Anda di halaman 1dari 30

Rhinitis Alergi

Definisi
Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan alergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut
(von Pirquet, 1986).

Etiologi
Debu
Bulu hewan
Makanan
Serbuk sari tanaman
Serta segala partikel yang terbawa udara

Berdasarkan cara masuknya alergan:

Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan


udara pernafasan, misalnya debu rumah,
tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta
jamur.

Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna,


berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan dan udang.

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan


atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah.

Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak


dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan

Patofisioilogi
Alergan masuk hidung(sensitisasi)makrofag/
monosit akan tangkap alergan tersebutbentuk
fragmen pendek peptide dan bergabung dengan
molekul HLA kelas IIjadi peptide MHC kelas II
(Major Histocompatibility Complex)lepaskan IL1
aktifkan Th0aktifkan Th1 + (Th2)hasilkan IL3,
IL4, IL5, IL13 IL4+IL13 menempel di sel limfosit
jadi limfositnya aktifIgEmasuk ke sirkulasi
darahmasuk ke jaringandi ikat oleh reseptor
IgE

Hasilkan mediator yang tersensitisasijika mukosa


tersensitisasi terpapar alergan samaIgE akan
ikat alergan tersebutpecahnya sel mastosit dan
basofilbentuk mediator kimia terutama histamin,
leukotrin, prostaglandin, bradikinin, sitokin(RAFC).
Histamin rangsang sel H1 di saraf vidianusgatal
di hidung+bersin, histamin juga akibatkan kelenjar
mukosa dan sel goblet hipersekresi+permeabilitas
kapiler meningkatrinore, fase RAFC akan
memuncak sampai 6-8 jam.

Kalaw RAFLbertambahnya sel inflamasi,


eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di
mukosa hidung serta sitokinada dalam sekret
hidung

Ada 3 respon masuknya alergan ke dalam tubuh


Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen
(Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat
berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil
seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi
respon sekunder.

Respon sekunder
Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang
mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem
imunitas seluler atau humoral atau keduanya
dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada
tahap ini, reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau
memang sudah ada defek dari sistem
imunologik, maka reaksi berlanjut menjadi
respon tersier.

Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak
menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat
sementara atau menetap, tergantung dari daya
eliminasi Ag oleh tubuh.

Gejala klinis yang timbul:


- bersin berulang terutama pagi atau jika kena
debu

rinore/keluar ingus encer dan banyak


Hidung tersumbat
Mata gatal+lakrimalisai
Edema dan pucat mukosa hidung
Allergic shiner

- Retraksi memban timpani karena ada hambatan


di TE

Gejala tidak khas( batuk, sakit kepala, nyeri


wajah, sulit tidur, lesu)

Diagnosis rhinitis
Anamnesis (50% bisa diagnosis)
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar
hingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadangkadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Kadang-kadang keluhan hidung
tersumbat merupakan keluhan utama atau satusatunya gejala yang diutarakan oleh pasien

Pemeriksaan fisik
Ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis
melintang pada dorsum nasi bagian sepertiga
bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering
digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic
salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan
mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid
dengan konka edema dan sekret yang encer dan
banyak.

Pemeriksaan penunjang
In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau
meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (pristpaper radio imunosorbent test) sering kali
menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi
pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya
selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau
urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio
Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked
Immuno Sorbent Assay Test).

Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat


memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai
pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil
dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan
alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin
disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi
bakteri

In vivo
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara
pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau
intradermal yang tunggal atau berseri (Skin Endpoint Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen
inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam
berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya.

Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut


diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis
biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan
provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan
secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima
hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan
yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati
reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan
setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai
suatu ketika gejala menghilang dengan
meniadakan suatu jenis makanan

Terapi
Non Farmakologi
Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

Farmakologi

a. Antihistamin pake antagonis H-1 bekerja secara


inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel
target bisa kombinasi dengan dekongestan atau
tidak. Anti histamin dibagi 2: generasi 1 (klasik)
dan generasi 2 (non sedatif).
Yang 1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus
sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Ex
(difenhidramin, klorfeniramin, prometasin,
siprohepatidin, yg apat secara topikal azelastin)

Antihistamin generasi 2 sifatnya lipofobik sulit


tembus sawar darah otak, ikat resepto H1 perifer,
tidak ada efek kolinergik. Ada 2 golongan:
astemisol dan terfenadin toksisitas terhadap
jantung disebabkan repolarisasi jantung yang
tertunda, aritema ventrikel, hentin jantung. Ex:
loratidin, setirisin, fexofenadin, desloratadin,
levosetirisin.

Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma


sumbatan hidung akibat respons fase lambat
berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering
dipakai adalah kortikosteroid tropikal
(beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason,
mometasonfuroat dan triamsinolon)
antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida,
bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena
aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel
efektor

Cetirizine (Zyrtec) Antihistamingenerasi kedua


obat dengan efek samping yang lebih sedikit
daripada generasi pertama obat. Selektif
menghambat reseptor perifer histamin H1.
Tersedia sebagai syr (5 mg / 5 mL) dan 5 atau
10-mg tab.

Levocetirizine (Xyzal) Histamin H1-reseptor


antagonis. Aktif enansiomer dari cetirizine.
Puncak kadar plasma dicapai dalam waktu 1
jam, dan setengah-hidup adalah sekitar 8 jam.
Tersedia sebagai tab 5 mg.

Loratadin (Claritin) Antihistamin Nonsedating generasi kedua


Sedikit efek samping dibandingkan dengan generasi pertama
obat. Selektif menghambat reseptor perifer histamin H1. (5
mg / 5 mL), atau dikombinasikan dengan pseudoefedrin
dalam 12 atau 24-jam persiapan.

Desloratadine (Clarinex) Antihistamin nonsedating generasi


kedua Sedikit efek samping dibandingkan dengan generasi
pertama antihistamin. Selektif menghambat reseptor perifer
histamin H1. Meredakan hidung tersumbat dan efek sistemik
alergi musiman. Long-acting antagonis histamin trisiklik
selektif untuk reseptor H1. dimetabolisme menjadi metabolit
aktif 3-hydroxydesloratadine. Tersedia sebagai tab, (0,5 mg /
mL), atau Reditabs PO disintegrasi (2,5 dan 5 mg).

Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan


konka inferior) perlu dipikirkan bila konka
inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai
AgNO3 25 % atau troklor asetat

Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi


& netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi
membentuk blocking antibody. Keduanya untuk
alergi inhalan yang gejalanya berat,
berlangsung lama dan hasil pengobatan lain
belum memuaskan

Komplikasi
Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis:
inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel
inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel,
hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

Otitis media yang sering residif, terutama pada


anak-anak.

- Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa


satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat
edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia
sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan
tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama
bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya
fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi
mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas
sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan
semakin parah

Adams G., Boies L., Higler P., 1997. Buku Ajar


Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 135-142.

Harmadji S, 1993. Gejala dan Diagnosa Penyakit


Alergi THT. Dalam : Kumpulan Makalah Kursus
Penyegar Alergi Imunologi di Bidang THT, Bukit
Tinggi.

Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono, N, 2008. Alergi


Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.
Jakarta: FKUI,.

Anda mungkin juga menyukai