Anda di halaman 1dari 48

Hujan

Presipitasi

Sub DAS B

Sub DAS B

A
DAS A

SUNGAI

Sub DAS B

Sub DAS B

A
DAS A

SUNGAI

Pulau Lombok

CONTOH DAS

awan
Hujan
Intersepsi
Evapotranspirasi

Run of
Infiltrasi

Evaporasi

Perkolasi
Air tanah

Aquifer

Evaporasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi


Siklus Hidrologi :
Kondisi Meteorologi, dipengaruhi

oleh :
- suhu T>>, bila RH >> uap
<
- tekanan udara tekanan
atmosfir
- angin >> penguapam
tinggi
walaupun RH >>

Reservoir Air Tanah :


Suatu air yang terdapat di dalam tanah/batuan
yang bersifat porous sekali, dimana airnya
mengisi lubang-lubang di dalam tanah/batuan.
Lapisan kedap
Reservoir (spt. Batu, kerikil
yg mengandung air)
Kedap

Reservoir air tanah mudah sekali bergerak dari


tempat tinggi menuju tempat yang rendah
(potensial), kalau di tempat yang rendah dapat
keluar sebagai sumber air.

PRESIPITASI
a. Jumlah hujan/tinggi hujan/kedalaman

hujan :
adalah banyaknya air yg jatuh dari
atmosfir ke permukaan tanah. Bisa
berupa air, salju, embun maupun es
dinyatakan dalam satuan mm.
b. Intensitas Curah Hujan :
adalah banyaknya curah hujan persatuan
waktu (mm/menit, mm/jam, mm/hari)
c. Durasi hujan /lama hujan.
Dinyatakan dalam satuan waktu,
biasanya detik, menit, jam, dll

Tipe hujan
Hujan konvektif : hujan yang disebabkan oleh

pemanasan setempat dan biasanya jatuh di tempat


yang sama. Biasanya terjadi di wilayah dengan
dataran yang luas. Biasanya berintensitas tinggi dan
durasi pendek.
Hujan siklonik : jika massa udara panas bertemu
massa udara dingin dan membuat massa udara
panas naik dan mengalami kondensasi sehingga
terbentuk awan dan hujan. Sifat hujannya biasanya
tidak lebat dan lama.
Hujan orografis : hujan yang disebabkan oleh massa
udara yang berat dan terhalang (biasanya oleh
gunung) dan akhirnya jatuh di tempat itu sebagai
hujan. Bisanya terjadi di wilayah pegunungan.

Pengukuran hujan
Alat penakar hujan manual

Hanya dapat mencatat tinggi hujan


Alat penakar hujan otomatis
Mencatat tinggi dan durasi hujan sekaligus.

Keadaan
curah hujan

Intensitas
(mm/menit)

Hujan sangat
lemah
Hujan lemah

< 0.02

Kondisi tanam
Tanah agak sedikit basah

0.02 0.05 Tanah basah tetapi sulit


dibuat lumpur

Hujan normal 0.05 0.25 Dapat dibuat lumpur &


hujan kedengaran keras
Hujan deras

Hujan sangat
deras

0.25 1.0 Air tergenang seluruh


permukaan & hujan deras
kedengaran dari genangan
> 1.0

Air tergenang, saluran


drainase meluap

Hujan titik (point rainfall)


Adalah hujan hasil pencatatan/pengukuran di

suatu alat penakar (stasiun hujan) disebut


hujan titik.
Disebut hujan titik karena hasil penakaran
tersebut hanya menggambarkan tinggi hujan
di lokasi alat penakar dipasang, tanpa bisa
menjelaskan hujan di wilayah tersebut (belum
diangap mewakili)

Hujan daerah

Hujan daerah disebut juga hujan wilayah atau

disebut juga hujan kawasan


Adalah hujan yang terjadi di atas suatu daerah/
wilayah/kawasan tertentu.
Hujan ini diperoleh dari perataan curah hujan di
beberapa stasiun hujan yang ada di daerah/
wilayah/kawasan tersebut.
Misal : hujan daerah Mataram, diperoleh dari
perataan data hujan dari stasiun hujan
Selaparang, Ampenan, Gunung sari dan Kediri

