Presentase Nasal
Presentase Nasal
HIDUNG LUAR
(Nasus eksternus)
radiks nasi
dorsum nasi,
apeks nasi,
ala nasi,
kolumela,
nares anterior
Kerangka Hidung
TH
KLH
KAM
x
Tulang Hidung(TH)
Prosesus frontalis os maxila
Prosesus nasalis os frontal
Tulang Rawan Hidung:
Kartilago lateral superior
(KLH)
Kartilago lateral inferior/
Kartilago alaris mayor
(KAM), kaki medial (x) &
lateral(y)
Kartilago alaris
minor(KAMn)
Tepi anterior kartilago
septum
HIDUNG DALAM
(Nasus Internus)
Rongga hidung
Konka nasi inf.(KI)
Konka nasi med.
(KM)
Konka nasi sup.(KS)
Septum nasi(SPT)
KS
KM
SPT
KI
RSE
KS
MS
SF
KM
SS
OT
9
MM
KI
MI
10
11
Kartilago
kuadrangularis
(anterior) (KK)
LP
KK
x
KM
KP
Lamina
Perpendikularis
tulang etmoid
(atas) (LP)
Krista maksila dan
palatina
(bawah)(KM,KP)
Kaki medial KAM (x)
12
LP
KK
KP
KM
13
Dinding Rongga
Hidung
KM
KI
septum
14
KOMPLEK
OSTIO-MEATAL
Prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid,
hiatus semilunar, bula
etmoid, agger nasi, resesus
frontal.
Unit fungsional tempat
ventilasi & drenase dari
sinus- sinus.
16
EA
EP
SfP
PM
Perdarahan hidung
Bag. Atas rongga hidung : a. etmoid ant. & post.
Bag. Bawah rongga hidung: ujung a. palatina
mayor & a. sfenopalatina
Bag. Depan hidung
: cabang2 a. fasialis
Pleksus Kiesselbach
Anastomosis dari
cabang2 a.
sfenopalatina, a.
etmoid ant., a. labialis
sup., a. palatina
mayor.
Letak superficial &
mudah cedera oleh
trauma.
Mukosa Hidung
Epitel merupakan:
ciliated pseudo
stratified columnar
epithelium.
Mengandung sel goblet
serta kelenjar serus dan
mukus
Silia berjumlah 25-100/sel
dan selalu mengadakan
gerakan (stroke) ke arah
belakang (koana) untuk
mendorong selimut lendir
ke nasofaring (1300
gerakan/menit)
19
Faal Hidung
Fungsi pernapasan :
Fungsi olfaktoris (penghidu, penciuman)
Fungsi resonasi suara
Fungsi ventilasi dan drainase
20
Fungsi Respirasi
Udara inspirasi menuju sistem respirasi melalui nares
ant. naik ke atas setinggi konka media turun ke
bawah ke arah nasofaring.
Aliran udara dihidung berbentuk arcus.
Udara yg dihirup akan mengalami humifikasi oleh palut
lendir.
Suhu udara yg melalui hidung di atur berkisar 37C
Fungsi Penghidu
Udara inspirasi masuk ke rongga hidung ke
atap menuju daerah pembauan (regio
olfaktoria).
Merangsang reseptor di ujung syaraf, n.
olfaktorius, pusat penghidu tercium bau.
Bila terjadi buntu hidung (oedem, polip,
tumor), udara tidak dapat mencapai regio
olfaktoria hiposmia/anosmia
23
Fungsi Lain
Fungsi resonansi suara :
Getaran yang dihasilkan pita suara
menimbulkan resonansi pada rongga sinus
suara merdu. Bila buntu hidung sengau
Fungsi drainase dan ventilasi sinus :
Gangguan fungsi sinusitis
24
Refleks Nasal
Mukosa hidung reseptor refleks,
berhubungan dng saluran cerna, kardiovaskuler
& pernapasan.
Iritasi mukosa hidung refleks bersin & napas
berhenti.
Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi
liur, lambung & pankreas.
SINUS PARANASAL
Ada 4 pasang:
SINUS MAKSILA
SINUS FRONTAL
SINUS ETMOID
SINUS SFENOID
Semua mempunyai muara (ostium) ke rongga hidung
26
27
FOTO POLOS
SINUS PARANASAL
sf
se
A foto Water
B foto AP
sm
C foto lateral
D dasar mulut
sm : sinus maksila
sf : sinus frontal
ss : sinus sfenoid
ss
28
se
se : sinus(sel) etmoid
29
30
Ost
SM
XX
DS
Terletak di tulang
maksila kanan dan kiri
Sinus paling besar
Atap : dasar orbita(X)
Dinding medial sinus =
Dinding lateral rongga
hidung(XX)
Dasar sinus
(DS)berbatasan dengan
akar gigi geraham atas
Ostium di meatus nasi
medius (di KOM)
Sinus Maksila
Sinus paranasal terbesar.
