Anda di halaman 1dari 29

MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA HIPERTENSI

Dimas Muhammad Akbar 2008.031.0003 Dokter Pembimbing: dr. Yosi Budi Setyawan, Sp. An Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Pendahuluan

Prevalensi HT tetap meskipun dilakukan deteksi dini (pengukuran TD secara teratur). Populasi kulit putih: 1/5 TD Sistolik >160/95 mmHg & separuhnya TD Sistolik >140/90 mmHg. Pengendalian HT yang agresif: komplikasi ex. infark miokardium, CHF, stroke, gagal ginjal, penyakit oklusi perifer dan diseksi aorta. Penggunaan obat anti-HT yang rutin potensi interaksi obat selama pembedahan. Banyak jenis obat-obatan anti-HT yang harus tetap dilanjutkan selama periode perioperatif Periode perioperatif: hari dilakukannya evaluasi prabedah, dilanjutkan periode selama pembedahan sampai pemulihan pasca bedah.

Diagnosis & Klasifikasi Hipertensi


* untuk >18 tahun Kriteria ditetapkan: post 2 pengukuran TD tiap kunjungan & riwayat TD darah (+) TD 130-139/80-89 mmHg risiko 2x menjadi HT dibanding TD yang lebih rendah Berdasar penyebab HT primer (esensial, idiopatik) & HT sekunder (tek. Nadi melebar regurgitasi aorta; renal GNA; endokrin; neurogenik, dll)

Patogenesis

Ketidaknormalan aktivitas simpatis baseline curah jantung (febris, hipertiroidisme) resistensi pembuluh darah perifer (SVR) = mayoritas Awal HT CO , SVR dbn HT semakin progresif CO dbn, SVR Afterload jantung kronis LVH (left ventricle hypertrophy) mengubah fungsi diastolik + autoregulasi serebral cerebral blood flow (CBF) normal untuk penderita HT dipertahankan pada tekanan . Hukum Law BP = CO SVR 4 tempat yang mempengaruhi TD: arterial, vena-vena post kapiler (venous capacitance), jantung, ginjal (pengaturan volume cairan intravaskuler).

Patogenesis (lanjutan)

Baroreseptor pengatur aktivitas saraf otonom (sistem renninangiotensin-aldosterone) menyeimbangkan fungsi keempat tersebut. Pelepasan hormon lokal dari endotel vaskuler mempengaruhi SVR (ex. NO berefek vasodilatasi & endotelin-1 berefek vasokonstriksi.

Farmakologi Dasar Obat Anti-HT


Diuretika, Na & volume darah CO . Ex: thiazide, loop diuretik. Golongan simpatolitik/simpatoplegik, menumpulkan refleks arkus simpatis resistensi pembuluh darah perifer menghambat fungsi kardiak pengisian vena CO. Ex: & blocker, methyldopa, clonidine, ganglion blocker, & post ganglionic symphatetic blocker Vasodilator langsung, relaksasi otot-otot polos nitroprusside, hydralazine, calcium channel blocker. vaskuler. Ex:

Golongan penghambat produksi atau aktivitas Angiotensin, resistensi perifer dan volume darah menghambat angiotensin I menjadi angiotensin II & menghambat metabolisme dari bradikinin

TD secara farmakoligis mortalitas stroke (35%-40%), infark jantung (20-25%), gagal jantung (>50%)

Penilaian & Persiapan Preoperatif

Jenis pendekatan medikal yang diterapkan dalam terapi hipertensinya: diuretika yang rutin hipokalemia & hipomagnesemia aritmia evluasi jantung (EKG, foto thorax) Penilaian ada tidaknya kerusakan atau komplikasi target organ: LVH risiko iskemia miokardial. Evaluasi fungsi ginjal, urinalisis tingkat kerusakan parenkim ginjal. Evaluasi serebrovaskuler riwayat stroke, TIA, retinopati hipertensi Penilaian yang akurat tentang status volume cairan tubuh penderita: status hidrasi adalah sebenarnya atau relatif hipovolemia (diuretika & vasodilator) Penentuan kelayakan dilakukannya tindakan teknik hipotensi Keempat hal di atas diperoleh dari Ax, Px, tes lab rutin, dll

Pertimbangan Anestesia Penderita HT


TDS 180, TDD 110: cut-off point penundaan op (adanya kerusakan target organ) kecuali emergensi TDS seiring umur: fisiologik; HT sistolik > risiko kardiovaskuler Kasus HT ringan-sedang tidak perlu menunda op tapi kestabilan hemodinamik harus dipantau. TD dikontrol (beberapa menit-beberapa jam) obat rapid acting Respon TD penderita HT berlebihan pada periode perioperatif saat tindakan anestesia dan postoperasi ex. hipertensi akibat laringoskopi, respons hipotensi akibat pemeliharaan anestesia

Perlengkapan Monitor & Premedikasi


EKG: min. lead V5 dan II atau analisis multiple lead ST TD: monitoring secara continuous TD Pulse oxymeter: menilai perfusi dan oksigenasi jaringan perifer Analizer end-tidal CO2: mempertahankan kadar CO2. Suhu atau temperature