Distribusi Curah
Hujan
Distribusi curah hujan adalah untuk menentukan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir yaitu curah hujan rata-rata pada seluruh daerah
yg bersangkutan.
bukan merupakan curah hujan pada suatu daerah
tertentu.
Curah hujan ini disebut curah hujan daerah/wilayah yg
biasanya dinyatakan dalam mm.
Cara penentuan curah hujan daerah/wilayah yg
bersangkutan, diperhitungkan dgn beberapa titik
pengamatan curah hujan sbb :

1.

Cara Aljabar rata-rata : ialah perhitungan ratarata secara aljabar curah hujan di sekitar daerah
yg bersangkutan.

1
R R1 R 2 .... Rn
n
dimana :
R = curah hujan daerah/wilayah (mm)
n = titik pengamatan
R1, R2, Rn = curah hujan di tiap-tiap titik
pengamatan (mm)

2. Cara Thiesen : cara ini dipergunakan apabila curah hujan tidak


tersebar secara merata di seluruh daerah yg bersangkutan.
A1 R1 A2 R 2 .... AnRn
R
A1 A2 .... An
A1 R1 A2 R 2 ... AnRn
R
A
R W 1 R1 W 2 R 2 .... WnRn

dimana :
R = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, ., Rn = curah hujan di tiap-tiap titik pengamatan
A1, A2, ., An = bagian daerah yg mewakili titik-titik
pengamatan
W1, W2, ., Wn = A1, A2, A3
A A A

Cara Thiesen ini lebih teliti daripada cara aljabar rata-rata.


B

Poligon Thiesen
A

3. Cara Garis Isohiet


Peta isohiet digambar pada peta topografi dgn perbandingan / interval 10-20 mm.
Berdasarkan pada data-data curah hujan pada setiap titik pengamatan di dalam dans ekitar
daerah yg dimaksud.
Luas bagian antara 2 garis isohiet yg berdekatan diukur dgn planimeter. Demikian pula
harga rata-rata garis-garis isohiet yg berdekatan.

Curah hujan pada daerah tsb dapat diukur dgn cara sbb :
A1 R1 A2 R 2 .... AnRn
R
A1 A2 ... An
d 0 d1
d1 d 2
dn 1 dn
A1
A2 ....
An
2
2
2
R
A1 A2 .... An
n
n
di 1 di
di 1 di
Ai

2
2
R 1 n
1
A
A
i

dimana :
A = luas areal
d = tinggi hujan pada isohiet 0, 1, 2, . n
A1, A2, ., An = luas bagian areal yg dibatasi oleh
isohiet-isohiet yg bersangkutan

A1

A2

d0=10 mm
d1=20 mm
d2

A3

A4

d3

d4

A5

A6

d5

Gambar garis isohyet

A7

d6

d7

Berikut ini salah satu contoh cara penarikan garis isohyet


pada sebuah DAS

Instalasi alat penakar hujan harus memenuhi persyaratan


WMO atau aturan Nasional menyangkut pengaruh:
Angin (V)
kecil
Penempatan terhadap rintangan terdekat (paling dekat
berjarak
4 x rintangan)
Tidak pada lokasi miring
Splashing (percikan)
Perlindungan alat (misal dengan tirai)
JARINGAN PENGUKUR HUJAN
Persoalan mendasar dalam penyiapan data hujan:
Jumlah stasiun hujan
Pola penyebaran stasiun hujan

1
0
2

9
7

3
1

A
KASUS A (stasiun hidrologi
jarang2)
Cukup teliti tidak?
Berapa tingkat ketelitiannya

B
KASUS B (stasiun hidrologi rapat)
Berapa jumlah stasiun yang optimal?
Stasiun mana saja yang representatif ?