Batas:
Dinding ant.: permukaan fasial os maksila fosa
kanina
Dinding post.: permukaan infra- temporal maksila
Dinding sup.: dasar orbita
Dinding inf.: prosesus alveolaris & palatum
Sinusitis:
infeksi gigi geligi mudah naik ke atas dasar sinus
berdekatan dgn gigi premolar 1,2, molar 1,2, kadang2 caninus
& molar 3, bahkan akar2 gigi dpt menonjol ke dlm sinus
pembengkakan akibat radang / alergi pd infundibulum
etmoid ostium maksila letak lebih tinggi dari dasar sinus,
drenase hanya bergantung dari gerak silia & melalui
infundibulum yg sempit
33
Sinus Frontal
Terbentuk sejak bulan ke 4 fetus
Berkembang stlh lahir pada usia 8- 10 thn uk.
max. usia 20 thn
Sinus frontal bersekat2 & tepi berlekuk2
Foto Rontgen septum/ lekuk dinding sinus
infeksi
infeksi mudah menjalar pd daerah orbita & fosa
serebri ant.
Ostium: resesus frontal berhub. dgn infundibulum
etmoid
35
SE
SS
SE
SS
SS
SSS
PEMERIKSAAN HIDUNG
Alat
Bunset dan
spirtus
Xilocain spray
Spekulum hidung
spatel
Kaca nasofaring
Kasa
Inspeksi
Pernafasan mulut
Bentuk : simetris/asimetris, bentuk saddle/humped
nose.
Warna : hiperemis/pucat
Oedem
Adanya sekret/darah yang keluar dari hidung.
Palpasi
Dorsum nasi : krepitasi
dan deformitas.
Ala nasi : furunkel
vestibulum (jika nyeri)
Adakah nyeri tekan di
daerah sinus frontalis dan
maksilaris.
Pemeriksaan hidung
Rinoskopi anterior
Alat : spekulum hidung dan lampu kepala
Teknik pemeriksaan:
Spekulum di pegang dengan tangan kiri.
Spekulum dalam posisi horizontal, tangkai lateral,
mulut media.
Mulut sepekulum dimasukan kedalam lubang hidung,
lalu dibuka, setelah pemeriksaan, tutup spekulum
80% lalu di keluarkan.
Rinoskopi anterior
Melihat adanya sekret
Mukosa : hiperemis/pucat
Konka
: oedem/hipertropi
Septum : perforasi/deviasi
Benda asing
Massa
: jumlah, ukuran, permukaan, kosistensi,
warna, mudah berdarah atau tidak
Fenomena molle
Rinoskopi Posterior
Alat : spatel lidah, kaca nasofaring, lampu kepala
Teknik pemeriksaan
Pasien diminta membuka mulut
lidah ditekan kebawah dengan menggunakan
spatel
Kemudian masukan kaca nasofaring yang telah di
hangatkan, kaca menghadap ke atas lalu masukan
kaca antara faring dan palantum molle kanan.
Rinoskopi Posterior
Yang akan dinilai
Bagian septum dan koana
Kaca diputar ke arah lateral untuk menilai:
Konka superior, media, dan inferior meatus
superior dan media.
Kaca diputar ke arah lateral untuk menilai torus
tubarius,muara tuba eustachius dan fossa
rossenmuler.
Sinus maksilaris normal bila pada daerah dinding depan dibawah orbital
terlihat bayangan terang berbentuk bulann sabit.
Sinusitis
Sinusitis didefinisikan sebagaiperadangan pada
salah satu atau lebih mukosa sinus paranasal
umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
sering disebut sebagai rinosinusitis
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan
bila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis.
Gejala Mayor :
Hidung tersumbat
Sekret pada hidung / sekret belakang hidung /
PND
Sakit kepala
Nyeri / rasa tekan pada wajah
Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)
Gejala Minor :
Demam, halitosis
Pada anak ; batuk, iritabilitas
Sakit gigi
Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa
penuh pada telinga.
Patofisiologi
Adanya
suatu
inflamasi
dan
infeksi
menyebabkandilepasnya mediator diantaranya (vasoaktif
amin, proteases, arachidonic acid metabolit, imun kompleks,
lipopolisakarida dan lain-lain). menyebabkan terjadinya
kerusakan dari mukosa hidung dan akhirnya menyebabkan
disfungsi mukosiliar.
Adanya disfungsi mukosiliar menyebabkan terjadinya stagnasi
mukus.
