ANGGOTA KELOMPOK : Dimas Agung Saputra,S.Ked Ervine, S.Ked Arif Yudha Prawira, S.Ked Kokilavani A/P.S, S.Ked Vera Oktapiani, S.Ked Laura Maya Christy, S.Ked Marlina Waty, S.Ked Siti Mahfuzah, S.Ked Joko Prima Atmaja, S.Ked Nening Fitria, S.Ked Randy Januar R, S.Ked Apriliza Ralasati, S.Ked Dita Puspa Anggraini, S.Ked Ilamathi, S.Ked Edvans Henry, S.Ked Dita Apria Dwi, S.Ked Atmita Mei Riatna G, S.Ked Arnanda Putra Agn, S.Ked Fitria Nurmana,S.Ked Ledy Isnaeni, S.Ked
BAB I PENDAHULUAN
Identifikasi forensik salah satu upaya membantu penyidik menentukan identitas; baik dalam kasus pidana maupun kasus perdata. Tujuan identifikasi berdasarkan tulang belulang; 1. Membuktikan bahwa tulang tersebut tulang manusia, 2. Mengetahui ras, jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, parturitas (riwayat persalinan), 3. Mengetahui ciri-ciri khusus, deformitas, dan bila memungkinkan dapat dilakukan superimposisi serta rekonstruksi wajah.
Jika dengan pemeriksaan tersebut masih diragukan, maka perlu dilakukan pemeriksaan serologi (reaksi presipitin), histologi (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers), dan bahkan dengan pemeriksaan DNA.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. IDENTIFIKASI Identifikasi metode membedakan individu dengan individu lainnya berdasarkan ciri-ciri karakteristiknya untuk dibedakan dengan individu lain. Identifikasi forensik upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik menentukan identitas seseorang.
2.2. IDENTIFIKASI KERANGKA Biasanya dipertanyakan pihak kepolisian kepada petugas medis antara lain: 1. Apakah tulang tersebut tulang manusia atau bukan. 2. Jika ternyata tulang manusia, tulang dari laki-laki atau wanita. 3. Apakah tulang-tulang tersebut merupakan tulang dari satu individu atau beberapa individu. 4. Umur dari pemilik tulang tersebut. 5. Waktu kematian. 6. Apakah tulang-tulang tersebut dipotong, dibakar, atau digigit oleh binatang. 7. Kemungkinan penyebab kematian.
2.2.1. MEMBEDAKAN TULANG MANUSIA DAN TULANG HEWAN Pengetahuan tentang anatomi kerangka manusia
2.2.1. MEMBEDAKAN TULANG MANUSIA DAN TULANG HEWAN Perlu dilakukan pemeriksaan serologik (reaksi presipitin) dan histologik (jumlah dan diameter kanal-kanal Havers).
2.2.2. PENENTUAN TULANG DARI SATU INDIVIDU ATAU BEBERAPA INDIVIDU Pencatatan dilakukan jika terdapat tulang yang berlebih dari yang sebenarnya , atau terdapat jenis tulang yang sama dari sisi yang sama.
Gambar 2. Perbedaan bentuk pintu atas panggul pada wanita dan laki-laki
11 Gigi
Lebih lebar Lebih sempit Lebih besar Lebih kecil Lebih berat,permukaannya kasar Lebih ringan dengan permukaan dengan tempat perlengketan yang halus otot yang menonjol Lebih besar Lebih kecil
2.2.4. UMUR Umur dalam tiga tahapan : 1. Bayi baru dilahirkan 2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun 3. Dewasa > 30 tahun
Pemeriksaan tengkorak : 1. Pemeriksaan sutura, penutupan tabula interna mendahului eksterna 2. Sutura sagitalis, koronarius dan sutura lambdoideus mulai menutup umur 20 30 tahun 3. Sutura parieto-mastoid dan squamaeus 25 35 tahun tetapi dapat tetap terbuka sebagian pada umur 60 tahun. 4. Sutura spheno-parietal umumnya tidak akan menutup sampai umur 70 tahun.
Gambar panoramic X ray pada anakanak.; Gambar (a) Menunjukkan suatu pola pertumbuhan gigi dan perkembangan pada usia 9 tahun (pada usia 6 tahun terjadi erupsi dari akar gigi molar atau gigi 6 tapi belum tumbuh secara utuh).