Diperlukan Jaringan Pengamatan Hidrologi yang OPTIMUM, untuk mendapatkan


data hidrologi dengan ketelitian yang paling baik

NETWORK JARINGAN
Merupakan satu set stasiun pengamatan hidrologi
(sta hujan dan hidrometri) yang menunjukkan
adanya keterikatan/koherensi observasi dalam
tingkat tertentu dari kejadian yang diukur.
Artinya:
Besaran observasi pada suatu titik/lokasi dapat
diperkirakan berdasarkan hasil pengukuran dari
stasiun sekitarnya
Daerah pengaruh
Daerah pengaruh STA 1

STA 3

Daerah pengaruh
STA 2
Pada titik 3 tidak terdapat korelasi dengan titik BUKAN
1
Pada titik 3 tidak terdapat korelasi dengan titik NETWORK
2

Membentuk JARINGAN (NETWORK) karena DATA DI


TITIK 3 DAPAT DIPERKIRAKAN DARI STA 1 DAN 2
( ada korelasi)
Beberapa metoda yang populer untuk mendapatkan
kerapatan jaringan stasiun hujan optimum adalah :
metode Kagan, Kagan-Rodda, E.M Wilson,

ANALISIS HUJAN
Kesalahan-kesalahan yang banyak terjadi dalam analisis hujan disebabkan oleh :
1. Data tidak lengkap.
2. Data tidak panggah/ konsisten
3. Cara analisis kurang tepat

Pengisian Data hujan yang Hilang

1. Normal Ratio Method

1 Anx
A
A

d A nx d B ...... nx d N
n AnA
N nB
N nN

1 n Anx
dx
di
n i 1 Ani
dX

Dengan:
dx = tinggi hujan yang diperkirakan pada stasiun X, mm
Anx = tinggi hujan rata-rata tahunan stasiun X, mm
dA = tinggi hujan d stasiun A (mm)
n = jumlah stasiun referensi (>= 3)
AnA, AnB AnN = tinggi hujan rata-rata tahunan STA A, B, N (mm)

2. Reciprocal Method

PX

PA
PB
Pn

....
2
2
( d XA )
( d XB )
( d Xn ) 2

1
1
1

....
2
2
( d XA )
( d XB )
( d Xn ) 2

Dengan:
dXA = jarak antara stasiun X dengan stasiun A

Contoh mencari data hujan yang hilang


Isilah data yang hilang pada tahun 1971 di sta A dengan menggunakan data dari sta B dan C

1. Normal Ratio methods.


tinggi hujan (mm)
tahun
Sta A
sta B
Sta C
1972
188
155
1971
----120
1970
310
250
1969
295
230
rerata
264.33
188.75

130
156
230
452
242

= 169.23 mm

2. Reciprocal Methods.
Jika diketahui jarak B ke A = 20km, dan C ke A = 30km

Cari sendiri.
Hihihi

Akan tetapi, kedua cara untuk


memperkirakan data yang hilang
tersebut dinyatakan masih
terlalu jauh dari kenyataan
sehingga disarankan untuk
dibiarkan saja data yang hilang
tersebut sampai ditemukan cara
yang dianggap sesuai dengan
kondisi di Indonesia
ITS OK..!! Its now our turn to
find out the solution

II. Uji Konsistensi/kepanggahan data hujan


Sebab umum inkonsistensi data hujan:
a. Alat diganti dengan alat berspesifikasi lain

b. Perubahan lingkungan stasiun yang mendadak


c. Pemindahan alat
Uji konsistensi data hujan dapat dilakukan
dengan metode a.l :
1. Metode Kurva Masa Ganda/Double Mass
Curve
2. Metode RAPS (Rescaled Adjusted Partial
Sums)