Akibatnya bakteri akan mudah untuk berkolonisasi dan proses
inflamasi akan kembali terjadi.
Etiologi
- ISPA virus dan infeksi sekunder bakteri
- Rinogenik : rinitis alergi, rinitis infeksi, rinitis vasomotor,
rinitis medikamentosa.
- Pajanan lingkungan : polusi udara, iritan dan rokok.
- Obstruksi rongga hidung (hipertrofi konka, deviasi septum,
benda asing) atau meatus medius.
- Kelainan anatomi hidung : indfundibulum lebih sempit dari
normal, obstruksi koana oleh jaringan adenoid jinak.
- Trauma sinus, fraktur dan adanya luka tembak.
- Tonsilitis
- Berenang atau menyelam : air terhisap ke dalam sinus.
Pemeriksaan penunjang
Transluminasi
Laboratorium : CRP (C-Reactive Protein; biasa
meningkat pada infeksi bakteri), LED (Laju endap
darah; tanda inflamasi)
Foto polos posisi waters; menilai air fluid level pada
rinosinusitis akut
CT-Scan
Nasoendoskopi, sinuskopi (kalo tersedia).
Tatalaksana
- Rinosinusitis akut
Common cold : pengobatan simtomatis, seperti dekongestan oral
(pseudoefedrin) atau dekongestan topikal (pseudoefedrin HCl) selama 14
hari. Jika tidak ada perbaikan rujuk ke dokter spesialis THT.
- Rinosinusitis non-viral akut
Gejala sedang (tanpa demam > 38C dan nyeri hebat). Dapat diberikan
kortikosteroid dengan tujuan meredakan gejala akut. Jika dalam 48 jam
membaik, terapi dilanjutkan hingga 7-14 hari. Namun setelah 14 hari
tidak ada perbaikan, sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis THT.
Gejala berat (dengan demam > 38C dan nyeri hebat). Dapat diberikan
antibiotik lini I seperti amoxicilin 3 x 500 mg PO atau cotrimoxazole,
amoxicilin-klavulanat 3 x 625 mg PO. Kemudian dengan antibiotik lini II
golongan sefalosporin seperti ( cefixime, cefuroxime). Jika dalam 48 jam
membaik, terapi dilanjutkan hingga 10-14 hari. Namun setelah 14 hari
tidak ada perbaikan, sebaiknya pasien dirujuk ke dokter spesialis THT.
- Rinosinusitis kronis
jika endoskopi tidak tersedia: dapat berikan steroid
topikal, obat cuci hidung (NaCl 0,9 %) dan
antihistamin jika alergi (antihistamin H-1 secara
tunggal atau dikombinasi dengan dekongestan oral).
Terapi dievaluasi selama 4 minggu. Jika perbaikan,
terapi dilanjutkan. Jika tidak ada perbaikan, sebaiknya
pasien dirujuk ke dokter spesialis THT.
RinitisAlergi
Gejala Klinis :
- Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada
pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali).
- Hidung tersumbat.
- Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang
disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat
menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika
berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus.
- Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga
dan tenggorok.
- Badan lemah, tidak bersemangat.
Mediator kimia lain : prostaglandin D2(PG2D), leukotrien D4(LT D4), PAF= Platelet Activating Factor, berbagai sitokin (IL3, IL4,
IL5, IL6,GM-CSF= Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor)
Etiologi
Rhinitis alergi adalah penyakit peradangan yang diawali
oleh dua tahap sensitisasi yang diikuti oleh reaksi alergi.
Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu :
1. Immediate Phase Allergic Reaction, Berlangsung
sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam
setelahnya.
2. Late Phase Allergic Reaction, Reaksi yang
berlangsung pada dua hingga empat jam dengan
puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat
berlangsung hingga 24 jam.
Penatalaksanaan
1. Terapi Non-farmakologi
Terapi non-farmakologi yang paling ideal adalah dengan menghindari
alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.
2. Terapi Farmakologi (Terapi Simptomatis)
Medikamentosa- Terapi medikamentosa yaitu antihistamin, obat-obatan
simpatomimetik, kortikosteroid dan antikolinergik topikal.
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1 yang merupakan preparat
farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan
rinitis alergi. Pemberian dapat diberikan dalam kombinasi atau tanpa
kombinasi dengan dekongestan secara peroral.
Kortikosteroid oral/IM
deksametason, hidrokortison,
metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan
betametason) untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas
nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika
memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk
menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM.