2.2.5. RAS Para ahli antropologi forensik membagi ras ke dalam 3 ras yaitu: Mongoloid, Negroid dan Kaukasoid.
2.2.6. TINGGI BADAN Tinggi badan seseorang dapat diperkirakan dari panjang tulang tertentu, menggunakan rumus yang dibuat banyak ahli. Rumus Antropologi Ragawi UGM untuk pria dewasa (Jawa) Rumus Trotter dan Gleser untuk Mongoloid Melalui Djaja Surya Atmadja Rumus populasi dewasa muda di Indonesia: TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) ( 4,2961 cm) TB = 75,9800 + 2,3922 (tib) ( 4,3572 cm) TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) ( 4,6186 cm) Wanita: TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib) ( 4,8684 cm) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) ( 4,9526 cm) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) ( 5,0226 cm) Pria:
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2 mm dari tulang yang segar.
2.2.7. WAKTU KEMATIAN Secara kasar perkiraan lamanya kematian dapat dilihat dari keadaan tulang yang tertanam di dalam tanah seperti : 1. Dari Bau Tulang 2. Warna Tulang 3. Kekompakan Kepadatan Tulang
2.2.8.
Pada masing-masing individu memiliki karakteristik tulang yang berbeda akibat dari: - Penyakit - Fraktur yang telah membaik - Implan - Prostetik - Abnormalitas dan anomali
2.2.9. MELIHAT APAKAH TULANG TERSEBUT DIPOTONG, DIBAKAR, ATAU DIGIGIT BINATANG
Dengan melihat bagian ujung-ujung dari tulang Saluran-saluran nutrisi juga harus diperiksa untuk melihat ada atau tidaknya arsenic merah atau zat pewarna lainnya untuk mengetahui dengan pasti apakah tulang tersebut berasal dari ruang pemotongan.
.
Hampir tidak mungkin untuk menentukan penyebab kematian dari tulang, kecuali jika didapati fraktur atau cedera, seperti fraktur pada tulang tengkorak atau pada cervikal atas atau potongan yang dalam pada tulang yang mengarahkan kepada penggunaan alat pemotong yang kuat. Penyakit-penyakit pada tulang, seperti karies atau nekrosis, atau bekas cedera bakar.
Luka tusukan dengan garis fraktur akibat senjata tajam atau peluru (a), luka akibat benda tajam (b)
Luka traumatis pada gambar menunjukkan fresh bone atau karakteristik perimortem - tanda a menunjukkan patah tulang engsel (fragmen tulang), b menunjukkan garis fraktur dengan tepi miring (delaminasi) dan warna yang konsisten (gelap atau lebih gelap) dibandingkan dengan tulang sekitarnya, dan c menunjukkan patah tulang linier yang menjalar. Semua fitur ini menunjukkan tulang elastis saat trauma terjadi.
Luka traumatis pada gambar menunjukkan tulang oksipital yang hancur yang menghasilkan banyak fragmen tulang (ditandai panah a yang menunjukkan beberapa fragmen lainnya) dan dua luka tusukan terpisah (b dan c)
Fraktur zygomatic, gambar menunjukkan delaminasi eksternal (beveling) dan warna yang konsisten sepanjang garis fraktur, menunjukkan 'tulang segar' atau trauma perimortem.
Perimortem trauma kranial, dengan beberapa luka pada sisi kiri tengkorak,
2.2.11. PEMERIKSAAN DNA kini metode pemeriksaan DNA adalah cara identifikasi yang paling tajam dibandingkan metode identifikasi jenazah lainnya dengan tingkat akurasi mendekati 100%. Hasilnya juga stabil dan bisa menggunakan semua bagian tubuh korban. Pemeriksaan DNA bisa diambil dari sample manapun, yang penting sel itu memiliki inti sel. Yang paling banyak digunakan biasanya darah, namun bisa juga dari cairan sperma, tulang, rambut, rambut, ludah, urin, maupun kotoran manusia.
2.2.12. REKONSTRUKSI WAJAH Penggunaan rekonstruksi wajah forensik telah membantu mengidentifikasi mayat yang ditemukan dalam keadaan dekomposisi.
Gambar 10. Contoh rekonstruksi wajah