Metode Kurva Massa ganda


Langkah uji konsistensi dengan metode kurva massa
ganda :
1) Tetapkan beberapa stasiun acuan di sekitar stasiun
2)
3)
4)
5)
6)

yg akan diuji
Hitung hujan kumulatif stasiun yang diuji
Hitung hujan rerata kumulatif stasiun acuan
Plotkan pada grafik.
Jika terjadi inkonsistensi, koreksi data hujan sta yg
diuji dengan mengalikan terhadap angka koreksi
Angka koreksi = = b/a

v
v

STA
UJI

Curva Masa Ganda Data


Panggah

STA ACUAN

STA
UJI

= b/a

V
1

V
1

V
b

Curva Masa
Ganda Data
Tidak Panggah

STA ACUAN

contoh
curah hujan
kumula kumula
tahunan (mm)
tif
tif
tahun
sta
di sta di stasiun sta x
sekitar
x
sekitar

1972
1971
1970
1969
1968
1967
1966
1965
1964
1963
1962
1961
1960
1959
1958
1957

188
185
310
295
208
287
183
304
228
216
224
203
284
295
206
269

264
228
386
297
284
350
236
371
234
290
282
246
264
332
231
320

188
373
683
978
1186
1473
1656
1960
2188
2404
2628
2831
3115
3410
3616
3885

264
492
878
1175
1459
1809
2045
2416
2650
2940
3222
3468
3732
4064
4295
4615

1956
1955
1954
1953
1946
1945
1944
1943
1942
1941
1940
1939
1938
1937

200
150
223
173
274
322
437
389
305
320
328
308
302
414

231
350
360
234
170
156
250
230
125
170
120
230
132
152

4085
4235
4458
4631
6748
7070
7507
7896
8201
8521
8849
9157
9459
9873

4846
5196
5556
5790
7526
7682
7932
8162
8287
8457
8577
8807
8939
9091

double mass curve


10000

b=9091-6610

9000
8000
7000
6000
kumulatif sta lain

5000
4000
3000

a =66100

2000
1000
0
0

2000

4000

6000
kumulstif sta A

8000

10000

12000

Setelah
dikoreksi

curah hujan
tahunan (mm)
di stasiun
tahun
di sta x sekitar
92.3337
1950
4
251
106.596
1949
7
284
185.042
1948
8
250
120.108
1947
9
212
102.843
1946
3
170
120.859
1945
6
156
164.023
1944
8
250
146.007
1943
4
230
114.478
1942
8
125
120.108
1941
9
170
123.111
1940
6
120
115.604
1939
8
230
113.352
1938
8
132

kum

kum

sta x

sta sekitar

5223.334

6610

5329.93

6894

5514.973

7144

5635.082

7356

5737.925

7526

5858.785

7682

6022.809

7932

6168.816

8162

6283.295

8287

6403.404

8457

6526.516

8577

6642.12

8807

6755.473

8939

double mass curve terkoreksi


10000
9000
8000
7000
6000
kumulatif sta A

5000
4000
3000
2000
1000
0
0

1000

2000

3000

4000

kumulatis sta lain

5000

6000

7000

8000

Cara double mass curve ini dianggap

kurang tepat, karena menggunakan data


stasiun lain sebagai acuan
Maka dianjurkan untuk menggunakan cara
RAPS

2. Metode RAPS (Rescaled Adjusted


Partial Sums)

Menguji ketidakpanggahan antar data


pada
stasiun
itu
sendiri
dengan
mendeteksi pergeseran nilai rata-rata
(mean)
*
Sk
Persamaan
yang digunakan:
Sk **
DY
n

DY

(Y
i 1

, k = 0,1,2,3..n

2
Y
)
i

n
k

S k (Yi Y ), k 1,2,3,.....n
*

i 1

Dengan:

n
Yi_

= jumlah data hujan


= data curah hujan ke I
Y
= rerata curah hujan
Sk*, Sk**, Dy = nilai statistik data hujan
Nilai Statistik (Q)
Q = maks Sk**
0kn

Nilai Statistik R (Range)