Rinitis Vasomotor
Merupakan suatu keadaan idiopatik
Didiagnosis tanpa adanya: infeksi, alergi,
eosinofilia, perubahan hormonal dan pajanan obat
Digolongkan menjadi rinitis non-alergi bila
alergen spesifik tidak ditemukan atau
diidentifikasi
Kelainan pada rinitis vasomotor disebut juga:
vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal
vasomotor instability, atau juga non-allergic
Etiologi
Gejala klinik
Gejala sering dicetuskan oleh rangsangan nonspesifik (cth:asap rokok/debu)
Kelainan mempunyai gejala mirip dengan rinitis
alergi
Gejala dapat memburuk pada pagi hari
(perubahan suhu yang ekstrim)
Kelainan-kelaina pada rinitis vasomotor
digolongkan menjadi:
Golongan bersin (sneezers)
Golongan rinore (runners)
Golongan tersumbat (blockers)
Diagnosis
Umumnya ditegakkan dengan cara eksklusi
Mencari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala
Pada pemeriksaan rinoskop anterior: edem mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap gambaran
khas
Permukaan konka licin atau berbenjol (hipertrofi)
Pada rongga hdung erdapat sekret nukoid
Pemeriksaan lab untuk menyingkirkan rinitis
alergi.
Penatalaksanaan
Menghindari faktor pencetus
Pengobatan simtomatis
Dekongestan
Cuci hidung
Kauterisasi konka
Kortikosteroid oral/topikal
Operatif bedah beku, elektrokauter,
konkotomi partial konka inferior.
Neurektomi n.vidianus
Rinitis medikamentosa
Merupakan suatu kelainan hidung berupa
gangguan respon normal vasomotor
akibat dari penggunaan vasokonstriktor topikal
Dalam jangka waktu yang lama
Sumbatan hidung yang menetap
Patofisiologi
Topikal vasokonstriktor
Vasokonstriksi
Rebound dilatation
Toleransi mukosa hidung menghilang
Dilatasi dan kongesti jar.mukosa hidung
Silia rusak
Perubahan ukuran sel Goblet
Membran basal menebal
P.d melebar
Edema stroma
Hipersekresi mukus
Penatalaksanaan
Hentikan pemakaian obat
Kortikosteroid oral (tappering off)
Dekongestan oral
Karsinoma Nasofaring
Epidemiologi
Epidemiologi
Cina Selatan, Hongkong, Singapura, Malaysia
dan Taiwan 10-53 kasus per 100.000 populasi
per tahun
laki-laki : perempuan 2-3:1
usia rata-rata pasien saat didiagnosis KNF
adalah 45-55 tahun
Pasien muda mempunyai survival rate lebih
baik dibandingkan pasien tua.
PATOFISIOLOGI
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring
2. Gejala telinga
3. Gejala mata
4. Gejala saraf
5. Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
Gejala telinga:
Manifestasi Klinis
Gejala hidung:
Manifestasi Klinis
Gejala lanjut Limfadenopati servikal
Penyebaran limfogen
Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah
digerakkan
Soliter
KGB pada leher bagian atas jugular superior,
bawah angulus mandibula
Manifestasi Klinis
Gejala lokal lanjut gejala saraf
Penjalaran petrosfenoid dapat mengenai saraf
anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid Jacob
Penjalaran petroparotidean mengenai saraf
posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma
petroparatoidean Villaret
DIAGNOSIS
Rhinoskopi posterior
Nasofaring direct/indirect
Biopsi
CT Scan/ MRI
FNAB KGB
Titer IgA anti :
VCA: sangat sensitif,
kurang spesifik
EA: sangat kurang
sensitif,
spesifitas
tinggi
DPL
Evaluasi gigi geligi
Audiometri
Neurooftalmologi
Ro Torax
USG Abdomen, Liver
Scinthigraphy
Bone scan
Staging
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM
menurut UICC (2002)
T : tumor primer
T1 : tumor terbatas di nasofaring
T2 : tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau fossa hidung
PENGOBATAN
Radioterapi
Stadium dini tumor primer
Stadium lanjut tumor primer (elektif),
KGB membesar
Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan sandwich
Operasi
sisa KGB diseksi leher radikal
Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar
nasofaringektomi
FOLLOW UP
Pemeriksaan klinis, CT Scan ulang 2-3 bulan
setelah radioterapi
Tiap 3 bulan(2 tahun pertama) tiap 6 bulan(2
tahun berikutnya) setiap tahun (10 tahun
pascaterapi)
PERAWATAN PALIATIF
PROGNOSIS
5-years survival rate dengan hanya
diradioterapi:
stadium I (85-95%)
stadium II (70-80%)
stadium III & stadium IV (24-80%)
PROGNOSIS
Faktor yang memperburuk:
stadium lanjut
> 40 tahun
laki-laki
ras Cina
ada pembesaran kelenjar leher
lumpuh saraf otak
tulang tengkorak yang rusak
metastasis jauh
TERIMA KASIH