqueous merupakan penyebab utama dry eye syndrome. 3. Lapisan terdalam yang terdiri dari kelenjar mucin, yang dibentuk oleh sel Goblet dan membasahi seluruh permukaan epitel kornea dan konjungtiva. Lapisan mukus ini disekresikan oleh sel-sel goblet yang terdapat pada konjungtiva bulbi dan konjungtiva palpebra. Sel goblet menghasilkan musin dengan unsur seperti parasimpatik agonis, histamin, iritasi kimia dan prostaglandin. Sel sekresi lipid akan mengalami penghancuran dan berubah bentuk menjadi alveolus secretory center di dalam duktus. Pergerakannya difasilitasi dengan otot orbikularis okuli. Merupakan lapisan air mata yang paling dalam. Fungsinya melindungi kornea dengan cara membuat lapisan hidrofilik yang penting untuk distribusi air mata dapat menempel pada bola 24

mata. Mukus juga berinteraksi dengan lapisan lemak untuk menurunkan tegangan permukaan dalam memelihara stabilitas lapisan air mata. DRY EYE SYNDROME Definisi Merupakan suatu kondisi dimana terdapat abnormalitas pada tear film yang menyebabkan ketidaknyamanan pada mata. Walaupun mata kering dapat terjadi pada laki-laki maupun pada perempuan pada setiap usia, perempuan lebih sering terkena sindrom ini terutama setelah menopause.. Produksi air mata berkurang secara normal seiring dengan pertambahan usia. Mata kering dapat juga dihubungkan dengan arthritis, dan kadang-kadang dengan mulut kering karena produksi ludah berkurang. Pasien dengan mata kering, mulut kering dan radang sendi disebut menderita sindrom Syorgen. Pengobatan kadang-kadang menyebabkan mata kering dengan mengurangi sekresi air mata. Tetapi karena obat-obatan ini penting, maka kondisi ini dapat ditoleransi atau diberikan artificial tears. Jenis obat-obatan yang dapat menyeb abkan mata kering antara lain; betablockers, antihistamin, obat tidur, obat-obatan sya raf, penghilang nyeri, atau alkohol. Orang-orang dengan mata kering lebih mudah terke na efek samping toksik dari obat-obat mata, termasuk artificial tears. Ada dua macam air mata: yang secara konstan melubrikasi mata dan yang diproduksi sebagai respon terhadap iritasi atau emosi. Mata yang sehat secara ko nstan memproduksi air mata yang melubrikasi. Ketika benda asing mengiritasi mata atau saat seseorang menangis, lebih banyak air mata yang diproduksi. Adapun gejala dry eyes meliputi: -Rasa terbakar -Iritasi mata -Mata berair-air, pada saat membaca, mengemudi, atau menonton televisi -Adanya sekret di sekitar mata -Kesulitan dalam memakai lensa kontak 25

Produksi air mata yang berlebihan merupakan salah satu gejala mata kering, bila produksi air mata di bawah normal, kelenjar lakrimal akan terangsang untuk memproduksi air mata karena iritasi ini. Walaupun permukaan mata dasarnya kering , mata akan berair dan ini sebenarnya terjadi karena iritasi oleh mata kering. Mendeteksi Mata Kering Dilakukan tes Schirmer untuk mengukur produksi air mata. Kertas filter selebar 5 mm diletakkan di sakus konjungtiva inferior, menggantung di palpebra inferior. Ditunggu 5 menit. Normal basahnya kertas filter ini sepanjang 15 mm. Pengobatan Dasar dari pengobatan mata kering adalah pemberian air mata buatan. Obat tetes mata buatan dapat dibeli tanpa resep dan digunakan sebagai pelumas mata se rta menggantikan cairan yang hilang. Air mata buatan ini boleh dipakai sesering yang diperlukan, satu atau dua kali sehari, atau sampai beberapa kali dalam satu jam. Cara lain untuk menjaga mata tetap basah adalah dengan menghemat air mata yang dihasilkan secara alami. Air mata keluar dari mata melalui saluran air mata yang terdapat di kelopak mata, lalu masuk ke hidung. Saluran ini dapat ditutup oleh d okter mata sehingga air mata tidak keluar dan mata dapat lebih lama basah. Pencegahan penguapan air mata dapat juga membantu, pada musim dingin, ketika alat pemanas ruangan dihidupkan, pada radiator dapat dipasang pelembab at au sepanci air untuk menambah kadar uap air di udara. Semua hal yang meningkatkan kekeringan, misalnya kamar yang terlalu panas, alat pengering rambut, angin, dan semua yang menambahkan iritan ke udara dapat menimbulkan rasa kurang nyaman pada penderita mata kering dan salah satu hal yang paling mengganggu adalah asap rokok. Bila ada gejala setiap bangun tidur mata terasa kering, dapat diatasi dengan pemberian salep sebelum tidur. Salep ini akan menimbulkan penglihatan buram untu k sementara waktu, karena itu pemakaiannya dalam jumlah sedikit. 26

Seseorang yang menderita mata kering mungkin hanya memerlukan obat tetes air mata buatan yang bisa dibeli tanpa resep dokter, tetapi mata yang sangat ker ing dapat menimbulkan kerusakan serius pada mata, karena itu sebaiknya anda memeriksakan diri ke dokter spesialis mata. Penggunaan artificial tears memiliki keterbatasan. Artificial tears tidak dapat menggantikan komposisi kompleks air mata alami. Integritas struktur lipid, aqueo us, dan mucin yang penting untuk berfungsinya tear film tidak direproduksi. Arficial tears bekerja dengan menambah volume tear film, tetapi hanya dapat bekerja bila tetap kontak dengan permukaan mata. Satu tetes artificial tears akan kontak deng an permukaan mata hanya dalam beberapa detik saja. Maka agar efektif, diperlukan komponen yang memiliki viskositas yang tepat pada formulasi artificial tears. 27

BAB IV Kesimpulan Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang berupa scrapping dan kultur. Walaupun hasil kultur belum didapatkan, pada kasus ini diagnosa kerjanya adalah ulkus kornea e.c bakteri. Terapinya berupa antibiotik spektrum luas, sulfas atropin, analgetik, dan artificial tears. Prognosis tergantung pada tingkat keparahan, waktu pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab, serta ada atau tidaknya komplikasi timbul. Pada kasus ini, prognosisnya baik. 28

DAFTAR PUSTAKA 1 American Academy Ophthalmology sec 10 chapter XI. San Fransisco: MD Association 2003-2004 2. Sidharta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata: Ulkus kornea. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2006. hal 159-165 3. Vaughan DG, Ddkk. Oftalmologi Umum edisi 14: Ulkus kornea sentral. Widya Medika Jakarta 2000 hal 130-139. 29

Anda mungkin juga menyukai