Premedikasi kecemasan.
HT ringan-sedang benzodiazepine/midazolam & obat anti-HT dilanjutkan s/d hari op sesuai jadwal minum obat dengan sedikit air ACE inhibitor dihentikan hipotensi intraoperatif

Induksi Anestesi

Induksi hipotensi akibat vasodilatasi perifer ( volume intravaskuler) preloading cairan (+) normovolemia sebelum induksi. Hipotensi depresi sirkulasi efek obat anestesi & anti-HT yang dikonsumsi (ACE inhibitor & angiotensin receptor blocker) Hipertensi akibat stimulus nyeri laringoskopi/ET (25%) takikardia iskemia miokard. Laringoskopi <15 s fluktuasi hemodinamik Propofol, barbiturate, benzodiazepine, etomidat tingkat keamanannya sama untuk induksi pada HT Pelumpuh otot vekuronium atau cis-atrakurium lebih baik dari atrakurium atau pankuronium. Untuk volatile, sevofluran sebagai obat induksi secara inhalasi.

Teknik Pra Intubasi Pada HT


Dalamkan anestesia dengan menggunakan gas volatile yang poten selama 5-10 menit. Berikan opioid (fentanil 2,5-5 mikrogram/kgbb, alfentanil 15-25 mikrogram/kgbb, sufentanil 0,25-0,5 mikrogram/kgbb, atau ramifentanil 0,5-1 mikrogram/kgbb). Berikan lidokain 1,5 mg/kgbb intravena atau intratrakea. Menggunakan beta-adrenergik blockade dengan esmolol 0,3-1,5 mg/kgbb, propanolol 1-3 mg, atau labetatol 5-20 mg. Menggunakan anestesia topikal pada airway

Maintenance Anestesi dan Monitoring


MAP 25%: batas bawah max OS HT. MAP 55%: hipoperfusi otak. Volatile (tunggal atau kombinasi N2O), anestesia imbang dengan opioid + N2O + pelumpuh otot, atau anestesia total intravena pemeliharaan anesthesia Anes. regional hipotensi akibat e.c blok simpatis pada hipovolemia Monitoring intra-arterial pada operasi dengan perubahan preload dan afterload yang mendadak EKG iskemia jantung Kateter urin op > 2 jam, pada penderita dengan masalah ginjal

Kateter vena sentral monitoring status cairan pada disfungsi ventrikel kiri atau kerusakan end organ yang lain

Hipertensi Intraoperatif
HT intraoperatif yang tidak respon dengan didalamkannya anestesia dapat diatasi dengan anti-HT secara parenteral

Beta-adrenergik blockade: digunakan tunggal atau tambahan pada pasien dengan fungsi ventrikuler yang masih baik dan dikontra indikasikan pada bronkospastik.
Nicardipine: digunakan pada pasien dengan penyakit bronkospastik.

Nifedipine: refleks takikardia setelah pemberian sublingual sering dihubungkan dengan iskemia miokard dan antihipertensi yang mempunyai onset yang lambat.
Nitroprusside: onset cepat dan efektif untuk terapi intraoperatif pada hipertensi sedang sampai berat. Nitrogliserin: mungkin kurang efektif, namun bisa digunakan sebagai terapi atau pencegahan iskemia miokard. Fenoldopam: dapat digunakan untuk memper- tahankan atau menjaga fungsi ginjal. Hydralazine: bisa menjaga kestabilan TD, namun obat ini juga punya onset yang lambat sehingga menyebabkan timbulnya respon takikardia.

Krisis Hipertensi

Krisis HT: TD >180/120, dapat dikategorikan HT urgensi/emergensi, berdasarkan ada tidaknya ancaman kerusakan target organ; disebabkan oleh clonidine, hiperaktivitas autonom, obat-obat penyakit kolagen-vaskuler, glomerulonefritis akut, cedera kepala, neoplasia seperti pheokromasitoma, preeclampsia dan eklampsia OS hipertensi sistemik kronis HT urgensi dibandingkan emergensi

Hipertensi emergensi: adanya kerusakan target organ akut (ensefalopati, perdarahan intra serebral, kegagalan ventrikel kiri akut dengan edema paru, unstable angina, diseksi aneurisme aorta, IMA, eclampsia, anemia hemolitik mikroangiopati atau insufisiensi renal)
Ensefalopati TTD >150; ibu hamil gejala pada TTD < 100

Krisis Hipertensi (lanjutan)

Bila TD diturunkan secara cepat iskemia koroner akut, sehingga MAP diturunkan sekitar 20% dalam 1 jam pertama, selanjutnya pelanpelan diturunkan sampai160/110 selama 2-6 jam. Tanda-tanda penurunan TD ditoleransi dengan baik adalah selama fase ini tidak ada tanda-tanda hipoperfusi target organ Hipertensi urgensi TD tinggi secara akut, namun tidak ada bukti adanya kerusakan target organ. Gejala yang timbul: sakit kepala, epitaksis atau ansietas. Penurunan TD yang segera tidak merupakan indikasi dan pada banyak kasus dapat ditangani dengan kombinasi antihipertensi oral bertahap dalam beberapa hari