R = maks Sk** - min Sk**
0kn

0kn

Kemudian dicari nilai Q/n dan R/n


Kemudian membandingkannya dengan nilai Q/n dan R/n dalam
tabel

Tabel Nilai Qn dan Rn


(Sumber : Sri Harto.,1993)

Qn

Rn

90%

95%

99%

90%

95%

99%

10

1,05

1,14

1,29

1,21

1,28

1,38

20

1,10

1,22

1,42

1,34

1,43

1,60

30

1,12

1,24

1,46

1,40

1,50

1,70

40

1,13

1,26

1,50

1,42

1,53

1,74

50

1,14

1,27

1,52

1,44

1,55

1,78

100

1,17

1,29

1,55

1,50

1,62

1,86

1,22

1,36

1,63

1,62

1,75

2,00

Contoh
Tahunan

Uji Konsistensi Curah Hujan

Metode :

RESCALED ADJUSTED PARTIAL SUMS

Lokasi :

Ampenan

Hujan
No
Tahun
Sk*
(mm)
1
1983
1497.5
-54.54
2
1984
2233.0
626.41
3
1985
1959.0
1033.37
4
1986
1717.0
1198.33
5
1987
2490.2
2136.49
6
1988
2396.5
2980.94
7
1989
2296.0
3724.90
8
1990
1460.0
3632.89
9
1991
1638.0
3718.85
10
1992
1301.0
3467.81
11
1993
1046.0
2961.76
12
1994
837.5
2247.22
13
1995
1360.5
2055.68
14
1996
1556.0
2059.64
15
1997
959.0
1466.59
16
1998
814.0
728.55
17
1999
1801.6
978.11
18
2000
1043.6
469.69
19
2001
912.3
-170.10
20
2002
1722.1
0.00
Jumlah
31040.85 35262.59
Rerata
1552.04 1763.13

Dy2

Sk**

I Sk** I

148.75
19619.76
53392.88
71799.65
228228.74
444301.31
693744.43
659895.12
691491.91
601284.05
438602.20
252500.10
211290.66
212104.94
107544.73
26539.27
47834.78
11030.52
1446.68
0.00
4772800.47
238640.02

-0.02
0.29
0.47
0.55
0.98
1.36
1.71
1.66
1.70
1.59
1.36
1.03
0.94
0.94
0.67
0.33
0.45
0.21
-0.08
0.00
1.71
-0.08

0.02
0.29
0.47
0.55
0.98
1.36
1.71
1.66
1.70
1.59
1.36
1.03
0.94
0.94
0.67
0.33
0.45
0.21
0.08
0.00
Max
Min

Perhitungan
:
n

20

Dy

2184.7

Sk**maks
=

1.71

-0.08

Sk**min

I Sk**maks I
Q

1.71

Sk**maks = Sk**min

1.78

<

1.100

Kesimpulan :
Q / n

0.381

90%

konsisten!
konsisten

Intensitas Hujan :
1) Taibot (1881)
a
t b
(i.t )( i 2 ) ( it 2 )( i )
a
P( i 2 ) ( i ) 2

( i )( it ) P ( it 2 )
b
P( i 2 ) ( i ) 2

2) Sherman (1905)
i

a
tn

( log i )( log t ) 2 ( log t log i )( log t )


log a
p ( log t 2 ) ( log t ) 2
( log i )( log t ) p ( log t log i )( log t )
n
p( log t 2 ) ( log t ) 2

3) Ishiguro
i
a

a
t b
( i

t )( i 2 ) ( i t )( i )
p( i 2 ) ( i) 2

( i )( i t ) ( i 2
b
p ( i 2 ) ( i ) 2

t)

4.
Mononobe

i=

Dengan :
i = intensitas hujan (mm/jam)
t = waktu (durasi) hujan, menit untuk pers. (1-3) dan jam untuk pers. 4
a,b,m = konstanta
d24 = tinggi hujan maksimum dalam24 jam
n = banyaknya pasangan data i dan t

Anda mungkin juga menyukai