Manajemen Postoperatif

Hipertensi pasca operasi sering terjadi pada OS hipertensi esensial Penyebab hipertensi pasca operasi: primer (HT-nya tidak teratasi dengan baik), sekunder (gangguan sistem respirasi, nyeri, overload cairan atau distensi dari kandung kemih) Nyeri kausa hipertensi pasca operasi nyeri ditangani adekuat (morfin epidural secara infus kontinyu). Bila HT menetap, intervensi farmakologi dilakukan Pasien yang prabedahnya sudah mempunyai riwayat hipertensi, sebaiknya obat antihipertensi pasca bedah tetap diberikan parenteral (beta-blocker).

Manajemen Postoperatif (lanjutan)


Penyebabnya overload cairan diberikan diuretika furosemide HT disertai heart failure diberikan ACE-inhibitor. Iskemia miokard diberikan nitrogliserin dan beta-blocker IV HT berat diberikan sodium nitroprusside. Bila penderita sudah bisa makan dan minum secara oral antihipertensi secara oral segera dimulai.

Referensi

Wiryana, Made. MANAJEMEN PERIOPERATIF PADA HIPERTENSI. Jurnal Penyakit Dalam Volume 9 Nomor 2, Mei 2008. Bagian Ilmu Anestesi dan Reanimasi FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Kasus
IDENTITAS

Nama : Ny. R Umur : 39 tahun Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam
Pekerjaan: Swasta Status Pernikahan: Kawin

Anamnesis
Keluhan Utama

Hidung mampet sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit Hidung mampet Sesak napas sejak 3 bulan

Riwayat penyakit sekarang


Bersin-bersin setiap pagi, pusing dan menjalar ke atas kepala


Bersin + sekret jernih dan encer Hidung tersumbat

Tidur sering ngorok.

Anamnesis

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat alergi obat (-), riwayat penyakit infeksi kronis (), riwayat hipertensi (+) 3 bulan terakhir tak terkontrol, riwayat DM asma penyakit jantung disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama. Riwayat Medikasi Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan tidak pernah mengalami operasi sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : CM, tampak sakit sedang Tanda vital : Tekanan darah: 169/112 mmHg Nadi : 80x/menit

RR : 18 x/menit
Suhu : afebris

Status Generalis : Dalam Batas Normal

Status lokalis (THT)


Telinga : Dalam batas normal Hidung : Septum deviasi (), Sekret (), Hiperemis (+), Konka membesar (+) Tenggorokan : Uvula normal, Tonsil normal, Hiperemis (+)

DIAGNOSIS Hipertrofi konka et causa Rinitis Allergi

Tindakan yang dilakukan adalah konkotomi yaitu pemotongan konka inferior dengan cara kauterisasi.

LAPORAN ANESTESI (Praoperatif)


Evaluasi pre-operasi: dbn Klasifikasi ASA II General Anestesi endotrakeal tube non kinking pada posisi terlentang KU sebelum op: CM. Tanda vital awal nadi 80 x/menit, suhu afebris, tensi 169/112mmHg, saturasi oksigen 98%. BB: 79 kg Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan kelainan yang berarti Lama operasi: 13.45 14.42 (57 menit) Alat monitoring: Tensimeter, elektroda EKG, oksimetri. Dilakukan pemasangan IV line.

LAPORAN ANESTESI (Praoperatif)


Premedikasi

Jam 12.50 Sedacum (sedasi untuk menenangkan pasien) Catapres 150mcg turunkan tekanan darah, tensi menurun ke 135/95 mmHg Jam 13.15 Fentanyl 50 mcg (opioid kuat untuk analgesik dan induksi pada dosis tinggi) Kliran 4 mg mengurangi keluhan mual dan muntah

Intraoperatif

Jam 13.15 Tramus 30 mg (pelemas otot pernapasan apneu), Recofol 100 mg (anestesi IV)

Disungkupkan sevoflurane 3 vol% (efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat, bau harum tidak merangsang jalan napas, efek terhadap kardiovaskular relatif stabil dan jarang aritmia) + oksigen & N200 (1:1)
Bagging selama 3 menit (menekan pengembangan paru & menunggu kerja dari pelemas otot untuk mempermudah intubasi) Intubasi dengan ETT non kinking no 7 dengan cuff Dialirkan sevofluran 3 vol% + oksigen + N20 sebagai anestesi rumatan Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 12 x/menit dengan volume tidal sebesar 650.

Intraoperatif (lanjutan)

Jam 13.25 Transamin 500 mg (mengontrol perdarahan) Operasi mulai 13.45 Jam 14.40 Dexametason 5 mg, dan konsentrasi sevoflurane diturunkan menjadi 1 vol% Operasi berakhir 14.42 dengan tanda vital tensi 90/65 mmHg, nadi 76 kali,saturasi 99% Total cairan 500 cc Asering, 500 cc Haemaccel Perdarahan saat operasi sangat minimal

Anda mungkin juga menyukai